Konfigurasi aksara Panca Brahma, tersusun sebagai berikut: ANG – TANG- SANG- BANG- ING, menggambarkan proses involusi ciptan atau peleburan (penyerapan kembali, pralina). ANG yang mewakili ketegori Panca Mahabhuta, Dasendriya dan Manah tercipta dari Panca Tanmatra, Ahamkara dan Buddhi (Wijaksaranya TANG) dan tiga yang belakang ini dihasilkan oleh prinsip awyakta (wijaksaranya SANG). Awyakta kembali pada purusa (BANG) dan Purusa menyatu dengan Maha Brahma (Rudra Tattwa) wijaksaranya ING.
Formula pralina ini juga telah diringkas dalam istilah SIDDHANTA itu sendiri, SIDDHANTA = Sa-kara, I-kara, Da-kara adalah simbol Triloka (bhur, bhuvah, svah) diwakili oleh wijaksara ANG. Dha-kara adalah Mahaloka (TANG), A-kara adalah Hanaloka (SANG), Na-kara adalah Tapoloka (BANG) dan Ta-kara adalah Satyaloka (ING)
Jadi ajaran Siwa Siddhanta mengingatkan pengikutnya bahwa semua ciptaan berasal dari Tuhan (Parama Siwa). Rumus A-TA-SA-BA-I juga menunjukkan jalan untuk kembali pulang menuntun para sadhaka guna pencapaian Siwatattwa (realisasi diri, moksa), sebagai tujuan akhir cita-cita spiritual tertinggi Agama Veda (umat Hindu). Pencapaian tujun akhir melalui proses involusi Rudra Tattwa seperti yang terpapar di atas itu, dengan sangat indahnya dilukiskan dalam mantra suci panca paramaartha dibawah ini:
Agni madhyetu rawiccaiwa
Rawi madhyetu candrama
Candra madhye bhawet sukla
Sukla madhye sthito Siwa
Ditengah tengah api itu ada matahari
Ditengah matahari ada bulan
Ditengah bulan ada kesucian
Ditengah kesucian inilah Siwa berada
Api yang dimaksud dalam mantra di atas mewakili pikiran (+Indriya dan elemen alam) wijaksaranya ANG. Matahari dikaitkan dengan Buddhi (+Ahamkara dan Panca Tanmatra) yakni TANG. Bulan dihubungkan dengan prinsip Awyakta (SANG). Kesucian menunjukkan prinsip atma purusa (BANG) dan sebagai inti purusa adalah Siwa Maha Brahma (ING).
Sebaliknya proses evolusi ciptaan (parinama, prasara) dimuali dari Rudra Tattwa, dimana hakekat Ketuhanan dikenal dengan nama Maha Brahma (Maha Purusa) yang diwakili wijaksara ING—BANG (Purusa atau atma)—SANG (Awyakta)—TANG (Buddhi-Ahamkara-Tanmatra) —ANG (Manah-Indriya-Panca Maha Bhuta).
Jika diringkas formula itu berbunyi:
ING-BANG-SANG-TANG-ANG, untuk utpatti (evolusi atau parinama)
ANG-TANG-SANG-BANG-ING, untuk pralina (involusi atau penyerapan)
Sedangkan formula sthiti (operasi kehidupan) rumusannya adalah SANG-BANG-TANG-ANG-ING, dengan interpretasi makna sebagai berikut: SANG adalah wijaksara dari prinsip Awyakta yang merupakan asas materi: asal muasal segala ciptaan. SANG mendapat “sentuhan” Purusa (BANG), terciptalah Buddhi, Ahamkara, dan Tanmatra (TANG).
Dari tiga kategori terakhir ini kemudian tercipta pikiran atau manah, indriya dan akhirnya Panca Mahabhuta (ANG). Semua ciptaan ini bersumber dari Maha Brahma (Rudra Tattwa); inilah kesimpulan yang terkandung dlam wijaksara ING.
Wijaksara BANG untuk mengingat prinsip atma sebagai purusa, diperingati melalui pemujaan di Pura Andakasa, Sanghyang Tat Purusa (atau Bhatara Mahadewa) dimuliakan di Pura Batukaru (Barat). Nada simbolis ANG untuk Sanghyang Agora atau Bhatara Wisnu disthanakan dibagian utara yakni di pura Batur; sebagai rasa syukur atas perwujudan aghora tattwa (pikiran, indriya dan pancabhuta) Akhirnya wijaksara ING untuk Sang Hyang Isana (salah satu aspek Tri Purusa; Sadasiwa) ditempatkan di tengah pura pusat Besakih. Dari pusat inilah Maha Brahma atau Sadasiwa akan membentuk gambaran kemahakuasaan melalui konsep astadala (8 arah=singasana teratai 8 dewata) plus Sadasiwa (ditengah) menjadi Dewata Nawa Sanga. Selanjutnya jika arah bawah dan atas (ardah dan urdah) dikaitkan dengan Siwatattwa (Tri Purusa: Siwa, Sadasiwa dan Paramasiwa) akan menjadi EKA DASA RUDRA kekuasaan Tuhan yang tidak terbatas meresapi segala ciptaan memenuhi 11 arah.Itulah Padmasana. Konsep singasana teratai Tuhan di bumi; penjabaran ajaran Siwa Siddhanta yang sangat luhur.
Posisi arah dimana aksara Panca Brahma ditempatkan, sesuai dengan ajaran Sang Hyang Siwa Basma (Wejangan Siwa tentang Basma) yang menyatakan “Panca bhagancirah kuryyat, panca matram udaharet, purwwa SA daksina Basyat, pascima TA nyaset wudhah, Uttarya Aghorakam sthanam, murddhim Isanam evaca”. Jadi SA (purwa), BA(daksina), TA (pascima), A (uttara) dan I (murdha, tengah menghadap atas).
Sedangkan dewata yang diwakili oleh aksara-aksara tersebut kemudian dipuja sesuai dengan matra (arah) yang telah ditetapkan . “Purwwasyadh Iswara Wndhyat, Brahma daksina gomukam, pascime tu Mahadewa, uttarae wesnawam mukam, murddhim Isanam evaca”.
Kelima nama ini: Iswara, Brahma Mahadewa, Wisnu dan Sadasiwa (Isana) disebut Dewata Panca Brahma atau sering disingkat Panca Brahma atau Panca Dewata.
Nama-nama yang menjadi kapanjangan dari aksara SA-BA-TA-A-I, yakni Sadyojata, BAmadewa, TAtpurusa, Aghora, dan Isana, pada awalnya lebih dikenal sebagai Panca Waktra atau Pancanana yang merupakan lima muka dari perwujudan Sadasiwa Murti. Menurut Siwa Purana, panca waktra atau pancanana tersebut dikaitkan dengan panca krtya (lima kegiatan Tuhan/ Sada Siwa) yakni srsti, sthiti, samhara, tirobhawa dan anugraha.
Matur suksma atas ilmu yg adi luhur telah dibagikan. Tityang sangat memerlukannya👏🏼👏🏼👏🏼
BalasHapusSuksema agung Jro Gede Baba sampun ledang ngodar pengetahuan sane pinih adiluhung
BalasHapus