Upacara Manusa Yadnya
Manusa Yadnya
Pengertian dalam tradisi hindu untuk memanusiakan manusia salah satu jalan yang ditempuh adalah melalui Ritual Agama, ritual inilah dalam tradisi hindu disebut dengan upacara manusa yadnya. Manusa yadnya adalah suatu pengorbanan suci atau korban suci demi kesempurnaan hidup manusia.
Pelaksanaan upacara ini dilakukan oleh umat hindu dari bayi masih dalam kandungan sampai lahir dan dewasa upacara manusa yadnya ini masih tetap dilaksanakan. Secara umum upacara ini dilaksanakan setiap kali ada perubahan atau peralihan kehidupan sebab diyakini setiap perubahan atau masa peralihan merupakan masa-masa kritis bagi manusia khusus anak-anak dan kaum muda sehingga perlu diupacarai agar dia senantiasa mendapat perlindungan dan tuntunan.
Dalam konsep sastra agama pengertian sesuai dengan sumber sastra kawi pengertian manusa yadnya adalah sebagai ritual untuk melayani atithi Yadjna dan menjamu masyarakat dengan makanan minuman sesuai dengan kemampuan. Dalam kita Sathapata Brahmana dari reg Veda manusa yadnya itu adalah persembahan berupa makanan kepada orang lain, dari sumber lain Manava Dharmasastra III.70 Manusa yadnya disebutkan dengan nama Nara Yajna, artinya menerima tamu dengan ramah tamah.
Dalam praktek keagaman khususnyanya dibali, tidak saja dalam upacara manusa yadnya semua yadnya yang dilakukan dibali selalu dilakukan pelayanan dan pemberian makanan kepada masyarakat atau sanak keluarga sekitar tempatnya yang disebut dengan ngejot, bahkan kalau kerabat yang dekat akan diberikan makanan sesudah makanan tersebut dipersembahkan (Surudan).
Tujuan dari Manusa Yadnya atau Sarira Samskara adalah untuk menyucikan diri lahir dan bathin (pamarisudha raga) dan memohon keselamatan dalam kehidupan spiritual menuju kebahagiaan baik di dunia maupun dialam niskala.
a. Magedong-gedongan (Garbhadhana Samskara )
b. Upacara Kelahiran ( Jatakarma Samskaran )
c. Upacara Lepas Puser
d. Upacara Kambuhan ( bayi berumue 42 hari )
e. Upacara bayi berumue 105 hari ( Niskrama Samskara )
f. Upacara Pawotonan ( 210 hari )
g. Upacara Tumbuh Gigi ( Ngempugin )
h. Upacara Tanggal Gigi pertama
i. Upacara Munggah Daha
j. Upacara Mepandes
k. Upacara Perkawinan.
Tujuan dari Modul ini secara umum
1. Agar para pemangku memahami tentang upacara yang tergolong manusa yadnya.
2. Pemangku diharapkan dapat memberikan penerangan kepada umat tentang tattwa dari pelaksanaan upacara tersebut.
Tujuan secara Khusus :
1. Pemangku dapat memberikan sarana dan upakara yang diperlukan dalam pelaksanaan upacara manusa yadnya .
2. Pemangku dapat mengantar atau memimpin jalannya upacara sesuai dengan tingkat kewenangannya.
1. Pemangku dapat memberikan sarana dan upakara yang diperlukan dalam pelaksanaan upacara manusa yadnya .
2. Pemangku dapat mengantar atau memimpin jalannya upacara sesuai dengan tingkat kewenangannya.
Bab I
Upacara megedong-gedongan
( Garbhadhana samskara )
A. Saran /Upakara :
1. Upakara penyucian :
Byakala, Durmanggala, Pengulapan dan Prayascitta
2. Upakara Pesaksi :
Banten Pejati dengan ajumannya nasi putih kuning, banten suci asoroh, tipat kelanan, canang pasucian, klungah kelapa gading (1) .
3. Upakara Upasaksi disanggah kamulan :
Banten Pejati dengan ajumannya nasi putih kuning, banten suci asoroh, tipat kelanan, canang pasucian, ngunggahan tirta.
4. Upakara ditempat Permandian ibu yang mengandung :
- Jun baru yang berisi air dari sumber mata air, diisi bunga 9 warna .
- Banten pejati asoroh .
- Caru pagedong-gedongan : alasnya daun talas yang diatasnya diisi dengan nasi wong-wongan yang berbentuk bayi dengan warna : Kepala dari nasi warna hitam, tangan dibuat dari nasi putih, dadanya dari nasi kuning, tulang panggul sampai lutut nasi merah dan dari lutut sampai kaki nasi kuning perutnya dari nasi berumbun. lauk pauknya bawang jahe uyah areng. Sampian dari banten ini terbuat dari daun endong merah, sirihnya dauh talas, apuhnya dari abu dan pinangnya dari buah beluluk dilengkapi dengan banten sorohan alit ( peras tulung sayut ), setelah caru tersebut diaturkan pada saat membuangnya disungai kepala nasi wong-wong tersebut menghadap kehilir dengan maksud agar kelak bayi tersebut lahir dengan normal lahir dari kepala.
5. Banten Ayaban :
Banten ayaban tumpeng (7) atau tumpeng (9) sesuai dengan kemampuan, daksina 2 soroh, suci 1 soroh, ajuman/sodan putih kuning, ketipat kelanan. sesayutnya : sesayut katutuan, sesayut tulus dadi, sesayut Pamahayu tuwuh, banten pangladan dedari.
6. Sorohan dan sarana perlengkapan banten Pagedong-gedongan:
Bale pagedong-gedongan, Kalunggah nyuh gading digambar seorang anak kecil, laklak tape aceper, nyahnyah geringsing, cangah menek canggah tuwun yang dipakai untuk menghiyasi Bale pagedong-gedongan, Banten pagedong-gedongan asoroh. Tombak tiying gading, 2 dahan kayu dapdap yang diikat dengan benang hitam, ceraken atau rempah-rempah dalam satu wadah dan ikan yang masih hidup dibungkus dengan daun talas.
B. Tempat pelaksanaan upacara megedong-gedongan :
- Pelaksaaan upacara ini dilakukan di dalam halaman rumah
- Membuat tempat permandian darurat
- Upacara dipimpin oleh pinandita atau orang yang tertua dirumah tersebut dan memahami tatacara pelaksaannya.
C. Proses Pelaksanaan Jika dipimpin oleh Pinandita :
1) Jro Mangku atau pinandita proses persiapan sesuai dengan sesana dari awal sampai mohon tirta pengelukatan dan pebersihan termasuk mengaturkan banten byakaon, durmanggala, pengulapan, prayascita dan melakukan pengeresikan dengan sarana tersebut diatas dari pengelukatan banten sampai menyucian tempat lokasi upacara dan tempat permandian darurat yang dibuat untuk upacara tersebut. Di dalam tempat permandian darurat tersebut disediakan sebuah tempayan berisi air kumkuman caru magedong gedong juga sudah diletaknya ditempat permandian tersebut.
Setelah selesai melaksanakan pengeresikan, Jro mangku melakukan puja pangastuti kehadapan Dewa Surya sebagai saksi dari pelaksanaan upacara tersebut dan Dewa Tiga Guru Sakti dan para Dewa yang berstana disanggah kemulan juga kepada para leluhur.
Selesai melakukan puja pengastuti dilanjutkan dengan mengaturkan samskara kehadapan para dewa yang diturunkan sebagai saksi seperti : mengahaturkan wangsuh pada, tigasan, pesucian, sajeng sari, sajeng pemendak, tarpana tirta, dan puja penjaya-jaya.
Setelah mengaturkan tarpana pemendakan dilanjutkan dengan mengahaturkan upakara yang dihaturkan baik kehadapan Dewa Surya maupun Ista Dewata yang berstana disanggah kemulan dilanjutkan dengan mengaturkan banten ayaban dengan banten pagedong-gedongan.
2) Setelah persembahan tersebut selesai baru upacara samskara dari proses permandian istri yang mengandung dilokasi tempat permandian darurat tersebut. Jika sebelumnya sudah mandi besar permandian tersebut dapat dilaksanakan secara simbolis dengan mencuci wajah ( meraup ), cuci tangan dan cuci kaki setelah itu mengaturkan caru pagedong-gedongan yang sudah diletakkan ditempat permandian tersebut dengan Puja yang diantar oleh jro mangku.
Selesai mengaturkan caru magedong-gedong tersebut istri yang hamil dan suaminya melaksanakan penyucian dengan natab banten byakaon durmanggala, dan prayascita yang diawali dengan metepung tawar, mesapsap, setelah itu dilanjutkan dengan mesesapuh sebagai simbolis menghilangkan mala.
Tahap berikutnya Si Ibu dan suami mengambil sarana upacara mengedong-gedongan seperti, si ibu menjunjung tempat rempah-rempah (Ceraki) tangan kanannya menjinjing daun talas yang berisi air dan ikan yang masih hidup. Untuk si suami tangan kiri memengang benang hitam dan ranting daun dapdap, tangan kanan memegang tombak dari bambu, keduanya melakukan berkeliling tiga kali setelah benang yang diikat ujungnya dimasing ranting daun dapdap dipentangkan lalu dilewatkan oleh si ibu sebanyak tiga kali, setelah tiga kali si suami menusuk bawaan si ibu yang dijinjing yaitu daun talas yang berisi air dan ikan hidup hingga tumpah semuanya.
Setelah tahapan upacara diatas Jro mangku/pinandita melakukan pengelukatan kepada si ayah dan si ibu yang melakukan megedong-gedongan, dilanjutkan dengan persembahyangan dipemerajan mohon keselamatan metirtha, mebija dan mesesarik .
Sesudah acara persembahyangan selesai si ibu natab banten ayaban dari natab banten sesayut pamahayu dan sesayut tulus dadi, dilanjutkan natab banten pengambian (puja pengambian) terakhir natab banten peras ditambah puja ayu werdhi . Setelah selesai natab banten peras si ibu ngelebar banten peras tersebut dengan merobek jejahitan kulit peras dan menaburkan beras, uang dan benang yang terdapat dibawah kulit peras.
Dengan selesainya pengelebaran peras berakhirlah upacara mengedong-gedongan dan jro mangku sudah boleh melakukan puja penyineban.
Untuk caru megedong-gedongan tersebut yang berisi nasi wong-wongan rare (anak-anak) dihanyutkan ke sungai dengan posisi saat menghanyukan kepala nasi wong-wongan menghadap ke hilir.
Upacara megedong-gedongan
( Garbhadhana samskara )
Latar belakang :
Salah satu harapan seseorang yang telah berumah tangga adalah memiliki putra yang suputra, dimana dalam satra disebutkan sumber kebahagian didalam rumah tangga apa bila dapat memiliki putra yang suputra dan merupakan kewajiban dari orang yang sudah berrumah tangga untuk menumbuhkan putra, dengan dapat menumbuhkan putra pasangan suami istri itu disebut Pitra atau orang tua .
Tujuan :
Upacara magedong-gedongan bertujuan untuk memohon dengan saran ritual agar janin yang telah terbentuk menjadi janin yang semakin sempurna dan kelak lahir menjadi anak yang suputra. Dalam sastra hindu dalam Kitab Manawa darma sastra disebutkan juga ada upacara yang disebut dengan Garbha homa atau Garbha dana samskara tujuan upacara ini agar pertemuan suami istri sebagai pertemuan yang suci. dan mengasilkan sesuatu yang suci seperti salah satunya adalah anak yang suputra.
Waktu pelaksanaan :
Upacara magedong-gedong khususnya dibali dilaksanakan pada saat kandungan sang ibu berumur antara 6 – 7 bulan dengan alasan pada saat janin sudah berumur 6 -7 bulan kondisi janin sudah stabil dan sudah terbentuk pada saat janin sudah terbentuk disini janin tersebut sudah dipelihara oleh sang catur sanaknya dan nyama bajang.
1. Upakara penyucian :
Byakala, Durmanggala, Pengulapan dan Prayascitta
2. Upakara Pesaksi :
Banten Pejati dengan ajumannya nasi putih kuning, banten suci asoroh, tipat kelanan, canang pasucian, klungah kelapa gading (1) .
3. Upakara Upasaksi disanggah kamulan :
Banten Pejati dengan ajumannya nasi putih kuning, banten suci asoroh, tipat kelanan, canang pasucian, ngunggahan tirta.
4. Upakara ditempat Permandian ibu yang mengandung :
- Jun baru yang berisi air dari sumber mata air, diisi bunga 9 warna .
- Banten pejati asoroh .
- Caru pagedong-gedongan : alasnya daun talas yang diatasnya diisi dengan nasi wong-wongan yang berbentuk bayi dengan warna : Kepala dari nasi warna hitam, tangan dibuat dari nasi putih, dadanya dari nasi kuning, tulang panggul sampai lutut nasi merah dan dari lutut sampai kaki nasi kuning perutnya dari nasi berumbun. lauk pauknya bawang jahe uyah areng. Sampian dari banten ini terbuat dari daun endong merah, sirihnya dauh talas, apuhnya dari abu dan pinangnya dari buah beluluk dilengkapi dengan banten sorohan alit ( peras tulung sayut ), setelah caru tersebut diaturkan pada saat membuangnya disungai kepala nasi wong-wong tersebut menghadap kehilir dengan maksud agar kelak bayi tersebut lahir dengan normal lahir dari kepala.
5. Banten Ayaban :
Banten ayaban tumpeng (7) atau tumpeng (9) sesuai dengan kemampuan, daksina 2 soroh, suci 1 soroh, ajuman/sodan putih kuning, ketipat kelanan. sesayutnya : sesayut katutuan, sesayut tulus dadi, sesayut Pamahayu tuwuh, banten pangladan dedari.
6. Sorohan dan sarana perlengkapan banten Pagedong-gedongan:
Bale pagedong-gedongan, Kalunggah nyuh gading digambar seorang anak kecil, laklak tape aceper, nyahnyah geringsing, cangah menek canggah tuwun yang dipakai untuk menghiyasi Bale pagedong-gedongan, Banten pagedong-gedongan asoroh. Tombak tiying gading, 2 dahan kayu dapdap yang diikat dengan benang hitam, ceraken atau rempah-rempah dalam satu wadah dan ikan yang masih hidup dibungkus dengan daun talas.
B. Tempat pelaksanaan upacara megedong-gedongan :
- Pelaksaaan upacara ini dilakukan di dalam halaman rumah
- Membuat tempat permandian darurat
- Upacara dipimpin oleh pinandita atau orang yang tertua dirumah tersebut dan memahami tatacara pelaksaannya.
C. Proses Pelaksanaan Jika dipimpin oleh Pinandita :
1) Jro Mangku atau pinandita proses persiapan sesuai dengan sesana dari awal sampai mohon tirta pengelukatan dan pebersihan termasuk mengaturkan banten byakaon, durmanggala, pengulapan, prayascita dan melakukan pengeresikan dengan sarana tersebut diatas dari pengelukatan banten sampai menyucian tempat lokasi upacara dan tempat permandian darurat yang dibuat untuk upacara tersebut. Di dalam tempat permandian darurat tersebut disediakan sebuah tempayan berisi air kumkuman caru magedong gedong juga sudah diletaknya ditempat permandian tersebut.
Setelah selesai melaksanakan pengeresikan, Jro mangku melakukan puja pangastuti kehadapan Dewa Surya sebagai saksi dari pelaksanaan upacara tersebut dan Dewa Tiga Guru Sakti dan para Dewa yang berstana disanggah kemulan juga kepada para leluhur.
Selesai melakukan puja pengastuti dilanjutkan dengan mengaturkan samskara kehadapan para dewa yang diturunkan sebagai saksi seperti : mengahaturkan wangsuh pada, tigasan, pesucian, sajeng sari, sajeng pemendak, tarpana tirta, dan puja penjaya-jaya.
Setelah mengaturkan tarpana pemendakan dilanjutkan dengan mengahaturkan upakara yang dihaturkan baik kehadapan Dewa Surya maupun Ista Dewata yang berstana disanggah kemulan dilanjutkan dengan mengaturkan banten ayaban dengan banten pagedong-gedongan.
2) Setelah persembahan tersebut selesai baru upacara samskara dari proses permandian istri yang mengandung dilokasi tempat permandian darurat tersebut. Jika sebelumnya sudah mandi besar permandian tersebut dapat dilaksanakan secara simbolis dengan mencuci wajah ( meraup ), cuci tangan dan cuci kaki setelah itu mengaturkan caru pagedong-gedongan yang sudah diletakkan ditempat permandian tersebut dengan Puja yang diantar oleh jro mangku.
Selesai mengaturkan caru magedong-gedong tersebut istri yang hamil dan suaminya melaksanakan penyucian dengan natab banten byakaon durmanggala, dan prayascita yang diawali dengan metepung tawar, mesapsap, setelah itu dilanjutkan dengan mesesapuh sebagai simbolis menghilangkan mala.
Tahap berikutnya Si Ibu dan suami mengambil sarana upacara mengedong-gedongan seperti, si ibu menjunjung tempat rempah-rempah (Ceraki) tangan kanannya menjinjing daun talas yang berisi air dan ikan yang masih hidup. Untuk si suami tangan kiri memengang benang hitam dan ranting daun dapdap, tangan kanan memegang tombak dari bambu, keduanya melakukan berkeliling tiga kali setelah benang yang diikat ujungnya dimasing ranting daun dapdap dipentangkan lalu dilewatkan oleh si ibu sebanyak tiga kali, setelah tiga kali si suami menusuk bawaan si ibu yang dijinjing yaitu daun talas yang berisi air dan ikan hidup hingga tumpah semuanya.
Setelah tahapan upacara diatas Jro mangku/pinandita melakukan pengelukatan kepada si ayah dan si ibu yang melakukan megedong-gedongan, dilanjutkan dengan persembahyangan dipemerajan mohon keselamatan metirtha, mebija dan mesesarik .
Sesudah acara persembahyangan selesai si ibu natab banten ayaban dari natab banten sesayut pamahayu dan sesayut tulus dadi, dilanjutkan natab banten pengambian (puja pengambian) terakhir natab banten peras ditambah puja ayu werdhi . Setelah selesai natab banten peras si ibu ngelebar banten peras tersebut dengan merobek jejahitan kulit peras dan menaburkan beras, uang dan benang yang terdapat dibawah kulit peras.
Dengan selesainya pengelebaran peras berakhirlah upacara mengedong-gedongan dan jro mangku sudah boleh melakukan puja penyineban.
Untuk caru megedong-gedongan tersebut yang berisi nasi wong-wongan rare (anak-anak) dihanyutkan ke sungai dengan posisi saat menghanyukan kepala nasi wong-wongan menghadap ke hilir.
Upacara Kelahiran (Jatakarma Samkara )
Upacara ini dilakukan oleh keluarga yang mempunyai anak, sebagai pemangku wajib memberikan tuntunan terhadap beberapa pelaksanaan yang harus dilaksanakan pada saat kelahiran seorang anak seperti : proses mreteka ari-ari dan beberapa upakara yang harus dipersiapkan baik untuk dihaturkan kepada hari-hari maupun kepada si bayi.
Pada saat bayi baru lahir sesudah dimandikan kewajiban dari keluarga terutama si ayah agar membisikan mantra Gayatri keteliga si bayi sebanyak tiga kali, supaya bayi tersebut selalu mendapatkan perlindungan .
Untuk proses ari-ari agar sebelumnya ari-ari (plasenta ) tersebut dimandikan /dicuci bersih, telah bersih ari-ari tersebut diletakkan pada tempat priyuk tanah yang berisi penutup sebelumnya priyuk tersebut dicuci dan pada dasar dalam priyuk di tulis aksara : OM ANG AH sedangkan pada penutupnya ditulis aksara Omkara, setelah itu plasenta dimasukan kedalam priyuk tadi dengan posisi yang baik dan didalamnya diisi seperti rempah-rempah, bunga-bunga wangi, sedah selasih, lekesan, kawangen dengan jinah 11 keteng, lontar yang panjangnya asangsang gulya dengan tulisan Bali “ Om Sang Tabe Ya Pakulun “ bertuliskan bali dan diisi perlengkapan pelajaran seperti : buku tulis, pensil diatasnya diisi ijuk setelah itu baru ditutup atau juga dapat dipakai sebutir kelapa yang dibelah menjadi 2 yang didalamnya isinya sama seperti diatas, kemudian priyuk atau kelapa tersebut dibungkus dengan kain putih. Kemudian buatkan lobang didepan pintu rumah dimana bayi tersebut ditidurkan, jika bayi tersebut laki-laki ditanam disebelah kanan dari pintu masuk, jika perumpuan ditanam disebelah kiri dari pintu masuk. Setelah dibuatkan lobang kira-kira 35- 40 Cm lobang tersebut disiram sedikat dengan air bersih lalu diasapkan setalah itu ambil ari-ari yang sudah dibungkus tadi dengan kain putih sebelum dimasukkan didalam lobang yang melakukan penanaman mengucapkan atau membacakan puja kehadapan ibu pertiwi sebagai permakluman dan ijin untuk menanam ari-ari dan senantiasa si bayi diberikan perlindungan.
Puja :
Om Sang Hyang Ibu Pertiwi ,meraga bayu amretha sanjiwani, ngamrethaning sarwa tumuwuh, puniki ari-arin nyane si jabang bayi, kaatur ring Ibu Perthiwi, wehana waranugraha ring si jabang bayi, mangda anutugaken tuwuh ipun, lah poma-poma-poma.
Setelah pengucapan sehe diatas baru dilakukan penanaman terhadap ari-ari tersebut dan ditimbun dengan tanah sebelumnya diisi bambu/buluh atau pipa, guna memasukan air nantinya keari-ari tersebut. Setelah itu diatasnya ditindih dengan batu pipih dan ditanam pohon pandan wong, di kurung dengan sangkar ayam agar aman dari hewan lainnya. Untuk tempat sang catur canak dibuatkan sanggah cucuk (sanggah segi tiga ) kalau dulu diatapnya dipakai lapisan kelopak bambo dan ijuk ditancapkan didepan tempat menanam ari-ari tadi.
Upakara :
Upakara pada saat ini disebut dengan upakara ” Pemapag –Rare “ .
Banten yang dihaturkan pada saat penanaman ari-ari :
A. Untuk disanggah cucuk canang dengan bunga–bunga yang harum dan tidak boleh berwarna merah. berisi nyanyah geringsing.
B. Dibawahnya nasi kepelan empat buah dengan warna masing-masing, kepelan putih, kepelan Merah, kepelan Kuning dan kepelan hitam .
Banten ini dihaturkan setiap hari ditempat tersebut. Sedangkan untuk sibayi dibuatkan Banten dapetan asoroh dan jerimpen punggul asoroh, dihaturkan ditempat bayi tidur mohon kepada Ida Sanghyang Widdhi dan para leluhur yang manumadi agar diberikan perlindungan dan keselamatan pada dibayi. Pada upacara ini tidak ada pakai tirta untuk si bayi.
Setiap hari selama 7 hari ditempat penanaman ari-ari tersebut dihidupkan tabunan dan lampu.
Setelah pusar bayi lepas, dibuatkan upacara yang disebut dengan banten kambuhan, pada saat ini dibuatkan perlengkapan sebuah kumara digantung diatas tempat tidur si bayi dengan bantennya: Canang sari, Nyanyah geringsih, minyik-minyikan ( bungan-bunga yang harum kecuali bunga berwarna merah ) kekiping biyu mas, dikumara dengan dasarnya yaitu beras berisi isi daksina telor ayam kampung. Untuk tali pusarnya yang lepas dibersihkan dikeringkan dan setelah kering dibungkus didalam ketipat kukur berisi anget-angetan (rempah-rempah) dibungkus dengan kain putih digantung di teben/disamping si bayi tidur.
Banten yang dihaturkan disanggah cucuk ditempat ari-ari ditanam yaitu : banten punjung putih kuning maulah taluh. Canang geti-geti, canang raka, lenge wangi buratwangi, dibawah sanggah cucuk tempat menanam ari-ari, nasi kepelan 4 kepel menjadi dua tempat.
Banten yang dihaturkan di kumaranya si bayi dipersembahkan kepada sang kumara agar memberikan perlindungan dan keteguhan jiwatman sang bayi. Sedangkan untuk disanggah cucuk upakara dipersembahkan kepada Hyang ibu pertiwi mohon perlindungan agar bayi dirgayusa, panjang yusa. Pada saat ini sang catur sanak ditempat penanaman hari-hari diberi tirta pengelukatan.
Upacara Tiga Bulan Si Bayi
Upacara tiga bulan ini dilakukan setelah si bayi berumur 105 hari diantara beberapa upacara yang berkaitan dengan si bayi upacara ini merupakan hal yang sangat penting, pada upacara inilah yang disebut dengan penyambutan yang artinya mengukuhkan, menyertakan Sanghyang Atma di dalam tubuh sibayi sekaligus penyucian terhadap si bayi, sehingga dalam pelaksanaannya cukup banyak upakara dan puja yang dipakai secara spesifik ( khusus ) dan pada saat inilah si bayi baru diberikan nama dan diperkenalkan kepada warga secara sah, sehinggga jika ada anak yang sudah diupacarai penyambutan jika meninggal wajib diatiwa-tiwa.
A. Sarana/ Upakara :
1. Sorohan Banten Pengeresikan :
- Banten bayakaonan
- Banten tebasan Durmanggala
- Banten Tebasan Prayascita
- Banten Pengulapan
- Banten ririan/eteh-eteh pengelukatan.
2. Banten Upasaksi ring surya :
Banten Pejati ,Banten Suci Asoroh jangkep, Klungah Nyuh Gading (1) kinasturi.
3. Banten munggah ring kemulan :
Banten Pejati dengan tumpeng Putih Kuning dan nasi ajuman warna Putih Kuning, Banten Suci asoroh jangkep, tempat tirta untuk mohon tirta pengelukatan Ring Hyang Kemulan.
4. Banten pajotan :
hiyunan dimasing-masing pelinggih yang ada seperti tugu karang ,pengerurah, perantenan, sumur dan pelinggih lainya bila ada, juga soda yang dipersembahkan kepada para leluhar biasanya ditempatkan dibale tempat upacara atau dipelinggih dewata-dewati bila ada.
5. Banten Ayaban :
Daksina (2) soroh. Suci jangkep asoroh, Banten Ayaban tumpeng (21) asoroh, Banten sambutan agung. Banten Jejanganan Banten sesayut pemiyak kala. Banten sesayut Sambut Urip. Banten sesayut lara melaradan Banten Kumara asoroh. Banten Pengideng-ideng. Banten Pewintenan saha pemetikan
6. Sorohan Banten di tempat Ayunan sibayi:
Daksina dan suci asoroh. Banten pejati asoroh. Banten peras tulung sayut alit. Daksina suwun-suwunan asiki. Tipat. pisang dialasi piring dan air secangkir. Colong Pusuh yang dihiyang diberikan busana dan bunga. Banten Kumara yang diletakkan dipelangkiran diatas ayunan.
7. Sorohan Banten dibawah (banten yang ditempatkan natar rumah )
a. Banten suci dan pejati asoroh
b. Banten ayaban tumpeng 5
c. Banten sorohan asoroh
d. Banten sambutan Alit
e. Banten Jejanganan
f. Banten Jerimpen 2 buah masing-masing pakai tumpeng putih satu dan satunya tumpeng hitam
g. Banten Pengakulan
h. Nasi Pengakulan
i. Banten pengideng-ideng asoroh.
j. Banten gelar sanga asoroh
k. Banten Pemali asoroh
l. Banten duwur lesung
m. Tungked buluh /tulup
n. Batu bulitan dan telor
o. Lesung .
p. Pane medaging toya anyar berisi tetuasan berbentuk ikan dan periyasan.
8. Banten Pemali, Banten Pacolongan, Banten Papah bolong asiki, Paangan nyuh kari katut bungsil nyane, ayam luh muani.
9. Banten ditempat ari-ari :
- Di sanggah cucuk banten ajuman putih kuning ,canang legewagi buratwangi, kekiping biyu mas, sanggah cucuk digantungi sujang 4 buah berisis toya, berem, tuak, arak.
- Dibawah sanggah cucuk : Banten Dapetan, Banten Pengideng-ideng asoroh dan nasi kepelan 4 kepel dengan warna masing-masing putih, kuning merah, hitam.
10. Banten Penyanggra :
- Banten Pengedek/panuwuran pemangku, Banten arepan Pemangku.
Tempat pelaksanaan :
Keseluruhan rangkaian upacara kambuhan dilaksanakan didalam lingkungan rumah.
Setelah selesai rangkaian persembahan diatas, acara selanjutnya jro mangku mulai mengupacarai si bayi dan kedua orang tuanya dengan urutan sebagai berikut :
Suruh ibu si bayi mengambil anak-anakan dari pusuh atau belego dan si anak di pangku oleh bapaknya. Sedangkan keluarga dekat lainnya membantu membawa daksina suwun-suwunan, Batu bulitan, tongkat/tulup, simbuh dll
Acara pengideran bayi, Jika si Bayi laki-laki berputar ke kanan pedandan dengan tulup, kalau perempuan kekiri pedandan dengan tongkat buluh, memutari lesung, dengan runtutan dibantu oleh sanak keluarga pertaman : Daksina suwung-suwung setelah itu si ibu dengan anak anaking pusuh/belogo, setelah itu yang membawa telor, selanjutnya pembawa batu bulitan, terakhir si bayi dengan pakai tongkat. Berputar tiga kali dengan puja pengantar :
Sehe :
Hangideran sawawu pada sawawu,anak kira si tunggul ametung,putun nira si Kala jarak,sira anak Anakin balego,ingsun anak anaking pusuh,sira anak anaking pusuh, ingsun anak anaking antelu, sira anak anaking antelu,ingsun anak anaking watu, sira anak anaking watu ingsung anak anaking manusa.
Setelah pengideran dilakukan penukaran si bayi antara si bapak dengan sang ibu. Selesai dilanjutkan dengan melakukan preteka kehadapan anak-anaking belego atau pusuh yaitu :
anak-anakan belego /pusuh tersebut dimandikan ditempat pane yang berisi air yang terletak diatas lesung dengan pane bertuliskan : Ketapa-Ketipi, setelah selesai anak-anakan tersebut diberikan busana sederhana, dihiyas dan dihaturkan tepung tawar tirta, lalu banten pejerimpengan dan banten lainnya di hayab kepada anakan belego /pusuh,
Mantra :
Ih si bajang Susila, si Bajang Weking, heling sira ri tadah sajin nira, apan kita angawe hala hayu, hulihakna atmaning janma manusa ne manih, haja sira mwah maniwastu pukulun siddha rahayu, seger oger ,urip warasa dirghayusa, tunggunen rahina dalu, manawi kirang tadahan nira, den agung ampurane si bajang bayi, Om Siddhir astu namah swaha .
Setelah pengayaban upakara lalu si anak anaking belego/pusuh diayunkan ditempat pengayunan sebanyak tiga kali setelah ini anak-anaking belego dibawa menghadap kepada sang sulinggih /jro mangku yang memimpin upacara disini Jero mangku memusatkan pikiran dengan sarana bunga dengan puja pengulihan dan prelina terhadap anak-anakan belego /pusuh Mantra : Ung Ang Mang
setelah pakai anak anaking belego/pusuh dibuka diambil oleh sibayi dan anak-anakan belego/pusuh ditanam (pendem ) disebelah kanan kalau laki-laki dan disebelah kiri kalau perempuan diluar pintu masuk pekarangan rumah .
Setelah itu si bayi juga dimandikan dipane tadi, diberi pakai bebalian, gelang benang lalu dibayi ditatabkan segehan kuning. sehabis itu sibayi bersama kedua orang tuanya mabuwu-buwu dilanjutkan dengan natab byakala, durmagala, prayascita dilanjutkan dengan mesesarik.
Setelah pengilenan sibayi diatas bayi ditatab banten penyambutan alit yang ada di halaman rumah, mantra :
Om Pakulun kaki sambut nini sambut tan edan sambut agung sambut alit , yang sira lunga mengetan mengidul mengulon daweg ulihakane atmane si bajang bayi maka satus kutus satus solas amepek ring angganing si bajang bayi .
Lalu ilenan banten penyambutan dan sesarik banten.
Kemudian si anak beserta sang ibu dan ayahnya menghadap kepada sang sulinggih atau jro mangku pemimpin upacara untuk melukat : Sakaweruha sperti : Puja srawe, Asta Pungku, dll.
Sebelum pengelukatan dilaksanakan kepada si bayi lakukan penempatan kekuatan sibayi seperti : sang Kala ditempatkan pada Mulut sibayi, atmanya dibhrumadhya, dewanya disiwadwara.
Sebelumnnya lakukan pengelukatan diberikan Puja pengelepas Awon.
Om Pakulun bhatara brahma Wisnu Iswara,manusanira si anu anglepas awon ipun ri bhatara tiga, Pakulun anyudha mala letuh ipun,teka sudha (3X) lepas malan ipun .
Om Agni murub angabar-abar saking Madhya, sekalangan murub geninira bhatara siwa,anglukat anglebur sakwehing sungsung baru pati sungsung, edan tangis kageringan, ngumik sukwehing sungsung baru maka108, kalukat kalekburika kabeh, denira tirthanira bhatara siwa,a stu purna jati ya namah .
Sebelumnnya lakukan pengelukatan diberikan Puja pengelepas Awon.
Om Pakulun bhatara brahma Wisnu Iswara,manusanira si anu anglepas awon ipun ri bhatara tiga, Pakulun anyudha mala letuh ipun,teka sudha (3X) lepas malan ipun .
Om Agni murub angabar-abar saking Madhya, sekalangan murub geninira bhatara siwa,anglukat anglebur sakwehing sungsung baru pati sungsung, edan tangis kageringan, ngumik sukwehing sungsung baru maka108, kalukat kalekburika kabeh, denira tirthanira bhatara siwa,a stu purna jati ya namah .
Dilanjutkan dengan Upadraya mantra :
Om pang padya namah ( Wasuh suku )
Om argga dwa ya nama ( Wasuh tangan )
Om Jeng jiwa ye namah ( kemuh )
Om Cang Camani ye namah ( meraup)
Om Ghrim ksama sampurna ya namah.
Setelah selesai pengelukan jro mangku melaksanakan penjaya-jaya kepada si bayi
(Dasa Bayu ) mantra :
Om perana bayu murti buana. Muka sauna peretistanam.
Sidaye siwakwyam bajre. Sarwa mantram sidyam pajam.
Om Apani bayu murtinam. Purusa peretista linggam.
Sarwa bicari moksanam. Wigna rosah winasanam.
Om Samana bayu murtinam. Pratista nyana mulyanam.
Sarwa wigna winasanam. Sarwa papa wimurcate.
Om Udana bayu murtinam. Anantasana peretiscanam.
Sarwa Klesa winasanam. Roga petaka nasanam.
Lanjutkan dengan mantra :
Om sri ganesa, sri ganesa, sri ganesa raksamam
Sri ganesa, sri ganesa, sri ganesa pahimam
Om Jaya sri saraswati, jaya sri saraswati jaya sri saraswati raksamam
Jaya sri saraswati, jaya sri saraswati, jaya sri saraswati pahimam.
Om namah siwaya, Om namah siwaya, Om namah siwaya Namah Om
Om namah siwaya, Om namah siwaya, Om namah siwaya Carana Om
Om jaya sri Durgha, jaya sri Durgha, Jaya Sri Durgha Raksamam,
Om jaya sri kali, jaya sri kali, jaya sri kali pahimam.
Om tat sat, om tat sat, om tat sat.
Lanjutkan dengan mantra pengurip buana sarira (tiga bersuara ) mesaran benang tatebusan.
Om betara guru munggguh ring papusuhan
Sanghyang suksma ring ineban,
Sanghyang suksma taya ring ungsilan,
Sanghyang taya ring sarira
Setelah mantra diatas diucapkan didalam hati benang tersebut disentuhkan diujung hidung dibayi agar dapat dihirup 3 X lalu di sentuhkan pada dadanya tiga kali. sehabis itu ambil beras sesarik mantra :
Ingsun hangidepan sanghyang tunggal rumasuk ring sariraning sianu, teri sama baktya, nila mantera masi habuta wigeraha ,apan ingsun sanggyang tunggal hamatuhana tri nadi, asing teka patuh ingkup. (berikan sibayi ditempel didada dan kepada kedua orang tuanya untuk ditelan )
Om betara guru munggguh ring papusuhan
Sanghyang suksma ring ineban,
Sanghyang suksma taya ring ungsilan,
Sanghyang taya ring sarira
Setelah mantra diatas diucapkan didalam hati benang tersebut disentuhkan diujung hidung dibayi agar dapat dihirup 3 X lalu di sentuhkan pada dadanya tiga kali. sehabis itu ambil beras sesarik mantra :
Ingsun hangidepan sanghyang tunggal rumasuk ring sariraning sianu, teri sama baktya, nila mantera masi habuta wigeraha ,apan ingsun sanggyang tunggal hamatuhana tri nadi, asing teka patuh ingkup. (berikan sibayi ditempel didada dan kepada kedua orang tuanya untuk ditelan )
Jika pada saat ini dilakukan pemetikan setelah pengelukatan .
Tata cara pemetikan :
Sarana : Gunting, uang kepeng bendelan untuk gelang tangan yang melakukan pengguntingan, sot mingmang, bunga tunjung putih, cincin , tempat rambut .
Tata cara pemetikan :
Sarana : Gunting, uang kepeng bendelan untuk gelang tangan yang melakukan pengguntingan, sot mingmang, bunga tunjung putih, cincin , tempat rambut .
Mantra gunting :
Om Yatawya sakalpanam , suci ikusuma anindih papa klesa winasa, syat. Bang kara mantra Uttamam.
Om Yatawya sakalpanam , suci ikusuma anindih papa klesa winasa, syat. Bang kara mantra Uttamam.
Mantra Cincin :
Om Heng teja sakalpanam : suci katri maha siddhim, papa klesa winasa syat; Tang kara Uttamam.
Om Heng teja sakalpanam : suci katri maha siddhim, papa klesa winasa syat; Tang kara Uttamam.
Mantra seet minmang/panca kosika :
Om kusagram kusa wijnyanam, Pawitram papa winasanam, papa klesa winasa syat: mang kara aksara uttamam.
Om kusagram kusa wijnyanam, Pawitram papa winasanam, papa klesa winasa syat: mang kara aksara uttamam.
Puja saat melakukan pemetikan :
Rambut didepan :
Om sang sadhya ya namah, anghilangakena papa klesa pataka .
Rambut didepan :
Om sang sadhya ya namah, anghilangakena papa klesa pataka .
Rambut di sebelah kanan : Om Bang Bama dewa ya namah .
Rambut di Kiri : Om am aghora ya namah .
Rambut dibelakang : Om Tam Tat Purusa ya namah .
Rambut di tengah :
Om Ing Isana ya namah. Om sarwa papa klesa pataka, lara roga wignam, sasab marana sebel kandelne si pinetik winasaya namah .
Om Ing Isana ya namah. Om sarwa papa klesa pataka, lara roga wignam, sasab marana sebel kandelne si pinetik winasaya namah .
Setelah pemetikan
Setelah acara tersebut diatas dilanjutkan dengan persembahyangan si bayi dan kedua orang tuanya termasuk keluarga ikut mendoakan agar si bayi panjang umur dan selalu mendapatkan perlindungan serta tuntunan yang baik dengan urutan persembahyangan sebagai berikut :
- Muspa puyung.
- Muspa Kesurya.
- Muspa dengan kewangen (Upasaksi ) mantra :
Om Pukulun bhatara Siwa, Sadasiwa, Paramasiwa nguniweh sang hyang tryo dasa saksi, kaki bhagawan penyarikan nini bhagawan penyarikan, kaki penyeneng nini penyeneng, Bhagawan besawarna, iki manusanira angaturan bhakti, pangubakti ipun ngaturan tadah caru penyambutan wong rare, akedik denipun angaturan agung denipun palaku, amalaku kadirga yusanya kaparipurnaning awak sariranipun aweta urip. Om siddir astu tat astu, Om sukam bhawantu, Om purnam bhawantu, Om Dirghayusa bhawantu, Om sapta wreddhyastu, Om awighnam astu.
- Muspa dengan Kawangen (mohon panugraha )
- Muspa Puyung.
Setelah selesai acara persembahyangan dilakukan penataban banten kepada si bayi :
Setelah acara tersebut diatas dilanjutkan dengan persembahyangan si bayi dan kedua orang tuanya termasuk keluarga ikut mendoakan agar si bayi panjang umur dan selalu mendapatkan perlindungan serta tuntunan yang baik dengan urutan persembahyangan sebagai berikut :
- Muspa puyung.
- Muspa Kesurya.
- Muspa dengan kewangen (Upasaksi ) mantra :
Om Pukulun bhatara Siwa, Sadasiwa, Paramasiwa nguniweh sang hyang tryo dasa saksi, kaki bhagawan penyarikan nini bhagawan penyarikan, kaki penyeneng nini penyeneng, Bhagawan besawarna, iki manusanira angaturan bhakti, pangubakti ipun ngaturan tadah caru penyambutan wong rare, akedik denipun angaturan agung denipun palaku, amalaku kadirga yusanya kaparipurnaning awak sariranipun aweta urip. Om siddir astu tat astu, Om sukam bhawantu, Om purnam bhawantu, Om Dirghayusa bhawantu, Om sapta wreddhyastu, Om awighnam astu.
- Muspa dengan Kawangen (mohon panugraha )
- Muspa Puyung.
Setelah selesai acara persembahyangan dilakukan penataban banten kepada si bayi :
Natab Banten Sesayut : dengan puja sesayut diatas.
Atau juga bisa dengan puja :
Atau juga bisa dengan puja :
Tebasan Paripurna :
Om Atma Paripurna ye namah swaha.
Om Jiwita Paripurna ye namah swaha.
Om Sarira Paripurna ye namah swaha.
Tebasan Pembersihan :
Om Ksmung siwa Mertha Ye namah swaha.
Om Ksmung Sadha Siwa Mertha Ye namah swaha .
Om Ksmung Parama Siwa Mertha Ye namah Suaha .
Om Atma Paripurna ye namah swaha.
Om Jiwita Paripurna ye namah swaha.
Om Sarira Paripurna ye namah swaha.
Tebasan Pembersihan :
Om Ksmung siwa Mertha Ye namah swaha.
Om Ksmung Sadha Siwa Mertha Ye namah swaha .
Om Ksmung Parama Siwa Mertha Ye namah Suaha .
Tebasan Pageh Urip :
Om Dirgayusa Jati Ning Nirmala ye namah Swaha.
Om Dirgayusa Jati Ning Nirmala ye namah Swaha.
Tebasan Atma Rauh :
Om Atma Antaratma, Niratma Suksma Nirmala Ye namah Swaha.
Om Atma Antaratma, Niratma Suksma Nirmala Ye namah Swaha.
Natab Dapetan :
Ong Atma tatwatma sudha nirmala ye namah,.
Ang ah mertha sanjiwani ye namah.
Natab banten pengambian mantra :
Om Pakulun sanghyang sapta petala, sanghyang sapta dewata, sanghyang besrawana, sangghyang trinadi, panca kosika, sira sanghyang premana, mekadi sanghyang Urip, sira hamagehaken ri sthanan nira sowing-sowang, pakenaning hulun hangawruha ri sira, handa raksanan den rahayu, urip waras dirghayusa sang ingambyan.
Om Siddhir astu ya namah swaha .
Ong Atma tatwatma sudha nirmala ye namah,.
Ang ah mertha sanjiwani ye namah.
Natab banten pengambian mantra :
Om Pakulun sanghyang sapta petala, sanghyang sapta dewata, sanghyang besrawana, sangghyang trinadi, panca kosika, sira sanghyang premana, mekadi sanghyang Urip, sira hamagehaken ri sthanan nira sowing-sowang, pakenaning hulun hangawruha ri sira, handa raksanan den rahayu, urip waras dirghayusa sang ingambyan.
Om Siddhir astu ya namah swaha .
Natab banten Penyambutan :
Om kaki prajapati Nini Prajapati, kaki Samantara, nini Samantara, kaki Cipta gotra, ingsun hanede nugraha, hanyambutan hulapi atmane si cabang bayi menawi atma ipun anganti ring tengahing samudra, ring pinggiring udadhi, ulihaken ring awak sariraniya, tetap apegeh tinunggu de sanghyang tunggal, makadi sanghyang Prana hurip waras dirghayusa, Om siddhir astu swaha.
Om kaki prajapati Nini Prajapati, kaki Samantara, nini Samantara, kaki Cipta gotra, ingsun hanede nugraha, hanyambutan hulapi atmane si cabang bayi menawi atma ipun anganti ring tengahing samudra, ring pinggiring udadhi, ulihaken ring awak sariraniya, tetap apegeh tinunggu de sanghyang tunggal, makadi sanghyang Prana hurip waras dirghayusa, Om siddhir astu swaha.
Natab Banten Peras :
Om panca wara bhawed brahma, wisnu sapta wara waca, sad wara iswara dewasca, asta warah siwajneyah. OM kara murciate sarwa pras prasiddha ya namah swaha.
Om Sriyam bawantu, sukiam bawantu, purnam bawantu.
Dilanjutkan mantra ayuwerdi :
OM Ayu werdhir yaso werdhir, wrddhir prajna sukha sriyam, darma sentana wrddhis’ca santute sapta wrddayah.
Yatha meru sthito dewah, yawad gangga mahi tale, chandrarkan gagane yawat, tawad wa wijayi bhawed.
Om sriyem bawantum, om sukham bawantu, om purnnam bawantu, om sapta werdhir astu .
Om panca wara bhawed brahma, wisnu sapta wara waca, sad wara iswara dewasca, asta warah siwajneyah. OM kara murciate sarwa pras prasiddha ya namah swaha.
Om Sriyam bawantu, sukiam bawantu, purnam bawantu.
Dilanjutkan mantra ayuwerdi :
OM Ayu werdhir yaso werdhir, wrddhir prajna sukha sriyam, darma sentana wrddhis’ca santute sapta wrddayah.
Yatha meru sthito dewah, yawad gangga mahi tale, chandrarkan gagane yawat, tawad wa wijayi bhawed.
Om sriyem bawantum, om sukham bawantu, om purnnam bawantu, om sapta werdhir astu .
(Si bayi bersama sang Ibu melebar banten Peras ) dengan demikian berakhir sudah upacara 3 bulanan si bayi .
OM TAT SAT.
OM SANTHI SANTHI SANTHI OM.
OM TAT SAT.
OM SANTHI SANTHI SANTHI OM.
Upacara Satu Otonan
Upacara ini dilakukan setelah bayi berumur 210 hari, pada saat ini kita akan bertemu dengan hari yang sama seperti saat lahirnya si bayi, dan selanjutnya untuk mengingat dan menyucikan lahir batin dilakukan setiap 210 hari yang membedakan ada beberapa upakara, jenis otonan ada yang disebut otonan tuwun tanah, otonan menek kelih (meningkat dewasa ) otonan setiap enam wuku dan otonan saat meninggal yang merupakan upacara terakhir di manusa yadnya.
I. Sarana/ Upakara :
a. Sorohan Banten Pengeresikan
1. Banten bayakaonan
2. Banten tebasan Durmanggala
3. Banten Tebasan Prayascita
4. Banten Pengulapan
5. Banten ririan/eteh-eteh pengelukatan.
b. Banten Upasaksi ring surya :
Banten Pejati, Banten Suci Asoroh jangkep, Klungah Nyuh Gading (1) kinasturi
c. Banten Upasaksi ring Bale Agung
Banten Pejati dengan tumpeng Putih Kuning dan nasi ajuman warna Putih Kuning , Banten Suci asoroh jangkep.
d. Banten munggah ring kemulan.
Banten Pejati dengan tumpeng Putih Kuning dan nasi ajuman warna Putih Kuning, Banten Suci asoroh jangkep, tempat tirta untuk mohon tirta pengelukatan Ring Hyang Kemulan.
e. Banten pajotoan :
hiyunan dimasing-masing pelinggih yang ada seperti tugu karang, pengerurah , perantenan, sumur dan pelinggih lainya bila ada. juga soda yang dipersembahkan kepada para leluhar biasanya ditempatkan dibele tempat upacara atau dipelinggih dewata-dewati bila ada.
f. Banten Ayaban :
Daksina (2) soroh, Suci jangkep asoroh, Banten Pejati asoroh. Banten Ayaban tumpeng (21) asoroh, atau sesuai memampuan. Banten sambutan, Banten Jejanganan Banten sesayut pemiyak kala. Banten sesayut Bayu rauh sahi, Banten sesayut pengenteng bayu, Banten sesayut Siddha sampurna. Banten sesayut lara melaradan. Banten Kumara asoroh. Banten Pengideng-ideng. Banten Pewintenan saha pemetikan. Banten parurubayan.
g. Banten Turun tanah.
h. Banten ditempat ari-ari :
Di sanggah cucuk banten ajuman putih kuning, canang legewagi buratwangi, kekiping biyu mas, sanggah cucuk digantungi sujang 4 buah berisis toya, berem, tuak, arak.
Dibawah sanggah cucuk : Banten Dapetan, Banten Pengideng-ideng asoroh dan nasi kepelan 4 kepel dengan warna masing-masing putih,kuning merah, hitam.
i. Banten Penyanggra :
Banten Pengedek/panuwuran pemangku, Banten arepan Pemangku .
II. Tempat Pelaksanaan : dilakukan didalam lingkungan rumah
Setelah selesai rangkaian persembahan diatas, acara selanjutnya jro mangku mulai mengupacarai si bayi dari natab byekala, durmanggala, Prayascita, Pengulapan, dilanjutkan dengan ngelukat dan mesesari, namun sebelumnya untuk penempatan para dewa, atma, kala sibayi di posisinya sesuai diatas dengan puja pengatangan dewa si bayi. diteruskan dengan penjaya-jaya sibayi. Acara dilanjutkan dengan Persembahyangan ( Kramaning Sembah ditambah dengan muspa kepertiwi, ke kawitan ) setelah selesai persembahyangan semua tirta yang dimohon diturunkan di percikkan dahulu dimasing-masing upakara lalu kepada dibayi, baru sibayi natab banten pawetonan dari natab sesayut, pengambian, dapetan terakhir banten peras dan dilanjutkan dengan puja ayu werdhi.
Upacara ini dilakukan setelah bayi berumur 210 hari, pada saat ini kita akan bertemu dengan hari yang sama seperti saat lahirnya si bayi, dan selanjutnya untuk mengingat dan menyucikan lahir batin dilakukan setiap 210 hari yang membedakan ada beberapa upakara, jenis otonan ada yang disebut otonan tuwun tanah, otonan menek kelih (meningkat dewasa ) otonan setiap enam wuku dan otonan saat meninggal yang merupakan upacara terakhir di manusa yadnya.
I. Sarana/ Upakara :
a. Sorohan Banten Pengeresikan
1. Banten bayakaonan
2. Banten tebasan Durmanggala
3. Banten Tebasan Prayascita
4. Banten Pengulapan
5. Banten ririan/eteh-eteh pengelukatan.
b. Banten Upasaksi ring surya :
Banten Pejati, Banten Suci Asoroh jangkep, Klungah Nyuh Gading (1) kinasturi
c. Banten Upasaksi ring Bale Agung
Banten Pejati dengan tumpeng Putih Kuning dan nasi ajuman warna Putih Kuning , Banten Suci asoroh jangkep.
d. Banten munggah ring kemulan.
Banten Pejati dengan tumpeng Putih Kuning dan nasi ajuman warna Putih Kuning, Banten Suci asoroh jangkep, tempat tirta untuk mohon tirta pengelukatan Ring Hyang Kemulan.
e. Banten pajotoan :
hiyunan dimasing-masing pelinggih yang ada seperti tugu karang, pengerurah , perantenan, sumur dan pelinggih lainya bila ada. juga soda yang dipersembahkan kepada para leluhar biasanya ditempatkan dibele tempat upacara atau dipelinggih dewata-dewati bila ada.
f. Banten Ayaban :
Daksina (2) soroh, Suci jangkep asoroh, Banten Pejati asoroh. Banten Ayaban tumpeng (21) asoroh, atau sesuai memampuan. Banten sambutan, Banten Jejanganan Banten sesayut pemiyak kala. Banten sesayut Bayu rauh sahi, Banten sesayut pengenteng bayu, Banten sesayut Siddha sampurna. Banten sesayut lara melaradan. Banten Kumara asoroh. Banten Pengideng-ideng. Banten Pewintenan saha pemetikan. Banten parurubayan.
g. Banten Turun tanah.
h. Banten ditempat ari-ari :
Di sanggah cucuk banten ajuman putih kuning, canang legewagi buratwangi, kekiping biyu mas, sanggah cucuk digantungi sujang 4 buah berisis toya, berem, tuak, arak.
Dibawah sanggah cucuk : Banten Dapetan, Banten Pengideng-ideng asoroh dan nasi kepelan 4 kepel dengan warna masing-masing putih,kuning merah, hitam.
i. Banten Penyanggra :
Banten Pengedek/panuwuran pemangku, Banten arepan Pemangku .
II. Tempat Pelaksanaan : dilakukan didalam lingkungan rumah
Setelah selesai rangkaian persembahan diatas, acara selanjutnya jro mangku mulai mengupacarai si bayi dari natab byekala, durmanggala, Prayascita, Pengulapan, dilanjutkan dengan ngelukat dan mesesari, namun sebelumnya untuk penempatan para dewa, atma, kala sibayi di posisinya sesuai diatas dengan puja pengatangan dewa si bayi. diteruskan dengan penjaya-jaya sibayi. Acara dilanjutkan dengan Persembahyangan ( Kramaning Sembah ditambah dengan muspa kepertiwi, ke kawitan ) setelah selesai persembahyangan semua tirta yang dimohon diturunkan di percikkan dahulu dimasing-masing upakara lalu kepada dibayi, baru sibayi natab banten pawetonan dari natab sesayut, pengambian, dapetan terakhir banten peras dan dilanjutkan dengan puja ayu werdhi.
Selesai natab banten pawetonan acara dilanjutkan dengan upacara bayi tedun ketanah sebagai simbolis si bayi baru pertama kali menginjakkan kaki ketahan, mohon kehadapan ibu pertiwi untuk menuntun sibayi agar dapat berjalan dengan sempurna dan memberikan energi yang posif terhadap si bayi.
Saran : Selain banten pejati di haturkan kepada pertiwi, juga dilengkapi dengan Sangkar yang baru dihiasi dengan jejahitan sasap, tangga menek, tangga tuwun, Tempat yang pakai untuk menurunkan si bayi dilakukan halaman merajan ( Sanggah ) yang tanahnya digambar dengan gambar bedawang dililit naga, ditengah bedawang ditulis aksara Angkara. juga sebuah pane berisikan air, ikan hidup, bungkung gelang dan permata.
Tata cara pelaksanaan :
Upakara turun tanah dihaturkan terlebih dahulu dengan pengastwa kepertiwi dilanjutkan dengan mantra :
Om pukulun kaki citra gotra, nini citra gotri, ingsun amwita nurunaken rare, ameng ameng ring lemah turun ayam, amang-ameng sarwa kencana ratna, Sri Sadhana, ameta urip wara, dirgayusa, teguh timbul, akulit tembaga, awalung wesi, ahotot kawat, mulih maring raga walunane si jabang bayi, den kadi langgenganira, sang hayng surya candra. Mangkana langgeng ne urip si jaban bayi, Om siddhir astu astu.
Setelah puja diatas, sibayi dimasukkan kedalam sangkar sebanyak tiga kali dengan puja :
Om tebel Akasa, Tebel Pretiwi, mangkana tebel atma jiwitane si jabang bayi.
Setelah itu dibayi berjualan kepada masyarakat . (Medagang-dagangan )
Setelah acara diatas sibayi disuruh atau diarahkan oleh orang tuanya untuk mencari segala perhiasan, ikan yang ada didalam pane yang berisikan air.
Dari acara diatas kita sudah diberikan suatu pendidikan dalam menghadapi hidup ini supaya menjaga sehatan, diberi dasar perekonomian dan keuletan dalam segala usaha hal ini disimbulkan dari bayi di kurung dalam sangkar, berjualan dan mencari makanan dan kekayaan dengan ulet dan sabar .
Setalah persembahan diatas dilakukan persembahyangan (Kramaning sembah) dilanjutkan metirta, mebija .
Lalu natab banten pengepungan dan pengilenan banten tersebut kepada si bayi, isi banten pengempungan diberikan untuk dinikmati dan gusinya disentuh-sentuhkan dengan daging dari sesajen tersebut.
Setelah itu dibayi natab benten peras pengempungan dan ngelebar banten semuanya.
Saran : Selain banten pejati di haturkan kepada pertiwi, juga dilengkapi dengan Sangkar yang baru dihiasi dengan jejahitan sasap, tangga menek, tangga tuwun, Tempat yang pakai untuk menurunkan si bayi dilakukan halaman merajan ( Sanggah ) yang tanahnya digambar dengan gambar bedawang dililit naga, ditengah bedawang ditulis aksara Angkara. juga sebuah pane berisikan air, ikan hidup, bungkung gelang dan permata.
Tata cara pelaksanaan :
Upakara turun tanah dihaturkan terlebih dahulu dengan pengastwa kepertiwi dilanjutkan dengan mantra :
Om pukulun kaki citra gotra, nini citra gotri, ingsun amwita nurunaken rare, ameng ameng ring lemah turun ayam, amang-ameng sarwa kencana ratna, Sri Sadhana, ameta urip wara, dirgayusa, teguh timbul, akulit tembaga, awalung wesi, ahotot kawat, mulih maring raga walunane si jabang bayi, den kadi langgenganira, sang hayng surya candra. Mangkana langgeng ne urip si jaban bayi, Om siddhir astu astu.
Setelah puja diatas, sibayi dimasukkan kedalam sangkar sebanyak tiga kali dengan puja :
Om tebel Akasa, Tebel Pretiwi, mangkana tebel atma jiwitane si jabang bayi.
Setelah itu dibayi berjualan kepada masyarakat . (Medagang-dagangan )
Setelah acara diatas sibayi disuruh atau diarahkan oleh orang tuanya untuk mencari segala perhiasan, ikan yang ada didalam pane yang berisikan air.
Dari acara diatas kita sudah diberikan suatu pendidikan dalam menghadapi hidup ini supaya menjaga sehatan, diberi dasar perekonomian dan keuletan dalam segala usaha hal ini disimbulkan dari bayi di kurung dalam sangkar, berjualan dan mencari makanan dan kekayaan dengan ulet dan sabar .
Setalah persembahan diatas dilakukan persembahyangan (Kramaning sembah) dilanjutkan metirta, mebija .
Lalu natab banten pengepungan dan pengilenan banten tersebut kepada si bayi, isi banten pengempungan diberikan untuk dinikmati dan gusinya disentuh-sentuhkan dengan daging dari sesajen tersebut.
Setelah itu dibayi natab benten peras pengempungan dan ngelebar banten semuanya.
Upacara Tanggal Gigi Pertama
Upacara ini bertujuan mempersiapkan si anak untuk mempelajari ilmu pengetahuan.
Waktu pelaksanaan :
Pelaksanaan upacara tanggal gigi ini dapat dilakukan pada hari otonan sianak setelah tanggal gigi. Atau kalau dilakukan pada saat tanggal gigi upakara yang dibutkan yaitu banten byakala, sesayut, tebasan dan canang sebit sari, upakara ini dipersembahkan kepada dewa surya sebagai saksi, mohon keselamatan sianak.
Tata Cara pemujaan :
Pemujaan persembahan diaturkan kehadapan Ida sanghyang widhi dan dewa surya sebagai saksi.
Si anak ditatabkan biya kala, dilukat setelah itu melakukan persembahyangan terakhir natab banten sesayut dan tebasan.
Banten Pengeluhuran kumara ;
Canang raka canang legewangi burat wangi, sogohan putih kuning, banten terakhir untuk dikumara karena anak tersebut sudah diemban oleh sanghyang kumara dan sianak tidak lagi menggunakan kumara ditempat tidurnya.
OM TAT SAT.
OM SANTHI SANTHI SANTHI OM.
Upacara ini bertujuan mempersiapkan si anak untuk mempelajari ilmu pengetahuan.
Waktu pelaksanaan :
Pelaksanaan upacara tanggal gigi ini dapat dilakukan pada hari otonan sianak setelah tanggal gigi. Atau kalau dilakukan pada saat tanggal gigi upakara yang dibutkan yaitu banten byakala, sesayut, tebasan dan canang sebit sari, upakara ini dipersembahkan kepada dewa surya sebagai saksi, mohon keselamatan sianak.
Tata Cara pemujaan :
Pemujaan persembahan diaturkan kehadapan Ida sanghyang widhi dan dewa surya sebagai saksi.
Si anak ditatabkan biya kala, dilukat setelah itu melakukan persembahyangan terakhir natab banten sesayut dan tebasan.
Banten Pengeluhuran kumara ;
Canang raka canang legewangi burat wangi, sogohan putih kuning, banten terakhir untuk dikumara karena anak tersebut sudah diemban oleh sanghyang kumara dan sianak tidak lagi menggunakan kumara ditempat tidurnya.
OM TAT SAT.
OM SANTHI SANTHI SANTHI OM.
Upakara Kambuhan ( 42 hari )
Upacara ini dilaksanakan pada saat bayi berumur 42 hari yang sering disebut upacara bulan tujuh hari, tujuan upacara ini untuk membersihkan secara lahir dan bathin sibayi dengan ibunya. Disamping juga untuk membebaskan si bayi dari pengaruh–pengaruh negatif (mala ).
A. Saran / Upakara :
Upakara yang diperlukan pada bayi yang berumur 42 hari sebagai berikut :
1. Sorohan Banten Pangresikan :
- Banten bayakaonan
- Banten tebasan Durmanggala
- Banten Tebasan Prayascita
- Banten Pengulapan
- Banten ririan/eteh-eteh pengelukatan .
2. Banten Upasaksi ring Surya :
Banten Pejati, Banten Suci Asoroh jangkep, Klungah Nyuh Gading (1) kinasturi.
3. Banten munggah ring Brahma :
Banten Pejati dengan tumpeng Merah dan nasi ajuman warna merah, Banten Suci asoroh jangkep, tempat tirta untuk mohon tirta pengelukatan Brahma.
4. Banten munggah ring sumur :
Banten Pejati dengan tumpeng Hitam dan nasi ajuman warna Hitam, Banten Suci asoroh jangkep, tempat tirta untuk mohon tirta pengelukatan ring Wisnu.
5. Banten munggah ring kemulan :
Banten Pejati dengan tumpeng Putih Kuning dan nasi ajuman warna Puith Kuning, Banten Suci asoroh jangkep, tempat tirta untuk mohon tirta pengelukatan ring Hyang Kemulan.
6. Banten pajotan :
hiyunan dimasing-masing pelinggih yang ada seperti tugu karang, pengerurah, dan pelinggih lainnya bila ada juga soda yang dipersembahkan kepada para leluhur biasanya ditempatkan dibale tempat upacara atau dipelinggih dewata-dewati bila ada.
7. Banten Ayaban :
Daksina (1) soroh, Suci jangkep asoroh, Banten Soroan asoroh, Banten Ayaban tumpeng (5) asoroh, banten Sesayut Chandra Geni asoroh.
8. Banten pacolongan :
Banten Pemali, Banten Pacolongan, Banten Papah bolong asiki, Paangan nyuh kari katur bungsil nyane, ayam luh muani.
9. Banten ditempat ari-ari :
Di sanggah cucuk banten peras tulung sayut (satu ) canang lenge wangi burat wangi, banten dapetan, dibawah sanggah cucuk : nasi kepelan empat warna maulam bawang jahe.
10. Banten Penyanggra :
Banten Pengedek/panuwuran pemangku, Banten arepan Pemangku.
B. Tempat pelaksanaan :
Keseluruhan rangkaian upacara kambuhan dilaksanakan didalam lingkungan rumah, didapur, disumur/dipermandian, dihalaman rumah dan disanggah kamulan.
Inggih asapunika munggwing palet-paletan rikala jaga ngilenin akambuhan.
Setelah selesai rangkaian persembahan diatas, acara selanjutnya jro mangku mulai melakukan pengelukatan kepada si bayi maupun kedua orang tua sibayi, yaitu :
1. Menjalankan eteh-etah pengeresikan kepada si bayi ,juga kepada bajang colongnya, lalu kedua orang tuanya. Setelah selesai menjalankan penyapsapan dilanjutkan dengan natab pabiyakaonan ( Pengastawa diantar oleh jro mangku ) natabnya dibagian bawah (dikaki ).
2. Natab Banten Tebasan Durmagala urutan pelaksanaannya sama seperti diatas. Natabnya dibagian dada.
3. Natab Banten Prayascita urutan pelaksanaannya sama seperti diatas. Natab dibagian kepala.
4. Setelah itu jro mangku melakukan pengelukatan kepada si bayi juga kepada pacolonganya dan kedua orang tuanya dari tirta yang sudah dituwur oleh jerong mangku dilanjutkan dengan pengelukatan tirta yang dimohon dari Bhatara Brahma yang ada didapur, juga tirta yang dimohon ditempat sumur.
5. Setelah selesai pengelukatan si bayi mesesarik dengan mengelang benang Hitam, dan natab banten Pengulapan.
6. Acara sesudah pengelukatan dan pengulapan dilaksanakan si bayi dan kedua orang tuanya melakukan pemuspa bersama di pemerajan, sibapak memangku anaknya si ibu memangku colong papah lalu dilakukan persembahyangan bersama dengan parikramaning sembah. Setelah selesai pemuspan dilaksanakan mohon tirta ring Sanghyang Agni dan Bhatara Guru Tiga Wisesa, Tirta disiratkan pada semua banten dan ditempat ari-arinya, baru si bayi bersama pacolonganya dan kedua orang tuanya dilanjutkan dengan mebija, kemudian setelah pemuspanan tersebut ada tata cara penukaran si anak dengan pacolongan papah, ( biasa dialong dengan si ayahnya yang membawa bayi bahwa sang ibu minta bayinya karena bayinya bukan colong papah, sebelumnya si colong papah ditukar diberikan simbolis makanan dan air yang ada dibanten pecolongan. baru setalah itu diadakan penukaran si bayi dengan colong papah. Lalu colong papah di buang keluar rumah biasanya diletakan dipinggir sungai dengan bebantennya.
7. Acara dilanjutkan dengan natab banten ayaban kepada sibayi (banten pengambian) mantra :
Om Pakulun sanghyang sapta petala, sanghyang sapta dewata,sanghyang besrawana, sangghyang trinadi, panca kosika sira sanghyang premana, mekadi sanghyang Urip, sira hamagehaken ri sthanan nira sowang-sowang, pakenaning hulun hangawruha ri sira, handa raksanan den rahayu, urip waras dirghayusa sang ingambyan.
Om Siddhir astu ya namah swaha .
8. Natab Banten Peras
Om panca wara bhawed brahma, wisnu sapta wara waca, sad wara iswara dewasca, asta warah siwajneyah.
OM kara murciate sarwa pras prasiddha ya namah swaha .
Om Sriyam bawantu, sukiam bawantu, purnam bawantu .
9. Dilanjutkan mantra ayuwerdi :
OM Ayu werdhir yaso werdhir, wrddhir prajna sukha sriyam, darma sentana wrddhis’ca santute sapta wrddayah.
Yatha meru sthito dewah, yawad gangga mahi tale, chandrarkan gagane yawat, tawad wa wijayi bhawed.
Om sriyem bawantum, om sukham bawantu, om purnnam bawantu, om sapta werdhir astu .
(Si bayi bersama sang Ibu melebar banten Peras ) dengan demikian berakhir sudah upacara 42 hari si bayi.
Upacara ini dilaksanakan pada saat bayi berumur 42 hari yang sering disebut upacara bulan tujuh hari, tujuan upacara ini untuk membersihkan secara lahir dan bathin sibayi dengan ibunya. Disamping juga untuk membebaskan si bayi dari pengaruh–pengaruh negatif (mala ).
A. Saran / Upakara :
Upakara yang diperlukan pada bayi yang berumur 42 hari sebagai berikut :
1. Sorohan Banten Pangresikan :
- Banten bayakaonan
- Banten tebasan Durmanggala
- Banten Tebasan Prayascita
- Banten Pengulapan
- Banten ririan/eteh-eteh pengelukatan .
2. Banten Upasaksi ring Surya :
Banten Pejati, Banten Suci Asoroh jangkep, Klungah Nyuh Gading (1) kinasturi.
3. Banten munggah ring Brahma :
Banten Pejati dengan tumpeng Merah dan nasi ajuman warna merah, Banten Suci asoroh jangkep, tempat tirta untuk mohon tirta pengelukatan Brahma.
4. Banten munggah ring sumur :
Banten Pejati dengan tumpeng Hitam dan nasi ajuman warna Hitam, Banten Suci asoroh jangkep, tempat tirta untuk mohon tirta pengelukatan ring Wisnu.
5. Banten munggah ring kemulan :
Banten Pejati dengan tumpeng Putih Kuning dan nasi ajuman warna Puith Kuning, Banten Suci asoroh jangkep, tempat tirta untuk mohon tirta pengelukatan ring Hyang Kemulan.
6. Banten pajotan :
hiyunan dimasing-masing pelinggih yang ada seperti tugu karang, pengerurah, dan pelinggih lainnya bila ada juga soda yang dipersembahkan kepada para leluhur biasanya ditempatkan dibale tempat upacara atau dipelinggih dewata-dewati bila ada.
7. Banten Ayaban :
Daksina (1) soroh, Suci jangkep asoroh, Banten Soroan asoroh, Banten Ayaban tumpeng (5) asoroh, banten Sesayut Chandra Geni asoroh.
8. Banten pacolongan :
Banten Pemali, Banten Pacolongan, Banten Papah bolong asiki, Paangan nyuh kari katur bungsil nyane, ayam luh muani.
9. Banten ditempat ari-ari :
Di sanggah cucuk banten peras tulung sayut (satu ) canang lenge wangi burat wangi, banten dapetan, dibawah sanggah cucuk : nasi kepelan empat warna maulam bawang jahe.
10. Banten Penyanggra :
Banten Pengedek/panuwuran pemangku, Banten arepan Pemangku.
B. Tempat pelaksanaan :
Keseluruhan rangkaian upacara kambuhan dilaksanakan didalam lingkungan rumah, didapur, disumur/dipermandian, dihalaman rumah dan disanggah kamulan.
Inggih asapunika munggwing palet-paletan rikala jaga ngilenin akambuhan.
Setelah selesai rangkaian persembahan diatas, acara selanjutnya jro mangku mulai melakukan pengelukatan kepada si bayi maupun kedua orang tua sibayi, yaitu :
1. Menjalankan eteh-etah pengeresikan kepada si bayi ,juga kepada bajang colongnya, lalu kedua orang tuanya. Setelah selesai menjalankan penyapsapan dilanjutkan dengan natab pabiyakaonan ( Pengastawa diantar oleh jro mangku ) natabnya dibagian bawah (dikaki ).
2. Natab Banten Tebasan Durmagala urutan pelaksanaannya sama seperti diatas. Natabnya dibagian dada.
3. Natab Banten Prayascita urutan pelaksanaannya sama seperti diatas. Natab dibagian kepala.
4. Setelah itu jro mangku melakukan pengelukatan kepada si bayi juga kepada pacolonganya dan kedua orang tuanya dari tirta yang sudah dituwur oleh jerong mangku dilanjutkan dengan pengelukatan tirta yang dimohon dari Bhatara Brahma yang ada didapur, juga tirta yang dimohon ditempat sumur.
5. Setelah selesai pengelukatan si bayi mesesarik dengan mengelang benang Hitam, dan natab banten Pengulapan.
6. Acara sesudah pengelukatan dan pengulapan dilaksanakan si bayi dan kedua orang tuanya melakukan pemuspa bersama di pemerajan, sibapak memangku anaknya si ibu memangku colong papah lalu dilakukan persembahyangan bersama dengan parikramaning sembah. Setelah selesai pemuspan dilaksanakan mohon tirta ring Sanghyang Agni dan Bhatara Guru Tiga Wisesa, Tirta disiratkan pada semua banten dan ditempat ari-arinya, baru si bayi bersama pacolonganya dan kedua orang tuanya dilanjutkan dengan mebija, kemudian setelah pemuspanan tersebut ada tata cara penukaran si anak dengan pacolongan papah, ( biasa dialong dengan si ayahnya yang membawa bayi bahwa sang ibu minta bayinya karena bayinya bukan colong papah, sebelumnya si colong papah ditukar diberikan simbolis makanan dan air yang ada dibanten pecolongan. baru setalah itu diadakan penukaran si bayi dengan colong papah. Lalu colong papah di buang keluar rumah biasanya diletakan dipinggir sungai dengan bebantennya.
7. Acara dilanjutkan dengan natab banten ayaban kepada sibayi (banten pengambian) mantra :
Om Pakulun sanghyang sapta petala, sanghyang sapta dewata,sanghyang besrawana, sangghyang trinadi, panca kosika sira sanghyang premana, mekadi sanghyang Urip, sira hamagehaken ri sthanan nira sowang-sowang, pakenaning hulun hangawruha ri sira, handa raksanan den rahayu, urip waras dirghayusa sang ingambyan.
Om Siddhir astu ya namah swaha .
8. Natab Banten Peras
Om panca wara bhawed brahma, wisnu sapta wara waca, sad wara iswara dewasca, asta warah siwajneyah.
OM kara murciate sarwa pras prasiddha ya namah swaha .
Om Sriyam bawantu, sukiam bawantu, purnam bawantu .
9. Dilanjutkan mantra ayuwerdi :
OM Ayu werdhir yaso werdhir, wrddhir prajna sukha sriyam, darma sentana wrddhis’ca santute sapta wrddayah.
Yatha meru sthito dewah, yawad gangga mahi tale, chandrarkan gagane yawat, tawad wa wijayi bhawed.
Om sriyem bawantum, om sukham bawantu, om purnnam bawantu, om sapta werdhir astu .
(Si bayi bersama sang Ibu melebar banten Peras ) dengan demikian berakhir sudah upacara 42 hari si bayi.
AJI TERUS TUNJUNG terakhir.
Namun bila sudah baik pemujaanmu di Desa Pekraman maka Sang Hyang Iswara sebagai Hyang guru, beliau akan melihat dan menyampaikan kepada Sang Hyang Tunggal Widhi, beliau adalah Dewanya dewata serta dewanya luhuring akasa, Sang Hyang Iswara akan menjelma menjadi Dewa di Sanggah Kemulan, pedengenan paibon agar dijunjung oleh keturunan sentana seterusnya.
Saudaramu Si banaspatiraja setelah disucikan olehku karena taat akan bharata, ia akan bersatu dengan Bhatara Hyang Wisnu berstana di pura khayangan, la memeluk kaki bhatara Wisnu serta bergelar Sang Hyang Tuduh, beliaulah yang membuat penyucian disamudra itu, setelah sempurna olehnya bersama dengan anaknya dewa Wisnu karena dia pula telah berhasil menghidupkan bhuta kala semua akhirnya kembalilah dia ke Pura Puseh kehadapan Sang Hyang Ganapati, bersama dengan beliau Bhatara wisnu, memuja semua dewata, menjunjung tinggi kekuasan dari tiga dewa, menjaga keselamatan desa pekraman serta menganugrahi kemanjuran kepada dukun Sakti serta manusia ahli di dunia im maka dibuatlah Sanggah taksu sebagai stana dewanya ahli atau dukun atau mereka yang memiliki kemampuan khusus seperti itu.
Sedangkan saudaramu Si Banaspati karena setelah disucikan bersatu dengan Sang Hyang Mahadewa dan ia tetap tinggal di Khayangan Dalem dan menjadi abdi dari Bhatari Durgha, menjaga semua bhuta kala di dalem disuruh membuat palung kepala sebagai tempat anugrah Sang Hyang Licin kepada manusia tentang sastranya orang yang baru menjelma, hingga mati pada akhirnya itu semua menjadi makanan saat hidup didunia serta bekalnya mati dikemudian hari, saat beliau membuat tulisan berstanalah beliau di Prajapati, berdirilah beliau sebagai Hyang Prajapati bersama sanaknya Ki Jogormanik dan Sang Suratma sungguh utama sastra yang dibuatnya yang akan menceritakan badan ini sastra ini namanya sastra yang sangat rahasia, wahai kamu Mayakrsna jangan kamu jenuh mendengarkan kata-kataku, karena kata-kataku merupakan intisari dari semua ini, lalu berterima kasihlah yang diberi nasehat: Ampun paduka sudilah kiranya paduka menganugrahkan kepada hamba sehingga hamba tahu tentang sastra yang paduka tulis, tentang badan ini dengan sarana palung kepala juga tentang badan ini yang dikatakan oleh Bhatara.
Dengarkanlah baik-baik Mayakrsna jangan sekali-kali hal ini disebarkan kepada siapapun karena amat berbahaya sangat berpahala karena dari prabhawa Sang Hyang Sastra bagi setiap orang yang mendengarkannya akan hilang segala dosa dosanya, apabila ada hewan atau makhluk hidup yang rendah yang ada di dunia ini mendengarkan dan meresapi ajaran ini maka akan hilanglah semua dosanya dilebur dan seketika itu juga akan menjadi manusia namun bila manusia dapat mendengar ajaran ini seketika ia menjadi suci dan akan menjadi hilang dosa-dosanya dan menjelma menjadi dewata dan bila kalangan bhuta kala yang mendengar ajaran ini akan lebur dosa-dosanya dan akan segera kembali kekhayangan sorga menjadi Hyang Widyadara Widyadari, demikianlah keutamaan dari sastra yang ditulis di palung kepala, yang disebut dengan "Sastra Jendra" sebagai pelebur dosa yang ditulis oleh Sang Hyang Prajapati atas suruhan Sang Hyang Licin, sesungguhnya itu adalah intisari dari ajaran kehidupan dia bergerak namun tidak dipengaruhi dia berbunyi namun tidak mendatangkan bencana itu adalah asal mula penjelmaan semua ini pada badan ini juga sangat rahasia, yang oleh Hyang Prajapati telah dibuatnya maka bersiaplah kamu untuk menerimanya lebarkan telingamu jangan lengah untuk mendengarkan nasehat Bhatara, yang disurat pada palung kepala, sesudah diperiksa oleh Sang Tiga Bhucari maka ternyata sucilah sudah semuanya, mereka semua berubah badan, begitulah sesungguhnya badanmu yang dulu, yaitu berupa Hyang Widyadara Widyadari, yang telah suci bagaikan kristal, seperti manik banyu, beliau adalah perwujudan, dari Sang Hyang Bhatari Maya Kresna, seperti manik komala, beliau Sang Gandarwa Bajradaksa, dan bagaikan Manik Syama beliau Sang Gandarwa Yama.
Kemudian berkatalah Hyang Siwa, berbahagialah kamu karena aku memberiku Anugrah sekarang, dan setelah kamu menguasai "satra jendra" yang ditulis pada palung kepala, serta telah tahu kamu tentang asal mulanya penjelmaanmu, keluar masuknya kebadan ini, juga tentang cara menjaga anugrah ini, janganlah lupa kamu anakku, sekarang kamu dapat menghadap Bhatari Dhurga, lalu menyembah beliau ketiganya, menyembah dikaki Bhatara Siwa, serta menghadap kepada Bhatari Dhurga, serta ditanyailah mereka oleh Bhatari Dhurga lalu bersabda beliau.
Anakku Sang Tiga Bhucari, yang seperti dikatakan dalam tiga inti dari ajaran tadi, sesungguhnya kamu merupakan dewa yang utama, karena kamu Maya kresna, kamu telah menjadi Bhasmaku saat dulu Bhtara ingin bercengkrama setra memperkosamu, tapi kamu menolak karena kamu sedang melakukan tapa ditengah lautan, lalu marahlah Bhatara, lalu beliau berucap melalui pikirannya, maka seketika itu juga kau menjadi kalika, begitulah beliau Bhatara, lalu kau diambil dan disuruh mengabdi kepada mayanya Bhatari Laksmi, dan seketika itu juga Bhatari Laksmi menjelma menjdi raksasa wanita, yang bernama Kalika Maya Ireng, itulah asal mulamu Maya Kresna, tetapi sekarang kamu telah diruwat oleh Bhatara Hyang Mami, wujudmu telah kembali seperti semula, menjadi Bhatari Laksmi, itulah sesungguhnya kamu yang sekarang, dan itulah jalanmu dan juga jalanku.
Namun kamu Si Bajradaksa, sungguh kamu dewa yang utama, sebab Bajradaksa terjadi karena sifat Rajas ku dulu, serta kamu Sang Udayana merupakan penjelmaan dari Sifat Tamas ku, nah sekarang kau telah menjadi dewa-dewi semuanya, sekarang aku telah kembalikan kamu ke wujud asalmu yang semula, dan turunlah ke mercapada untuk menasehati dunia, turun di Bali sebagai hulu dari manusia serta sebagai lingganya Bali, menjaga baik buruk, mati hidupnya manusia Bali, pilihlah golonganmu, ada lima sebagai lingga pemujaan, yang mana itu?
Kamu Bhatari laksmi turunlah menjadi Bhatari Dalem Tjungkub Khayangan menjadi ratu dari para Bhuta Durgha Wisesa, yang patut dijunjung oleh manusia semua, dapat kamu, memberikan anugrah kesaktian, bila ada manusia yang memohon kepadamu. Bhatari Dalem Tjungkub namamu yang dikenal oleh manusia, ada bala tentaramu yaitu semua Bhuta Kala Durgha Bhucari itu, sebagai gurunya dari segala para leak, tuju, teluh, desti, terangjana, leak sakti, yang bernama Ni Bhuta Ayu Rangda, Ni Bhuta Hroh, Ni Bhuta Dasang, Ni Bhuta Trangjana, serta semua bhuta kala yang ada di dunia ini, nah ingatlah itu anugrahku Bhatari Uma Dewi.
Kamu Sang Bajradaksa, sekarang turunlah kamu ke Jagat bali, sebagai hulunya manusia bali sebagai lingga dunia, untuk menjaga baik buruknya Bali, menjaga hidup matinya Bali, bertempat kamu di Khayangan Baleagung di Pura Desa, kamu menguasai tentang semua Dewa, Bhutaraja, kamu aku suruh untuk memberi anugrah kepada orang yang memujamu serta, manusia yang sakti didunia ini, kamu dapat membahagiakan semua Kala Bhuta Bregala dengan memangsa orang-orang yang tidak berbakti kepadamu, kataku kepadamu.
Wahai kamu "Dewa Udayana" sekarang aku mengembalikan kamu kedunia juga sebagai penghulu di Dunia Bali, di Pulau Nusa Penida tempat tinggalmu, kamu adalah Rajanya Yaksa Raja, serta kamu dapat menguasai, semua Bhuta, Mrana, yang dapat menimbulkan wabah penyakit, di Bali dengan mengambil jiwa orang setiap tahun pada sasih ke 5, 6 bila manusia Bali tidak menghaturkan Tawur agung, pakelem di lautan, atau danau, dan kamu boleh memberian anugrah kepada orang yang memujamu, sehingga orang itu bisa sakti untuk mengalahkan musuh, baik didunia nyata maupun tidak nyata, demikianlah anugrahku kepadamu, janganlah kamu lengah untuk menjaga pulau Bali ini, Nusa artinya Bumi, Bali artinya kuat, Rajya artinya Ratu, karena saktinya jagat Bali bagaikan saktinya pulau jawa ketika diperintah oleh Sri Purusadhu dulu, bersama Dewi Manik Galihnya, pada suatu saat upacara sebagai upaya mencari Sang Hyang Dharma, memastikan agar laut itu tidak menjadi Samudra, maka seketikalah mengeras air samudra itu dan tidak sampai terjadi ombak yang bergulung-¬gulung, dan seketika itu pula menjadi tanah karena Hyang Siwa telah bertemu dengan Permaisurinya, yang berdiri di ujung Lingga Homa Yadnya nya Sang Raja, lalu disana Hyang Siwa bergelar Sang Hyang Purusangkara, sebagai lingga dari Bumi Bali, di Puja sekarang Beliau di Pura Puseh, sebagai hulunya manusia di Bali, beliau juga bergelar Sang Hyang Janapati sebagai nama lainnya ikut juga anak beliau yaitu Bhatara Hyang Ghana, purusangkara yang telah kembali ke asalnya yaitu ke luhur angkasa, Bhatara Ghana juga menggantikan Hyang Jagapati di Pura Puseh, disana beliau berdampingan dengan Bhatara Wisnu, yang memegang kuncinya pulau Bali ini, lalu kemudian turunlah semua dewata, untuk berstana di Bali, untuk menjaga kondisi pulau Bali, pulau Bali dipenuhi oleh pura-pura Lingga pemujaan Meru presada, sebagai tempat pemujaan para dewa serta bersemediku, sama sama mempekokoh tegaknya pulau Bali ini, dengan gunung gunungnya, lautannya, danaunya, hutan yang lebat, setra pebajangan. Desa Pekraman, Eumah rumah, Sawah jurang , sungai, pancoran, tembok, taman, apsar, perempatan, demikianlah banyaknya pemujaan yang tak dapat dihitung sebagai stana clan tempat pemujaan Sang Hyang Widhi di pulau Bali ini karena merupakan kumpulan dari Dewara, demikianlah agar kamu ketahui adanya. Bhatara Siwa bersabda Ampun Paduka Bhatari Dewi Kalika Laksmi yang sekarang bergelar Hyang Tjungkub Bhuwana, Janganlah berlama-lama Tjungkub C, kamu tinggal di Sorga, cepatlah kamu turun ke clunia di Dakem Tjungkub sekarang stana mu adalah hulunya kuburan, karena kamu aalah ibunya Dunia, ibu dari semua orang kamu menjaga hidup matinya semua yang ada serta manusia sesungguhnya kamua dalah berwujud Wisnu, kamu juga berwujud Amertha bila kamu lama tinggal di sorga akan sunyi dunia ini, sehingga yang hilanglah Prabhawamu tidak akan ada upacara upacara yang dihaturkan kehadapan Dewata tak ada yang ditakuti karena semua dirasuki oleh bhuta kala. Demikianlah kamu bersiap untuk mejaga dunia ini, namun bila ada orang yang Sadhu mengetahui inti ajaran ini, mereka selalu berbuat balk, tegar dalam ilmu pengetahuan, selalu memujamu, patut kamu meberikan anugrah, tentang ajaran Aji Terus Tunjung serta ajaran yang bersifat niskala ini. Demikianlah dengarkan olehmu dan bila adan orang yang mengharapkan kesediaan sebagai penghuku kuburan kamu patut memberikan anugrah kepadanya, dan apabila ada orang yang meminta untuk hidup yang sempurna, karena mereka merasa selalu di rundung malang atau la kena bencana oleh bhuta Kala dengan Durgha, Tahu, Teluh, Desti Terangjana yang wisesa, bila demikian keadaannya maka bolehlah kau leburlah dosa dosanya di hulu dari kuburanlah tempatmu memberikan Anugrah itu, serta untuk melebur kekotorannya. Disana di undang ke Empat saudaranya disuruh agar memebri anugrah kepadanya lepangkanlah pikiranmu untuk menerimanya, sarannya adalah banten berupa Daksian Gede 3 buah rayunan pajegan 1 buah dagingnya itik yang diolah dengan balk suci gede 1 buah beserta perlengkapannya pras, ajuman, daksina, sodan, lis, sorohan, sahetan, daging suci sesuai sacra yang berlaku sodan ajuman 3 soroh, canang Lengewangi Buratwangi,d an caru dibawah adalah segehan brumbun 108 tanding dagingnya bawang jahe, segehan wong-wongan bewarna sesuai arch mata angin, kelima tempat 5 tanding dagingnya bawang jahe, sin jejeroan sauduh, segehan agung 1 buah, caru mencasahak alit, sorohan serta perlegkapannya, peras daksina, sorohan, lis penyeneng, yasa kerti dan upacara itu sepatutnya di haturkan di Pura Dalem Khayangan dari sang kamu akan memohon anugrah dan setelah selesai ucapara disana dialnjutkan dengan ipacara di rumah, upacaranya diletakkan diatas tempat tidur, dengan menghaturkan canang geti-geti, gringsing, raka, dodol, pisang mas, itu dipersembahkan kepada Si Kala Tiga Sakti sebagai Leman orang yang demikian si kala tiga sakti itu namanya antara lain: Ki Bhuta Uncur, Ki Bhuta Acap, Ki bhuta Geger, sama saktinya, tempatkan dia pada dirinya serta tulis rajah dengan sastra tulis di palung kepala, seperti rajah pada telapak tangan kiri ing pada telapak kanan Ang pada tengah tengah alis Wresastra pada lidah Sa, Ba Ta, A, I, Na, Ma, Si, Wa, Ya pada Dada Modre dan Dasa Bayu pada Pusat atau Nabi.
Itulah semua adalah kekuatan akhir dan manjur dapat memanggil kekuatan dan kesaktian terus akan dibisiki tapi jangan takabur karena sangat berbahaya dan kualat akibatnya. Bila ada orang yang menginginkan ilmu untuk aliran kiri akan tabu tentang ilmu leyak sakti bagaikan ratunya, maka rajahlah pada mulutnya Ang Ung Mang pada lidah Ong pada Gigi Sang, Bang, Tang, Ang, Ing persimpenannya Ang Ing Alat untuk menyimpannya semuanya boleh, bantennya ditambah dengan guling babi satu ekor, serta rayunan, daging babi mentah makuku rambut dilengkapi dengan jejeroan apajegan serta penyemblehan babi butuhan dan ayam berumbum, setelah itu suruhlah mereka menghaturkan bakti 3 kali disana, lalu berbakti didapur 3 kali dan dilebuh 3 kali pada Hyang Durgha Dewi, pasimpenannya gagak sone, serta berbakti disanggah kemulan pada Hyang Guru 3 kali, sebagai pesimpenannya 1 kola acur demikianlah jangan disebabkan punah pahalanya
Dan ada lagi upakara untuk menembak sebagai tenung dalam pemujaan,bila ingin mengetahui rasa dari anugrah Hyang ketika orang memohon rajah dulu bahu kiri kanan, Ing di kiri Ang di kanan, Pujakanlah kehadapan Dewa Di Puseh dengan Sarana Mantra "Om Atma Mur Swah Ya Namah" sangat rahasia ini.
Lain lagi halnya bila ada seorang yang ingin menjaga pitranya yang akan disucikan, serta di Aksara bila la ingin mengundangnya mereka harus memohon ijin dulu kepada Bhatara Hyang Guru di kemulan, serta para dewa yang ada di Desa, sarananya adalah suci gede serta perlengkapannya pras, ajuman, daksina, ajengan, rayunan apajegan, uangnya 1800 bila itu atma keluarganya sendiri, dan sebagai jalan Bhuta Kala yang menghadang
yang menjaga atma itu upakaranya pemujaannya kehadapan Bhatara Hyang Guru dengan menyembah menghadap ke Timur 13 kali, lalu kemudian konsentrasikan ke Pura Dalem Gunung Agung lalu rajahlah telapak tangannya dengan Ang dikedua belah tangan Ang, Ung, Mang diantara kedua belah alis, jika untuk mendapat kepandaian, Namun orang itu harus disucikan dulu sebelum dia ingin melihat atma, dengan tirtha penglukatan dari Bhatara Hyang Guru akan menjadi satulah ucapan dengan Hyang Pitaranya dan beritahukan dulu cara orang melihat atma itu, berkonsentrasilah dengan melihat ujung Hidung, dan jika sudah kelihatan tunjung Biru, jangan bergerak dan bergeming sama sekali, karena kamu telah kokoh dalam alam Gaib, maka akan dilihatlah sang Atma tapi jangan gegabah jangan disebarkan karena tidak akan berhasil pahalanya.
Pengawasan Bhuta Kala, Jika ada orang yang ingin melihat Bhuta Kala, serta para penghuni alam Gaib, sesajennya adalah Suci gede buah beserta perlengkapannya, Daksina Gde apajegan dagingnya itik meguling, serta olah olahan duang lapis, jika ingin mohon anugrah maka dagingnya 5 lapis. Dan Laba dari Bhuta kalanya adalah, segehan brumbun 5 tanding, segehan wong wongan 5 tanding. Daging jejeron matah, serta penyambleh ayam biying/merah, rajahnya sama seperti didepan, mohon anugrah seperti didepan.
Pemujaan terhadap Hyang Siwa, lain lagi yang patut diketahui, wahai kamu Dewi Kalika Laksmi. Bila ada orang ingin memuja aku (Siwa)/Sang Hyang Pramesti. Utamanya kehadapan Sang Hyang Suksma Licin, untuk mohon makanan dan pakaian sebagai bekal hidup, dari makanan, saudaramu yang dulu menjelma, la sebenarnya telah menerima berkah dari Bhatara, karena semua keinginannya untuk memuja saudaranya empat telah diketahui, oleh karena itu Kalika, berikanlah orang – orang yang demikian itu sesuaikan dengan jasanya, bila baik jasanya berikan yang baik dan bila buruk berikan yang buruk namun diberikan berupa tulisan atau suratan kepadanya, ke Empat saudaranya telah akan berikan anugrah, Jika ingin Memuja Dewa Wisnu maka dalam pikiranlah tempatnya, jika ingin memuja Sang Hyang Iswara Dalam angan-anganlah tempatnya pada 9 tempat teruslah dilihat,
maka akan tabu melihat hal-hal yang gaib. Jika ingin memuja Bhatara Brahma, dalam Hatilah tempatnya pada 8 tempat ia berkuasa, bermanfaat untuk aliran kiri atau aliran kanan sama manjurnya, untuk memuja Sang Hyang Mahadewa di ungsilan memberi anugrah pada 9 tempat dan akan memberi hasil pada semua pasupati.
Namun Sang Hyang Yama itu adalah Mayanya Ibumu, merasuk ia dalam dirimu, serta mengadakan semua kekuatan Leyak, Tuju, Teluh, Desti, Terangjana, bila telah diucapkan, maka Sang Hyang Pramesti telah merasuk dalam dirimu bersama Sang Hyang Licin, diberikanlah olehnya anugrah, karena Sang Hyang Pramesti sangat senang Tinggal di Sorga, karena sorga yang sesungguhnya bertempat di Mata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar