Selasa, 24 Agustus 2021

PENGABENAN NIS PRATEKA NIR PRABHAWA DENGAN KONSEP "MOBILISASI KREMATORIUM BERBASIS ADAT" YAYASAN WIDYA DAKSHA DHARMA GRIYA AGUNG BANGKASA (Menepis Mitos, Mengurai Makna Pengabenan di Masa Vandemi Covid 19, Mari jadi Hindu Milenial bukan Hindu Mulaketo)

PENGABENAN NIS PRATEKA NIR PRABHAWA DENGAN KONSEP "MOBILISASI KREMATORIUM BERBASIS ADAT" YAYASAN WIDYA DAKSHA DHARMA GRIYA AGUNG BANGKASA (Menepis Mitos, Mengurai Makna Pengabenan di Masa Vandemi Covid 19, Mari jadi Hindu Milenial bukan Hindu Mulaketo)
Dane Jrobendesa Desa Adat Selingsing Tabanan



Lontar Tattwa Kepatian adalah dasar hukum dan dasar pemikiran bagi umat Hindu untuk menjadi landasan upacara ngaben sebagai pengembalian unsur-unsur yang melekat dalam badan kasar dan halus dari roh bersangkutan.

1. Yan Wong mati mapedem ring prthiwi salawasnya tan kenenan Wdhi Widhana, Byakta matemahan rogha ning bhuana, haro-haro gering merana ringrat, atemahan gadgad (Tatwa Kepatian)

Artinya, kalau orang mati ditanam pada tanah selamanya tidak diupacarakan diaben, sesungguhnya akan menjadi penyakit bumi, kacau sakit merana didunia, menjadi gadgad tubuhnya (Tatwa Kepatian).


2. Kunang ikang sawa yan tan inupakara atmanya menadi neraka, munggwing tegal penangsaran, mengebewki, wadhuri ragas, ketiksnan panesing surya. Menangis angisek – isek, sumambe anak putunya, sang kari maurip. 


Lingnya:” duh anaku bapa, tan ana mantra wlas ta ring kawitanta, maweh kita juga juga mawisesa, angen den abebecik – becik , tan eling ring rama rna, kawittanta, weh tirta pangentas jah tasmat kita setananku, wastu kita amanggih alphayusa, mangkan temahning atma papa ring sentana” (Lontar Tatwa Kepatian).

Yang artinya:

“ Adapun sawa yang tidak diaben atmanya akan berada di neraka, pada tegal/tanah yang panas, yang penuh dengan pohon maduri reges, terbakar  oleh sengatan matahari, menangis tersedu – sedu, memanggil keturunanya anak cucunya yang masih hidup dengan berkata sebagai berikut:


:Oh Anak-anak keturunanku, tidak sedikitpun rasa belas kasihmu kepada leleuhurmu, memberikan bubur dan air seteguk, saya dulu punya (harta warisan) tidak ada yang saya bawa, kamu juga yang menikmati, pakai baik-baik, namun jika tidak ingat pada orang tua (leluhurmu), air tirta pengentas, pemastuku, semoga kau umur pendek demikianlah kutukannya kepada keturunannya”


Dari uraian pada lontar Tatwa loka Kertti tersebut dikatakan dalam kutipan artikel semaraibm sebagai dasar hukum dan dasar pemikiran bagi umat Hindu untuk menjadi landasan upacara ngaben itu;

Bertujuan untuk dapat melakukan yadnya kepada orang tua dan leluhurnya yang mengadakan, dan memeliara umat manusia dengan yadnyanya dalam hidup dan kehidupan ini.

#tubaba@griyangbangpengabenan//nisprateka//nirprabhawa#


PENDAHULUAN

Bali merupakan salah satu pulau yang kaya akan budaya dan tradisi. Salah satu budaya dan tradisi yang khas dari pulau bali yaitu upacara kematian. Upacara kematian di Bali salah satunya yaitu kremasi atau pembakaran mayat yang di lakukan di krematorium. Pembakaran jenazah atau Kremasi adalah proses pembakaran jenazah sampai menjadi abu atau tulang-tulang kecil. Sedangkan Krematorium adalah wadah atau tempat bagi orang yang ingin melakukan kremasi atau pembakaran jenazah. Perencanaan mobilisasi krematorium berbasis adat ini bertujuan untuk mewadahi kegiatan pengabenan yang menggunakan fasilitas modern di dalamnya namun tidak menghilangkan makna dari proses pengabenan yang berlangsung dan krematorium ini akan di bangun di daerah yang berdekatan dengan pantai/sungai agar proses setalah pembakaran jenazah selesai, abu akan di larung di pantai/sungai. Tujuan mencari site di dekat pantai/sungai agar pengguna dari krematorium ini tetap berada di satu kawasan namun dapat menyelesaikan acara kremasi dengan cepat, praktis dan tidak mengurangi sedikit makna dari budaya dan adat yang ada di Bali.
Latar Belakang Penyebab Banyaknya Warga Memilih Krematorium daripada Ngaben di Setra Desa

Ngaben adalah upacara kematian yang dilaksanakan oleh masyarakat Bali.

Masyarakat mengenal bahwa ngaben ini memerlukan banyak biaya dan seolah-olah sulit dilaksanakan.
Apalagi dengan adanya dresta di masing-masing desa dan ditambah dengan permasalahan di setiap desa yang dialami karena tuntutan kehidupan kedepan semakin sulit.

Hal ini menimbulkan fenomena memilih tempat kremasi daripada pulang ke kampung halaman untuk melaksanakan pengabenan di Setra Desa.

Adanya dresta “kesepekang" karena jarang bisa ikut “tedun ngayahang banjar” sehingga masyarakat desa yang sesungguhnya adalah masyarakat “muwed” (asli sejak dulu), namun karena tinggal di luar desanya dan bekerja di sektor swasta yang kebetulan sangat ketat dengan jam kerja, sehingga sukar mendapat izin untuk libur berkali-kali. Terpaksa menggunakan jasa krematorium untuk menyelesaikan upacara kematian keluarganya, karena mereka kena sanksi “kesepekang banjar”, atau ada rasa malu karena jarang ikut “tedun di banjar” karena kondisi dan situasi yang dihadapinya. Terpaksa menggunakan jasa krematorium, agar permasalahannya tidak menjadi beban yang berat
Selain itu, karena ada “Kekeran Desa” yang cukup lama karena adanya upacara di Pura Kayangan Tiga, dan biaya penitipan jenazah mahal, oleh karena itu mereka dengan terpaksa menggunakan jasa krematorium.

Juga ada beberapa desa yang masih menggunakan aturan “dresta” yang mengharuskan upacara Pengabenan dengan upacara banten "Bebangkit dan Pulogembal". Apabila tidak menggunakan upacara tersebut, Pengabenan tidak mau dipuput oleh Sang Sulinggih, atau menjadi cemoohan masyarakat sekitar. Apabila masyarakat yang kurang mampu terpaksa menggunakan upakara banten di bawah tingkatan “Pulogembal” seperti misalnya “Udel Kurenan”, maka Pengabenan dimasukkan ke dalam tingkat Mekingsan di Geni atau di Pertiwi. Ini memiliki konsekuensi harus melaksanakan upacara Pengabenan lagi, menyikapi hal seperti ini I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S., M.Pd bersama Jro Bendesa Adat Selingsing Tabanan (I Putu Aryadi) 
bersama para prajuru desa adat dan bebanjaran, memutuskan suatu kesepakatan bersama untuk mampu Menepis Mitos, Mengurai Makna Pengabenan di Masa Vandemi Covid 19 dengan melaksanakan pengabenan yang nuwek pada intinya untuk mencapai kemuliaan bersama. Mari jadi Hindu yang Milenial bukan menjadi Hindu yang Mulaketo. 

Oleh sebab itulah Ketua Yayasan Widya Daksha Dharma Griya Agung Bangkasa (I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S., M.Pd) mengkonsepkan sebuah pengabenan "NIS PRATEKA NIR PRABHAWA MELALUI MOBILISASI KREMATORIUM BERBASIS ADAT", yang mana proses pengabuan jenasahnya tetap dilakukan di Setra adat setempat dan proses nyekah serta ngelinggihan tetap dilaksanakan di rumah duka desa adat Selingsing Tabanan untuk kali pertamanya konsep ini dilaksanakan. 
# Pengertian Mobilisasi 
Mobilisasi adalah tindakan pengerahan dan penggunaan secara serentak sumber daya suatu daerah serta sarana dan prasarana suatu daerah yang telah dibina dan dipersiapkan sebagai komponen kekuatan pertahanan ekonomi dan keamanan suatu daerah untuk digunakan secara tepat, terpadu, dan terarah bagi penanggulangan setiap ancaman, baik dari luar maupun dari dalam suatu daerah tersebut.

Mobilisasi dikenakan terhadap warga suatu daerah, sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana prasarana suatu daerah yang dimiliki suatu daerah dan perseorangan termasuk personel yang mengawakinya.
# Pengertian Krematorium
Kematorium merupakan tempat untuk melakukan prosesi kremasi. Kremasi adalah metode penghilangan tubuh jenazah dengan cara pembakaran. Tubuh jenazah akan dimasukan ke dalam tungku panas. Lalu, proses pembakaran mereduksi jasad menjadi senyawa kimia dasar, yakni gas, abu, dan fragmen mineral.

Penyimpanan abu hasil pembakaran dikembalikan pada pilihan keluarga almarhum. Bisa disimpan dalam wadah khusus atau ditebarkan dalam upacara khusus kematian sesuai kepercayaan masing-masing.

Proses kremasi
Jenazah yang ditempatkan pada wadah kremasi dimasukan dalam tungku pembakaran selama lebih kurang tiga jam atau bisa jadi lebih lama. Tungku pembakaran tersebut khusus terletak dalam ruangan dengan suhu panas 1.000 derajat celcius sehingga memudahkan proses pembakaran seluruh anggota tubuh manusia sampai dengan hanya menyisakan debu.

Fragmen tulang yang tersisa secara hati-hati dikeluarkan dari ruangan, dibersihkan dari semua komponen logam, diproses menjadi partikel halus yang menyerupai abu dan ditempatkan dalam wadah sementara atau guci yang telah dipersiapkan oleh keluarga.

Kebanyakan peraturan dan undang-undang di banyak negara, proses kremasi hanya bisa dilakukan untuk satu jenazah dalam satu waktu.

Mengapa memilih kremasi?
Penghormatan terakhir terhadap seseorang yang dicintai merupakan pilihan yang sangat personal dan biasanya telah disepakati sebelumnya.

Selain kepercayaan agama dan budaya, banyak orang memilih proses pemakaman kremasi karena beberapa alasan di antaranya adalah hemat biaya, ramah lingkungan, pemakaman yang lebih praktis, dan kekhawatiran berlebihan anggota keluarga terhadap dekomposisi alami.

Proses kremasi di Indonesia diterapkan oleh para penganut agama Hindu, terutama di Pulau Bali, yang dikenal dengan upacara Ngaben. Setelah jasad menjadi abu, pihak keluarga akan melepaskan atau melarungkannya ke laut sebagai tanda pelepasan dan penyatuan jiwa pada Sang Pencipta.

#Pengertian Kata Berbasis 
Menurut KBBI, berbasis adalah Berdasarkan, atau Mempunyai Basis, sedang makna kata berbasis juga bisa berarti Berperdoman, atau berasaskan, dan bisa juga Pembuatan.
#Pengertian Adat
Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai budaya, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang mengatur tingkah laku manusia antara satu sama lain yang lazim dilakukan di suatu kelompok masyarakat. 

Adat yang memiliki sanksi disebut dengan hukum adat sedangkan yang tidak memiliki sanksi disebut dengan kebiasaan. Adat istiadat merupakan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat terhadap masyarakat yang memilikinya. Pelanggaran terhadap adat istiadat ini akan menerima sanksi yang keras dari anggota lainnya.
Jadi pengabenan "NIS PRATEKA NIR PRABHAWA MELALUI MOBILISASI KREMATORIUM BERBASIS ADAT" lebih menekankan pada inti serta proses pengabenan yang tetap dilaksanakan di setra desa adat.

#tubaba@griyangbang//jrobendesaadatselingsing//Menepis Mitos, Mengurai Makna#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar