Poligami (poli berarti banyak) yaitu perkawinan antara satu orang laki-laki atau wanita dan lebih dari satu wanita atau laki-laki. Dengan kata lain, beristri atau bersuami lebih dari satu orang. Sedangkan poligini yaitu seorang laki-laki beristri lebih dari satu orang.
Dari pengertian tersebut sebenarnya lebih tepat menggunakan istilah poligini. Tetapi karena masyarakat umum lebih mengenal istilah poligami maka disini digunakan istilah poligami meski kurang tepat.
Agama yang paling mendukung poligami adalah agama Islam, sedangkan agama Buddha sangat menganjurkan monogami dan tidak mendukung poligami, meskipun agama Buddha tidak melarang poligami. Bagaimana dengan pandangan agama Hindu?
Agama Hindu hampir sama konsepnya dengan Kristen. Dimana Kristen dan Hindu mentolerir adanya perkawinan poligami. Perlu digarisbawahi Hindu, Budha dan Kristen juga menganut kepercayaan tiadanya perkawinan bagi seseorang atau lebih dikenal dengan istilah selibat. “Selibat adalah sebuah pilihan hidup yang bersumber dari suatu pandangan atau pemikiran tertentu yang memutuskan sang pribadi untuk memilih hidup tanpa menikah.” (Ensiklopedia Indonesia). Selibat terutama dilaksanakan oleh kaum rohaniawan (terutama rohanian Khatolik, Hindu, Budha dan beberapa dari kaum sufi).
Dalam ajaran Hindu istilah selibat, monogami dan poligami disebut dengan istilah Sukla brahmacari, Sewala brahmacari dan Krsna Brahmacari.
a. Shukla Brahmcari
Shukla brahmacari, atau juga disebut Akhanda Brahmacari yang keduanya berarti tidak kawin seumur hidup. Pilihan Shukla Brahmacari biasanya dilakukan oleh “beliau-beliau” yang berada pada tingkat Nitya-Siddha, yaitu beliau yang telah mencapai kesempurnaan tetapi datang ke dunia ini hanya untuk memberikan bimbingan kepada umat manusia. Jadi pilihan tersebut bukan karena terpaksa atau alasan-alasan lain seperti gangguan organ seksual, sulit jodoh, patah hati atau “kekagetan batin” lainnya (Darmayasa, 2012: www.surabayapost.co.id). Sukla Brahmacari dalam Silakrama dijelaskan sebagai berikut:
“Sukla Brahmacari ngarannya tanpa rabi sangkan rere, tan maju tan kuring Sira, adyapi teku ring wreddha tewi tan pangicep arabi sangkan pisan” (Silakrama hal. 32)
Artinya:
Sukla Brahmacari namanya orang yang tidak kawin sejak lahir sampai ia meninggal. Hal ini bukan karena impoten atau lemah sahwat. Dia sama sekali tidak pernah kawin sampai umur lanjut.
Dalam wiracarita Ramayana, Teruna Laksamana ditampilkan sebagai sosok yang menjalankan Sukla Brahmacari. Betapa pun wanita menggoda, termasuk Raksasa Surphanaka, ia tetap teguh iman melaksanakan Sukla Brahmacari, yakni tidak pernah kawin sampai akhir hayat dikandung badan. (Sudirga dkk, 2007:53 ). Sedangkan di dalam kisah Mahabharata yang melaksanakan Sukla Brahmacari adalah Rsi Bhisma.
Selibat juga berlaku bagi seorang wanita suci. “Keadaan tidak menikah bagi seorang wanita, disebut ‘Kania’, menurut Lontar Wrhaspati Tattwa dan Ataki-taki Diksa, mereka adalah kelompok orang-orang yang ditakdirkan suci, dan pahalanya sorga.” (Bhagawan Dwija, www.stitidharma.org).
Di Desa-desa di Bali, selalu dicari wanita Kania, untuk nedunang Ida Bhatara, atau untuk menjadi Pemangku. Mereka mendapat kedudukan/penghormatan tinggi di masyarakat. Tradisi seperti ini juga terdapat di India. Lelaki yang sukla brahmacari dan wanita yang kania, sering terpilih sebagai menteri atau pejabat tinggi di India dan Nepal. (Loc.Cit).
b. Sewala Brahmacari
Sewala Brahmacari merupakan perkawinan yang paling Ideal, dimana hanya ada satu istri satu suami. Perkawinan ini yang mendominasi di masyarakat. Tentang Sewala Brahmacari juga dijelaskan didalam naskah Silakrama:
“Sewala Brahmacari ngaranya, marabi pisan, tan parabi, muwah yan kahalangan mati srtinya, tanpa rabi, mwah sira, adnyapi teka ri patinya, tan pangucap arabya. Mangkana Sang Brahmacari yan sira Sewala Brahmacari”
Artinya:
Sewala Brahmacari namanya bagi orang yang hanya kawin satu kali, tidak kawin lagi. Bila mendapat halangan salah satu meninggal, maka ia tidak kawin lagi hingga datang ajalnya. Demikianlah namanya Sewala Brahmacari.
Jadi, sudah jelas diberikan batasan bahwa orang yang melaksanakan Sewala Brahmacari itu hanyalah melakukan perkawinan sekali seumur hidupnya. Rintangan apa pun yang menjadi kendala ia tetap berpegang pada prinsip ajaran Sewala Brahmacari (Sudirga, dkk.).
c. Krsna Brahmacari
Dalam ajaran Tresna atau Kresna Brahmacari sudah diberikan suatu kelonggaran yang lebih terkait dengan masa –masa Grehasta. Tetapi tetap berwawasan dengan hukum alami. Oleh, karena itu, kelonggaran tersebut tidak bersifat liberal. Dalam pengertian Tersna atau Kresna Brahmacari, seseorang diizinkan kawin lebih dari satu kali dalam batas maksimal 4 kali. Itu pun dengan kententuan bahwa seseorang Brahmacari boleh mengambil istri kedua jika istri pertama tidak dapat melahirkan keturunan, tidak dapat berperan sebagai seorang istri (mungkin sakit-sakitan) dan bila istri pertama mengizinkan untuk kawin kedua kalinya (Sudirga dkk, 2007:53-54).
Krsna Brahmacari mendekati dengan istilah poligami/poligini yaitu beristri banyak dengan istri maksimal 4 orang. Batasan maksimal berpoligami/poligini dijelaskan didalam Slokantara. Seperti penggalan sloka berikut:
“……… Krsnabrahmacari ialah orang yang kawin paling banyak empat kali, dan tidak lagi. Siapakah yang dipakai contoh dalam hal ini? Tidak lain ialah Sang Hyang Rudra yang mempunyai empat dewi, yaitu Dewi Uma, Gangga, Gauri, dan Durga. Empat dewi yang sebenarnya hanyalah empat aspek dari yang satu, inilah yang ditiru oleh yang menjalankan Krsnabrahmacari. Asal saja ia tahu waktu dan tempat dalam berhubungan dengan istri-istrinya. …..” (Slokantara 1).
Dalam wiracarita Ramayana yang berpoligami adalah raja Dasarata dari kerajaan Ayodya. Dasarata memiliki tiga permaisuri, yaitu Kosalya, Sumitra, dan Kekayi. Sedangkan didalam wiracarita Mahabharata suami yang berpoligami adalah raja Pandu (Pandu Dewanata) dari kerajaan Astina Pura, dengan dua permaisuri, yaitu Dewi Prtha dan Dewi Madri. Dewi Prtha merupakan putri dari prabu Kuntiboja atau lebih dikenal dengan nama Dewi Kunti, dan Gandari merupakan seorang puteri dari kerajaan Madra, adik dari prabu Salya.
Dari ketiga Brahmacari tersebut, mana yang lebih baik? Prof. Dr. Tjok. Sudharta dalam ulasan Slokantara, menjelaskan “Mengenai nilai dari brahmacari itu, apakah sukla yang terbaik, ataukah sewala atau krsna, semuanya mempunyai nilai-nilai yang tinggi menurut tujuannya.” (Sudharta, 2004:11). Dengan demikian ketiga Brahmacari tersebut memiliki nilai yang sama.
Om Shantih, Shantih, Shantih Om
Daftar Pustaka:
Punyatmadja, Ida Bagus. 2013. Cilakrama. Taman Sastra.
Sudharta,M.A. Prof. Dr. Tjok. 2004. Slokantara Untaian Ajaran Etika. Teks, Terjemahan dan Ulasan. Surabaya: Paramita
Sudirga, I.B dkk, 2007. Widya Dharma Agama Hindu untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Ganeca Exact.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar