Dalam kisah Mahabharata terjadi peristiwa mirip manusia melawan Covid-19 hari ini.
Oleh : I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S. M.Pd
“Ular adalah sumber kematian. Maka harus tumpas sampai habis.”
Inilah yang dipikirkan oleh Janamejeya. Ayahnya, Raja Parikshita dari dinasti Kuru, tewas digigit Naga Takshaka.
Janamejeya melakukan yadnya (ritual) pengorbanan ular yang dikenal dengan nama Sarpa Satra. Dengan ritual api yang berkobar-kobar, sampai asapnya memenuhi bumi, ia bertekad menumpas habis bangsa ular. Tujuannya: Menyelamatkan bangsa manusia, agar tidak berurusan dengan kematian akibat ular, sekaligus membalas kematian ayahnya.
Jika ditarik ke belakang, ketegangan bangsa Kuru dan bangsa ular sudah dimulai di masa Arjuna, kakek Janamejeya. Bangsa Kuru yang pertama-tama membakar hutan sehingga jutaan makhluk hidup terbakar hidup-hidup, termasuk telah menyebabkan kematian istri kepala suku Naga Takshaka, yang tewas terbakar hidup-hidup. Kisah tersebut dikenal dengan kisah pembakaran hutan Khandava untuk mendirikan Kerajaan Pandawa di Indraprastha.
Janamejaya dengan melakukan Yadnya Sarpa Satra hampir mampu menewaskan semua bangsa ular, termasuk raja naga Takshaka. Pada saat itulah datang seorang bijak terpelajar bernama Astika.
Astika datang turun tangan untuk menghentikan Yadnya Sarpa Satra. Janamejaya, sekalipun memendam dendam, hatinya masih terbuka untuk mendengarkan perkataan sang tercerahi Astika. Sang Astika paham bagaimana habitat bangsa ular, mampu bicara dan mampu mengatur Takshaka sehingga semuanya warga bangsa ular tidak mengganggu lagi.
Dengan pengetahuannya Astika menghentikan pembantaian ular (Naga) dan mengakhiri semua permusuhan bangsa ular (Naga) dan bangsa Kuru. Sejak saat itu mereka hidup berdampingan dalam damai.
Ketakutan dan kebencian Janamejeya adalah wajah dari kebingungan dan kepanikan kita sekarang dalam pandemi Covid-19.
Apa yang menjadi sumber kematian dan ketakutan Janamejeya saat itu, di kemudian hari redup menjadi kisah cerita. Sumber ketakutan itu tidak punah, tapi karena sudah bisa ditangani dengan pengetahuan, akhirnya ia bisa hidup berdampingan dengan sumber kematian itu, tanpa rasa takut lagi.
Covid-19 bisa jadi akan terus ada sepanjang masa, tapi karena nantinya ketika tersedia vaksin, antidote dan obatnya, kita akan “hidup berdampingan” dengan tanpa cekam ketakutan. Seperti flu dan berbagai wabah di masa lalu, seperti TBC, Kolera, Sampar, dan lain-lain, semua “masih ada” sampai kini, tapi umat manusia bisa mengatasinya, dan bisa “aman-aman” karena telah bisa mengatasinya.
Bangsa manusia kini, di tengah pandemic Covid-19, sedang menunggu Astika, sang tercerahi yang akan menemukan antidote dan imunisasi.
Masalahnya: Kapan muncul Sang Astika? Betul. Kita belum tahu kapan. Dalam pada itu, ketika belum ada titik damai, ketika masih dalam kalut, yang terbaik adalah menepi dan mengurung diri.
#tubaba@griya agung bangkasa//hidup berdampingan dengan sumber kematian itu, tanpa rasa takut lagi#
Tidak ada komentar:
Posting Komentar