Minggu, 31 Januari 2021

MUDRA atau PETANGANAN

MUDRA atau PETANGANAN PINANDITA WIWA
Mudra  atau petanganan yang dipergunakan oleh pinandita wiwa adalah mode komunikasi dan ekspresi non verbal yang menggunakan sikap dan posisi tangan dan jari. 
Tujuan paling utama dari mudra atau petanganan pinandita wiwa adalah untuk meningkatkan energi positif dalam jiwa manusia dan mendorong pinandita wiwa untuk menyadari kekuatan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Mudra atau petanganan pinandita wiwa juga membantu menjaga tubuh agar bisa selalu dalam kondisi sehat dan bugar serta mampu menjaga atmosfer lingkungan. Selain memberi keuntungan spiritual, mudra atau petanganan pinandita wiwa juga dikenal bisa berguna untuk terapi penyembuhan. 
Sedangkan dalam tata lungguh pinandita wiwa, mudra atau petanganan itu digunakan secara luas menyertai praktek pemujaan, asanas, pranayama, kriya, bandha dan meditasi. Terutama dipakai dalam praktek pranayama (teknik pernafasan) karena mudra atau petanganan dipercaya dapat melancarkan masuknya aliran prana (energi) dalam tubuh. Sehingga apa yang diucapakan akan memiliki energi positif. 

#tubaba@griyang bang#

Jumat, 29 Januari 2021

JAJAR KEMIRI

JAJAR KEMIRI
Sebuah Acuan Ukuran Gegulak Modul Dimensi Bangunan Suci Sanggah dan Pura

Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S,. M. Pd


Jajar Kemiri adalah aturan tentang bentuk-bentuk ukuran dan atau jarak pkelinggih, yaitu ukuran panjang, lebar, tinggi, pepalih (tingkatan) dan hiasan. Dalam Jajar Kemiri juga berisi aturan tentang luas halaman Pura, pembagian ruang halaman, dan jarak antar pelinggih.

Jajar Kemiri menyangkut pembuatan Pura atau Sanggah Pamerajan adalah sebagai berikut:

Tujuan Jajar Kemiri adalah

  • Memperoleh kesejahteraan dan kedamaian atas lindungan Hyang Widhi
  • Mendapat vibrasi kesucian
  • Menguatkan bhakti kepada Hyang Widhi

Luas halaman

  • Memanjang dari Timur ke Barat ukuran yang baik adalah: Panjang dalam ukuran “depa” (bentangan tangan lurus dari kiri ke kanan dari pimpinan/klian/Jro Mangku atau orang suci lainnya): 2,3,4,5,6,7,11,12,14,15,19. Lebar dalam ukuran depa: 1,2,3,4,5,6,7,11,12,14,15. Alternatif total luas dalam depa: 2×1,3×2, 4×3, 5×4, 6×5, 7×6, 11×7, 12×11, 14×12, 15×14, 19×15.
  • Memanjang dari Utara ke Selatan ukuran yang baik adalah: Panjang dalam ukuran depa: 4,5,6,13,18. Lebar dalam ukuran depa: 5,6,13. Alternatif total luas dalam depa: 6×5, 13×6, 18×13

Jika halaman sangat luas, misalnya untuk membangun Padmasana kepentingan orang banyak seperti Pura Jagatnatha, dll. boleh menggunakan kelipatan dari alternatif yang tertinggi. Kelipatan itu: 3 kali, 5 kali, 7 kali, 9 kali dan 11 kali.

Misalnya untuk halaman yang memanjang dari Timur ke Barat, alternatif luas maksimum dalam kelipatan adalah: 3x(19×15), 5x(19×15), 7x(19×15), 9x(19×15), 11x(19×15).

Untuk yang memanjang dari Utara ke Selatan, alternatif luas maksimum dalam kelipatan adalah: 3x(18×13), 5x(18×13), 7x(18×13), 9x(18×13), 11x(18×13).

HULU-TEBEN

“Hulu” artinya arah yang utama, sedangkan “teben” artinya hilir atau arah berlawanan dengan hulu. Sebagaimana telah diuraikan terdahulu, ada dua patokan mengenai hulu yaitu
  1. Arah Timur, dan
  2. Arah “Kaja”
Mengenai arah Timur bisa diketahui dengan tepat dengan menggunakan kompas.
Arah kaja adalah letak gunung atau bukit.
Cara menentukan lokasi Pura adalah menetapkan dengan tegas arah hulu, artinya jika memilih timur sebagai hulu agar benar-benar timur yang tepat, jangan melenceng ke timur laut atau tenggara. Jika memilih kaja sebagai hulu, selain melihat gunung atau bukit juga perhatikan kompas. Misalnya jika gunung berada di utara maka hulu agar benar-benar di arah utara sesuai kompas, jangan sampai melenceng ke arah timur laut atau barat laut, demikian seterusnya. Pemilihan arah hulu yang tepat sesuai dengan mata angin akan memudahkan membangun pelinggih-pelinggih dan memudahkan pelaksanaan upacara dan arah pemujaan.

BENTUK HALAMAN

Bentuk halaman pura adalah persegi empat sesuai dengan ukuran Jajar Kemiri sebagaimana diuraikan terdahulu. Jangan membuat halaman pura tidak persegi empat misalnya ukuran panjang atau lebar di sisi kanan – kiri berbeda, sehingga membentuk halaman seperti trapesium, segi tiga, lingkaran, dll. Hal ini berkaitan dengan tatanan pemujaan dan pelaksanaan upacara, misalnya pengaturan meletakkan umbul-umbul, penjor, dan Jajar Kemiri.

PEMBAGIAN HALAMAN

Untuk Pura yang besar menggunakan pembagian halaman menjadi tiga yaitu:
  1. Utama Mandala
  2. Madya Mandala dan
  3. Nista Mandala.
Ketiga Mandala itu merupakan satu kesatuan, artinya tidak terpisah-pisah, dan tetap berbentuk segi empat; tidak boleh hanya utama mandala saja yang persegi empat, tetapi madya mandala dan nista mandala berbentuk lain.
  • Utama mandala adalah bagian yang paling sakral terletak paling hulu, menggunakan ukuran Jajar Kemiri;
  • Madya Mandala adalah bagian tengah, menggunakan ukuran Jajar Kemiri yang sama dengan utama Mandala;
  • Nista Mandala adalah bagian teben, boleh menggunakan ukuran yang tidak sama dengan utama dan nista mandala hanya saja lebar halaman tetap harus sama.
Di Utama mandala dibangun pelinggih-pelinggih utama, di madya mandala dibangun sarana-sarana penunjang misalnya bale gong, perantenan (dapur suci), bale kulkul, bale pesandekan (tempat menata banten), bale pesamuan (untuk rapat-rapat), dll. Di nista mandala ada pelinggih “Lebuh” yaitu stana Bhatara Baruna, dan halaman ini dapat digunakan untuk keperluan lain misalnya parkir, penjual makanan, dll.

Batas antara nista mandala dengan madya mandala adalah “Candi Bentar” dan batas antara madya mandala dengan utama mandala adalah “Gelung Kori”, sedangkan nista mandala tidak diberi pagar atau batas dan langsung berhadapan dengan jalan.

MENETAPKAN PEMEDAL

Pemedal adalah gerbang, baik berupa candi bentar maupun gelung kori. Cara menetapkan pemedal sebagai berikut:
  1. Ukur lebar halaman dengan tali. 
  2. Panjang tali itu dibagi tiga. 
  3. Sepertiga ukuran tali dari arah teben adalah “as” pemedal. 
Dari as ini ditetapkan lebarnya gerbang apakah setengah depa atau satu depa, tergantung dari besar dan tingginya bangunan candi bentar dan gelung kori. Yang dimaksud dengan teben dalam ukuran pemedal ini adalah arah yang bertentangan dengan hulu dari garis halaman pemedal. Misalnya hulu halaman Pura ada di Timur, maka teben dalam menetapkan gerbang tadi adalah utara, kecuali di utara ada gunung maka tebennya selatan, demikian seterusnya. Penetapan gerbang candi bentar dan gelung kori ini penting untuk menentukan letak pelinggih sesuai dengan Jajar Kemiri.

JARAK ANTAR PELINGGIH

Jarak antar pelinggih yang satu dengan yang lain dapat menggunakan ukuran satu “depa”, kelipatan satu depa, “telung tapak nyirang”, atau kelipatan telung tapak nyirang.
  • depa” sudah dikemukakan di depan, yaitu jarak bentangan tangan lurus dari ujung jari tangan kiri ke ujung jari tangan kanan. 
  • telung tampak nyirang” adalah jarak dari susunan rapat tiga tapak kaki kanan dan kiri (dua kanan dan satu kiri) ditambah satu tapak kaki kiri dalam posisi melintang. 
Baik depa maupun tapak yang digunakan adalah dari orang yang dituakan dalam kelompok “penyungsung” (pemuja) Pura. Jarak antar pelinggih dapat juga menggunakan kombinasi dari depa dan tapak, tergantung dari harmonisasi letak pelinggih dan luas halaman yang tersedia. Jarak antar pelinggih juga mencakup jarak dari tembok batas ke pelinggih-pelinggih. Ketentuan-ketentuan jarak itu juga tidak selalu konsisten, misalnya jarak antar pelinggih menggunakan tapak, sedangkan jarak ke “Piasan” dan Pemedal (gerbang) menggunakan depa. Ketentuan ini juga berlaku bagi bangunan dan pelinggih di Madya Mandala.

PELINGGIH (STANA) YANG DIBANGUN

Jika bangunan inti hanya Padmasana, sebagaimana tradisi yang ada di luar Pulau Bali, maka selain Padmasana dibangun juga pelinggih
  • TAKSU sebagai niyasa pemujaan Dewi Saraswati yaitu saktinya Brahma yang memberikan manusia kemampuan belajar/mengajar sehingga memiliki pengetahuan, dan 
  • PANGRURAH sebagai niyasa pemujaan Bhatara Kala yaitu “putra” Siwa yang melindungi manusia dalam melaksanakan kehidupannya di dunia. 
Bangunan lain yang bersifat sebagai penunjang adalah:
  • PIYASAN yaitu bangunan tempat bersemayamnya niyasa Hyang Widhi ketika hari piodalan, di mana diletakkan juga sesajen (banten) yang dihaturkan. 
  • BALE PAMEOSAN adalah tempat Sulinggih memuja. 
Di Madya Mandala dibangun
  • BALE GONG, tempat gambelan, 
  • BALE PESANDEKAN, tempat rapat atau menyiapkan diri dan menyiapkan banten sebelum masuk ke Utama Mandala. 
  • BALE KULKUL yaitu tempat kulkul (kentongan) yang dipukul sebagai isyarat kepada pemuja bahwa upacara akan dimulai atau sudah selesai.
Jika ingin membangun Sanggah pamerajan yang lengkap, bangunan niyasa yang ada dapat “turut” 3,5,7,9, dan 11. “Turut” artinya “berjumlah”.
Turut 3, Jenis ini digunakan oleh tiap keluarga di rumahnya masing-masing yaitu:
  1. Padmasari, 
  2. Kemulan Rong tiga (pelinggih Hyang Guru atau Tiga Sakti: Brahma, Wisnu, Siwa), dan 
  3. Taksu. 
Turut 5:
  1. Padmasari, 
  2. Kemulan Rong Tiga, 
  3. Taksu, 
  4. Pangrurah, 
  5. Baturan Pengayengan” yaitu pelinggih untuk memuja ista dewata yang lain. 
Turut 7: adalah
  1. turut 5 ditambah dengan 
  2. pelinggih Limas cari (Gunung Agung) dan 
  3. Limas Catu (Gunung Lebah). 
Yang dimaksud dengan Gunung Agung dan Gunung Lebah (Batur) adalah symbolisme Hyang Widhi dalam manifestsi yang menciptakan “Rua Bineda” atau dua hal yang selalu berbeda misalnya: lelaki dan perempuan, siang dan malam, dharma dan adharma, dll.

Turut 9 adalah
  1. turut 7 ditambah dengan 
  2. Pelinggih Sapta Petala adalah pemujaan Hyang Widhi sebagai penguasa inti bumi yang menyebabkan manusia dan mahluk lain dapat hidup. 
  3. Manjangan Saluwang adalah pemujaan Mpu Kuturan sebagai Maha Rsi yang paling berjasa mempertahankan Agama Hindu di Bali. 
Turut 11 adalah
  1. turut 9 ditambah pelinggih 
  2. Gedong Kawitan adalah pemujaan leluhur laki-laki yang pertama kali datang di Bali dan yang mengembangkan keturunan. 
  3. Gedong Ibu adalah pemujaan leluhur dari pihak wanita (istri Kawitan).

Cara menempatkan pelinggih-pelinggih itu sesuai dengan konsep Hulu dan Teben, di mana yang diletakkan di hulu adalah Padmasari/Padmasana, sedangkan yang diletakkan di teben adalah pelinggih berikutnya sesuai dengan turut seperti diuraikan di atas. Bila halamannya terbatas sedangkan pelinggihnya perlu banyak, maka letak bangunan dapat berbentuk L yaitu berderet dari pojok hulu ke teben kiri dan keteben kanan.

PENGERTIAN PURA DAN SANGGAH PAMRAJAN

Pura berasal dari Bahasa Sanskerta, yaitu “Phur”, artinya tempat suci, istana, kota. Lebih khusus berarti tempat persembahyangan untuk umum atau kelompok sosial tertentu yang lebih luas sifatnya dari Sanggah Pamerajan.

Sanggah berasal dari Bahasa Kawi: “Sanggar”, berarti tempat untuk melakukan kegiatan (pemujaan suci); dan Pamrajan berasal dari Bahasa Kawi: “Praja”, yang berarti keturunan atau keluarga. Dengan demikian Sanggah Pamrajan dapat diartikan sebagai tempat pemujaan dari suatu kelompok keturunan atau keluarga.
Dalam Lontar Siwagama disebutkan bahwa Palinggih utama yang ada di Sanggah Pamrajan adalah Kamulan sebagai tempat pemujaan arwah leluhur. Untuk menguatkan kedudukan Kamulan, dibangun Palinggih-Palinggih lain sebagai berikut:
  1. Taksu: palinggih Dewi Saraswati, sakti (kekuatan) Dewa Brahma dengan Bhiseka Hyang Taksu yang memberikan daya majik agar semua pekerjaan berhasil baik. 
  2. Pangrurah: palinggih Bhatara Kala, putra Bhatara Siwa dengan Bhiseka Ratu Ngurah yang bertugas sebagai pecalang atau penjaga Sanggah Pamrajan. 
  3. Sri Sdana atau Rambut Sdana: palinggih Dewi Sri dengan Bhiseka Sri Sdana atau Limascatu, yaitu sakti (kekuatan) dari Dewa Wisnu sebagai pemberi kemakmuran kepada manusia. 
  4. Padma: palinggih Ida Sanghyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa dalam wujud sebagai Siwa Raditya. 
  5. Manjangan Salwang: palinggih Dewa Rsi Mpu Kuturan dengan Bhiseka Limaspahit, penyebar dan penyempurna Agama Hindu di Bali, abad ke-10 M 
  6. Gedong Maprucut: palinggih Danghyang Nirarta dengan Bhiseka Limascari, penyebar dan penyempurna Agama Hindu di Bali, abad ke-15 M. 
  7. Gedong Limas atau Meru tumpang satu, tiga, lima: palinggih Bhatara Kawitan, yaitu leluhur utama dari keluarga. 
  8. Bebaturan: palinggih Bhatara Ananthaboga dengan Bhiseka Saptapetala, yaitu sakti Sanghyang Pertiwi, kekuatan Ida Sanghyang Widhi Wasa dalam menguasai bumi. 
  9. Bebaturan: palinggih Bhatara Baruna dengan Bhiseka Lebuh, yaitu sakti Bhatara Wisnu, kekuatan Ida Sanghyang Widhi Wasa dalam menguasai lautan. 
  10. Bebaturan: palinggih Bhatara Indra dengan Bhiseka Luhuring Akasa, yaitu sakti Bhatara Brahma, kekuatan Ida Sanghyang Widhi Wasa dalam menguasai angkasa. 
  11. Gedong Limas: palinggih Bhatara Raja Dewata dengan Bhiseka Dewa Hyang atau Hyang Kompiang, yaitu stana para leluhur di bawah Bethara Kawitan yang sudah suci. 
  12. Pengapit Lawang (dua buah di kiri-kanan Pamedal Agung): palinggih Bhatara Kala dengan Bhiseka Jaga-Jaga, yaitu putra Bhatara Siwa yang bertugas sebagai pecalang. 
  13. Balai Pengaruman: palinggih Bhatara-Bhatari semua ketika dihaturi Piodalan atau ayaban jangkep (harum-haruman). Sering juga disebut sebagai Balai Piasan (Pahyasan) karena ketika dilinggihkan di sini, Pralingga-pralingga sudah dihias.
Di beberapa Sanggah Pamrajan sering dijumpai beberapa Gedong Limas kecil-kecil yang merupakan palinggih tambahan. Menurut sejarah para leluhur terdahulu yang kebanyakan didirikan untuk menyatakan terima kasih dan bhakti, misalnya ketika sakit memohon penyembuhan dari Ida Bhatara di Pulaki; setelah sembuh lalu mendirikan pengayatan Beliau di Sanggah Pamrajan, demikian selanjutnya berkembang dengan berbagai kejadian, sampai akhirnya ada yang mencapai jumlah puluhan palinggih.

Palinggih pokok yang ada di Sanggah Pamrajan antara 9 buah atau 11 buah seperti yang disebutkan di atas. Jumlah, jenis, dan letak palinggih-palinggih di masing-masing Sanggah Pamrajan tidak pernah sama karena masing-masing menuruti sejarah leluhurnya.

Pengelompokan Sanggah Pamrajan berbeda-beda; ada yang memecah menjadi tiga kelompok, yaitu: Kawitan, Sanggah Pamrajan, dan Dewa Hyang dengan batas tembok panjengker, bahkan dengan hari Piodalan dan Pamangku yang berbeda-beda.

Membangun Pura dengan Kesadaran Mendasar

Menyukuri kesejahteraan karunia Hyang Widhi, dibangunlah pura sebagai tempat pemujaan dalam manifestasinya, spirit geginan dan roh leluhur yang diharapkan menyatu dengan-Nya untuk kerahayuan jagat. Pembangunan tempat pemujaan berkembang dari seonggok batu untuk panjatan memuja yang di langit, meru bayangan gunung, padma kemanunggalan dan kini penampilan jamak semarak dengan kemanjaan teknologi.

Kesadaran mendasar dalam membangun pura memang seharusnya melestarikan landasan konseptualnya. Peranan dinas, instansi yang mengambil alih peran krama, dengan pengalihan hak atas bukti pura dan kebijakan meniadakan prosesi pratima yang ditinggal krama yang tidak lagi ngayah kini tanpa karang ayahan, merupakan gejala kesadaran palsu yang terjadi dalam beberapa kasus.

Proses Membangun Pura

Berawal dari nyanggra pengempon, pengemong dan penyiwi, dilanjutkan dengan nyanyan dialog ritual dengan sesuhunan yang distanakan di pura yang dibangun. Tujuannya, untuk mendapatkan kesepakatan atas kesepahaman sekala-niskala apa dan bagaimana membangun pura. Kemudian dengan penetapan program dan penjadwalannya sesuai subadewasa dilakukan nyikut, ngruak karang dan nyangga ngurip gegulak, ngadegang sanggar wiswakarma. Keberadaan gegulak dipandang sebagai acuan hidup modul pendimensian, setelah melalui ritus pengurip dan pengaci, nantinya wajib di-pralina setelah bangunan selesai di-plaspas. Dengan penjiwaan sejak awal, keseimbangan atma, angga lan khaya wewangunan dapat terwujud.
Selanjutnya ngelakar sesuai keperluan dan ketentuan penggunaan bahan untuk bangunan pura yang masing-masing peruntukannya (parahyangan, pawongan, palemahan) ada ketentuan jenis kayunya. Di mana dan bagaimana mendapatkannya, melalui permakluman atau permohonan di ulun tegal yang mewilayahi. Pantangan kayu tumbuh di sempadan sungai, setra, di batas, rebah tersangkut, melintang jalan, tunggak wareng dan lainnya wajib ditaati sebagai suatu keyakinan.

Pekerjaan komponen konstruksi dilakukan di jaba sisi pura atau di suatu tempat yang wajar. Pelaku tukang wajib menaati tata cara kramaning tukang sesuai ketentuan dan arahan undagi manggalaning wewangunan. Dalam proses pengerjaan, setiap tahap tertentu melalui ritus upakara yang dipimpin undagi, tan keneng cuntaka, namun wajib menaati brata ke-undagi-an. Dalam menjalankan profesinya, undagi atas nama (ngelinggihang) Hyang Wiswakarma. Keberadaannya serentak menyandang kapican, kawikon dan katakson, bagi undagi yang telah menjalani prosesnya sesuai ketentuan tatwa, jnana dan upakara.
Bahan bangunan, tukang dan pekerja mengutamakan dari wilayah sekitar. Peranan teknologi bukan hal yang ditabukan. Menghindari pelaksanaan sistem tender yang sulit dipertanggungjawabkan secara kualitas, legalitas ritual maupun proses penjiwaannya. Dengan diabaikannya filsafat, konseptual dan tatwa acuan tata cara membangun pura, sulit diharapkan unsur penjiwaannya sehingga megah maraknya bangunan pura yang kini diwacanakan sebagai kehampaan tanpa taksu karismatis.

Pemugaran Pura-pura kuno yang menggusur katakson-nya batu-batu nunggul megalitikum, mengembangkan belasan pelinggih sepertinya mengalami kemunduran monis yang dikembalikan ke polis. Memang berpeluang untuk tampil megah meriah di kulit luar, namun hampa tanpa magis power yang menjiwai.

Pembangunan pura tanpa pedoman Jajar Kemiri, tanpa acuan gegulak modul dimensi, cenderung tampil sebagai bangunan rekreasi berlanskap buatan berornamen mengada-ada.

Pekerjaan Konstruksi

Setelah nyanggra, nyanjan, nyikut dan nglakar, pekerjaan konstruksi dilanjutkan dengan ngaug, ngakit dan ngasren yang diakhiri dengan ngurip/melaspas dan ngenteg linggih dengan rangkaiannya sesuai tingkatan, runut dan runtutannya yang rumit. Peranan undagi dari tahap 1 s.d. 8 dalam satu paket: atma, angga, khaya seutuhnya sesuai ketentuan khusus Jajar Kemiri yang sulit dipahami profesi lain.

Kemudian ngenteg linggih berdasarkan tegak wali manut tengeran, sasih atau wewaran (solar, lunar atau galaxy system). Pelaksanaannya sesuai ketentuan dudonan upacara dengan upakara dan pamuput-nya masing-masing. Peranan undagi dalam rangkaian yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat ini, sebatas pengamatan uji fungsi apakah semua unit, bagian dan komponen sudah berfungsi sesuai dengan hakikat akidah ruang ritual yang direncanakan.

Pekerjaan konstruksi ngaug sunduk saat posisi matahari di mana bayangan garis atas lubang depan berimpit dengan garis bawah lubang belakang adalah saat tepat yang ditetapkan. Posisi ngaug betaka beti meru, pancung ngakit atap limasan nasarin dan mendem pedagingan adalah ritus-ritus yang diyakini sebagai penjiwaan yang mampu mengantisipai ancaman bencana gempa, petir dan badai angin ngelinus puting beliung. Dengan kemampuan tahan bencana menjadikan karisma taksu suatu bangunan semakin diyakini keunggulan kebenarannya yang memang terbukti dalam kajian arsitektural tradisional.
Ngasren wewangunan (pekerjaan finishing) tidak dibenarkan dengan menghilangkan sifat-sifat fisis, chemis dan karakter estetika bahan alami yang membawa keindahan alami kodrati. Pewarnaan justru merusak di saat usangnya yang semakin parah manakala perawatan diabaikan.

Ngurip Wewangunan

Prosesnya sejak awal, ngruak karang alih fungsi dari karang tegal menjadi karang wawangunan atau mandala pura. Ukuran pekarangan dengan pengurip asta musti, ukuran halaman dengan pengurip tampak ngandang, ukurang bangunan dengan pengurip nyari, guli, guli madu, useran jari, dan bagian-bagian dari modul dimensi tiang. Tata letak dengan urip pengider, urip perwujudan, pengurip perwujudan, pengurip gegulak, urip dina wawaran dan urip pengurip-urip pemakuh. Makna pengurip wewangunan saat melaspas adalah menghidupkan dengan penjiwaan sebagai bangunan sesuai namanya.

Bahan-bahan bangunan telah dimatikan saat pengadaannya menjadi bahan bangunan. Saat upacara melaspas, jiwanya dikembalikan ke asalnya masing-masing. Dilakukan upacara peleburan dan dihidupkan (ngurip) dengan fungsi baru yang namanya bangunan. Bangunan inilah yang kemudian diproses penjiwaannya sebagai suatu kelahiran ke bumi dengan upakara sebagaimana layaknya suatu kelahiran dan kehidupan. Upacara ngulihin karang adalah suatu upakara semacam dikawinkan antara bangunan dengan pemilik-pemakainya.

TATA CARA MEMASUKI PURA DAN SANGGAH PAMRAJAN

Pura dan Sanggah Pamrajan adalah tempat suci oleh karena itu maka sebelum masuk hendaknya diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
  1. Bersih lahir bathin; lahir: sudah mandi, pakaian bersih dengan tata cara pakaian yang wajar untuk bersembahyang; bathin: pikiran yang hening, tenang, tentram dan siap memusatkan pikiran untuk berbakti kepada Yang Maha Kuasa.
  2. Tidak dalam keadaan cuntaka, kecuali kematian dan perkawinan, boleh masuk ke Sanggah Pamrajan keluarga sendiri.
  3. Bayi yang belum diupacarai tiga bulanan tidak boleh masuk karena masih “leteh”.
  4. Wanita yang rambutnya diurai (“megambahan”) tidak boleh masuk karena rambut yang diurai menyiratkan: keasmaraan (birahi), marah, sedih, dan mempelajari ilmu hitam.
  5. Ibu yang sedang menyusui bayi boleh masuk dengan syarat tidak boleh menyusui bayi di dalam (jeroan) karena air susu Ibu yang menetes akan “ngeletehin” Pura dan Sanggah Pamrajan, di samping itu dipandang tidak sopan mengeluarkan buah dada.
  6. Mereka yang sedang sakit, baik sakit badan maupun sakit ingatan, atau yang terluka tidak boleh masuk karena dapat ngeletehin.
  7. Tidak dalam keadaan mabuk atau “fly”
Pintu/ Pemedal dibuat sempit, cukup untuk satu atau dua orang berbarengan, maksudnya agar masuk ke dalam Pura dan Sanggah Pamrajan secara tertib tidak terburu-buru. Setelah berada di dalam Pura dan Sanggah Pamrajan tata tertib yang perlu diperhatikan antara lain:
  1. Tidak melakukan perbuatan yang dapat mengganggu ketentraman bersembahyang.
  2. Tidak makan/ minum berlebih-lebihan
  3. Tidak membuang kotoran
  4. Tidak bertengkar/ berkelahi
  5. Tidak berbicara keras/ memaki, memfitnah atau membicarakan keburukan orang lain.
  6. Tidak bersedih, menangis/ meratap.

FUNGSI PURA DAN SANGGAH PAMRAJAN

Selain sebagai tempat suci untuk bersembahyang, fungsi Pura dan Sanggah Pamrajan berkembang menjadi beberapa fungsi ikutan, yaitu:
  1. Pemelihara persatuan; di saat Odalan, semua warga dan sanak keluarga berkumpul saling melepas rindu karena bertempat tinggal jauh dan jarang bertemu namun merasa dekat di hati karena masih dalam satu garis keturunan.
  2. Pemelihara dan pembina kebudayaan; di saat Odalan dipentaskan tari-tarian sakral, kidung-kidung pemujaan Dewa, tabuh gambelan, wayang, dll.
  3. Pendorong pengembangan pendidikan di bidang agama, adat, dan etika/susila; ketika mempersiapkan Upacara Odalan, ada kegiatan gotong royong membuat tetaring, menghias palinggih, majejahitan, mebat, dll.
  4. Pengembangan kemampuan berorganisasi; membentuk panitia pemugaran, panitia piodalan, dll. Pendorong kegiatan sosial; dengan mengumpulkan dana punia untuk tujuan sosial baik bagi membantu anggota keluarga sendiri, maupun orang lain.

ODALAN

Odalan berasal dari kata “Wedal” atau lahir; hari Odalan = hari wedal = hari lahir = hari di-stanakannya Ida Bethara di Pura dan Sanggah Pamrajan. Yang menjadi patokan adalah hari upacara Ngenteg Linggih yang pertama kali.

Istilah lain yang digunakan untuk hari Odalan adalah hari: Petirtaan (karena di saat itu kepada Ida Bethara disiratkan tirta pebersihan dan dimohonkan tirta wangsuhpada), Petoyaan (sama dengan Petirtaan), Pujawali (karena di saat itu diadakan pemujaan “wali” = kembali di hari kelahiran = wedal).
Hari-hari menurut pawukon yang digunakan sebagai hari odalan (enam bulan sekali) adalah:
  • Buda Kliwon: Sinta, Gumbreg, Dungulan, Pahang, Matal, Ugu
  • Tumpek: Landep, Wariga, Kuningan, Krulut, Uye, Wayang.
  • Buda Wage: Ukir, Warigadean, Langkir, Merakih, Menail, Klawu
  • Anggarakasih: Kulantir, Julungwangi, Medangsia, Tambir, Prangbakat, Dukut.
  • Saniscara Umanis: Tolu, Sungsang, Pujut, Medangkungan, Bala, Watugunung.
Susunan upacara Ngaturang Piodalan adalah sbb.:
  1. Mapiuning di Sanggah Pamrajan bahwa akan ngaturang Piodalan
  2. Macaru, bersamaan dengan Newasain/ Nanceb tetaring
  3. Nuwur tirta ke Pura-Pura lain menurut tradisi
  4. Nedunang pratima-pratima Ida Bethara
  5. Mamendak Ida Bethara
  6. Makalahias
  7. Ngewangsuh dan masucian
  8. Ngadegang Ida Bethara
  9. Ngaturang Piodalan, pemuspaan
  10. Nyineb Ida Bethara
  11. Masidakarya
  12. Makebat don

TATA CARA DAN UPACARA MEMUGAR PURA DAN SANGGAH PAMERAJAN 

Tahap membongkar bangunan lama dan meletakkan batu pertama:
  1. Mareresik
  2. Mapiuning
  3. Macaru Pancasata
  4. Ngadegang Ida Bethara di Daksina linggih
  5. Maguru Piduka
  6. Mlaspas dan masupati batu papendeman
  7. Masupati trisarana (takir berisi: kalpika, beras, jinah)
  8. Ngingsirang Daksina linggih ketempat darurat (asagan)
  9. Mralina palinggih-palinggih lama yang akan dibongkar
  10. Ngereruak pondamen palinggih-palinggih lama
  11. Mendem batu papendeman, takir caru, dan takir trisarana
  12. Persembahyangan

MLASPAS

Mlaspas asal kata dari “paspas” artinya membersihkan atau membuang yang tidak perlu; di sini dimaksudkan bahwa bahan-bahan yang digunakan sebagai palinggih: batu, pasir, semen, besi, kayu sudah ditingkatkan statusnya, tidak lagi bernama demikian, tetapi sudah menjadi satu kesatuan dengan nama palinggih.
Sebelum upacara mlaspas, untuk bangunan baru, diadakan upacara:
  1. Memangguh: asal kata: “pangguh” = menemukan tanah baru yang sesuai.
  2. Memirak: asal kata: “pirak” = nebus-menebus di niskala kepada Sedahan Karang/ Carik pemilik tanah pekarangan semula.
  3. Nyikut karang: mengukur panjang/ lebar karang yang akan digunakan sebagai lokasi pelinggih dengan berpedoman pada asta bumi dan asta kosala-kosali.
  4. Macaru asal kata dari “car” = harmonis, yaitu menciptakan keharmonisan antara Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit sesuai dengan konsep Tri-Hita-Karana (tiga penyebab kesempurnaan)
  5. Ngararuwak asal kata “wak” = membuka, yaitu membongkar tanah untuk pondasi
  6. Mendem dasar dengan batu tiga warna (merah merajah “Ang”=Brahma, hitam merajah “Ung”= Wisnu, putih merajah “Mang”=Siwa)
  7. Mamakuh asal kata “bakuh” = kuat; mengokohkan pondamen, bangunan lanjutan, sendi-sendi, paku-paku, atap dll.
  8. Ngurip asal kata “urip” = hidup; menghidupkan bangunan dengan mohon restu Ida Sanghyang Widhi Wasa dalam wujudnya sebagai Brahma (tetoreh warna merah – di atas), Siwa (tetoreh warna putih – di tengah), dan Wisnu (tetoreh warna hitam – di bawah).
  9. Mendem pedagingan; asal kata “daging” = isi = jiwa bagi palinggih, yaitu Pancadatu, bersamaan dengan memasang Orti, asal kata orta = berita, mengandung simbol agar karya di Sanggah Pamrajan menjadi berita seketurunan, dan memasang Palakerti, asal kata Pala = pahala, Kerti = perbuatan, mengandung simbol buah perbuatan yang patut menjadi contoh bagi keturunan berikutnya. Selanjutnya memasang Bagia, asal kata bagia = landuh = makmur, mengandung simbol mohon kemakmuran kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa. Pada waktu mendem pedagingan semua keluarga agar menyiapkan takir berisi: kalpika, bija, jinah sesari dengan maksud agar dikaruniai umur panjang (kalpika), kemakmuran (bija) dan hasil kerja yang baik (sesari).
  10. Memasang ulap-ulap; asal kata ulap = panggil. Simbol ulap-ulap maksudnya memohon kehadiran Ida Bethara agar berstana di palinggih yang sudah disiapkan.
  11. Setelah itu barulah dilaksanakan upacara melaspas, dan seterusnya Ngenteg Linggih.

MANUT LONTAR JAJAR KAMIRI

Santunggil karang paumahan patut pisan nangiang pelinggih mekadi mrajan, mrajan punika anggen penghayatan nunas kerahajengan sekala niskala, majeng Leluhur sami mwah Bhatara-Bhatari saha penghayatan Kahyangan.

  1. Genah Mrajan, ring huluning/ Luanan Pekarangan, Utamanipun ring Kaja Kangin, Kangin,                  Kaja, Kaja Kauh Pekarangan.
  1. Yening Mamondok/genah mesayuban, ngerereh pekaryan, cukup ngangge penghayatan sekadi             turus lumbung, Padmasari, Pelangkiran, yening jumenek suwe, patut mekarya Mrajan                           sanistane:

TRI LINGGA: ( Sareng 1 KK )

  1. Rong Tiga ( Kamulan )
  2. Taksu
  3. Pangrurah

PANCA LINGGA: (Sareng 20 KK ) MADHYA

  1. Rong Tiga ( Kamulan )
  2. Taksu
  3. Pangrurah
  4. Gedong Sari
  5. Peliksari

SAPTA LINGGA:( Sareng 40 KK ) UTAMA

  1. Rong Tiga ( Kamulan )
  2. Taksu
  3. Pangrurah
  4. Gedong Sari
  5. Peliksari
  6. Gedong Catu
  7. Manjangan Salwang

            EKA DASA LINGGA:( Sareng 100 KK ) UTAMANING UTAMA

  1. Rong Tiga ( Kamulan )
  2. Taksu
  3. Pangrurah
  4. Gedong Sari
  5. Peliksari
  6. Gedong Catu
  7. Manjangan Salwang
  8. Pesaren
  9. Limas Sari
  10. Padma
  11. Tugu

Tiyosan pelinggih ring Mrajan, taler wenten malih pelinggih, Minakadi:

  1. PADMA SARI:

            Ring Huloning Pekarangan, Ngayat Surya lan Sang Hyang Tiga Wisesa

Yening Karang Gerah / Panes

  1. SEDAHAN KARANG/ PENUNGGU KARANG:

            Ring bucuning Kaja Kawuh pekarangan utawi ring arepan Mrajan

Pelinggih Sedahan Karang Gedong Mekereb.

  1. PELINGGIH INDRA BALAKA

Yening umah naenin kepanesan, tomplok rurung, namping peteluan/pempatan, namping bale               banjar, namping pura, setra, lan naenin salah pati, kesander kilap, katunuan. patut keadegang               pelinggih Indra Balaka marupa Padma Andap,

genahnya ring uluning  pekarangan utawi ring sisi pekarangan, utawi genah penumbakan                   jalan.

  1. PELINGGIH PENGHAYATAN 

– Penghayatan Kawitan

- Penghayatan Kahyangan

– Penghayatan Taksu Dalang, Undagi, taler sane tiyosan

  1. PALINGGIH TUMBAK MANUT PITUDUH 


Kamis, 28 Januari 2021

Pustaka Kaputusan Aji Pangleyakan Palugran Ida Bhatara Hyang Sinuhun Siwa Putra Parama Daksa Manuaba.

Pustaka Kaputusan Aji Pangleyakan Palugran Ida Bhatara Hyang Sinuhun Siwa Putra Parama Daksa Manuaba. 


Pustaka ini menunjukkan tentang cara orang nglekas sesuai dengan ilmu yang dipakainya. Demikian misalnya, kalau orang nglekas pakai Pustaka Kaputusan Aji Pangleyakan Palugran Ida Bhatara Hyang Sinuhun Siwa Putra Parama Daksa Manuaba, ia memerlukan peralatan ritual atau sesajen, antara lain sebuah nasi tumpeng berwarna hitam, seekor ayam panggang berbulu hitam, sebelas buah canang gantal, canang lengawangi, canang buratwangi, pasepan, dan tempat meletakkan sesajen, yakni sanggah cucuk.

Ritual tersebut dilakukan di kuburan, yakni pada bagian kuburan yang biasanya dipakai tempat membakar mayat yang disebut pangluangan. Ritual dilakukan pada saat tengah malam. Pada saat melaksanakan ritual orang harus menghadap ke sanggah cucuk, sambil mengucapkan mantra sebagai berikut :

Mantra Kaputusan Aji Pangleyakan Palugran Ida Bhatara Hyang Sinuhun Siwa Putra Parama Daksa Manuaba, sebagai berikut:

HIDEP AKU SANGHYANG MAYA MAHIRENG. MELANG-MELANG KADI INDIT. WIJIL GENI MAHIRENG RING WUWUNANKU. DUMILAH KADI TATHIT. MANGEDEG AKU MAREP WETAN. MANEMBAH KI LEYAK PUTIH RING AKU, MANGADEG AKU MAREP KIDUL, MANEMBAH KI LEYAK ABANG RING AKU. MANGADEG AKU MAREP KULON, MANEMBAH KI LEYAK KUNING RING AKU.
MANGADEG AKU MAREP LOR, MANEMBAH KI LEYAK HIRENG RING AKU.
GURUN TA MAGURU RING AKU. APAN AKU SANGHYANG KUNDHI MANIK
MAHIRENG. MANGADEG AKU TAN PATALAPAKAN. MIBER AKU TAN PAHELAR. TAN HANA JURANG, TAN HANA PNGKUNG, TEKA ASAH, ASAH, ASAH. AKU ANGADEG TENGAH ING TAN HANA. SARWA DETYA, DANAWA, RAKSASA, SARWA DEWA, WIDYADARA-WIDYADARI, RUMANGSUK RING AWAK SARIRANKU, AKU ANGRANGSUK SARWA AENG, SARWA GALAK. SINGHA RING TANGANKU TENGEN.
BARONG RING TANGANKU KIWA. GARUDA RING AREPKU. NAGA RING
WUNGKURKU SING ANELENG AWAK SASIRANKU PADA NGEB. TEKA NGEB SIREP KUKUL DUNGKUL KE SATRU MUSUHKU KABEH. KUMATAP-KUMITIP NGEB. SING MATANGAN, MASOCA. MAKARNA, MAHIRUNG, MACANGKEM, PADA NGEB.
TAN KWASA NGUCAP-UCAP AWAK SAIRANKU. PAMEDHI NGEB. PANUNGGUN KARANG NGEB. TONYAN MARGA NGEB. ASU NGEB. SING MARA PADA BEGA. MANAK I CILI MANANDAN. SAKTI KAMAJAYA. MARGA KITA RING GAGELANG, MULIH NGAMBAH KABETEN LANGKANGANE. SIREP BUNGKEM SASTRU MUSUHKU WONG KABEH. TAN KWASA NGUCAP -UCAP AWAK SARIRANKU. POMA, POMA, POMA.

Dengan melakukan ritual tersebut seseorang bisa menjadi leyak. Wujudnya tercermin dari isi mantra yang diucapkan, sebab mantra tersebut berisi gambarran tentang wujud leyak yang diinginkannya. Sesuai dengan isi mantra itu, maka wujud leyak dari Kaputusan Aji Pangleyakan Palugran Ida Bhatara Hyang Sinuhun Siwa Putra Parama Daksa Manuaba adalah manusia berwajah angker dan galak.

Ia mampu berdiri tanpa menyentuh tanah dan mampu terbang tanpa sayap, serta tidak ada lembah dan bukit yang sanggup enghalanginya. Kepalanya mengeluarkan api hitam yang disertai oleh percikan-percikan api laksana kilat. Apabila ia berdiri menghadap ke timur, leyak yang mengeluarkan api putih akan menyembah, bila ia berdiri menghadap ke selatan, semua leyak yang mengeluarkan api merah akan menyembah, bila ia berdiri menghadap ke barat, semua leyak yang mengeluarkan api kuning akan menyembah, dan kalau ia menghadap ke utara, semua leyak yang mengeluarkan api hitam akan menyembah. Semua leyak takut dan berguru kepadanya. Raksasa, bidadari, dan dewa takut kepadanya.

Semua mahkluk hidup yang bertangan, bermata, bertelinga, berhidung dan bermulut merasa ketakutan dan tidur lelap karena terpengaruh oleh ilmu sihirnya. Anjing yang suka menggonggong di malam hari juga akan tertidur pulas. Apabila ada orang yang memergokinya, maka dia akan bungkam dan tidak bisa bergerak karena tidak memiliki tenaga. Dengan demikian leyak tersebut akan dapat dengan mudah melakukan aksinya.


#tubaba@griyangbang//ipil-ipil pustaka paninggalan#

Rabu, 27 Januari 2021

"Puja Bhakti Semesta Raya Purnama Kawulu Ring Pura Kahyangan Dharma Smrti"

"Puja Bhakti Semesta Raya Purnama Kawulu Ring Pura Kahyangan Dharma Smrti" 
Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba,  S.S., M.Pd


Kini semakin banyak orang-orang mencari jati diri.. Bahkan diantaranya kelihatan sibuk.. bingung memilah-milah keyakinan dari apa yang ragu mereka untuk yakini.. Keyakinan yang terlahir dari sebuah tafsir.. seolah dirinyalah kebenaran..! 

Sungguhlah sangat disayangkan.. Jika keyakinan akan kebesaran Tuhan.. tega untuk dikecilkan hanya oleh sudut pandang hati yang sempit.. Adat dipandang hanya sebagai sebuah aturan-aturan.. Budaya hanya dipandang sebagai sebuah warisan.. dan Agama dipahami hanya sebagai sebuah ajaran tentang cinta kasih, kebaikan dan kebenaran... yang tidak saling terkait satu sama lainnya.. 

eHmm.........
Jika demikian adanya.. itu artinya.. maaf, bukan saja sempit.. namun dangkal.. teramat dangkal...! 

Keyakinan adalah nurani.. 
Bhakti atas pemberi kuasa kehidupan.. 
Keyakinan membuka jalan bagi ruang-ruang hati untuk memahami.. 
Kuasa Tuhan pada Semesta Raya..! 
Kehidupan bukanlah hanya milikmu.. bukan pula hanya untuk hewan dan juga tumbuhan saja.. 

Keyakinan adalah kehidupan atas kuasaNya pada Alam Semesta Raya... 
Matahari.. Bulan.. Bintang.. Bumi dan segala-galanya.. Kalian.. Mereka dan Aku..! 

Maka dari itu.. sesungguhnya keyakinan adalah jalan pujabakti pada semesta raya.. bukan pada ajarannya semata..! 

Tak ada cara yang lebih baik dari apa yang kalian yakini.. tapi tidak juga yang lainnya berarti salah atas cara apa yang dipilihnya...! 

Memuja kebesaranNya.. adalah memujaNya atas seisi alam raya jagat semesta.. dengan satu keyakinan jalan kebenaran, Dharma.. 
Om Rahajeng Bulan Purnama Kewulu.. Svaha..! 

#tubaba@griyangbang#


Minggu, 24 Januari 2021

Membangkitkan/Meningkatkan Frekwensi Energi Terbesar Dalam Tubuh dengan Meditasi Tatalungguh Pinandita Wiwa

Membangkitkan/Meningkatkan Frekwensi Energi Terbesar Dalam Tubuh dengan Meditasi Tatalungguh Pinandita Wiwa
Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S., M.Pd


Jika Anda ingin sehat jasmani dan rohani, meditasi Tatalungguh Pinandita Wiwa bisa menjadi solusi. Salah satunya melakukan meditasi kundalini. Tak seperti vipassana, zen, metta, dan berbagai jenis meditasi lainnya, Tatalungguh Pinandita Wiwa berusaha membangkitkan energi terbesar dari dalam diri yang diyakini bersumber dari tulang belakang.

Kekuatan yang dihasilkan dari meditasi Tatalungguh Pinandita Wiwa mampu melepaskan sebanyak tujuh chakra pada tubuh dan chakra Sahasrara alias energi tertinggi yang berada di atas kepala. Dengan membangkitkan energi tersebut mampu membersihkan sistem tubuh dari segala gangguan pada mental, spiritual, dan fisik.

Pada dasarnya, setiap orang memiliki energi yang besar. Untuk membangkitkan, menerima, dan menggunakannya, diperlukan konsentrasi tinggi untuk kesiapan tubuh, pikiran, dan emosi. Tanpa pengendalian yang baik, tak hanya sulit diperoleh, energi dalam tubuh justru berbahaya jika tidak diterima dengan sempurna.


Tatalungguh Pinandita Wiwa, Yoga atau Meditasi?


Berkebalikan dengan yoga yang mengutamakan keaktifan fisik, kundalini berusaha mencapai keheningan sebagai kekuatan terbesar, melampaui kebisingan dan gerakan.

Sebenarnya meditasi Tatalungguh Pinandita Wiwa merupakan bagian dari aktivitas yoga. Dengan teknik pernapasan seperti pada yoga, energi kundalini dialirkan untuk keseimbangan sistem tubuh, termasuk saraf, kardiovaskular, serta pencernaan. Dengan aliran energi yang lancar, sistem tubuh bekerja efisien sehingga pikiran menjadi damai.

Berbeda dengan meditasi yang cenderung mendalami aspek mental dan spiritual, yoga mengutamakan gerakan, postur tubuh, serta pengendalian pernapasan. Menggarisbawahi pentingnya konsentrasi dan pendalaman spiritual baik pada yoga atau meditasi Tatalungguh Pinandita Wiwa digolongkan sebagai aktivitas meditasi sekaligus yoga. Selain itu, sebagaimana pada yoga, meditasi Tatalungguh Pinandita Wiwa membutuhkan kesiapan fisik dan pengendalian pernapasan untuk melepas energi.

Hal yang paling membedakan Tatalungguh Pinandita Wiwa sebagai yoga dan meditasi adalah unsur keheningan. Berkebalikan dengan yoga yang mengutamakan keaktifan fisik, meditasi kundalini berusaha mencapai keheningan (absolute stillness) sebagai kekuatan terbesar, melampaui kebisingan dan gerakan.


Tatalungguh Pinandita Wiwa Berkomunikasi dengan Tubuh Sendiri melalui Mantra

Meditasi Tatalungguh Pinandita Wiwa memerlukan dua komponen dasar, yakni penggunaan suara dan pengendalian pernapasan. Dalam meditasi, suara seperti kata-kata beritme berfungsi mempertahankan konsentrasi.

Terdapat mantra khusus sebagai suara dalam meditasi Tatalungguh Pinandita Wiwa, yakni 'Sat Nam'. Sat berarti kebenaran (truth) dan Nam berarti identitas (identity). Meditasi Tatalungguh Pinandita Wiwa memaknai 'Sat Nam' sebagai mantra untuk memanggil jiwa diri yang 'sesungguhnya', tak lain untuk menghidupkan energi dari dasar tulang belakang.

Baik diucapkan dalam hati, berbisik, atau dengan keras, mantra diyakini memengaruhi kerja otak, keseimbangan hormon, serta kestabilan emosi. Itulah alasannya mantra kerap dilafalkan baik ketika bermeditasi atau ketika beraktivitas sehari-hari.

Sebagaimana pada yoga, pernapasan atau pranayam menjadi kunci kelancaran Tatalungguh Pinandita Wiwa. Sebab ritme pernapasan memengaruhi suasana hati, energi, serta meningkatkan konsentrasi. Maka itu, diperlukan teknik bernapas yang baik untuk mencapai keberhasilan meditasi Tatalungguh Pinandita Wiwa.


Melakukan Meditasi Tatalungguh Pinandita Wiwa di Rumah
Sebagaimana teknik jenis meditasi lainnya, Tatalungguh Pinandita Wiwa memerlukan konsentrasi tinggi. Meski terlihat sepele, nyatanya bukan hal mudah yang dilakukan untuk para pemula. Tak heran, kerap dibuka kelas khusus untuk meningkatkan fleksibilitas tulang belakang sebagai kunci Tatalungguh Pinandita Wiwa. Walau begitu, bukan berarti tak bisa mencoba meditasi kundalini sendiri di rumah.

Langkah pertama membangkitkan energi dengan Tatalungguh Pinandita Wiwa adalah mempersiapkan pikiran, tak lain untuk membangun konsentrasi. Memang diperlukan kesabaran tinggi untuk mendalami pikiran. Untuk itu, pastikan Anda melakukan Tatalungguh Pinandita Wiwa dalam situasi dan tempat paling nyaman.

Kedua, postur tubuh yang baik. Walau tak mengedepankan aktivitas tubuh sebagaimana pada meditasi Tatalungguh Pinandita Wiwa memerlukan postur tubuh baik untuk kelancaran energi. Misalnya, dengan duduk tegak agar energi dari dasar tulang belakang teralirkan dengan lancar.

Ketiga, teknik pernapasan, yakni dengan keteraturan pola menarik dan membuang napas. Keempat, gerakan-gerakan tubuh sederhana untuk mempertahankan konsentrasi dan mendalami meditasi, seperti menggerakkan pinggul melalui petanganan secara pelan.

Terakhir, gunakan mantra ajaib. Selain menangkal distraksi, pengucapan mantra dengan ritme membantu Anda mengendalikan pernapasan dalam bermeditasi. Tidak selalu menggunakan Sat Nam, gunakan mantra atau kata lain apa saja yang bisa membantu untuk fokus.

#tubaba@griyang bang//Siap mencoba membangkitkan energi terbesar tubuh dengan Tatalungguh Pinandita Wiwa#

Ngasti wedhana (mengupakarakan tulang) atau Ngereka Tulang Pengabenan (Abu Galih Sawa)

Ngasti wedhana (mengupakarakan tulang) atau Ngereka Tulang Pengabenan (Abu Galih Sawa)
Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S,. M.Pd


Ngasti wedhana (mengupakarakan tulang) atau Ngereka Tulang Pengabenan (Abu Galih Sawa) adalah prosesi setelah pembakaran atau kremasi jenazah selesai dilakukan terhadap abu sisa - sisa tulangnya yang bertujuan untuk membentuk puspa lingga yang identik badan fisik manusia.


Ngasti wedhana (mengupakarakan tulang), Ngereka Tulang Pengabenan (Abu Galih Sawa), terdiri dari:

1. Memungut galih (tulang)

Setelah adegan atau jenasah selesai
dibakar, arangnya ditutupi pelepah daun pinang (papah buah) yang daunnya sudah
disurat bergambar “Cakra”. Kemudian disiram dengan Toya Pemanah. Selanjutnya arang tulang diambil satu persatu mempergunakan sepit.

Pekerjaan ini disebut “inupit” dan nyumput areng.


2. Ngereka Galih (mewujudkan) 

Bagian galih yang kasar yang telah disumpit direka dengan kwangen pangrekan. Disusuni dengan sekar sinom, canang wangi, didampingi pakaian baru setumpuk dan tigasan putih kuning. Setelah diperciki tirtha pemuput dari Ida Sinuhun Siwa Putri Parama Daksa Manuaba, diperciki dari bawah ke atas, (Upeti) lalu diganti dengan memerciki dari atas ke bawah (sthiti), seolah-olah orang yang mati hidup lagi dalam bentuk yang lebih halus. Setelah itu dimantra kembali untuk dipralina dengan memerciki tirtha.  Kemudian galih-galih itu disumpit lagi bagian atas, tengah dan bawah serta ditaruh  pada sebuah “Senden”. Setelah terkumpul disirati air kumkuman 3x, ditaburi sekarura 3x juga disertai mantra-mantra.

3. Nguyeg (menggilas) 

Nguyeg (menggilas) galih yang telah terkumpul pada senden setelah diisi wangi-wangian, lalu digilas (uyeg). Alat penggilasnya adalah tebu ratu. Pekerjaan ini dilakukan pada bale Pengastrian.

4. Ngiyas Sukutunggal

Kemudian bagian-bagian yang halus dari galih itu, diambil dengan “sidu” dan dimasukkan pada kelungah nyuh gading yang telah dikasturi. Kalungah Nyuh Gading itu lalu dikasi jalinan bambu berbentuk tri tunggal (segi tiga dengan arah lancipnya kebawah) dihiasi pakaian putih (udeng sekah) dibuatkan prarai dengan kwangen dan dilengkapi dengan hiasan bunga. Sebagai symbol Omkara, lambang kehidupan, yaitu untuk Bayu, Sabda, dan Idep (Tri Premana). Kemudian di perciki tirtha Penglukatan, Biyakala, Durmangala, Prayascita, Pengulapan. 

5. Prosesi Ngelinggihang Atma

Ida Sinuhun Siwa Putri Parama Daksa Manuaba, nguncarang Sapta Ongkara Atma, sambil memberikan Bunga Tunjung, Tirtha dan Bija pada Sukutunggal/Puspa. 

6. Proses Ngaskara 

Jika proses ngaskara dilaksanakan di setra, maka proses pangaskaran itu dilakukan setelah ngelinggihang atma pada sukutunggal dengan membawa (mundut) sukutunggal ke depan Ida Sinuhun Siwa Putri Parama Daksa Manuaba untuk melakukan proses pepetikan dan pemberian tirtha padudusan, kalpika serta sirowista. Selanjutnya sukutunggal/puspa kembali ke bale Pengastrian untuk katur tarpana

7. Narpana

Setelah selesai pangaskaran lalu Ida Sinuhun Siwa Putri Parama Daksa Manuaba memujakan tarpana. Sajen Tarpana terdiri dari: nasi angkep, bubuh pirata, panjang ilang, nasin rare, plok katampil, huter-huter, dengdeng bandeng, dan kasturyan (pesucian), guru, pras, soda panganten putih kuning, daksina, lis (satu soroh eedan). Di sanggar surya dipersembahkan: suci asoroh. Dalam pelaksanaannya dilengkapi dengan: penyeneng, jerimpen, sayut pasang, jajan 4 warna yang dikukus, dan tigasan saaperadeg. Di sanggar surya dipersembahkan suci stu soroh. Upakara di pawedaan (di muka Ida Sinuhun Siwa Putri Parama Daksa Manuaba memuja): suci, pras, daksina, periuk, kuskusan, dan cedok pepek, lis, prayascita, dumanggala sekarura, kwangen pangrekan dan uang kepeng 66 biji serta padudusan alit. 

8. Pebhaktian

Setelah selesai narpana keluarga melakukan persembahyangan kepada puspa. 

9. Ngirim (nganyut)

Setelah selesai sembah dari sanak keluarga, lalu dilanjutkan dengan upacara ngirim (nganyut). Sebelum berangkat sukutunggal/puspa diajak menghadap (tangkilang) pada Ida Sinuhun Siwa Putri Parama Daksa Manuaba, yang disertai pawisik kepada Sang Atma. Setelah selesai memberikan pawisik itu, lalu jempana sebagai pengusungan sekah dan galih yang direka diangkat, lalu mengelilingi pembasmian 3x (mapurwa daksina). Di dalam perjalanan menuju sungai/batu pekiriman atau laut, setiap menjumpai pura sekah dipamitkan dengan sembah. Perjalanan hendaknya diikuti dengan kakawin atau kidung. Setelah samapi di sungai/batu pekiriman atau laut, kain dan perhiasan lainnya diambil.

# Makna berbagai uparengga yang
digunakan adalah:

1.    Penutup pelepah
daun pinang: makna kembalinya ke unsur2 Panca Maha Butha dan penumadiannya
nanti tergantung buah karmanya.

2.    Toya Pemanah
yang dipakai: bukan toya penembak.

3.    Arang diambil dengan cincin mirah: sarana pengentas agar unsur Panca Maha Buthanya cepat kembali ke sumbernya Sang Pencipta. 

* Cincin mirah sebagai simbul kekuatan Siwa. 

* Sepit sebagai simkbul kekuatan Ardha Candra sebagai simbul kekuatan nada.

Setelah selesai. Sang Sulinggih melaksanakan upacara pengiriman, sekah dihanyut.
Sebelumnya dilakukan meprelina dimana sekah tunggal dikelilingkan di Pengesengan
dengan arah prasawya (kekiri) kemudian baru nagkil ke Pemuput (wiku) untuk
memohon restu.

Proses selanjutnya yaitu melarung sisa-sisa tulang yang sudah dimasukkan kedalam Klungah (kelapa muda) dan beberapa sarana upacara Ngaben sungai terdekat (batu pekiriman).


#tubaba@griyangbang#

Pemanah Pura Kahyangan Dharma Smrti

Hana pwa waneh maka ngaran Bhatara Hyang Sinuhun Siwa Putra Parama Daksa Manuaba, pianaka warih Ida Dalem Tangsub, Kapurusan Parama Daksa Manuaba, anak ira Danghyang Pasupati, maprayoga pwa sira ring Pundukdawa, kawekas anama Pura Kahyangan Dharma Smrti.


Sabtu, 23 Januari 2021

Eksiskah Sulinggih Muput Yadnya dengan Video Call?

Eksiskah Sulinggih Muput Yadnya dengan Video Call?

Tattwa mengajarkan tentang esensi, eksistensi, dan aktivitas Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa yang lazimnya disebut brahmawidya atau teologi, ilmu tentang Tuhan.
Susila memberikan pedoman tingkah laku, berupa kewajiban moral untuk mengembangkan sikap arif kepada alam dan berbuat adil kepada sesama makhluk demi kesejahteraan dan kemuliaan semua. 
Acara berisi upacara dan upakara yadnya, yaitu petunjuk pelaksanaan ritual, tata cara melangsungkan, membangun, dan menata hubungan dengan Sang Hyang Widhi Wasa. Kemudian, 
Parisada sebagai organisasi para sulinggih, majelis umat Hindu yang membangun dan menata hubungan umat Hindu dengan pemimpinnya dalam rangka mewujudkan sradha-bhakti (keimanan) bersama serta mengembangkan hubungan harmonis dengan sesama umat Hindu dan umat agama lain.

Walaupun mengetahui dan mengapresiasi keempat unsur pokok agama Hindu ini, tetapi pada kenyatannya dalam keberagamaan umat Hindu sehari-hari, sulinggih lebih dikenal sebagai pemimpin upacara.

Upacara nyurya sewana misalnya, sulinggih melakukannya pada setiap pagi menjelang matahari terbit. Pemujaan Bhatara Siwa dalam manifesitasi Dewi Sawitri dengan Sawitri Mantram sepenuhnya ditujukan untuk :
  • Menjaga kebenaran alam semesta dan merawat kebaikan manusia
  • Kebenaran, berupa prinsip-prinsip hukum alam (palemahan) dan kebaikan, berupa prinsip-prinsip moral (pawongan) memang menjadi landasan untuk mewujudkan :
  • Keindahan dunia
  • Kehidupan umat (parhayangan).
Begitulah sulinggih memenuhi kewajiban moral-religiusitasnya demi keselamatan semesta, menjaga ketenteraman alam dan melindungi kedamaian makhluk.
Kemuliaan sulinggih ini merupakan bentuk apresiasi konsep padma bhuana dalam spirit doa, “Om ano bharadah katsavo yantu visvatah”, semoga pikiran benar datang dari segala penjuru.
Dalam doa ini sekurang-kurangnya mengandung harapan, agar dari arah timur mengalir pengetahuan benar, dari arah selatan memancar perbuatan baik, dari arah barat mengalir hasil perbuatan, dan dari arah utara memancar kekuasaan.

Dari kekuasaan ini muncul
  • kemampuan mengendalikan pikiran, 
  • kemampuan mengontrol perbuatan, dan 
  • kemampuan mengawasi gerak-gerak pikiran, 
  • keselarasan antara pikiran dan perbuatan. 
Inilah kesederhanaan. Kesederhaan sulinggih, ngrastitiang karahyuan jagat, mewujudkan bhuana santih.

Kesederhanaan ini mulai dipertanyakan, bahkan digugat zaman, apalagi zaman kemajuan. Padahal Hindu, baik sebagai agama maupun kebudayaan begitu pula dalam masyarakat Bali, karena itu orang Bali mengalami kesulitan membedakan agama dengan tradisinya.
Malahan banyak antropolog mengatakan bahwa ritus agama Hindu di Bali adalah warisan dari tradisi agraris yang dipermulia dengan tradisi sastra.
Tradisi agraris cenderung menunjukkan karakteristik kolektivistik, sedangkan tradisi sastra memperlihatkan karakteristik estetik dan religius.

Interaksi kedua tradisi ini melahirkan kebudayaan Bali tradisional dengan ciri-ciri :
  • solidaritas, 
  • estetik, dan 
  • religius. 
Interaksi kebudayaan Bali tradisional dengan kebudayaan modern memperlihatkan karakteristik perluasan melalui proses :
  • integrasi
  • adaptif, dan 
  • dialektik. 
Akan tetapi, perluasan, seperti pertumbuhan ekonomi, mobilisasi sosial, dan perluasan kebudayaan ini cenderung memanjakan masyarakat.
  • Perluasan semacam ini, bahkan telah menyebabkan agama Hindu kehilangan pesona. Agama Hindu tidak lagi menjadi inti dari sistem nilai tradisi Bali yang dipraktikkan menjadi sistem norma dan sistem tindakan sosial. 
    • Artinya, agama Hindu tidak lagi menjadi panduan kebenaran, pedoman kebaikan, dan acuan bagi tindakan sosial. Akibatnya, agama Hindu berada pada posisi ambigu.
  • Pada satu sisi modernitas telah membakukan agama Hindu melalui sistematisasi, objektivikasi, dan rasionalisasi. Sebaliknya, pada sisi lain pembakuan agama Hindu telah melemahkan, bahkan menghilangkan nilai-nilai moral dan spiritual.

Ini menegaskan bahwa dalam dunia modern agama Hindu diposisikan sama dan sejajar dengan bidang-bidang kehidupan sekuler lainnya sehingga agama Hindu mengalami redefinisi terus-menerus sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, bahkan selera manusia.

Tidak jauh berbeda dengan modernisasi, bahkan melalui kemajuan
  • teknologi informasi, 
  • komunikasi, dan 
  • transportasi globaliasasi 
telah menyatukan dunia-kehidupan menjadi mono kultur.

Teknologi informasi misalnya, telah melipat dan menyatukan dunia-kehidupan menjadi selebar layar televisi. Malahan telepon seluler mengubah cara berkomunikasi misalnya, lewat SMS (short message service) atau pesan singkat misalnya.

Ini sebabnya tidak sedikit umat Hindu menanyakan perihal keagamaan kepada sulinggih, seperti dewasa ayu untuk melaksanakan upacara tertentu dilakukan lewat
  • telepon, bahkan 
  • dengan SMS.
Begitu juga internet memberi kemudahan untuk mengakses pengetahuan agama, karena itu orang dengan mudah meracik agama setiap saat sesuai dengan keinginannya. Malahan juga melalui internet tidak sedikit umat Hindu menerima sampradaya dan kelompok-kelompok spiritual ala India dalam keberagamaannya.

Dalam kegiatan sampradaya dan kelompok-kelompok spiritual ini sama sekali tidak menyisakan ruang bagi sulinggih, karena itu peran dan fungsi sulinggih yang setia dan konsisten mempertahankan agama Hindu ala Bali semakin terpinggirkan.

Artinya,
  • kemajuan teknologi informasi, dan 
  • komunikasi telah menyediakan ruang untuk menyebarluaskan ajaran Hindu.
Ini sebabnya bagi sulinggih internet begitu membantu untuk merevisi dan merekonstruksi pengetahuan keagamaannya, agar selalu selaras dengan perkembangan zaman.

Begitu juga i-pad digunakan sulinggih untuk memperlancar rangkaian upacara yang sedang dipimpinnya. Selain itu, juga i-pad begitu fungsional ketika sulinggih menyampaikan dharma wacana, baik berhadapan langsung dengan umat Hindu maupun lewat media elektronik, seperti radio dan televisi. Malahan tidak sedikit ditemukan sulinggih yang berpartisipasi aktif di dunia-maya, seperti
  • facebook, 
  • twiter, dan 
  • blog.
  • dll
Hal ini sejalan dengan perkembangan kebutuhan keagamaan umat pada zaman kemajuan. Apalagi perkembangan kebutuhan keagamaan berlangsung begitu cepat dalam waktu singkat seiring dengan perubahan sistem pengetahuan, sistem nilai, dan sistem tindakan.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa perubahan dan perkembangan zaman senantiasa tampil dalam bentuk tuntutan penyesuaian diri dalam lingkungan sosial dan budaya yang tidak statis. Terhadap perubahan lazimnya ditemukan tiga kelompok respons, yaitu progresif, konservatif, dan moderat.
  • Kelompok progresif; dengan suka cita akan mengikuti perubahan, bahkan sering menjadi penggagas perubahan itu sendiri karena memang merasa tidak nyaman pada keadaan sekarang. 
  • Kelompok konservatif; merasa enggan berubah karena merasa sudah nyaman dalam keadaan sekarang. 
  • Kelompok moderat; tidak memiliki prinsip, baik berubah maupun tidak bukan masalah. Sederhananya, apabila pengetahuan agama berubah, maka sarana agama dan tindakan agama akan berubah yang segera diikuti oleh perubahan hasil yang akan dicapai.
Perubahan dan kemajuan dalam hal
akan memberikan begitu banyak kemudahan dalam keberagamaan. Misalnya, pesatnya perkembangan dan kemajuan teknologi transportasi telah memunculkan pemandangan baru tentang sulinggih menyetir kendaraan sendiri, bukan seperti lazimnya dipendak (dijemput).

Rupanya, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sudah sedemikian rupa merasuki hati sanubari umat Hindu sehingga apa yang ditabukan pada masa lalu, tetapi pada masa kini menjadi lumrah. Pergeseran susila seperti ini pada satu sisi memang dapat memperlancar urusan, tetapi pada sisi lain malahan lebih banyak menghambat perkembangan moral.
Padahal peran dan fungsi sulinggih, antara lain sebagai penjernih pikiran, pencerah perasaan, dan penyejuk hati yang berarti tidak membiarkan hambatan bagi perkembangan moral. Apalagi manusia merasa telah mengalami perluasan inderawi dan karena itu batas-batas ruang parsial dan waktu temporal semakin kabur. Sepertinya tidak ada jarak lagi antara rumah dan geriya.
Mudah-mudahan perubahan ini tidak serta-merta mengurangi kesucian sulinggih dan dapat diterima sebagai kewajaran sesuai dengan tuntutan zaman.

Kamis, 21 Januari 2021

Bagaimana Cara Perangkat Desa Berhenti?

Bagaimana Cara Perangkat Desa Berhenti?


Di dalam artikel ini, kami akan menjabarkan bagaimana Perangkat Desa Berhenti. Secara ringkas, ada 4 data yang akan kami jabarkan. Pertama adalah larangan bagi Perangkat Desa, kedua adalah Perangkat Desa, ketiga adalah Pemberhentian Perangkat Desa, dan keempat adalah PEREMENDAGRI NOMOR 67 TAHUN 2017. Secara keseluruhan, artikel ini menjelaskan tentang proses pemberhentian perangkat desa.


Data Kesatu

UU NOMOR 6 TAHUN 2014
Bagian Pertama
Perangkat Desa

Pasal 51

Perangkat Desa dilarang:
a. merugikan kepentingan umum;
b. membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu;
c. menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya;
d. melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan masyarakat tertentu;
e. melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat Desa;
f. melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
g. menjadi pengurus partai politik;
h. menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang;
i. merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota Badan Permusyawaratan Desa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan;
j. ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah;
k. melanggar sumpah/janji jabatan; dan
l. meninggalkan tugas selama 60 (enam puluh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Pasal 52

(1) Perangkat Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis.
(2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.

Data Kedua

PP NOMOR 43 TAHUN 2014
Bagian Kedua
Perangkat Desa

Paragraf 3
Pemberhentian Perangkat Desa
Pasal 68

(1) Perangkat Desa berhenti karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; atau
c. diberhentikan.

(2) Perangkat Desa yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:
a. usia telah genap 60 (enam puluh) tahun;
b. berhalangan tetap;
c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai perangkat Desa; atau
d. melanggar larangan sebagai perangkat Desa (seperti salah satu point pada pasal 51)

Pasal 69

Pemberhentian perangkat Desa dilaksanakan dengan mekanisme sebagai berikut:
a. kepala Desa melakukan konsultasi dengan camat atau sebutan lain mengenai pemberhentian perangkat Desa;
b. camat atau sebutan lain memberikan rekomendasi tertulis yang memuat mengenai pemberhentian perangkat Desa yang telah dikonsultasikan dengan kepala Desa; dan
c. rekomendasi tertulis camat atau sebutan lain dijadikan dasar oleh kepala Desa dalam pemberhentian perangkat Desa dengan keputusan kepala Desa.

Pasal 70

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkatan dan pemberhentian perangkat Desa diatur dalam Peraturan Menteri.

Data Ketiga

PERMENDAGRI NOMOR 83 TAHUN 2015

BAB III
PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

Bagian Kesatu, Pemberhentian:

Pasal 5
(1) Kepala Desa memberhentikan Perangkat Desa setelah berkonsultasi dengan Camat.
2) Perangkat Desa berhenti karena:
a. Meninggal dunia;
b. Permintaan sendiri; dan
c. Diberhentikan.
(3) Perangkat Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:
a. Usia telah genap 60 (enam puluh) tahun;
b. Dinyatakan sebagai terpidana berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
c. Berhalangan tetap;
d. Tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Perangkat Desa; dan
e. Melanggar larangan sebagai perangkat desa.
(4) Pemberhentian Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dan huruf b, ditetapkan dengan keputusan Kepala Desa dan disampaikan kepada Camat atau sebutan lain paling lambat 14 (empat belas) hari setelah ditetapkan.
(5) Pemberhentian Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c wajib dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Camat atau sebutan lain.
(6) Rekomendasi tertulis Camat atau sebutan lain sebagaimana dimaksud ayat (4) didasarkan pada persyaratan pemberhentian perangkat Desa.

Bagian Kedua, Pemberhentian Sementara:

Pasal 6
(1) Perangkat Desa diberhentikan sementara oleh Kepala Desa setelah berkonsultasi dengan Camat.
(2) Pemberhentian sementara Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) karena:
a) Ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan;
b) Ditetapkan sebagai terdakwa;
c) Tertangkap tangan dan ditahan;
d) melanggar larangan sebagai perangkat desa yang diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Perangkat Desa yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b dan huruf c diputus bebas atau tidak terbukti bersalah oleh Pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap maka dikembalikan kepada jabatan semula.

Data Keempat

PEREMENDAGRI NOMOR 67 TAHUN 2017

4. Ketentuan ayat (3) huruf b Pasal 5 diubah, sehingga bunyi Pasal 5 sebagai berikut:

(1) Kepala Desa memberhentikan perangkat Desa setelah berkonsultasi dengan camat.

(2) Perangkat Desa berhenti karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; dan
c. diberhentikan.

(3) Perangkat Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:
a. usia telah genap 60 (enam puluh) tahun;
b. dinyatakan sebagai terpidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
c. berhalangan tetap;
d. tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai perangkat Desa; dan
e. melanggar larangan sebagai perangkat Desa.

(4) Pemberhentian perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dan huruf b, ditetapkan dengan keputusan kepala Desa dan disampaikan kepada camat atau sebutan lain paling lambat 14 (empat belas) hari setelah ditetapkan.

(5) Pemberhentian perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c wajib dikonsultasikan terlebih dahulu kepada camat atau sebutan lain.

(6) Rekomendasi tertulis camat atau sebutan lain sebagaimana dimaksud ayat (4) didasarkan pada persyaratan pemberhentian perangkat Desa.

5. Ketentuan ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf d Pasal 6 diubah, sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:

(1) Perangkat Desa diberhentikan sementara oleh kepala Desa setelah berkonsultasi dengan camat.

(2) Pemberhentian sementara perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) karena:
a. ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi, terorisme, makar, dan atau tindak pidana terhadap keamanan negara;
b. dinyatakan sebagai terdakwa yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun berdasarkan register perkara di pengadilan;
c. tertangkap tangan dan ditahan;
d. melanggar larangan sebagai perangkat Desa yang diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Perangkat Desa yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b, diputus bebas atau tidak terbukti bersalah berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dikembalikan kepada jabatan semula.

Diantara Pasal 10 dan Pasal 11 disisipkan 1 (satu) pasal yaitu Pasal 10A yang berbunyi sebagai berikut:

(1) Pegawai Negeri Sipil yang terpilih dan diangkat menjadi perangkat Desa, yang bersangkutan dibebaskan sementara dari jabatannya selama menjadi Perangkat Desa tanpa kehilangan haknya sebagai pegawai negeri sipil.

(2) Pegawai Negeri Sipil yang terpilih dan diangkat menjadi perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak menerima haknya sebagai pegawainegeri sipil, mendapatkan tunjangan perangkat Desa dan pendapatan lainnya yang sah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Ketentuan Pasal 12 diubah dan ditambah satu ayat yaitu ayat (2a) sehingga Pasal 12 berbunyi sebagai berikut:

(1) Perangkat Desa yang diangkat sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini tetap melaksanakan tugas sampai habis masa tugasnya berdasarkan surat keputusan pengangkatannya.

(2a) Perangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diangkat secara periodisasi yang telah habis masa tugasnya dan berusia kurang dari 60 (enam puluh) tahun dapat diangkat sampai dengan usia 60 (enam puluh) tahun.

Ketika habis masa jabatan Perangkat Desa sampai pada saat ini. Dengan kaidah aturan perundang-undangan tidak berlaku surut, maka dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Perangkat Desa yang diangkat berdasarkan UU no 5 tahun 1979, habis masa jabatannya apabila sudah usia 64 tahun.

2. Perangkat Desa yang diangkat berdasarkan UU no 22 tahun 1999, habis masa jabatannya apabila sudah usia antara 56 sampai dengan 63 tahun (diatur dalam Perdes).

3. Perangkat Desa yang diangkat berdasarkan UU no 32 tahun 2004, habis masa jabatannya apabila sudah usia 60 tahun.

4. Perangkat Desa yang diangkat berdasarkan UU no 6 tahun 2014, habis masa jabatannya apabila sudah usia 60 tahun.

Bagi Perangkat Desa dari unsur PNS, maka pensiun dan habis masa jabatan tidaklah sama, dengan demikian dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Perangkat Desa yang diangkat berdasarkan UU no 5 tahun 1979, UU no 32 tahun 2004, dan UU no 6 tahun 2014, ketika pensiun, itu bukan berarti habis masa jabatannya. Artinya perangkat desa tersebut tetap menjalankan tugasnya sebagai Perangkat Desa sampai habis masa jabatannya dengan status non PNS. Kecuali bila Perangkat Desa tersebut mengundurkan diri bersamaan dengan masa pensiunnya.

2. Perangkat Desa yang diangkat berdasarkanUU no 22 tahun 1999, jika Perdes-nya mengatur masa jabatan Perangkat Desa sampai usia 56 tahun. Ketika habis masa jabatannya sebagai Perangkat Desa, bukan berarti dia pensiun. Maka sebagai PNS, dia harus ditarik ke OPD.

3. Bahwa, pasal dan ayat pada aturan perundang-undangan di atas telah jelas, bagaimana Perangkat Desa itu bisa diberhentikan oleh Kepala Desa. Apabila tidak ditemukan pasal dan ayat yang menyebabkan Perangkat Desa bisa diberhentikan serta tidak ada rekomendasi tertulis dari Camat, maka Perangkat Desa tersebut tidak bisa diberhentikan begitu saja oleh Kepala Desa. Demikian pula perihal pemberhentian sementara terhadap Perangkat Desa.

4. Bahwa, peristiwa mutasi atau pindah tempat kerja bagi Perangkat Desa dari unsur PNS itu hanya bisa terjadi apabila atas permintaan Perangkat Desa yang bersangkutan itu sendiri, sebab perangkat Desa dari unsur PNS itu memiliki 2 macam SK dari atasan yang berbeda. Sebagai PNS, yang dijadikan pedoman mutasi adalah UU no 5 tahun 2014, tetapi sebagai Perangkat Desa, yang dijadikan pedoman adalah UU no 6 tahun 2014. Jadi Bupati tidak boleh seenaknya memutasi Pearngkat Desa dari unsur PNS.

5. Bahwa, larangan keterlibatan Perangkat Desa pada Partai Politik, Pemilu dan Pemilu Kada dan sangsi hukumnya sudah jelas pasal dan ayatnya, tetapi tidak pernah secara efektif diberlakukan. Kondisi ini jika terus diabaikan, maka akan semakin terpuruk pembangunan demokrasi di Indonesia.

6. Bahwa, pada perubahan ke-9 Permendagri nomor 67 tahun 2017, pasal 12 ayat (2a) memberi pengertian pada kita bahwa masa jabatan Perangkat Desa itu berdasarkan USIA, bukan periodisasi seperti Kepala Desa. Dan Perangkat Desa yang SK nya sekarang berdasarkan periodisas, bisa dilanjutkan sampai usia 60 tahun, cukup dengan memberikan SK penyesuaian masa jabatan.


#tubaba@griyangbang//SEBUAH TELAAH INTEGRATIF#


Rabu, 20 Januari 2021

Tingkahing Weda Parikrama

Tingkahing Weda Parikrama

OM AWIGNAM ASTU NAMA SIDEM

HATUR PANGAKSAMA



Singgih Panamaskaraning Ulun Ripaduka Bhetara Hyang Mami, Sang Hyang Aji Saraswati. Tabe Manira Sang Hyang Aji Mogi tan Kacakra Bawa Mwang tan Kekeneng Raja Pinulah, Ripaduka Bhatara Malingga Ring Pustaka Weda Sastra


Asung Tinular Dening Ulun Purna Jati, Tan Pamiruda, Kumeliliraning Ulun Wastu Sidha Mangguh Rahayu, Kunang Papa Klesaning Ulun Presama Kawenang Prayascitta de Paduka.


Muah Tansakeng Wisaya Prayojanan Ulun iki, Mwang Kajana Loka, Lwir Sanggreheng Lokika, Duran Langgana Kadi Mami Nyumuka Puja Mantra Kalingan Dadi Wang Sangksepania Manah Mami Den Tatas Wruh Ring Niti Sang Hyang Dharma Sesana.


Semangkana Pakestining Manah Ulun, Yan Umaresraya Sang Hyang Aji, Lamakane Sira Tinanggap Deningsun Wehane Kasidhyanku Munggwing Japa Mantra Sakweh Wighnaning Manah Mami.


Moga Sidha Somyadnyana Yan Lumampah Akrya, Muah Suksmaning Sang Hyang, Tan Luputa Ri Pamarna Tekap Ingsun, Nimitaning Tepet Parikrama Ndatan                       Singsal                                           



PRAWECANA



OM AWIGHNAM MASTU



Ring Pangwesan Jagat Utawi Loka Deresta Kadi Mangkin Menawita Umat Hindhu Rasa Kapikedehin Mangda Nincapang Kawruhan Agama.


Kabawos Sastra Agamane Pinaka Sarana Anggen Mulat Sarira, Nenten Sewos Wantah Daging Sastra Agama ne Sane Ngawinang Anake “ JAGRA WINUNGU “ Teges Ipun Eling Ring Raga


Boya ja Kapi Titiang Nyumuka, Mapi – mapi Wruh Limpad Ring Weda Mantra. Indiki Punika Banget Titiang Nunas Geng Sinampura. Kadi Kecaping Sastra Agama “ TAN HANA WANG SWASTHA NULUS “ Teges Ipun : Nenten Wenten Jadma Puput Becik Paripurna.


Munggwing Daging Buku Puniki Wantah Ketus Titiang Saking Lontar Cecantungan Weda Parikrama, Kusuma Dewa, Miwah Niti Sastra Siwa Sesana.


Dumugi Sang Hyang Aji Saraswati Kertha Wara Nugraha, Mewastu Siddha Galang Apadang Tur Sirnaning Prabhawa Sapta Timira Ring Angga Sarira


OM SHANTIH SHANTIH SHANTIH OM

                          20 Januari 2021

                          Jro Pinandita Tubaba


I.    PANGAWIT
1 Mekampuh

Om, Ang, Siwa Stiti Ya Namah Swaha
Ong, Tang, Mahadewa Ya Namah Swaha (Wastra)


2. Mesabuk
Ong, Ung, Wisnu Ya Namah Swaha

3. Waseh Pada
Ong, Ang, Kang Kasolkaya Iswara Ya Namah Swaha

4. Waseh Asta
Ong, Hrah Pat Astra Ya Namah

5.  Tak Muhmuh
Ong, Ung, Pat Astra Ye Namah

6. Masila Denapeded
Ong, Ang, Prasada Stiti Sarira, Siwa Suci Nirmala

7. Ungkab Sangwanta
Ong, Ing, Iswara Pretista Jnana Lila Ya Namah Swaha

8. Pehening Budhi
Ong, Ung, Hrah Pat Astra Ya Namah
Ong, Atma Tatwatma Sudamem Swaha
Ong, Ong, Ksama Sampurna Ya Namah Swaha
Ong, Sri Pasupataye Ong Pat
Ong Gring Wosat Ya Namah


II. PETANGANAN

9. Petanganan

Ong, Ong Hrah Pat Astra Ya Namah Swaha
Ong, Atma Tatwatma Sudamem Swaha
Ong, Ang, Ksama Sampurna Ya Namah Swaha
Naracaastra Bang Netra, Bang Netrastra
Mreta Mudra, Wreda Ya Mudra Ya Namah

10. Karo Sodana Tangan Tengen
Ong, Ing Namah
Ong, Tang Namah
Ong, Ang Namah
Ong, Bang Namah
Ong, Sang Namah
Anggusta
Tarjini
Madyamika
Kanista
Anamika
 Malih Ring Kiwa
Ong, Ang, Hreda Ye Namah
Ong, Reng, Koya Sirase Ye Namah
Ong, Bur, Bwah, Swah, Swari Jualini Sika Ye Namah
Ong, Hrung Kawaca Ya Namah
Bang Netra, Bang Netra (2x)

Ong, Ung, Hrah Pat Astra Ya Namah
Anggusta
Madyamika
Anamika
Kanista
Lelepaning
Tangan 2

Tarjini
11. Sembah Akna
Ong, Hrang-hring Sah Parama Siwa Ditya Ya Namah

12. Buang Sekar Kroda Desa
Ong, Cong Candi Ya Namah

13. Takepakena Tanganta Tengen
Ong, Sadya Ya Namah. (Mang Lukuraken Naweng Siwa Dwara)

14.  Mretha Mudra
Ong, Hrang-Hring Sah Parama Siwa Mertha Mudra Ye Namah                                    

15. Usap Sarwa Angga Kabeh

Semalih Tri Wantu
Ong, Hrung Kawaca Ya Namah
Ong, Sanidya Ye namah
Ong, Agni Rodra Ya Namah
Ong, Sryam Bawantu
Ong, Purnam Bawantu
Ong, Sukam Bawantu

16. Prana Yama
Ong, Ang, Namah (Isep Bayunta)
Ong, Ung, Namah (Wijil saking irung kiwa)
Ong, Mang, Namah (Tehen sakawasa, medal irung kalih)
Bang Warna
Ireng Warna
Sweta Warna
17. Siwi Krana
Ong, Ing, Iswara Ya Namah
Ong, Tang, Tat Purusa Ya Namah
Ong, Ang, Agora Ya Namah
Ong, Bang, Bamadewa Ya Namah
Ong, Sang, Sadya Ya Namah

18. Tumut Siwa Angga
Ong, Ang, Hredaye Ya Namah
Ong, Hrang, Kaya Sirase Ya Namah
Ong, Bur, Bwah, Sware Jwalini Sikaya
Ong, Hrung, Kawaca Ye Namah
Ong, Bang Netra, Bang Netra Ya Namah
Ong, Ung, Rah Pat Astra Ye Namah
Hati, Hredi
Kesagra
Tungtung rambut
Punuk
Netra 2
Karna 2
19. Tri Tattwa
Ong, Ong, Siwa Tatwa Ya Namah
Ong, Aong, Wadya Tattwa Ya Namah
Ong,Ong, Atma Tattwa Ya Namah
Om, Ong, Anantasana Ya Namah
Sirah
Rahi
Hredi
III. MULAI MEKARYA TIRTA
20. Nyasa Sang Hyang Catur Heswarya. Ring Paduning Anantasana


Ong, Reng Darma Ya Singarupa Ya Sweta Warna Ya Namah
Ong, Reng Jnana Ya Singarupa Ya Rakta Warna Ya Namah
Ong, Reng, Weragya Ya Singarupa ya Pita Warna Ya Namah
Ong, Leng, Erswarya Ya Singarupa Ya Krena Warna Ya Namah
Om, Ong, Padmasana Ya Namah
Om, Ong, Padma Hredaya Ya Namah

(Idep Sang Hyang Padmasana Tumumpang Ring Sang Hyang Catur Eswarya Tumumpanging Anantasana)
Reng Dharma
Gne
Ne

Wa

Her
21. Nyasa Swara Wianjana






Swara Kajro
Ong. Ang, Ang Namah
Ong, Ing, Ing Namah
Ong, Ung, Ung Namah
Ong, Reng, Reng Namah
Ong, Leng, Leng Namah
Obg, Eng, Heng Namah
Ong, Ong, Ong Namah
Ong, Ang, Ah Namah
Ong, Kang, Kang, Gang Namah
Ong, Gang, Ngang, Cang, Namah
Ong, Cang, Jang, Sang Namah
Ong, Nyang, Dang, Dang Namah
Ong, Dang, Dang, Nang Namah
Ong, Tang, Tang, Dang Namah
Ong, Dang, Nang, Dhang Namah
Ong, Yang, Bang, Bang Namah
Pur
Gneya
Dha
Ne
Dla
Ma
Uu
Her
Pur
Gneya
Da
Ne
Dha
Wa
Uu
Her
22. Pasang Yaralawa Ring Jro Kuta




Tumut Sang Hyang Nawasakti (Nyasa Ring Dalem Mula)
Ong, Mang Namah
Ong, Yang Namah
Ong, Rang Namah
Ong, Lang Namah
Ong, Wang Namah
Ong, Sang Namah
Ong, Shang Namah
Ong, Sang Namah
Ong, Ang, Ah Namah (Ijroning Gili-gili)
Ong, Rang Dipta Ya Namah      
Ong, Ring Suksma Ye Namah
Ong, Rung Jaya Ye Namah
Ong, Rung Badra Ya Namah
Ong, Reng Wimala Ya Namah
Ong, Reng Wibuta Ye Namah
Ong, Rong Amoga Ye Namah
Ong, Rong Widyuta Ye Namah
Ong, Ang, Sarwa Tumukin Ye Namah
(Ring Jroning Gili-Gili, Slaning Ersanya muang Utama)
Pur
Gne
Da
Ne
Pa
Ba
Uu
Her

Pur
Gneya
Da
Ne
Pa
Wa
Un
Her  
23. Brahma Angga Nyasa




Ong, Ang, Kang Kasolkaya Isana Ya Namah
(Ring Jroning Gili-Gili Muang Ersanya)
Ong, Ang, Kang Kasolkaya Tat Purusa Ya Namah
Ong, Ang, Kang Kasolkaya Agora Ya Namah
Ong, Ang, Kang Kasolkaya Bamadewa Ya Namah
Ong, Ang, Kang Kosolkaya Sadya Ye Namah


Pur
Da
Un
Pa
Tumut Sang Hyang Siwangga Nyasa
Ong, Ang Hredaya Ye Namah
Ong, Reng Kaya Sirase Ya Namah
Ong, Bur, Bwah, Sware Jwalini Sikaye Namah
Ong, Hrung Kawaca Ye Namah
Ong, Bang Netra Ya Namah (2x)

Ong, Ung, Hrah Pat Astra Ya Namah
Gneya
Her
Ne
Wa
Ring Jroning Nyapit
Ring Tungtas Asta da
24. Tumut Sang Hyang Pitra Catur Desa
Ong, Ang Sarwa dewya Byonamah Swaha
Ong, Ang Rsi Byonamah Swaha
Ong, Ang Pitra Byonamah Swaha
Ong, Ang Saraswatye Namah Swaha
Pur
Da
Uu
Pa
Tumut Sang Hyang Catur Sandya

Ong, Ang Sukle Ya Namah Swaha
Ong, Ang Baktye Ya Namah Swaha
Ong, Ang Kresnye Ya Namah Swaha
Ong, Ang Jambikaye Ya Namah swaha
Pur
Da
Wa
Uu
Garba Jro
Ong, Ang Kang Kasolya Siwa Garda Hredaya Namah

Tumut Sang Hyang Somandya Warana, Asta Graha Ngarunira Waneh

Ong, Sang Soma Ya Namah
Ong, Bang Buda Ya Namah
Ong, Bang Bargawa Ya Namah
Ong, Wrang Wreaspati Ya Namah
Ong, Ang Anggara Ya Namah
Ong, Sang Saniscara Ya Namah
Ong, Rang Ralawe Ya Namah
Ong, Kang Ketaweye Ya Namah
Put
Da
Uu
Pa
Gneye
Ne
Wa
Her
Muah Tryaksara Mantra

Ong, Mang Namah
Ong, Ung Namah
Ong, Ang Namah

25. Sang Hyang Tri Semaya Insoring Madya Muang Ing Luhur
Ong, Ang Bramani Ya Namah
Ong, Ung Wisnu Ye Namah
Ong, Ang Iswara Ya Namah

Dewa Pretista
Om, Ong Dewa Pretista Ya Namah

Kuta Mantra
Ong, Hrang-Hring Sah Parama Siwa Ditya Ya Namah 

Udakanjali
Ong, Ang Lang kasolkaya Anamah
Ong, Gring Kssama Kerana Ya Namah

26. Pang Padya
Ong, Pang Padnya Ya Namah
Ong, Ang Arga Dwaya Namah (2x)
Ong, Jang Jiwa Suda Ya Namah (2x)
Ong, Cang Camani Ya Namah
Ong, Gring Siwa Griwa Ya Namah
Ong, Sri Gandi Mrete
Byukumkumara Wija, Puspadanta
Regeni Dupem, Samarpayami
Regeni Dipem, Samarpayami
Ang Kang Kasolkaya Iswara Ya Namah Swaha
Sangkepi, Petanganan
Wasuk suka
Wasuh tangen
Kemuh
Kejames
Sri Gande
27. Tulisi Kang We Dening Wel Mingmang

Ong Hrang-Hring Sah Parama Siwa Merta Ya Namah

      Utpeti


      Dewa Mantra
      Kuta Mantra
Stiti


Ong, Ii, Ba, Sa, Ta, Aa,
Ong, Ya, Na, Ma, Si, Wa
Ong, Mang, Ung, Ang, Namah
Om, Ong Dewa Pratista Ya Namah
Ong, Hrang-Hring Sah Parama Siwa Ditya Ya Namah
Ong, Sa, Ba, Ta, Aa, Ii
Ong, Na, Ma, Si, Wa, Ya
Ong, Ang, Ung, Mang, Namah
Sri Gande, Sangkepi, Petanganan

28. Tanembah Mretha Mudra Sadana
Ong, Hrang Hring Sah Parama Siwa Mretha Mudra Ya Namah

29. Muah Mantra
Ong, Gangga Dewi Maha Purnem
Gangga Selanca Medini
Gangga Kalasa Sang Yuktem
Gangga Dewi Namostute
Ong, Sri Gangga Maha Dewi
Anyuksana mretam jiwani
Ong Karaksara Buwanem
Paya Mretha Manokarem
Utpeti Kasura sanca
Utpeti Tawa Ajorasca
Utpeti Saba Itanca
Utpeti Wah Sri Wainam
Kalpika
Lebok ring suamba
IV. NGANGGE GENTA
30. Ngaskara Ganta Ukupi












Pentil Kang Genta
Ping 3


Ong Karem Sada Siwa Stem
Jagatnata Hitangkarem
Abi Wada Wada Niyam
Ganta Sabda Prakasyate

Ganta Sabda Maha Srestem
Ong Karem Pari Kirtitah
Candrarda Windu Nadantem
Spulingga Siwa Tatwanca

Ong, Gentayur Pujyate Dewah
Abawa-Bawa Karmesu
Warada Sabda Sandeyah
Warem Sidi Nirsangsayah
Ong, Kang Kasol Kaya Ya Namah Swaha

Sangkepi Petanganan

31. Ngaksama
Ong , Ksama Swamem Mahadewa
Sarwa Prami Hitangkarem
Mamoca Sarwa Papebyah
Palaya Swa Sada Siwa

Papoham Papa Karmahem
Papatme Papa Sambawah
Trahimam Sarwa Papebyo
Kenacidma Karaksamtu

Ksantawya Kayiko Dosah
Ksantawya Waciko Mama
Ksantawya Manaso Dosah
Tat Pramadat Ksama Swamem

Inaksarem Inapadem
Ina Mantrem Tatwe Wanca
Ina Bakti Ina Wredi
Sada Siwa Namostute

Ong, Mantra Inam Krya Inam
Bakti Inam Maheswarah
Tat Pujitem Mahadewem
Paripurnam Tad Astume

32. Apsudewa
Ong, Apsudewo Pawitrani
Gangga Dewi Namostute
Sarwa Klesa Winosanem
Toyenem Parisudyate

Sarwa Papa Wina Sanem
Sarwa Roga Wimocane
Sarwa Klesa Wina Sanem
Sarwa Boga Mawa Pnuyat

33. Pancaksara
Ong, Pancaksara Maha Tirtem
Pawitram Papa Nesanem
Papa Koti Sahasrani
Agadem Bawet Sagarem
Ong, Sri Kare Sapawut Kare
Roga Dosa Winasanem
Siwa Roga Mahayaste
Mantre Manah Papa Kelah

Sindyang Tri Sandya Sapala
Sekala Mala Malahar
Siwa Merta Mangalanca
Nandi Nandem Nama Siwaya


Puter Tang We Ider Tengen
Ong, Bur, Bwah, Swah Swaha Gangga, Ya Tirtha Pawitrani swaha
Sri Gande, Sangkepi, Petanganan

34. Ngaskara We








Dewo Pretista Nareswari
Ong, Hrang-Hring Sah Kesmung Ang, Uang, Mang
Swasti-Swasti, Ksing-Ksring Ya Wasimana,
Ii, Ba, Sa, Ta, Aa,
Butih-Butih Bur, Bwah, Swah Swaha
Ong, Ang, Ing, Ung, Wyong, Mang, Wyang, Ping, Neng
Om, Ong, Ii Akasa Maralawaya
Ung, Namo Namah Swaha
Om, Ong Arakasa Maralawaya
Ung Namo Namah Swaha
Ong, Hrang-Hring Sah Parama Siwa Gangga Ya Namah

35. Sapta Gangga
Ong, Ang Gangga Ye Namah
Ong, Ang Saraswatye Namah
Ong, Ang Sindye Namah
Ong, Ang Wipase Ye Namah
Ong, Ang Kusikye Namah
Ong, Ang Yamuna Ye Namah
Ong, Ang Sarayue Ye Namah
Ong, Pang Padya Ye Namah
Sri Gande, Sangkepi, Petanganan

Pasang Try Aksara
Ong, Ang Namah
Ong, Ung Namah
Ong, Mang Namah
Sangkepi, Petanganan

36. Kenaken Tang
Sapta Ongkara
Atma

Ong, Ong Parama Siwa Sanyatma Nenamah
Ong, Ong Sada Siwa Niskalatma Nenamah
Ong, Ong Sada Rudra Atyatma Nenamah
Ong, Ong Mahadewa Niratma Nenamah
Ong, Mang Iswara Parama  Atma Nenamah
Ong, Ung Wisnu Antaratma Nenamah
Ong, Ang, Brahma Atma Nenamah
Sekar Tunjung
37. Unyaken Stawa Betara Linganta
Ong, Prenamya Baskara Dewyem
Sarwa Klesa Winasanem
Pranamya Ditya Siwartem
Bukti Mukti Wara Pradem
Ong, Gangga Saraswati Sindu
Wipasa Kosiki Nadhi
Yamuna Mahasti Srestah
Sarayusra Mahanadi







Sambung
38. Gangga Sindu (Sruti)




































39. Gangga Soma
Ong, Gangga Sindu Saraswati
Suyamuna Godawari Narmada
Koweri Sarayu Mahendra Tanaya
Carmawati Wenuka


Badra Netra Wati Mahasuranadi
Kiyatan Caya Gandaki
Punya Purna Jalik Samudra
Sahitangkur Wantute Mangalam

Ong, Gangga Dewi Maha Punyem
Nameste Wiswa Bamini
Yamuna Parama Purnam
Namaste Parameswari

Narmadanca Dewi Purnam
Namaste Loka Ranjini
Daranye Mala Haranye
Namos Tu Byem Mahaswari

Dewi Kodewi Kajatyem
Siwa Prasta Namostute
Nirancane Jagat Klesem
Harinyete Namo Namah

Mandakni Suro Dewi
Namaste Malaya Harini
Jambu Sangko Maha Dewi
Dewa Dewa Niryo Gatah

Nerum Pradaksinang Kretwa
Klesa Narayana Priyah
Parwata Swa Muke Purnye
Sisuklesca Winasaya

Ksirek Sunca Dadi Gretem
Ksura Yaksiwa Nirmalem
Patunah Klesa Nasanem
Yusma Byantu Namo Namah

Ong, Gangga Dewi Maha Punyem
Somawa Mertha Mangalem
Manggalem Siwa Karyanem
Siwa Kumba Maha Tanem

Om, Gangga Harajata Darma
Pawitrem Papanasanem
Saswa Wigna Winasanca
Twomba Kasya Praba Watah

Brahma Wisnu Mahdewa
Toyasta Toya Dehakah
Amertem Sakalem Dehem
Gangga Dewi Namo Namah

Ong, Tirta Jnanem Maha Gangga
Sagaro Maralayate
Narayana Dyagelopi
Kumba Tirta Mahanadi

Brahma Wisnunca Rudrasca
Toya Stato Ya Dehakah
Amerta Sakalan Dehi
Gangga Dewi Namo Namah




































Sambung






















Sambung
40. Bagawan Gangga


Ong, Naramaste Bagawan Gangga
Namaste Sitalam Dwapi
Salilem Wimalem Toyem
Swayambu Tirta Bajanem

Ong, Subiksa Asta Astawa
Dosa Kilwasa Nasanem
Pawitre Swa Maha Titem
Gangga Tapi Maho Dadi


Ong, Bajra Pani Maha Tirtem
Papa Soka Winasanem
Nadi Puspa Laya Nityem
Nadi Tirta Taya Priyah

Ong, Tirta Nadi Takumbasca
Warna Detat Mahatmanem
Muninem Mangalas Tanca
Hewapica Diwokasah

Ong, Sarwa Wigna Wina Santu
Sarwa Klesa Wina Santu
Sarwa Duka Wina Saya
Sarwa Papa Wina Saya, Namo Namah
Sri Gande, Petanganan




41. Sambutang Tunjung Walulwan Saha Gandaksata
Om, Ong Iakasa Maralawaya Ung Namo Namah
Ong, Ung Kurmeda Jaye Jiwat Sarira Raksan Dadasime
Ong, Manggungsah Wosat Mretyunjaya Ya Namah

42. Smalih Mantra
Ong. Dirgayur Bala Wreda Sakti Kranem
Murtyunjaya Saswatem
Roga Diksaya Kusta Dusta Kalusa
Candra Praba Baswarem

Hring Mantranca Catur Buja Trinayaka
Wiya Lopa Witem Siwem
Siwanca Mereta Madyasa Suka Karem
Jiwaksaya Wiyem Sakem

Swetam Boru Akardi Kaporigatem
Dewa Sure Pujitem
Martyu Kroda Bala Maha
Kerta Mayem Karpurare Nupraba
Twam Wande Waradaya Bakti Saranem
Prapya Maha Prastume
Santem Sarwa Gatem Niratama Bawem
Butatmaka Nirgunem

Sradha Bakti Kreta Wimukta Karanem
Wyatang Jagat Daranem
Molih Banda Kirita Kundara Daran
Cetanya Dusta Kasayem

Wande Mertyu Jitem Sajapya
Maraho Mantrem Di Dewa Hare
Muktatwem Jagatwem Samadi Satata
Cetanya Dusta Kasayem


























Sambung
43. Mertyun Jaya
Ong, Nertyunjaya Sya Dewasya
Yonya Mamya Mikir Tyayet
Durga Yusya Mawapnoty
Sanggrama Wijayi Bawet

Ong, Atma Tatwatma Sudamem Swaha
Ong, Pretama Suda, Dwitya Suda
Tritya Suda, Caturti Suda
Suda, Suda, Suda Wariastu








Sambung
44. Ayu Wredhi
Ong, Ayu Werdi Yaso Wredi
Wredi Pradnya Suka Sryem
Darma Santana Wredisca
Santute Sapta Wredayah
                 
Yata Mero Stito Dewa
Yawat Gangga Mahitale
Candarko Gagane Tawat
Tawatwem Wijayi Bawet


Ong, Dirgayurastu Tatastu Astu
Ong, Awignam Astu Tatastu Astu
Ong, Subem Astu Tatastu Astu
Ong, Sryem Bawantu, Purnem Bawantu
Sukem Bawantu
Sapta Wredi Astu Ya Namo Namah Swaha
Sri Gande, Petanganan


 MEKARYA TIRTA PUPUT

45. Sirat Sarira, Astra Mantra, Tekeng Tri Wantu
Toyem, Gandem, Ksatem, Puspem,
Regini Dupem Samarpayami,
Surya Dipem Samarpayami,
Ang Kang Kasol Kaya Iswara Ya Namah Swaha
Sirat ke Raga
46. Abasma Tungtunging Anamika


Ong, Idem Basmem Param Guhyam
Sarwa Papa Winasanem
Sarwa Roga Pracamanem
Sarwa Kalusa Nasanam Namah Swaha
Ong, Bamadewa Guhya Ya Namah

Angremek Basma

Sang, Bang, Tang, Ang, Ing
Nang, Mang, Sing, Wang, Yang, Swaha

Ajer Muah
Ong, Bur, Bhwah, Swah

Andelaken Ta Basma, Darma Jati
Ong, Ang Pradana Purusa Ya
Sang Yoga Ya, Windu Dewa Ya
Boktra Jagatnata Ya, Dewa Dewyadi
Sang Yoga Ya Parama Siwa Ya Namah Swaha
Sekar ke Raga
Kunang Kramantra Abasma
Ong, Ing Isana Ya Namah
Ong, Tang Tat Purusa Ya Namah
Ong, Ang Agora Ya Namah
Ong, Bang Bamadewa Ya Namah
Ong, Sang Sadya Ye Namah
Ong, Ang Hredaya Ye Namah
Ong, Reng Kaya Sirase Ya Namah
Ong, Bur Bwah Swah Ye Namah
Ong, Hrung Kawaca Ye Namah
Ong, Bang Netra Ye Namah
Ong, Ung Pat Astra Ye Namah

Sirah
Rahi
Hati
Bahu Tegen
Bahu Kewa
Hredi
Sirah
Tungtung rambut
Tunggir
Mulakanta
Karna 2
47. Sirawista
Ong, Sirawista Maha Dityem
Pawitrem Papa Nasanem
Nitiang Kuta Gretistanti
Sidantem Prati Grahnati

V. MEETEH-ETEH


48. Sampet
Ong, Sampet Nirbanem Cityem
Andadeta Tulaksanem
Sarwa Dewati Dewatem
Sarwa Klesa Winasanem Namah Swaha

Sambut Tang Gudu Busana
Ong,, Reng, Ung, Ang, Namah

Sembah Akena, Kuta Mantra
Ong, Hrang-hring Sah Parama Siwa Ditya Ya Namah


Muah Mantra
Ong, Ong Parama Siwa Stana Rupa Ya Namah

Mudra
Lingga Magni Widin Dewi
Jnana Yogasca Nantata
Mudra Mantrem Tyajet Patwem
Sahewa Paramarta Wit

Kesebrana
Ong, Siwa Rudra Ya Namah

Waktra Brana
Ong, Saraswatye Ya Namah

Karnika
Ong, Idem Rudraksa Karna Westayoh
         Sarwa Papa Winasyati Nama Siwaya
Ong, Sri Yem

Atma Brana
Ong, Ang, Sarwa Siwa Byo Namah

Kanta Brana
Ong, Aksya Malya Bawet Brahma
Kantake Rudra Mewaca
Reko Ya Indra Dewaya
Candra Ditya Cacak Suran

Sawit
Kleda Gana Pati Dewem
Wiwarem Bayu Rewaca
Sutra Nagara Jascewa
Asta Dewa Isti Smretah


Atma Brana
Ong, Namamira Sri Sri Yem
Loka Nata Jagat Pati
Sakti Manten Maha Wiryem
Nila Warna Catur Bujem

Angusta Brana
Ong, Siwa Rupa Ya Namah

Majata
Ong, Walkalemca Maha Dityem
Maha Pataka Nasanem
Akasa Buta Tatwanca
Wara Nasem Pretistanem


Ritlasning Sekaraning Sariranta Kabeh

49. Catur Dasa Siwa
Ong, Ang, Prasada Kala Siwa Ya Namah
Ong, Ang, Stiti Kala Siwa
Ong, Ang, Kala Kuta Siwa
Ong, Ang, Maha Suksma  Siwa
Ong, Ang, Suksma Siwa
Ong, Ang, Anta Kala Siwa
Ong, Ang, Adhi Kala Siwa
Ong, Ang, Parama Siwa Suksma
Ong, Ang, Hati Suksma Siwa
Ong, Ang, Suksma Tara Siwa
Ong, Ang, Suksma Tama Siwa
Ong, Ang, Sada Siwa
Ong, Ang, Parama Siwa
Ong, Ang, Sunya Siwa
Pada Tengen
Suku Kiwa
Kuksi
Nabi
Hredaya
Kara Tengen
Kara Kiwa
Netra Tengen Netra Kiwa
Karna Tengen
Karna Kiwa
Bru Madya
Nagi Kagre
Sika Gre
Muah Mantra
Ong, Ang Atma Tatwa Ya Namah
Ong, Ung Widya Tatwa
Ong, Mang Siwa Tatwa
Ong, Ang Dewa Sakti Ya Namah
Ong, Ung Wisnu Sakti
Ong, Mang Tri Sakti
Ong, Ang Brahma
Ong, Ung Wisnu
Ong, Mang Iswara
Ong, Butanat Pati
Ong, Buta Trapana
Ong, Buta Japana
-          Sangkepi Sariranta Toyem,
-          Astra Mantra Rumuhun
-          Sirat Toyo Ring Gagana,
-          Astra Mantra Sdana Tekeng Tri Wantu
Sankepi, petanganan
Hredi
Waktra
Wunwunan
Bau Tengen
Bau Kiwa
Kanta
Irung Tengen
Irung Kiwa
Murdi Sika
Tengen
Kiwa
Harep
VI. TUNTUN SANG HYANG SIWA.
50. Tuntun Sanghyang Siwa Ditya, Saha Cita Nirmala Waweng Siwa Dwara.


Ong, Ang Brahma Ne Namah
Ong, Ung, Wisnu Ne Namah
Ong, Mang, Iswara Ne Namah
Ong, Ong, Mahadewa Ne Namah
Ong, Ong, Sada Rudra Ne Namah
Ong, Ong, Sada Siwa Ne Namah
Ong, Ong, Prama Siwa Ne namah


Sedana Sekar Tunjung.                                 
Tekeng Dwa Dasa Gula
Ong, Ang, Atma Ne Namah
Ong, Ong Parama Siwa Ya Namah
Om, Ong Anantasana Ya Namah
Om, Ong Padmasana Ya Namah
Om, Ong Padma Hredaya Ya Namah
Om, Ong Dewa Pretista Ya Namah

Sembah Akena, Kuta Mantra
Ong, Hrang-Hring Sah Parama Siwwa Ditya Ya Namah

Utpeti
Ong, Ii, Ba, Sa, Ta, Aa
Ong, Ya, Na, Ma, Si, Wa
Ong, Mang, Ung, Ang

Stiti
Ong, Sa, Ba, Ta, Aa, Ii
Ong, Na, Ma, Si, Wa, Ya
Ong, Ang, Ung, Mang
Sankepi , Petanganan

51. Raris Mamungu, Sambut Angkara Nangkara Udani

52. Sambut Padipan :

Idep Betara Arda Nareswari, Supta Aturwa Ring Padmasana, Pascima Jeng Nira Rumaga Akena Rikita Sang Amuja, Telas Aturana Sira Mantra Catur SandyaNdyateBrahma SandyaWisnu SandyaIswara SandyaRudra Sandya :
Ungkara Dyanta Sang Rudam
Guhya Sakti Pradipanem
Dipanem Sarwa Pujanem
Sarwa Sidi Karem Semertem, Namah Swaha

Ong Hung, Hung, Ang, Ung, Mang, Gmung
Mang, Ung, Ang, Hung, Hung, Ong

53. Wyakti Nira Iki :

Sande Tatwanira Ring Sarwa Puja Pandilah Ning Sarwa Dewa Pinajanira Telas Pasang Tiksna Mantra Ndyata Nihan :
Nang Kara Dyanta Sang Rudam
Nang Karena Widarbitem
Amali Karana Mantrem
Sarwa Mantresu Sididem Namah Swaha

Ong, Nang, Hung, Nang, Gmung, Nang, Hung, Nang, Ong

54. Wyakti Nereki Hasahan Tatwanira:

Panglandepning Sarwa Mantra Sira, Telas Kena-Kenang Wodana Mantra Ndyata:
Hungkara Dyanta Sang Rudam
Hungkarena Widarbitem
Etat Supta Sya Mantra Sya
Wodanem Paramem Semertem Namah Swaha

Ong, Hung, Hung, Gmung, Hung, Hung, Ong
Ong, Gring, Dewarcana Ya Namo Namah Swaha
(Idep Mawangu Batara Dening Mantranta, Idepta Sara Lotati Pinajanta)
Sangkepi, Petanganan

55. Siwi Karana, Brahmangga, Siwangga Tri Tatwa, Udakanjali, Pang Dya
Sangkepi, Petanganan

Tanembah
Mantra
Ong Aditya Sya Paranjoti
Rakta Teja Namostute
Sweta Pangkaja Madyaste
Baskara Ya Namo Namah

Salah Akenang Sekar
Ong, Hrang-Hring Sah Parama Siwa Ditya Ya Namah

Muah Nembah
Om, Ong Ei Surya Saha Sresu Teja
Rose Jagat Pate Anukem Payem Baktyem
Grehya Mana Dwaikara Ya Namo Namaste

Kuta Mantra
Ong, Hrang-Hring Sah Parama Siwa Ditya Ya Namah


Ong, Ang Sukle Ya Namah
Ong, Ang Buktye Namah
Ong, Ang Kresnye Namah
Ong, Ang Jambikaye Namah
Ong, Ang Sarwa Dewya Byonamah
Ong, Ang Rsi Byonamah
Ong, Ang Pitra Byonamah
Ong, Ang Saraswatye Namah
Ong, Ong Siwa Merta Ya Namah
Ong, Ong Sada Siwa Merta Ya Namah
Ong, Kesmung Siwa Merta Ya Namah
Ong, Kesmung  Sada Siwa Merta Ya Namah
Ong, Kesmung Parama Siwa Merta Ya Namah
Ong, Gangga Merta ya Namah
Ong, Candra Merta Ya Namah
Ong, Siwa Sudamem Swaha
Ong, Sudanem Swaha
Ong, Swasti Sudamem Swaha
Ong, Hrang-Hring Sah Parama Siwa Merta Ya Namah
Sangkepi, Petanganan  
Meketis ke Awang-awang
















Sembah Puyung
57. Nembah Kuta Puyung :
Ong, Hrang Hring Sah Parama Siwa Ditya Ya Namah

Udakanjali
Ong, Ang Kang Kasol Kaya Ya Namah
Ong, Gring Ksama Karana Ya Namo Namah Swaha

58. Muah Sambut Tang Sekar Saha Ganda Ksata :

Ong,  Istamba Meru Pari Warta Samasta Lokem,
Wimbadi Dewa Ya Nicita Baji Karaya

Jambara Tiwa Gagana  Ya Samasta Netrem,
Ambara Windu Sarana Ya Namo Nameste

Ditya Pamurti Parameswara Baskaranem,
Joti Samudara Pariraksi Tana Tanaya

Buh Sapta Loka Buwana Traya Sarwa Netrem
Aditya Dewa Sarana Ya Namo Namaste

Kala Ya Kasta Rawi Baskara Bala Dewem
Bakta Ya Murti Pari Werta Sunis Kuta Ya

Ratna ya Ratnamani Busita Sayutaya
Tri Lokya Nata Sarana Ya Namo Namaste
         Sangkepi, Petangan

VII. CATUR WEDA
59. Reg Weda

Ong, Atah Puruso We Narayana
Kama Ya Twem Praja Sri Jayate
Prano Jayati Manasah
Sarwendri Yeni

Kambayur Jyoti Rapah Pretiwi
Wiswasca Daranim Narayana
Etah Dua Dasa Dityo
Rudro Wasa-Wasa Sarwani

Sindyang Sisa Dewa Sot
Patyanti Pralayanti
Etah Reg Weda Siro Dite

60. Yayur Weda
Ari Om Atah Nityo
Brahma Narayana
Siwasca Narayana
Sangkarasca Narayana

Titikca Narayana
Hukusca Narayana
Anta Beso Narayana
We Dewa Ya Bawiyanti

Niskalangko Niranjano, Nirwikalpo
Suda Eko Niwe Narayano
Nakasci Dangko Tatwa Mertyem
Praja Natyem, Gopatyem
Tatwa Mertyem, Wisnweti
Etat Yayur Weda Siro Dite

61. Sama Weda
Ari Om Miradnyanem Wipare Mama Iti
Pascat Ekaksara Nama Iti
Dwaya Ksara Niwe Narayana
Pancaksara Narayana

Asta Ksare Pada Pandyetu
Apah Mayura, Wisnweti, Prajapati
Praja Hatyem, Got Patyem, Tatwa Mertyem
Wisnweti, Etat Sama Weda Siro Dite

62. Atharwa Weda
Ong, We Dewa Nityem Menalem Wiryem
Aruno Magre Udayem
Rakta Tejo Manasem Lari Madyanem
Akasem Mukta Klesa Sama nalem

Siwa Suryem Kotamem
Agni Tejwem Sakalem
Muktangkalem Sakotyem
Uda Kotyem Sagarem
Ngilyanem Sasaglayu Tarpasesem

Ong, Surya Citta Nirmalem Setatem
Candra Metwat Sakalem
Sada Siwa Sasuryem
Jnistyem Sajagatwem
Brahma Surya Suryo Prabawem

Maheswara Maha Dewem
Sambu Sang Karasca
Siwa Sada Siwa Sasiwem
Parama Siwa Tayem, Suksmem, Paremkem
Taya Taya Sasuryem
Padma Naba Narayana 

Indra Surya Prakasem
Catur Bumyem Sama Restwem
Wrestwem Suka Sajanem
Lata Wreksa Sasukem
Marega Urago Dipatyem

Siwa Surya Sakalem Maragem
Nada Windwa Wibaskarem
Akarom Ekaksarem
Kalagni Sasuryam
Tri Yaksaranggem Panca Brahma  Dwijaksarem

Narayana Sa Ekat
Ari Surya Sa Ekat
Pajapati Sa Witat,
Ganapati Kumarasca
Siwa Surya Sa Etat
Atharwa Weda Siro Dite

63. Siwa Sutrem
Ong, Siwa Sutrem, Yadnya Pawitrem Pramem Pawitrem
Prajapati Joha Yusyem
Balamastu Tejo, Parangguhyem
Tri Ganem Tri Ganatmakem

Ari Om Koti Surya Prakasem
Candra Koti Hredayem
Iti Weda Mantra Gayatri
Matra-Matra Sadak Sare

Sarwa Dewa Pita Swayambu
Bargo Dewasya Demahi
Sangkepi, Petanganan

VIII. NGARDI PANGLUKATAN
64. Sabut Giri Pati


Ong, Giri Pati Dewa-Dewa
Loka Nata Jagatpati
Sakti Mantem Maha Wiryem
Jnana Wantem Siwatmakam

Maheswara Dibya Caksu
Maho Padmo Namo Namah
Gora-Gora Maha Suksmem
Adi Dewa Namo Namah

Paramesta Paramesti
Paramarta Namo Namah
Adi Karanem Isanca
Nakarane Namo Namah

Maha Rodra Maha Sudem
Sarwa Papa Winasanem
Maha Murti Maha Tatwem
Pasupati Namo Namah

Mahadewa Sangkarasca
Sambu Sarwa Bawastata
Misora Brahma Rudrasca
Isana Siwa Ya Namah

65. Sambut Brahma Stawa
Ong, Namaste Bagawan Agni
Namaste Bagawan Ari
Namaste Bagawan Isah
Sarwa Baksa Utasanem

Tri Warna Bagawan Agni
Brahma Wisnu Maheswarem
Santikem Pustikam Ҫewa
Raksanan Ca Bicarukem

Anudnyanem Kretem Loke
Sobagyem Priye Darsanem
Yakincit Sarwa Karyanem
Sidir Dewa Nirsangsayah

Ong, Ang Brahma Prajapati Srestah
Sewayambu Waradem Guru
Padma Yoni Catur Waktra
Brahma Sakaya Murtyayet

Akarya Toya Lukat
Sirat : Astra Mantra

Kumurebakena, Akasa Tatwa
Ong, Akasa Byoma Swa Ya Namah

Lumah Akena, Pertiwi Tatwa
Ong, Pertiwi Prabawati Ya Namah

Kurahi
Ong, Ung, Hrah Pat Astra Ya Namah

Ukupi
Ong, Mang Iswara Ya Namah
Ong, Sang, Bang, Tang, Ang, Ing
Nang, Mang, Sing, Wang, Yang
Ang, Ung, Mang

Tutupi Liang Nya Olih Tangan Kiwa
Ong, Hrung Kawaca Ya Namah

Idep Isyani We
Ong, Hrang-Hring Sah Parama Siwa Gangga
        Merta Samplawa Ya Namah Swaha

IX. PERERESIKAN
66. Mantran Dwi-Dwi

Ong, Sarwa Balikem, Pertiwi, Brahma,
Wisnu, Maheswarem Anakir Dewa Putra
Ong, Sarwa Wastu, Ong Sarwa Wastu ya Namo
Namah Swaha

Mantran Buhu :
Ong, Sweta Tirtancayo Nityem
Pawitrem Papa Nasanem
Sarwa Roga Pracamanem
Sarwa Kali Kalusa Ya Namo Namah Swaha
Ong, Rakta Tirtanca, Kresna Tirtanca
Sarwa Tirtanca Ya Namo Namah Swaha

Mantran Samsam
Ong, Pretama Suda, Dwitya Suda, Tritya Suda
Caturti Suda
Ong, Suda, Suda, Suda Wariwastu

Mantran Kerik Keramas
Ong, Saraswati Anata Sangwana
Namo Namah Swaha

Segawu, Tepung Tawar
Ong, Gagana Murta Ye Namah Swaha

Ambuh
Ong, Ragye Namah

Minyak
Ong, Namo Budaya Namah Swaha
Dulurana Pretama Suda

Astawa Panglukatan Sambut Gante Saha Sekar

67. Gana Patya Stawa






















Ong, Namostute Ganapati
Sarwa Wigna Winasanem
Sarwa Karyanta Sidantu
Mama Karya Prasidantem

Winayakem Ganapati
Sarwa Wigna Winasanem
Maha Sakti Karem Nityem
Twana Mami Wara Pradam

Mamodasca Paramo Dasca
Sumuka Durmakantatem
Awigna Wigna Rupanca
Itiyeh Taca Dwi Nayaka

Dada Swarga Dipem Dewem
Dewa-Dewa Winayakem
Naranem Bakti Karanem
Sarwa Karya Palem Datwem

Samudra Tatato Gorah
Sangrame Satru Bandane
Wayisi Digra Mocapi
Sarwa Wigna Winasanem
Sangkepi, Petanganan
PUPUT PARIKRAMA

68. Mantrani Lis
Ong, Sang Janur Kuning Pangadegani Betara Siwa,
Jumeneng Ring Madya Pada,
Kina Baktining Jadma Manusa, Nirmala, Niroga, Nirupadrawa
Ong, Sarwa Wastu
Ong Sarwa Wastu Ya Namah Swaha
(Raris Margiang Kakerik Keramas, Saeteh Sami Padyani)
Sangkepi, Petanganan

69. Sambut Angkara Tarpana Sambut Ganta Muang Padipan 
Angkara Dyanta Sang Rudam
Angkarena Widarbitem
Tarpanem Sarwa Pujanem
Presidantu Sididem Namo Namah Swaha

Ong, Ang, Ung, Ang, Gnung, Ang,Ung, Ang,
Ong, Namah Swaha

Tibeng Kembang ping 6
Ong, Yang Namah ( ping 6)

Tibeng Kapika 1x
Ong, Gring Dewa Tarpanaya  Namah Swaha
Sangkepi, Petanganan

70. Sambut Dewati
Ong, Dewati Taya Sarwa
Niskula Nistuwa Kapi
Dewa Sangawa Dewanam
Etebyah Tat Namo Nama Swaha

71. Sambut Guhyati
Ong, Guhyati Guhyanggop Tatwem
Grahya Papem Kertem Mamem
Sidi Bawantu Tasyeha
Tadwi Karanggame Swame Namo Namah Swaha
Sangkepi, Petanganan

72. Sambut Yama Raja
Ong, Hrong, Jrung Jwali Byo Namah Swaha
Ong, Hrong, Rung Ratna Pata Ye Namah Swaha
Ong, Hrong, Krong Kula Putra Ye Namah
Ong, Hrong, Kung Kula Putri Ya Dewa Ya

73. Sambut Tri Buwana
Ong, Parama Siwa Tang Gohyem
Siwa Tatwa Para Yanah
Siwasya Pranato Nityem
Candi Saya Namostute

Niwedyem Brahma Winusca
Bokta Dewa Maheswarem
Sarwa Wiadi Nalabati
Sarwa Karyanta Sidantem

Jayarti Jaya Mapnuyat
Yasarti Yasa Mapnoti
Sidi Sakala Mapnuyat
Parama Siwa Labati
Ong, Nama Siwa Ya Nama Swaha

74. Amawitrani Caru
Ong, Srapat-Srapat Byo Namah Swaha
Ong, Rik-Acarik Byo Namah Swaha
Ong, Amertangge Byo Namah Swaha
Ong, Bwah Ri Byo Namah Swaha

75. Mantrani Suci
Ong, Asucir Wa Sucir Wapi
Sarwa Kama Gato Piwah
Cintayed Dewa Isanam
Sarwa Ya Biastarah Suci

Apawitra Pawitrowah
Sarwa Gangga Gatopiwah
Jamnesti Pundari Kaksah
Sarwa ya Biantarah Suci

76. Sarwa Siwa Nirmala
Ong, Siwa Nirmala Tangrehya
Siwa Tatwa Parayanah
Siwasya Prenato Nityem
Candiscaye Namostute

Ong, Siwa Newedyem,
Caru Dadami Amertat
Maha Grahni Swaha
Namo Namah Swaha

Ong, Gring Botiktra Laksana Ya Namo Namah Swaha

X. PAMUKTYAN
77. Sambut Dewa Buktam

Ong, Dewa Buktam Maha Sukem
Bojanem Paramem Smertem
Dewa Baksya Maha Tustem
Boktra Laksana Karana, Namo Namah Swaha

Ong, Ang Namah

78. Sambut Catur Pamuktiyan  Caru Sarwa Suci
Ong, Ang Brahma Rakta Warna
Saraswati Dewi Ya Namo Namah Swaha

Caru Sdah Woh
Ong, Ung Wisnu Kresna Warna
Sri Dewya Namo Namah Swaha

Caru Pisang Kembang
Ong, Mang, Iswara Sweta Warna
Uma Detya Namo Namah Swaha

Caru Sarwa Camah
Ong, Tang, Rudra Pita Warna
Durga Detya Namo Namah Swaha

79.  Sambut Buktyantu Sarwata Dewa
Ong, Buktyamtu Sarwato Dewa
Buktyamtu Tri Lokanata
Saganah Sapari Warah
Sawarga Sadasi Dasa

Sambut Tesukarti
Ong, Tesu Karti Maha Trepti
Matarase Batarakah
Etesem Sarwa Dewanem
Teratah Yuyem Bawantute

Ong, Gring Trepti Laksana Ya Namo Namah Swaha

Sambut Guru Rupem



Sirat Ring Caru Sor
Ong, Guru Rupem Sadadnyanem
Guru Nama Japet Sada
Guroh Para Tarem Dewem
Nasti-Nasti Dine-Dine

Ong, Gung Guru Paduka Byo Namah Swaha
Dening Astra Mantra
Sangkepi, Petanganan

80. Mantrani Gelar Sanga
Pakulun Sang Yamaraja
Iki Tadah Sajinira
Gelar Sanga
Jangan Sakuali, Tuak Sagoci
Pada Tan Sinaringan
Mijil Sang Yamaraja
Pada Suka Ya Namah Swaha

81. Yan Madaging Banten Sor, Malih Sambut Betari Durga
Ong, Batari Durga, Batara Kala, Batara Gana,
Sang Yamaraja, Sang Udug Basur, Sang Pulung,
Sang Dengen, Sang Raksasa, Sang Buta Ulu Singa,
Sang Detya, Sang Wil, Sang Dewa Yoni Sakti,
Mapupul Ta Kita Kabeh, Tinggali Baktining Hulun Irikita, Pwa Tangulun Luputa Ring Sarwa Lara, Muang Kasihana Denira Kabeh
Ong, Sang, Bang, Tang, Ang, Ing,
Nang, Mang, Sing, Wang, Yang
Ang, Ung, Mang
Ong, Durga Bucari, Buta Bucari, Kala Bucari
Ya Namah Swaha

82. Astawa Dening  Sma Sakasta























      Sirat Ring Sanggah
Ong, Sma Sakasta Maha Dewi
Berawi Pre Baksini
Bagawati Tuya Tasye
Durga Dewi Namo Namah

Sakala Niskalat Mantwem
Rodranta Somya Darayet
Tasye Dewya We Tasye
Durga Dewi Namo Namah

Ong, Byakta Raksasa Rupanca
We Baksya Twem Caya Punah
Somya Rupa Mawapnoti
Hem Wadeyem Waradem Alem

Ong, Krura Raksasa Rupanca
Wyakta Ya Rakta Locanam
Prapnoti Santa Rupancatrem
Tamangje Tri Purantakem


Trepti Madangka sangaram
Suksma sri wimba ya syasca
Yonim hyoyati bagawan
Wanu jatem wigna karanem
Dening : Asta Mantra
Sangkepi, Petanganan

83. Ngaksama Jagatnata
Ong, Ksama Swamem Jagatnata                                                     
Sarwa Papa Nirantarem
Sarwa Karya Midamdehi
Prama Mami Sureswaram

Twam Surya Twam Siwangkarah
Twam Rudro Bahni Laksanah
Twam Isarwa Gatokarah
Mama Karya Praja Jayate

Ong, Ksama Swamem Maha Saktye
Hyaste Swarya Gunat Makah
Nasayet Statem Papem
Sarwa Maloka Darpana Karana
Namo Namah Swaha

84. Minta Nugraha
Ong, Anugraha Manoharem 
Dewa Data Nugrahakem
Arcanem Sarwa Pujanem
Namah Sarwa Nugrahakem

Dewa Dewi Maha Sidi
Yadnya Kertem Mulat Midem
Laksmi Sidisca Dirgahayuh
Nirwigna Suka Wreditah

Ong, Gring Anugraha Arcana Ya Namo Namah Swaha
Ong, Gring Anugraha Manoharaya Namo Namah Swaha
Ong, Gring Paramantyesti Namo Namah Swaha
Ong, Antyestih Paramem Pindem

Antyestih Dewa Misritem
Sarwestih Eka Stanamue
Sarwa Dewa Suka Pardana Ya Namo Namah Swaha
         Sangkepi, Petanganan

85. Muah Nembah
Ari Om Suryasca Mamanasca Manapa Tesca
Mana Kertebyo Papa Rasantem
Papa Karasya, Sasne Murda Leyah Kinciduritem 
Mahija Misatyem, Surya Jyotih
Parama Atma Rupem Jotem Bumi Swaha
Sangkepi, Petanganan
Muktiang Arga
86. Sambut Wisnu-Wisnu
Om, Wisnu-Wisnu Rade Tryade
Sri Wisnu Prajapate Kasetre
Waraha Kalpa Pratama Carana
Kala Yuga Kala Mangse

Kala Tite Yoga Naksatra
Wedokti Palem Praptika Menaya
Sarwa Dewa Prayascita Karasye
Sobagyem Astu Tatastu Astu Swaha

87. Sirat Kepanuntun Darma Jati
Ong, Ang Purusa Pradana Ya, Sang Yogaya
Wisnu Dewa Ya, Boktra Jogat Nataya
Dewa Dewyadi
Sang Yoga Ya Parama Siwaya Namah Swaha






Sambut Tang Tunjung Panuntun Sapta Ongkaratma Mantra
Ong, Ang, Ah Siwatma Stiti Hredaya Ya Nama Swaha
Ambil Penuntun Tunjung
88. Muah Mantra Ring Hredaya
Ong, Anggasta Ya, Nide-Nide Madure-Madure
Baja-Baja Heturanggini
Harinitwa Yangkratwa
Kaka-Kaka Samagame
Hala-Hala Idem Smare
Guru-Guru, Curu-Curu
Daha-Daha, Paca-Paca
Nati-Nati Cini Namostu Swada
Sangkepi, Petanganan








Raris Tirtha ke Ragante
XI. PRALINA
89. Pralina Akna Sang Hyang Siwa Ditya Ring Hredaya

Ong, Aa, Ta, Sa, Ba, Ii
Ong, Wa, Si, Ma, Na, Ya
Ong, Ung, Ang, Mang, Namah
Ah, Ang 

Kalpika
Pentil Ganta Ping (3)
Ah, Ang
Tawusan /Telas



WEDA PARIKRAMA HURUF ( BIJAKSARA ) SEBAGAI NYASA/LAMBANG DEWA-DEWA SEBAGAI MANIFESTASI TUHAN DAN HUBUNGANNYA PADA BERBAGAI ASPEK Aksara Om ( ) dan bunyi/ suara Om ( ) adalah lambang Tuhan ( Ida Sang Hyang Widhi ) yang setara ilmu fonetik berasal dari perpaduan antara huruf; A, U, M = AUM mrnjadi Om ( ) Om ( ), Om Kara sebagai lambing Tuhan Ek aksara dan A. U, M, ( ) , ( ) , ( ) &; Ang ( ) , Ung ( ) , Mang ( ) disebut dengan Tri Aksara. Hubungannya dengan lambang &lambang Dewa dijelaskan sebagai berikut : Ang ( ) sebagai Brahma, Ung ( ) sebagai Wisnu, dan Mang ( ) sebagai Siwa. Tetapi pada hubungan yang lain Ang ( ), Ung ( ) , Mang ( ) , diidentikkan dengan Brahma, Wisnu, Iswara, karena, secara isensi antara Siwa dengan Iswara mempunyai hakekat yang sama. ( Lihat dan simak Puja Tri Sandya bait ke III Om Tuah Siwah, tuam Mahadewa, Iswarah, Parameswarah, Brahma Wisnuca, Rudrasca, Purusah, parikerti tah, ( itu semua adalah nama panggilan Nya ).Dan pada kejelasan lain Hindu mempunyai dan menyakini konsep Tri Mzurti ( The Hindu Triniti ) dimana dikemukakan Brahma sebagai pencipta, ( the creator ). Wianu sebagai pemilihara ( the preserver ) Siwa sebagai pelebur ( the dissolver ) Secara mutlak ketiga Dewa ini mempunyai sifat, Brahma mempunyai sifat kontruktif, Wisnu sifatnya repressive, dan Siwa punya sifat distruktive. Dan dengan ketiga sifat ini, tiga hikum fenomena dunia ini terjadi dan berputar, Lahir hidup & mati -, Utpeti, Pralina, ( hokum alam yang abadi ) Dan dengan hubungannya dengan  benda-benda alam Ang ( ), Ung ( ), Mang ( ) diidentikkan dengan Ang ( ) , Brahma = Agni = Api Ung ( ) , Wisnu = Udaka = Air Mang ( w) , Siwa = Maruta = Angin Inilah consepsi Tri Murti ( Trinity Of God ), kemudian konsep ini mengembangkan pada aspek dalam kehidupan masyarakat Hindu terutama di Bali. Baiklah kita simak bentuk bentuk perwujudan konsep ini pada kehidupan masyarakat Hindu di Bali pada khususnya : Dalam hubungannya dengan pemujaan :Pada sebuah lontar yang berjudul : Dangdangbang Bunggalan konsep ini dihubungkan dengan konsep tri Lingga Dewata ( Tri Stana Dewa ), ( Tiga Stana Dewa ). Yang antara lain dijelaskan sebagai berikut : Aneng praja hana Tri Lingga Dewata, ndya ta lwirnya : Dalem, Puseh, Desa. Aneng pakulawargan hana sanggar parhyangan,

Apah

Idep

Lintang

Sarayu

Tutur

Pancaksara dan Hubungannya dengan berbagai aspek


Pancak sara : Sa ( ), Ba ( ), Ta ( ), A ( ) I ( ),

Sa ( ), Sadyojata = Iswara–timur-jantung

Ba ( ),Bamadewa = Brahma-Selatan-hati

Ta ( ), Tatpurusa-mahadewa-barat-Ungsilan

A ( ), Angora - Wisnu -selatan Ampru/nyali. Empedu.

I ( ), Isana - Siwa - tengah-hati bgn dalam.


Kemudian bijaksara ini mendapatkan / tambahkan dengan Arda candra ( ) bulan sabit, Windu zero,0 , ( ), dan nada/ binatang berekor ( ) , komponen ketiga simbul ini dimaksud dengan Wimarsa Sakti, menyatunya ketiga elemen ini yakni bersatunya api da eter diyakini akan memberi kekuatan penerang yang sangat dasyat , laksana petir yang dapat memunculkan apa yang menjadi harapan ( target ). Dan setelah penambahan tadi terjadi maka kelima huruf ( aksara ) tadi menjadi, Sang ( ), Bang ( ), Tang ( ), Ang ( ), Ing ( ). Dan ini pula yang disebut dengan panca dewata. Yang kemudian ditambah lagi menjadi lima huruf (aksara) yakni Na ( ), Ma ( ), Si ( ), Wa ( ),Ya ( ) dan kelimanya ini setelah masing-masing ditambah dengan wimarsa saktitadi maka menjadi Nang ( ), Mang ( ), Sing ( ), Wang ( ), Yang (), dan ini pula yang dimaksud dengan Panca Siwa dalam bentuk lambang huruf menjadi dasaksara sebagai lambang Dasa Dewata. Dan dengan penambahan prenawa Om ( ) ditengah sebagai penunggalan maka akan menjadi sebalas.


Konsep ini sesuai dengan ucap lontar dang dang bang Bunggalan :

………..eka dasa jwehnya sanggar, pepek tang Dewata inastuti.


Dan pada kumpulan Weda Puja Pitra Siwa ( Dinas Kebudayaan ) dalam konsepsi Penghadiran Dewa sebagai saksi dan memberi rahmat dalam sebuah upacara, demikian juga setelah upacara selaesai dalam proses penyineban / penglepasnya konsep ini juga terangkat. Dengan hubungannya pada Kardinal arah/kiblat ( dikwidik ), maka secara horizontal ada delapan ( 8 ), di tambah satu ( 1) sentral dan secara fertikal ada dua( 2 ) : Zenith dan nandir, maka akan terjadi perhitungan 8+1+2=11.


Dasaksara dan hubungannya dengan Dewa, Klibat, Pura, mikrokosmos.


Sang( ), Sadyojata- swara-Timur(purwa -putih-lempyang


Bang( ),Bamadewa - Brahma Selatan  (merah) ,daksina, Andakasa


Tang( ),tatpurusa  - Mahadewa – Barat (pacima),kuning-Batukaru


Ang( ),Agora         - Wisnu-Utara (uttara), hitam - Batur


Ing ( ),Isana     - Siwa - Tengah(madya), semua warna-Besakih.


Nang( ),Mahesora - Tenggara (gnea), nila - Goha lawah


Mang( ),Ludra - Barat Daya(naritya),Ungu- Uluwatu


Sing ( ),Sangkara - Barat Laut (Wayabya),hijau-Bukit panalengan


Wang( ),Sambu - Timur Laut (ersanya),Abu-abu,Besakih


Yang ( ),Siwa - Tengah(madya), semua warna-Besakih


Aksara wiyanjana dalam Hubungannya dengan Sapta Pada


A (    ), Parama Kewelya Pada - Ubun-ubun


Ksa (    ), Kewalya pada - Selaning Lelate


Ma (    ), Turyanta Pada - Kekolongan (kanta)


Ra (    ), Turya Pada - Hulu Hati


La (   ), Supta Pada - Nabi


Wa (   ), Swapna Pada -dibwh purus/baga diatas


pusar


Ya (   ), Jagra Pada - diantara kemaluan dgn


     Pantat


Pada Weda Parikrama mantra no.39 berbunyi :

Om Hram Hrim sah Ksmum Am Um Mam Om, Swasti Swasti Ksim Ksrim Ya Wa Si Ma Na, I Ba Sa Ta A. Bhutih Bhutih Bur BuahSwah namah Om Am Im Um Wyom Pim Nem


Om Om I Ka Sa Ma Ra I Ya Wa Ya Um Nama Namah Swaha


Penjelasan :

Hram hrim sah ialah bayu purusa yang lahir dari dapur tiga yang bersemayam pada tiga tingkat wujud hati dan kekuatannya keluar melalui catur drawa demikian juga masuknya.


1. Lubang mulut-bayu Narika-Hram

2. Lubang hidung-bayu Nasika-Hrim

Lubang mata- bayu Murtika-sah

Lubang telinga-bayu-prapancaka-om

Hram = dunia air

Hrim = dunia bayu/nafas/.

Sah = dunia api

Ksm Ksrim = kuta dari bayu saptanda-Brahmangga.

Saptanda = tujuh (7) telor Brahmangga.


Ya Wa Si Ma Na, I Ba Sa Ta A = Penghormatan kepada sepuluh mata angin ( sepuluh wilayah ) yang mewilayahi badan Brahma dan Siwa Bhutih Bhutih = penyebab kehidupan dan yang menghidupkannya.


Bur Buah Swah = Lambang tri Buwana ( Kuta Mantra Tri Mandala ) Ida, Pinggala, Susumna, Ida = bulan, pinggala = matahari, susuma = mata siwa ketiga kesemua nadi ini merupakan jalur sungai (simpul saraf ) yang membawa arus pengetahuan ke dalam budi.


Om Nadi pokok nadi Pita = Pitanala


Om = Anala = nadi pita = (kuning) = Agni


Am = Apana Waha = N. Rakta ( merah ) = Nakanan ( skul )


Im = Prana waha = N. Sweta ( putih ) = Angin


Um = Rasa waha = N. Ireng ( hitam ) = Air ( Toya )


Wyom Nam Wyom Pim Nem = Kuta mantra ( untuk Panca Bayu dan Panca Atma ).


Bijaksara untuk lima pernafasan dan lima roh suci :


Ha = dahi Ka = mulut


Sa = pulung rasa Ma = tulika


Ra = hati La = alat pelepasan


Wa = pusar Ya = kemaluan


Hum = kedua kaki I = Siwa drawa


Penjelasan tentang arti dan maksud beberapa mantram yang digunakan oleh para megagala Upacara / Pemangku.


Tentang matram mandi, berpakaian, memakai hiasan, berkumur, dan lain-lainnya penjelasan artinya tidak kami angkat disini karena bagi seorangMenggala ekajati, hal ini tidak dilaksanakan di tempat upacara di samping itu beberapa hal tadi tidak disaratkan pada Menggala Ekajati.


Dibawah ini hanya kami tulis beberapa hal yang rasanya sangat perlu dipahani oleh seorang Menggala Upacara/ Pemangku. Untuk itu akan kami awali dari mantram no. 8 dalam Weda Parikrama


8. Om Om Padmasana Yanamah

Padmasana pada umumnya adalah nama sikap duduk dalam yoga . Padmasana juga berarti tempat altar ( pura ) tempat memuja Tuhan/Hyang Widhi, mantram ini dimaksudkan untuk sujud menghormati DIA yang berhak duduk diatas Padmasana atau teratai karena padma juga diartikan teratai sebagai lambang Wisnu dan Surya ( lihat pelinggih padmasana dibelakangnyaada simbul Wisnu diatas garuda atau angsa).


Di lain pihak dimaksudkan agarbadan pendeta / Menggala Upacara Pemangku pada saat menghadapi


pemujaan, siap menjadi padmasana (Siwa Lingga ), stana Siwa dan Brahma dalam kehadiran-Nya Dalam mantram berikut akan dijelaskan bahwa badan merupakan presada ( rumah bertingkat ) yang harus keadaan suci untuk tidak ada hambatan sebagai stana Siwa yang suci.


9. Om Presada stiti sarira siwa Suci nirmala yannamah


Dalam keterkaitannya dengan mantram di atas dimaksudkan setelah sujud/hormat kepada DIA yang berhak duduk diatas padmasana, si pemuja (pelaku) telah siap mempersiapkan swatanu / badannya (sarira) sebagai altar/presadayang suci untuk dapat memperlihatkan jnana Presada yang suci untuk dapat memperlihatkan jnana yang terang agar Siwa tatwa dapat inheren (edistana ) di dalam jnana Prasada stiti, presada juga bisa diartikan dengan tempat tinggal Persadamu di Nusantara ) Stiti = berketetapannya Siwa tatwa. Untuk itu seorang Menggala hendaknya betul-betul berusaha untuk mengacu pada pemahaman terhadap arti dan maksud mantram-mantram yang dipelajari, karena baik mantram maupun Mudra ( sikap ) bukan hanya sebatas hafalan lafal dan mudra (petanganan) bukan hanya sebatas tarian (gerak gerik tangan ), tetapi pada hakekatnya kesemuanya ini mengandung arti yang sangat mendalam (guhya)


10. Om Im Iswara (Dewa) pretista jnana lila yanamah swaha


Disini Iswara dihubungkan dengan jnana, yang merupakan pusat pengetahuan. Dimana mantram ini juga merupakan mantram untuk membuka tudung suguhan dalam artian Swapa karana ( peralatan untuk memuja ), yang dalam hal ini pendeta ( pemuja ) sebagai sutradara/ pemeran, dimana swapakarana juga sebagai simbolis alat untuk menuntun DIA yang maha gaib untuk turun memberikan apa yang dimohon oleh pemuja. Dan setelah proses upacara selesai dalam pengembaliannya DIA yang gaib ( yang dalam istilahnya disebut nyineb prelina swapakarana juga mempunyai posisi penting. (prilakunya bisa dilihat).


11.Mantram untuk Stiti


Om Sa. Ba. Ta. A. I. Na. Ma. Si. Wa. Ang. Ung. Mang.


Mantram ini adalah bermaksud untuk mengintensifkan proses penyatuan pikiran (cipta) dimana badan, jnana,pikiran,peralatan, semua dalam keadaan bersih, sici, terang, maka (diturunkanlah) DIA yang dielu-elukan kehadirannya, penjelasan yang lebih rinci diuraikan pada penjelasan mantra Utpetistiti.


12.Mantram Asep


Disini diangkat tentang arti Dupa dan Dipa antara dipa dan dupa adalah merupakan alat penting didalam upacara tetapi keduanya merupakan simbolis. Dupa sebagai akasa dan dipa lambang sakti tatwa, Dupa tercipta dari wiswa semua alam dan dipa dari arda candra. Disini disimpulkan bahwa tajamnya cipta, intensifnya ciptaan pemujaan itu adalah karena adanya dupa dan dipa.


13. Ngagem sekar mantra astra mantra


Mantram ini bermaksud untuk memohon kekuatan ketajaman jnana/pikiran dalam usaha mencapai target sasaran (yang dipuja) karenaIswara ( Siwa ) telah dihayati sebagai pasupati ( penguasa semua mahluk ) disini


Om Um Rah dan Phat tidak lain dari padanya


Pada Astra Mantra baris ke dua :


Om Atma Tatwa  Atma budaya man swaha


Pada mantram ini pemuja memohon pada atmanya atma ( Hyang Pasupati ) agar sudi mensucikan si pemohon.


Om Sri Pasupati ya namah


Disini sri berarti gelar kehormatan untuk Sang Hyang Pasupati / Paramatman yang dielukan kehadirannya dan telah disetanakan dalam jnana dan pemuja bersujud kepadanya.


Om ksama sampurna yanamah


Pemuja mohon ampun kepadanya atas semua kesalahan dan kekurangannya yang diperbuat oleh pemuja, secara gelar predikatif Sang Hyang Pasupati / Paramatman adalah maha pengasih dan maha pengampun.


Om sryo bhawantu, sukam bhawatu, purnam bhawatu


Pada hakekatnya bait ini tidak perlu diucapkan, karena ucapan ini adalah ucapan yang diucapkan oleh yang dipuja, sebagai rahmat yang diberikan kepada pemuja


Petanganan Astra Mantra ( Mudra astra mantra )


Mudra juga dikatakan cita sakti perwujudan dari cita/pikiran sebagai mana orang bisa mengetahui pikiran orang dari gerak geriknya. Dan melalui gerak gerik juga bisa berpengaruh terhadap apa dan siapa yang menerima perlakuan gerak gerik tersebut. Seperti contoh apabila seseorang mencakupkan tangan dan bersujud pada umumnya orang itu bersikap bakti. Tetapi apabila orang yang berwajah beringas sambil mencakupkan tangan terkepal itu tandanya orang tersebut marah hingga orang pada takut dan menjauhinya. Demikian jugalah mudra dapat menolak ekses – ekses negatif yang akan mengganggu sehingga pelaku bisa terhindar dari ( graha ) pengaruh jahat. Mudra juga menunjukkan kiblat ( mata angin ) dan simbul – simbul kekuatan Dewa, hingga diyakini apabila pemuja meragakan “ tri sula mudra “ maka hadirlah Dewa Sambu memberi kekuatan dan perlindungan pada wilayah ( Mandala ) Timur Laut /Ersanya. Tetapi pada petanganan “ Mudra Astra Mantra “  bisa kita simak bahwa antara yang diucapkan dengan yang diragakan merupakan satu rangkaian yang mempunyai realitas penghormatan ( sujud ) dan mempersonifikasikan Tuhan dengan segala nama – nama dan predikat seperti julukan : Bang Netra = mata merah, Mata yang merah laksana api adalah matanya Siwa, Kemudian Bang Netra Traya yang diartikan mata ketiga, siapa yang bermata tiga ? adalah Siwa , juga Hrung Kawaca, kata hrung selalu dihubungkan dengan kata kawaka yang dimaksud disini adalah Tuhan selalu menjadi pelindung ( maha maya kosa ) kawaka = baju = penutup. Pemakaian Mudra juga mempunyai maksud untuk menghilangkan kegelapan.


Kara sudi catur anggula ( pensucian ke empat jari tangan )


Kara = tangan, Sudi = bersih ( suci ). Anggula ( gula/guli ) = jari. Dalam mantra ini pemuja bersujud untuk memohon agar jari – jari tangannya disucikan dengan menyebut nama – nama Tuhan dengan segala manifestasinya, yang diwujudkan ( diniyasakan ) dalam bentuk huruf dan bunyi seperti Sam (       ), Bam (      ), Tam (       ), dan seterusnya sambil mengusap usap jari tangan, mulai dari jari tangan kiri terus ke jari jari tangan kanan, dan kemudian sampai kepada kedua telapak tangan. Mantra mantra ini terangkum pada mantra nomer 15, 16, 17.


Dalam menyimak maksud mantram ini acuan pikiran kita mestinya mengacu pada konsepsi keEsaan Tuhan. 


apapun namanya, siapapun julukannya tetapi itu adalah beliau yang Saturday


Dalam Mantra ini dilontarkan kata kata


Bang Netra : Beliau yang bermata merah laksana api = Siwa.


Hrung Kawaca : Beliau yang menjadi pelindung  = Siwa


Bur Buah Suah Jwalini : Beliau yang mempunyai kecemerlangan di bumi, dilangit, dan disorga = Siwa


Ram kaya sirae : Beliau yang disetanakan pada badan dan kepala oleh pemuja / Pendeta saat pemujaan , = Siwa = Pasupati = Prajapati = Jagat karana = Parama Wisesa = Ludraksa = Sang Hyang Ning = Hyang dan banyak lagi sebutan yang digelarkan kepadanya tetapi yang dimaksud adalah Tuhan itu sendiri.


Sembah Kuta Mantram ( Mantram sujud bakti )


Mantram ini dimaksudkan dengan mantram penghormatan utama ditujukan kepada Hyang Widhi dengan gelar Aditya / Siwa Aditya, pada saat mengucapkan mantra ini tangan dicakupkan dan diangkat setinggi rambut, dan arah pemujaan diarahkan ke Timur laut / Timur, karena Aditya bertempat di Timur ( Hulu ) . Pada versi lain penghormatan ini juga diartikan sebagai


penghormatan terhadap Wisnu, karena Wisnu diindentikkan dengan Aditya


Membuang kembang ke arah Utara dan Barat laut


Om Com candi scaya ya namah


Setelah membuang kembang melalui arah dibawah tangan kiri ( dibawah ketiak kiri ) tangan dicakupkan dan ditarik keatas pangkuan, tangan kanan hadap kebawah, tangan kiri hadap keatas sambil mengucapkan mantram “ sadya ya namah”

Maksud mantram ini adalah untuk menghormati, com ( Scma ), yang tidak lain dari Siwa Candi Scaya, candra mandala lingkaran orbit bulan


Candi = putus, Cala / Cahya = gubuk kecil tempat


Sembah Amertha Mudra


Om Hram Hrim Sah Parama Siwaditya ya namah.


Pada saat mengucapkan mantra ini tangan dalam keadaan terkatup diangkat ke siwadwara, dan perlahan lahan diturunkan dan dibayangkan amertha turun dari pintu gerbang Siwa ( Ciwadwara ) Windu terus mengalir ke seluruh tubuh dengan simbul tangan dalam keadaan tercakup perlahan lahan diturunkan kemudian dikatupkan diatas pangkuan


Ngusap Raga ( membersihkan badaniah )


Om Hrung Kawaca ya namah


Diatas telah dijelaskan yang dimaksud kawaka adalah pelindung ( penutup ), yang maha pelindung tidak lain dari pada Nya. Hal ini diragakan dengan mengusap-usap bagian tubuh. Mantram ini secara umum diartikan sebagai mantram membersihkan badan.


Kembali disini kami sisipkan tentang penjelasan mudra – mudra yang lain seperti takep tangan, hrdaya mudra, pretista mudra. Untuk takep tangan diartikan sebagai simbul pertemuan dari catur angga dan merupakan simbolis untuk mengundang kehadiran Nya, ditempat yang disediakan pada Padmasana, Catur Angga disini dihubungkan dengan penjuru hrdaya mudra,m hrdaya = hati, disini dimaksudkan Hyang Widhi mewujudkan diri Nya pada hati pemujaannya, hrdaya adalah merupakan padmasana. Hal ini diperagakan dengan mengusapkan tangan pada hati. Kemudian dengan Samnidya ya namah = sujud untuk kehadiran Nya . Pretista Mudra : Om Agni Rudre ya namah = sujud kepada Agni Rudre, Rudre = Pengasih dan Penyayang yang tiada lain dari pada Nya. Letak pretista adalah diantara dua alis mata / kening ( brumadyadresti ) , pada saat meragakan mantram ini jari diusapkan pada tempat ini ( simbolisnya amerta diusapkan pada tempat ini )


Mantrani Swapa Karana ( memantrai alat upacara ) ( saprakara )


Mantra ini bermaksud memantrai semua peralatan dalam upacara itu, terutama siwamba ( swpakarana ) untuk Sulinggih, tetapi kalau sebatas Pemangku tidak mutlak memakai siwamba lengkap, cukup hanya satu dulang, sangku, peketis dan bajra dan alat penunjang lain.


Pasang Tunjung ( memasang lambang daun teratai )


Hubungan ini mantra ini dengan prilaku pelaku ( Pemuja ialah dengan memasang daun bunga teratai / kalpika diatas dulang dengan memasang menurut arah mata angin, mulai dari timur keselatan, barat, uttara, tengah, kemudian mulai dari tenggara, barat daya, barat laut, timur laut ke tengah lagi, sambil mengucapkan nama nama dewa dalam symbol hurup / aksara seperti : Sam (      ),, Bam (      ) , Tam (      ) , Am (      ) , Im (      ) , Nam (      ) , Mam (      ) , Sim (      ) , Wam (      ) , Yam (      ) . Mungkin Mantram ini bermaksud agar kesembilan Dewa berkenan menjaga mandala ( wilayah ) yang menjadi tempat kedudukan siwamba / sangku yang menjadi tempat tirtha ( amertha ) yang digunakan sebagai sarana pokok dalam segala upacara.



PUJA PARIKRAMA


Mewastra ( memakai pakaian )


Om Tam Mahadewa yanamah


Mesabuk ( memakai ikat pinggang )


Om Am Siwas titika yanamah


Makampuh ( memakai kampuh )


Om Om Sada Siwa Yanamah


Mesantong ( memakai santong )


Om Mam Iswara Parama Siwa Yanamah


Mewasuh pada ( cuci kaki )


Om Am kamka Iswara yanamah


6.   Mekurah ( berkumur)


Om Rah Om Pat Astra Yanamah


7.   Mewasuh Tangan ( mencuci tangan )


Om Rah Om Pat Astraya yanamah


8.   Pasila pened ( duduk bersila )


Om Padmasana ya namah


9.   Mantrani sarirra ( memantrai badan )


Om presade stiti sarira Siwa suci nirmala ya namah


10  Ngungkap sanguan ( membuka tutup suguhan )


Om Im Iswra Dewa Pratista jnana lilaya namah


11  Ngastiti mantra atau stiti mantra ( mantra untuk stiti )


Sa. Ba. Ta. A. Na. Ma. Si. Wa. Ya. Ang. Ung. Mang.


12.  Mantrani asep ( memantrai padupan )


Om Am Brahma amertadipa ya namah


Om Am Wisnu amartadipa ya namah


Om Am Lingga purusaya namah


13. Ngagem sekar mantra astra mantra ( memegang kembang dan astra mantra )


Om Um Rah Pat Astraya namah


Om Atma Tatwa atmaya namah


Om Sri Pasupatinya yanamah


Om Ksama sampurnaya namah


Om Sriyam bawantu sukam bawantu purnam bawatu yanamah swaha


14. Petangan Astra mantra ( mudra astra mantra)


Om om rah pat astra yanamah


Om atma tatwatma sudayam


Om om ksama sampurnaya namah


Om naraca mudraya namah


Om bang netra bang netra traya yanamah swaha


Om om rah pat astraya namah


Om Amerta Samudraya herdaya herdaya yanamah


Om sanidya ya namah


Om Hrung kawaka yanamah


Om Sadya ya namah


Om om Agni Rudraya namah


15. Kara sudi catur anggula ( pensucian keempat jari tangan )


Om Am namah ( tarjani telunjuk )


Om Sam namah ( madya mika jari tengah )


Om Ka namah ( Anamika jari minis )


Om Wa namah ( kanista ) ( Kelingking )


16. Kara Sodana tengen ( pensucian jari tangan kanan )


Om tam namah ( tarjani )


Om Im namah ( Aggusta ibu jari )


Om Am namah ( madya mika )


Om Bam namah ( anamika )


Om wam namah ( kanista )


Kiwa ( kiri )


Om am hredaya namah ( aggusta )


Om ram kayasirasa namah ( tarjani )


Om bur buah swarjwalini sikaya namah ( madya mika )


Om hrung kawaka yanamah ( kanista )


17. Kare tale tangep ( menggosok tangan kanan 0


Om Bang netra yanamah


Om  Hrung rah pat astra yanamah (tarjani)


18. Sembah kuta mantra (mantra sujud bakti)


Om Hrang hring sah Parama Siwaditya yanmah


19. Membuang kembang ke arah utara dan barat laut


Om com candiscaya yanamah


Om sadya yanamah


20. Sembah amerta mudra ( sujud untuk amerta mudra )


Om Hrang Hring sah Parama Siwaditya yanamah


21. Ngusap raga ( membersihkan badaniah )


Om Hrung kawaca yanamah


22. Mantrani saprakara ( memantrai semua alat upacara)


Om Grim wausat ksama karana yanamah


23. Pasang tunjung ( memasang kembang daun teratai )


Om Sam namah ( purwa timur )


Om Bam namah ( daksina selatan )


Om Tam namah ( pacima barat )


Om Am namah ( utara-utara)


Om Im namah ( madya tengah )


Om Nam namah ( geneya tenggara )


Om Mam namah ( neretya barat laut )


Om sim namah ( wayabya barat laut )


Om Wam namah (ersanya timur laut )


Om Yam namah ( madya, tengah )


24. Sambut tripada (mengangkat tri pada )


Am Um Am


25. Sembah Akena ( persembahkan )


Om hram hring sah Parama Siwaditya yanamah


26. Pasang tri pada ( letakan tri pada )


Om Dewa pretista yanamah


27. Tibani gandek sate ( membuang gandansate)


Om Um Mam Surya mandala Brahma dipatya namah ( utara )


Om Mam Agni mandala Rudra dipatya namah ( purwa 0


28. Petanganan ( mudra )


Astra mantra selengkapnya


29. Nyambut arga ( mengambil arga )


Om om namah


30. Ngaskara ( samkara )


Om rah om pat astra yanamah


31. Kumerabaken ring padipan ( tutupkan pada lampu )


Om Om Angkasa Wyoma Siwa tatwa yanamah


32. Iderakena  kang arga ring padipan


( arga diputar 7 kali pada padipan )


Om Om Parana siwa yanamah


Om Om Sade siwa yanamah


Om Om sade rudra yanamah


Om Om Mahadewa yanamah


Om Mam Iswara yanamah


Om Um Wisnu yanamah


Om Am Brahma yanamah


33. Ukupi menyan ( mengasapi dengan asap kemeyan )


Om Sam. Bam. Tam. Am. Im. Nam. Mam. Sim. Wam. Yam. Am. Um. Mam


34. Terapkena  ring tripade, lumahakena ( meletakkan arga pada tripada)


Om pertiwi Prabawati Dewi tatwa yanamah


35. Tutupi ( menutupinya )


Om Hrum Kawaca yanamah


36. Ungkab tutupiriya (membuka tutupnya)


Am Um Mam Am Ah.


37. Isiani we sake purna (mengisi air penuh)


Om Hram Hring Sah parama Siwa Gangga


Amerta samplawya namah


39. Gurit ikang we ( menulisi air dengan jari )


Om Mam namah


Om Um namah


Om Am namah


Om Im namah


40. Puter ikang we ( memutar air 3X )


Om Hram Hring Sah wausat parama Siwa amerta samplawya namah


41. Sangkepi mwah ( lengkapi lagi dengan mantram berikut )


Om Siwa amerta yanamah


Om Sada Siwa amerta yanamah


Om Parama Siwa amerta yanamah


Om Ksemum Siwa amerta yanamah


Om Ksemum Sada Siwa amerta yanamah


Om Ksemum Parama Siwa amerta yanamah


42. Aturakna Gandaksata ( mengisi gandaksata)


ganda : Om ganda suci nirmala yanamah


Aksata ; Om Kum Kumara wija yanamah


Puspa : Om puspa danta yanamah


Dupa : Om dupam samarpayami yanamah


Dipa : Om dipam samarpayami yanamah swaha


43. Sangkepi astra mantra saha patangan ( lengkapi dengan astra mantra dan   petangan ).


44. Gelari tang argapadma ( menaruh kembang sekeliling arga diatas paduan


Om Brahma (i) wicet swaha (purwa)


Om Maheswari Wicet swaha ( daksina )


Om Kumari wicet swaha ( uttara )


Om Camoni wicet swaha ( neritya )


Om Indrani wicet swaha (airsanya)


Om Ganedri wicet swaha (wayabya)


Om Warahi wicet swaha ( geneya )


Om Wisnawi wicet swaha ( pacima )


Om Hram Hrim Sah wausat Parama Siwa Aditya yanamah swaha


45. Karawistani ( memasang karawista )


Om karawistam mahadewiyam pawitram papa nasanam nityam kusagram tistati sidantam prati grahnati.


Om pat astra yanamah


46. Sambut Tri Mandala ringsoring arga ( meletakkan tri mandala di bawah arga.


Om Im Hrim Srim keprem arse um dwa dasa kalat mane satwo rajo dipatyo om agni madala yang namah swaha


Om Im Hrim Srim keprem arsa um dwa dasa kalatmane satwo tamo dipatyo Om surya mandala yanamah swaha


Om Im Hrim Srim Keprem Arsa Um dwa dasa kalatmane satwo soma dipatyo Om candra mandala yanamah swaha


47. Sangkepi petangan astra mantra ( lengkapi dengan mudra astra mantra )


48. Pranayama ( mengatur nafas )


Om Am namah ( kumbaka )


Om Um namah ( puraka )


Om Mam namah (recaka )


49. Gehe Sang Hyang atma waweng siwadwara ( membawa atma ke ubub-ubun )


Om Am Siwatmaka herdaya yanamah Ang Ah


50. Dagdi Karana ( pembakaran bada astral )


Om Sariram Kundam ityuktam karanam idanam saptongkara mayo bahnir bhojonantah Udhinditam Om Am Kala Geni rudra yanamah


Om Rah Pat Astra yanamah


51. Sirat maring kunda rahasya ( perciki kunda rahasya )


Om Am Siwa Amerta yanamah


Om Am Sada Siwa amerta yanamah


Om Am Parama Siwa Amerta yanamah


Om Am Ksama Sampurna yanamah


52. Amerti Karana ( pembuatan amerta )


Om Karah Prama Dyanam, amertadam adomukam sangka spatika


Warnamca kanta muledasa Amertha warsate tasmat sarwanggo


Sandi sujatah Dampatyoh sanggato jatam jiwitem parikirtitem Agni


Prakerti widnyo wayu purusa Ewaca Samyo gijitarumbhopi maramca nyogatah



Om Hram Hrim Sah Parama Siwa Amerta yanamah


Om Hram Hrim Sah Parama Siwaditya


53. Kara Sodana tengen brahma angga ( kara sodana tangan kanan )


sama dengan mantram no. 16


54. Kara Sodana Kiwa Siwangga ( karan sodana tangan kiri )


Sama dengan mantram no. 7


55. Uppeti mantra jromning hredaya ( utpeti mantra dalam hredaya )


56. Siwi Karana Sang Hyang Asta Tri sangkala


57. Sri Tri Tatwa nyasa


Om siwa tatwa yanamah


Om Widya tattwa yanamah


Om Atma tattwa yanamah


58. Sri Siwangga  Nyasa


sama dengan mantram no. 16 dan 54


59. meletakkan Padma Hredaya ( selengkapnya pada kembang teratai )


Sa. Ba. Ta. I. Am. Um. Am. Om. Om.


60. Mengembalikan sri atma dan meletakkan kembali pada tempatnya semula.


Om Am Ah Siwatma Stiti Hredaya namah


Om Am Hredaya Namah


61. Meletakkan Ananta sana di air


Om om ananta sana yanamah


62. Catur Eswarya nyasa ( empat sifat kemahakuasaan )


Om Hrem Dharma simarupaya sweta warnanya namah ( agneya )


Om Hrim Jnananya sima rupanya rakta warnaya namah


( ….. )


Om Lrim waeragya sima rupanya pita warnaya namah


( ….. )


Om Lrim diswarya sima rupaya kresna warnaya namah


( airsanya)


Om Om Padma Sanayanamah


63. Swara wyanjana nyasa pd. Asta dala


Om Am Am Namah ( purwa )


Om Im Im Namah ( Ageya )


Om Um Um Namah ( daksina )


Om Rim Rim Namah ( neretya )


Om Lrim Lrim Namah ( pacima )


Om Am Aim Namah ( wayabya )


Om om Aum Namah ( Uttara )


Om om Am Ah Namah ( airsanya)


64. Suara Konsonan ke dalam


Om Kam Kham Gam namah ( purwa )


Om Gam Nam Cam namah ( agneya )


Om Gham Jam Jham namah ( daksina )


Om Gham Tam Yham namah ( naeritya )


Om Dan da Nam namah ( pacima )


Om Tam Tham Dam namah ( wayabya)


Om Dham Nam Pam namah ( uttara )


Om Pam Bam Bham namah ( airsanya )


65. Pasang Ya. Ra. La. Wa. Ring jroning Kuta


Om Mam namah ( purwa )


Om Yam namah ( gneya )


Om Ram namah ( daksina )


Om Lam namah ( neritya )


Om Wam namah ( pacina )


Om Cam namah ( wayabya )


Om Sam namah ( uttara )


Om Sam namah ( airsanya)


Om Am Ah namah (madya )


66. Sang Hyang Nawa Sakti yasa di dalam Kuta.


Om Ram Dipatya namah ( purwa )


Om Rim Suksmayai namah ( geneya )


Om Rim Jayayai namah ( daksina )


Om Rum Badrayai namah ( neretya )


Om Ram Wimalayai namah ( pacima )


Om Raim Wibhutayai namah ( wayabya )


Om Rom Amogayai namah ( uttara )


Om Raum Widyutayai namah ( Aisanya )


Om Ram Sarwatomukyai namah ( Madya )


67. Brahmangga Sira Nyasa


Om Am Kham Kasolkaya Isana ya namah ( madya )


Om Am Kham kasolkaya Tatpurusa yanamah ( purwa )


Om Am Kham Kasolkaya Agoraya namah ( daksina )


Om Am Kham Kasolkaya Bamadewa yanamah ( Pacima )


Om Am Kham Kasolkaya Sadya ya namah ( Uttara )


68. Berikut Siwangga Nyasa


69. Tumut SanghyangPitri Adinyasa


Om Am Srwa Dewabyo namah ( purwa )


Om Am Resibyo namah ( daksina )


Om Am Pitribyonamah ( pacima )


Om Am Sarwa byai byo namah swaha (uttara )


70. Berikut Sang Hyang Sandya Nyasa


Om Am Sukyai namah ( purwa )


Om Am Bhaktyai namah ( daksina )


Om Am Kresnayai namah ( uttara )


Om Am Jambekiyai namah ( pacima )


Om Am Siwa Garba herdaya ya namah ( madya )


71. Berikut Sang Hyang Somandyawarana Nyasa


Pada Ujung jari


Om Soma somayai namah ( purwa )


Om Bhum Budayanamah ( daksina )


Om Wrim Werespatya namah ( pacima )


Om Bam Bargawayai namah ( uttara )


Om Ram Rahaweya namah ( wayabya )


Om Kam Ketuya namah ( airsanya )


Om Am Anggara yanamah ( Agneya )


Om Cam Candiscara ya namah ( naeritya )


72. Tri Aksara Mantra


Om Mam namah


Om Um namah


Om Am namah


73. Sri Tri Samaya Nyasa


Om Um Wisnawe namah


Om Mam Iswara ya namah


Om Am Brahma ya namah


74. Berikut Sri Kuta Mantra


Om Hram Hrim Sah Parama siwaditya yanamah


75. Undaka Anjali


Om Am Kham kasolkaya ya namah


Om Srim Ksama Karana ya namah



Paider Nawa Sanga


Om Iswara purwa Bajrantu


Dupa genaya Maheswarem


Gada Brahma Daksinanca


Neretyem Rudra moksalem


Pas Pacimantu Mahadewam


Wayabya Angkus Sangkaram


Cakra Wisnu Uttara Desam


Ersanya Sambu trisulam


Padma Madya Siwa Stata


Urdah Parama Siwa Sarwa Sewanca Ucyate



Sakti Sembilan Dewata


Om Iswara Uma Dewisca


Mahesora Laksmi Dewi


Brahma Saraswati Dewi


Rudra Santani Dewi


Mahadewa Saci dewisca


Sangkara Mahadewisca


Wisnu Bhatari Sri Dewi


Sambu Dewa Uma Dewisca


Padma Madya Sawitri, Gayatri, Uma tattwa mahadewisca


Om Ang Ung Ang Ung Ang Ung Om Sri Dewi Sangkara ya namah swaha.


76. Aturana Pang Padyacamaya


Om Pam Padya ya namah


Om Am Argadwaya ya namah


Om Cm Siwa Suda ya namah


Om Cam Camonya ya namah


Om Grim Siwa Grihwaya namah


77. Mecampur Gandaksata


Ganda : Om Sri Gadeswari merta byo namah


Aksata : Om Kumarawija yanamah swaha


Puspa : Om Pusoa danta yanamah swaha


    Dupa : Om Agnir jyotir jyotir swaha Om dupam Samarpayami


Dipa : Om Siwa Jyotir Jyotir swaha


Om Dipam samarpayami ya namah


Sangkepi mudra sakewenang


78. Menulisi air dengan rumput suci


Om Karaksara rahasya


( Om Om Anantasanayanamah )


( Om Om Padma sanayanamah )


79. Utpati


OM. I. BA. SA. TA .A. OM. . YA. NA. MA. SI. WA. OM. AM. OM. MAM.


80. Stiti


OM. SA. BA. TA. A. I. OM. NA. MA. SI. WA. WA. YA. OM. AM. UM. MAM.


81. Dewa Prestista


Om Om Dewa Pretistayanamah


82. Kuta mantra


Om Hram Hrim Sah Parama Siwaditya ya namah.


83. Sangkepi ( lengkapi )


84. Pasang sasirat (memasukan pemercik air suci )


Om mjum Sah Wausat Siwa Sampurnayanamah


Om Hrem Kawaka Yanamah


85. Gangga dewi Ammeta mudra Sadana


Om Gangga Dewi maha puya


Gangga salanca medina


Gangga trangga samyukte


Gangga Dewi namastute



Om Sri Gangga namastute


Anuksma mertanjiwani


Om Karaksara buwana


Amerta manoharam



Utpatika surasamca


Utpati tawa goraca


Utpati sarwa hinamca


Utpati wa sri wahinam



86. Ngastawa Genta ( sakralisasi genta )


Om Karah sada Siwastam


Jagat Nata Hitamkarah


Abhiwadanyam ganta


Sabdah prakasyate



Gantasabdah maha srestam


Om karah parikirtitam


Candra nada bindu dastam


Sapulingga siwastam cacat



Om Gantayur pujyato Dewam


Abhawa karmasu warna labda


Samdeham waram sidi nirsangsayam


Om kam Kasolkaya ya namah


87. Sangkepi saha ganda aksata dan Astra mantra kabeh


88. Ngaksama ring Bhatara ( mohon maaf kepada Bhatara )


Om Ksama swamam mahadewa,


Sarwa prai hitangkara


Mamoca sarwe papebyo


Palaya swa Sada Siwa


Om Papoham papo Karmaham


Papo atma papo sambawah


Trahimam sarwe papebyo


Kinacin mama raksandu



Om Ksantawya kayika dosah


Ksantawya wacikamamah


Ksantawya manasa dosah


Tat presida ksama swamam



Om Hinaksaramhia padam


Hina mantram tata waca


Hina baktim hina widin


Sadasiwa namastute



Om Mantra hinam kriya hinam


Bhakti hinam Maheswara


Tat pujiten Mahadewa


Pari purna tatastume



89. Apsudewa


Om Apsudewa pawitranim


Ganggadewi namastute


Sarwa klesa winasanam


Toyanam parisudyate



Om Sri kara sapuhutkara


Roga desa winasanam


Siwa Lokam mahayasta


Mantra manah papa kelah



Om Sandyam tri sandya sapala


Sakala mala malahar


Siwa mertamanggalamca


Nadi nindam namah Siwaya



90. Pancaksara stuti


Om Pancaksara maha tirtam


Pawitram papa nasanam


Papa koti sahasranam


Agadam bawet saragam



Om Pacaksara parama jnanam


Pawitram papa nasaram


Mantratam paramajnana


Siwalokam patam subam



Om namah siwaya Ityewam


Parama brahma atmane wandam


Para saktih panca dewah


Panca rajam bhawet agni



Om Akaraca U, karaca


Ma Karawindu nadakam


Pancaksara mayo proktam


Om Kara Agni mantrake



( Air diaduk  3x )



91. Puter Ikang we ider tengen ping tiga


Om Bur Buah Swah maha Gangga yai tirta pawitrani swaha


92. Sangkepi ganda aksata puspa dipa dupa, petanganan


93. Ngaskara We ( mengaskara air )


Om Hram Hrim Sah Ksemum Am Um Mam


Om Swasti Swastiksim Krim ya wasi ma Na


Ba Sa. Ta. A. Bhutih bhutih bur buah swah namah Om Am Im Um Wyom Nam Wyom Pim Nem Om Om I. Ka Sa Ma Ra La Wa Ya Um Namah Swaha.


94. Kuta Mantra ( mantra pujian )


Om Hram Hrim Sah parama Siwa Aditya ya namah.


95. Sapta Tirta 7 ( tujuh ) air suci


Om Am Gangga ya namah


Om Am Saraswati ya namah


Om Am Sindu ya namah


Om Am Wipasa ya namah


Om Am Kausiki namah


Om Am Yamuna yai namah


Om Am Sarayu we namah


96. Nawa Tirta sembilan tempat suci


Om Ksam Narmada yai namah


Om Ksam Gangga yai namah


Om Ksam Sarayu we namah


Om Ksam Airawati yai namah


Om Ksam Nadisresta yai namah


Om Ksam Nadi Cita yai namah


Om Ksam Garboda yai namah


Om Hram Hrim Sah Parama Siwaditya yanamah



97. Gelarana Sang Hyang Sapta Ongkara Atma


Om Om Prama siwa sunya atmane namah


Om Om Sada Siwa niskala.atmane namah


Om Om Maha Dewa Niratmane namah


Om mam Iswara Paratmane namah


Om Um Brahmana Atmane namah


Om Am Brahma Atmae namah


98. Astawa sang Hyang sakala Niskala Siwa.


Om Sakalam Niskalam Siwam


Om Karah Twam Siwatmakam


Pancaksara Saptongkara


Sarwa Dewa atma nirwanem



Wisesa atma nalile


Panyatile Siwa Laya


Silambaro sosina


Wyatamsarwo jagat patim



Sarwa prajamca pasyane


Kitcit sada gatam puram


Bindu Candra nada gatam


Candra Bindu nadah siwa



Om KinciyemSiwa Sarwanca


Om Kara Siwa ucyate


Sarwa Wisa wimiktanem


Tri Sandya Yah Patenarah.



99. Gangga Dwara :


Om Gangga dwara prayogaca,


Gangga sangara Samgama,


Sarwanggate Bhurlabate,


Tribih stanair wisesetam


Om Papaham papo karmaham,


Papoatma papo sambawah,


Trahimam pundari kaksa,


Sabaya byantara sucih.


Om Asucirwa sucirwapi,


Sarwa karma gate piwat


Cntyayet dewa Isanem


Sabahya byantara sucih.



100. Stawa bhatara ( pujaan pada Bhatara )


Om Prenamnya Baskara dewam


Sarwa klesa winasanam


Prenamnya ditya swartam


Bukti mukti wara Pradam



101. Gangga saraswati :


Om Gangga Sarawati Sindhu


Wipasa Kausiki Nadi


Yamuna mahati sresta


Sarayunca maha nadi



102. Gangga Sindhu


Om Gangga Sindhu Sarswati,


Yamuna Godawari narmada,


Kaweri sarayu mahendra tanaya,


Carmanwati winukem


Badra Netrawati mahasuranadi,


Kyatanca ya kandaki


Punyah purna yalaih samudra sahitah,


Kurwantu te manggalam.


103. Gangga Dewi Mahapunya,


Gangga Dewi maha punya,


Namaste wiswa bamini,


Yamuna parama punya,


Namaste pamame sware.


Narmadaca dewa punya,


Namaste lokaranjini,


Dharanjai mala harinjai,


Namastubyam maheswari.


Daiwiko daiwiko jastam,


Siwa presta namastuti,


Nairanja jagat kesa,


Harinjai te namo namah.


Mandakini sura dewi,


Namaste mala harinjai,


Jambu sangka maha nadi,


Dewi Dewa ngogatah.


Meru predaksina kertwa,


Klesamnaranjanapriya,


Parwataswa muka punya,


Sisu klesam winasaya


Ksira ksuca dadi gretam


Ksura yaksira nirmalam,


Patunah klesa nasanam,


Yusmabyam tu namo namah.



104. Bhagawan Gangga :


Om Namaste Bhagawan Gangga,


Amaste sitalambwapi,


Salilam wimalam toyam,


Swayambu tirtam bhojanam.


Om Subiksa hasta hastaya,


Dosa kibisana sana,


Pawitram Sumaha tirta


Gangga Dwi maho dadih.


Om Wajra patni maha tirta,


Papo soka winasana,


Nadi puspa laya nityam,


Nadhi tirta ya priya.


Om tirta nadi ya kumbaka.


Warna deha mahat manam,


Muninem manggala sumca,


Yawapisa diwau kasah.


Om sarwa wigna winasantu,


Sarwa klesa winasyatu,


Sarwa duka winasayu,


Sarwa papa winasaya.



105. Gangga Soma :


Om Gangga dewi maha puya,


Somawamerta manggalam,


Manggalam Siwa Karmai,


Siwa kumba mahotanem.


Om Gangga Harajata dharma,


Pawitram papa nasanam,


Sarwa wignanca triyamba ksaya,


Ksaya prabawantah.


Brahma Wisnu mahadewa stayaca, toyadehikah


Amerta sakalam dehi Ganggadewi amo namah,


Tirta Jnanam mahatirtamsagaram aralayte,


Naranjana dyasaropi kumba maha nadi.


Brahma Wisnu Iswara Dewastra,


Yasa Toya dehakah,


Amerta sakalamdehi,


Gangga dewinamo namah.



106. jala Sidi :


Om Jala sidyai maha saktih,


Sarwa  dyai siwa tirtah,


Siwa mertam manggalam ya,


Sri Dewi sarwa muktyai


Namah Siwatyai nityam,


Namo Bindu Swayo swara,


Prabu wibur maha kertih,


Sarwa rogawinasanah,


Om Am ksama sampurna ya namah,


Om um Pat namah.



107. Gangga Gaori.


Om Gangga Dewi namaskaram,


Om karam Parikirtitam


arwa wigna winasanam,


Sarwa roga winasanam.



108. Tibani kang toya kembang wangi, kembang tunjug, kembang putih.


Om I. Ka. Sa. Ma. Ra. La. Ya. Um. Namah.


Om Am Ka. Sa. Ya. Om. Namah. Swaha.


Om Om Kumuda jayai Siwa sarira ksanda disina,


Om Me mjum sahwausat mertayu nyaya yanamah.



109. Dirgayur :


Om Dirgayurbala werdi sakti,


Karanam mertyu nyuyah saswatam,


Roga diksaya kusta dresta kalusam,


Candra praba baswarem


Hrim mantramca catur bujam,


Tri ayanam wylomppawitram siwa,


Siwaca amerta madyase,


Suka karam jiwastaya sankam.


Swetambhoroha karnikaparigatam,


Dewa suraih pujitem,


Mertyu kroda balam maha kerta,


Mayam kapurna renu prabam.


Twan wande hredaya bakti saranam


Prastyam naha prastunaih,


Sastam sarwagatam niratma bhawam.


Bhuta atma hira wigunam.


Sridam bakti wimukti karanam,


Wyakta jagadiranam


Maulibanda krita kundala daram,


Caitanya dusta ksayam.


Wande mertyu jitam saya pyamarako,


Mantradi dewa harim mukta,


Caitanya dusta ksyama,



110. Ayu werdi mertyu nyanya


Mertyu nyanya dewasyayo namamiaukitayrt,


Dirgayusem awaootisanggrame wijayem bhawet,


Om Atma Tatwa Sodayamem swaha,


Om pretama suda dwitya suda, tritya suda, caturto suda, suda, sudawari astu,


Om Ayu werdi yasa werdi pradnya suka sriyam


Darma santanu werdisca santute sapta werdisca


Jawat meru stito dewam jawat angga mahetale


Candrarko gagana tawat tawato wijayem bawet.


Om Dirgayurastu tatastu, astu,


Om Awignam astu tad astu astu,


Om Subamastu tatastu astu


Om Sukam  bawantu


Om purnam bawantu,


Om Sreyom bawantu,


Spta werdir astu tad astu astu swaha.


111. Tamui astawa tirta ( utk mantram semua prayascita )


Om Sarwa blikam pertiwi brahma Wisnu Maheswaram,


( anaking) dewa putra sarwada sarwam astu ya namah swaha,


Om Sam Prajanam sarwada suda malah, sudaroga suda danda


Patakah suda wignam, suda sakala ( wiraning ) dosa mala


Suda danda utpata Om wayu putra tubyam namah swaha.


112. Iki sarwa prayascita mantrani ( utk mantram semua prayascita )


Om sidi guru srom sarasat,


Om sarwa wina ya namah,


Sarwa klesa, sarwa roga, sarwa satru, sarwa papa,


Wigna nasanam namah swaha,


113. Kuneng kamenanta akna basma


Om Ida basmam param guhyam,


Sarwa papa winasanam,


Sarwa roga prasmanan,


Sarwa klesa nasanam.


114. Ingagem kang basma.


Om Warna Dewa Guhya yamah.


115. Angremek basma


Om Bur Buah Swah.


116. Kramaning Akna Basma


Om Isana yanamah ( kepala )


Om Tat purusa ya namah ( dahi )


Om Agora ya namah ( buah dada )


Om Warmadewa yanamah ( bahu kanan )


Om Sadya yanamah (bahu kiri )


Om Am Herdaya namah ( hati )


Om Rem Kayesirase yanamah ( kepala )


Om Bur Buah Swah namah ( …….. )


Om Om Ham Pat Astra yanamah ( telinga ).


117. Anjali rijeng Bhatara Siwaditya


Om Hram Hrim sah Parama Siwaaditya ya namah.


118. Mantrani Cirowista.


Sama denan Mantram No. 45


119. Andelakna ( pemakaiannya ).


Om Siwa Rupa ya namah.


120. Tri Tatwa


Sama dengan No. 45


121. Siwa karana desa sakti ( mensakralkan kekuatan tempat )


Om Am Dewa Sakti ya namah


Om Um Wisnu Bimba sakti ya namah,


Om Mam Tri Sakti yanamah.


Om Mam Tri Sakti yanamah.


Om Am Brahma yanamah,


Om  Mam Iswara yanamah,


Om Bhutanatapataye namah,


Om Buta tarpana yanamah,


Om Buta japana yanamah.


122. Puja Simpen ( pengembalian )


Om Wam Siwa yanamah,


Om Hum Sada Siwa Yanamah,


Om Hum Parama Siwa Yanamah


Om Ah Sunya Siwa Yanamah,


Om Pat Bindu Dewa yanamah.


123. Pasang Kara Sudi Rahasya.


Om Sam namah (…….. ),


Om Am namah ( jari tengah )


Om Ham namah ( jari manis ).


Om Hum Rah pat astra yanamah ( kelingking ).


124. Lumekas ta empungku maringsangkar.


Seriam bawantu.


125. Perana yama ( pengaturan nafas )


Om Am namah


Om Am brahma atmane namah


Om Um namah


Om Um Wisnawe namah


Om Am Iswara yanamah


Om Mam namah.


126. Sangkepi petanganan.


( Lengkapi dengan petanganan )


127. Tuntun Sang Hyan g Siwaditya.


Maring Sanggar.


Om om parama Siwa sunyatmane namah.


Om om Sada Siwa surya yanamah


Om om Sada Rudra surya yanamah


Om om Mahadewa surya yanamah


Om om Iswara surya yanamah


Om Um Wisnu Surya yanamah


Om Um Brahma surya yanamah.


128. Gawea ananta sana padmasana :


Pembuatan Padmasana Anantasana


129. Utpeti Dewa ring sanggar


Om Mam namah


Om Um amah


Om Am amah


130. Astitiaken ( melakukan astiti )


Om Am Om Mam namah.


131. Dewa Pretista yanamah.


Om om Dewa pretista yanamah


132. Kuta mantra


Om Hram Hrim Sah parama Siwaaditya.


133. Pangewa dening mantranta.


( membangunkan Dewata dari tidurnya dengan mantra )


Om karamyanta rasam rudram


Guhyam sakti pradipanam,


Dipanam sarwa pujanam,


Sarwa sidi karmertam amah swaha.


Namkara dyanta rasam rudram


Om Am karana widarbitam


Sarwa mantra susididam namah swaha,


Om Nam Om Mam Gmum Nam Om Nam Om namah swaha.


Om Karana widarbitam


Etasya mantrasya bodanam bodanam paranam sumertam namah swaha.


Om Um Um Gnum Hum Hum Om namah swaha.


Om Grim Dewa Arcanaya namahn swaha.


134. Sangkepi ( lengkapi ).


( Petanganan )


135. Siwi Karana ( pesucian )


Om Im Isana yanamah


Om Tam Tatpurusa yanamah


Om Am Agora yanamah


Om Wam Warmadewa yanamah


Om Sam Sadya yanamah


Om Am Hredaya namah


Om Hrem Kayasirase ya namah


Om Bur Buah Swahe Jwalini sikya yanamah.


Om Hrum Kawaca yanamah


136. Sangkepi kadi nguni. ( lengkapi ).


137. Utpeti dasaksara TriAksara ( penciptaan Dasaksara & Pancaksara )


I. BA. SA.TA. A.YA. NA. MA. SI. WA. MAM. UM. AM.


138.Dewa Pretista ( kehadiran Dewa )



Om Om Dewa pretista yanamah.


139. Stiti mantra ( mantram astiti )


SA. BA. TA. A. I. NA. MA. SI. WA. YA. AM. UM. MA.


140. Aturana Udakanyali ( penghormatan dengan menyuguhan air).


Om Am Kam Kasolkaya grim ksama karana yanamah.


141. Aturana Undakanyali ( penuguhan air pencuci kaki & acamanya ).


( Mantram sama dengan no. 76 )


142. Nganjaliya ( memberikan penghormatan )


Raktateja namas tuta


Sweta pangkaja madyastam


Baskaraya namah stute.


143. Tonya tarpana ( penyuguhan air tarpana )


Om om Ehi Surya sahasra sutejo raso jagat pati


Anukampaya bloktya grevamono dewakara namah namagte


144. Tarpana Toya


( Mantram sama dengan no 76 + 69 dan 41 yaitu mantram catur sandya, catur resi Siwa merta mantra).


145. Ngastawa Bhatara Surya ( Stawa untuk Surya )


Om stamba meru pawitra samasta lokam


Bimbadi dewaya wajikaraya jambo ratiwa


Gaganaya samasta netram


Ambara bindu saranaya nama namaste.


Dewa jampa murti parameswara


Baskaranem jyoti samudra pari raksita nata naya,


Buh sapta loka buwana traya sarwa netram,


Aditya Dewa saranaya namo namaste.


146. Sangkepi astra mantra petanganan ( lengkapi dengan astra mantra ).


#tubaba@griyangbang#