Pada masyarakat Hindu di Bali,terjadi kesalahan dan kekaburan dalam pemahaman dan pemaknaan warna, kasta, dan wangsa yang berkepanjangan. Dalam agama Hindu tidak dikenal istilah Kasta. Istilah yang termuat dalam kitab suci Veda adalah Warna. Apabila kita mengacu pada Kitab Bhagavadgita, maka yang dimaksud dengan Warna adalah Catur Warna, yakni pembagian masyarakat menurut Swadharma (profesi) masing-masing orang. Sementara itu, yang muncul dalam kehidupan masyarakat Bali adalah Wangsa, yaitu sistem kekeluargaan yang diatur menurut garis keturunan. Wangsa tidak menunjukkan stratifikasi sosial yang sifatnya vertikal (dalam arti ada satu Wangsa yang lebih tinggi dari Wangsa yang lain). Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa masih ada warga masyarakat yang memiliki pandangan bahwa ada suatu Wangsa yang dianggap lebih tinggi daripada Wangsa yang lain. Untuk merubah pandangan seperti ini memang perlu sosialisasi dan penyamaan persepsi. Oleh karena itu, lebih baik tidak diperdebatkan lagi.
Wiana (2000) menjelaskan perbedaan antara warna dan kasta. Warna merupakan penggolongan masyarakat berdasarkan fungsi dan profesi. Dalam ajaran Agama Hindu dikenal adanya empat warna/Catur Warna yaitu brahmana-orang-orang yang bertugas untuk memberikan pembinaan mental dan rohani serta spiritual, ksatria-orang orang yang bertugas untuk mengatur negara dan pemerintahan serta rakyatnya, waisya-orang yang bertugas untuk mengatur perekonomian, dan sudra-orang yang bertugas untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan menjadi pelayan atau pembantu orang lain.
Warna dan gelar serta namanya sama sekali tidak diturunkan atau diwariskan ke generasi berikutnya. Warna tidak bersifat statis, tetapi dinamis. Artinya, warna bisa berubah setiap saat sesuai dengan fungsi dan profesinya, sebagai contoh; seorang yang berasal dari golongan sudra karena ketekunannya dalam belajar dan bekerja berhasil menjadi seorang polisi atau tentara maka secara otomatis golongannya meningkat menjadi seorang ksatria yang bertugas untuk membela dan mempertahankan kedaulatan negara. Bisa saja seorang brahmana yang melakukan tindak kejahatan seperti; pencurian, pemerkosaan, perjinahan dan tinakan melawan hukum lainnya turun derajatnya menjadi golongan yang lebih dan bahkan paling rendah karena perbuatannya sehingga harus menjalani hukuman penjara dan setelah selesai menjalani hukuman akan kembali bergabung dengan masyarakat dan tidak tahu lagi akan menjadi bergelut dalam bidang apa.
Hubungan di antara golongan pada warna hanya dibatasi oleh “dharma”-kewajiban yang berbeda-beda tetapi menuju satu tujuan yakni kesempurnaan hidup. Jadi, catur warna sama sekali tidak membeda-bedakan harkat dan martabat manusia dan memberikan manusia untuk mencari jalan hidup dan bekerja sesuai dengan sifat, bakat, dan pembawaannya sejak lahir hingga akhir hayatnya.
Sedangkan kasta merupakan penggolongan status sosial masyarakat dengan mengadopsi konsep catur warna (brahmana, ksatria, wesyia, dan sudra) yang gelar dan atribut namanya diturunkan dan diwariskan ke generasi berikutnya. Artinya, walaupun keturunannya tidak lagi berprofesi sebagai pendeta atau pedanda tetapi masih menggunakan gelar dan nama yang dimiliki leluhurnya yang dulunya menjadi pendeta atau pedanda. Ini sangat tidak masuk akal. Bagaimana mungkin seseorang yang belum tentu atau tidak memiliki sifat-sifat brahmana harus disebut sebagai brahmana, dan juga terjadi pada kasta yang lainnya.
Terlebih lagi nama dan gelar warisan masing-masing leluhurnya sekarang ini semakin diagung-agungkan dan digunakan untuk mempertajam kesenjangan di antara golongan kasta yang ada. Tetapi, jika nama dan gelarnya yang dipakai keturunannya hanya dijadikan sebagai tanda penghormatan kepada leluhurnya, maka tindakan ini merupakan tindakan yang sangat mulia dan terhormat.
Konsep kasta sangat bertentangan dengan konsep warna dalam ajaran agama hindu. Namun, kesalahan pemahaman tentang kasta dan warna masih saja terjadi dan terus berlangsung hingga sekarang ini. Jika terjadi kesalahpahaman yang berkelanjutan maka tidak tertutup kemungkinan akan terjadi konflik, perpecahan, dan kekacauan di masa yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar