Sistem Kasta Kaitannya dengan Pancasila

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAT BELAKANG
           Saat ini di zaman penuh perubahan jika kita runut jauh ke belakang pada zaman dulu,ada beberapa hal dalam kehidupan manusia yang selalu mengalamami perubahan. Tidak hanya perubahan,hampir beberapa hal dalam kehidupan manusia juga ada yang sama sekali tidak mengalami pergeseran makna,termasuk perubahan yang Biasanya bersangkutpautkan dengan kepercayaan, misalnya ketika antara dua orang terlibat perselisihan maka berdasarkan kepercayaan umat Islam, lebih mengutamakan untuk mendahulukan diri meminta maaf ketimbang harus ngotot merasa benar dengan pendapat masing-masing sehingga dengan mendahulukan diri meminta maaf perselisihan bisa secepatnya terselesaikan,hal seperti inilah yang dipercayai oleh umat islam dulu hingga sekarang dan masih memelihara kebudayaan ini. Ataupun dalam praktinya suatu perkara zaman dulu dengan zaman sekarang masih tetap sama, tetapi makna dari hal tersebut sudah mengalami distorsi. Bisa kita lihat pada budaya sistem kasta zaman sekarang, substansinya sudah mulai berubah menyimpang dari apa yang menjadi poin utama penerapan sistem kasta pada zaman dulu. Dari perihal inilah yang coba dikaitkan dengan salah satu sila pada ideologi bangsa Indonesia Pancasil yaitu sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
       Sistem kasta orientasinya menggolongkan atau membeda-bedakan masyarakat dalam beberapa golongan, menjadi tingkatan-tingkatan tertentu. Salah satu contoh sistem kasta itu ialah budaya pa’daengang yang merupakan sistem kasta versi suku Makassar di Sulawesi. Budaya ini telah lama ada dan terus berlanjut hingga sekarang. Namun dalam praktiknya, budaya ini banyak mengalami penyimpangan-penyimpangan nilai yang bertentangan dengan sila kelima Pancasila, yaitu sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Berbagai penyimpangan ini umumnya lahir dari remaja saat ini yang apatis terhadap nilai-nilai kepancasilaan sehingga seakan sistem kasta ini bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila..

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa itu sistem kasta?
2.      Bagaiaman nilai-nilai yang ada didalam sila kelima pancasila kaitannya dengan sistem kasta itu?
3.      Apa itu budaya pa’daengang?
4.      Bagaimana solusi atas permasalahan-permasalahn dalam sisten kasta?



C.     MANFAAT
1.      Mengetahui apa itu sistem kasta
2.      Mengetahui nilai-nilai yang ada di dalam sila kelima pancasila dengan kaitannya terhadap sistem kasta
3.      Mengetahui apa itu budaya pa’daengang
4.      Mengetahui solusi atas permasalah-permasalahan dalam sistem kasta


D.    TUJUAN
1.      Untuk mengetahui apa itu sistem kasta.
2.      Untuk mengetahui nilai-nilai dalam sila kelima pancasila dengan kaitannya terhadap sistem kasta.
3.      Untuk mengetahui apa itu budaya pa’daengang
4.      Untuk mengetahui solusi atas permasalah-permasalah dalam sistem kasta.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    RUANG LINGKUP SISTEM KASTA       
              Awal dari pembahasan ialah mengenai hakikat dan ruang lingkup sistem kasta, barulah kemudian poin kedua pembahasan mengenai hakikat dan ruanglingkup sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagai salah satu sila dalam idelogi bangsa kita yaitu Pancasila.
              Sistem kasta berdasarkan penggalan katanya, disusun dari kata sistem dan kasta,yang mana sistem memiliki arti sebuah aturan, susunan, tata kerja atau tata kelola. Sistem dapat didefenisikan sebagai suatu cara kerja atau tata kelola sesuatu yang selalu mengiringi kata sistem itu sendiri. Misalkan kata sistem pemerintahan, kata sistem disini diikuti dengan kata pemerintahan yang jika sistem diartikan sebagi cara kerja, sehingga defenisi yang terbentuk dari kata sistem pemerintahan itu ialah cara kerja suatu pemerintahan, sebagai misal dari sistem pemerintahan itu ialah sistem pemerintahan demokrasi. Sehingga dituliskan ulang, bahwa defenisi kata sistem disini sebagai cara kerja dari hal yang mengikuti kata sistem tersebut.
              Kata kedua ialah kasta,kasta ialah suatu susunan atau pengelompokan masyarakat sosial kedalam tingkatan-tingkatan tertentu. Kasta ini muncul karena adanya berbagai perbedaan dalam tiap diri manusia,adanya orang yang kaya dan miskin membedakan masyarakat dalam tingkatan ekonominya,adanya seseorang yang lahir dari keluarga terpandang mengelompokan masyarakat dalam perbedaan asal usul keturunannya dan banyak hal lagi yang mengindikasikan adanya kasta dalam kehidupan manusia. Kasta dalam pembahasan disini digambarkan sebagai salah satu bentuk budaya masyarakat lokal dalam kehidupan pergaulan sosial.
             Selanjutnya,ketika kedua kata tersebut disatukan maka sistem kasta berarti cara kerja dari pengelompokan masyarakat. Defenisi yang paling mungkin dari sistem kasta ialah bagaiamana suatu kasta disusun berdasarkan tingkatannya,ada yang tinggi,menengah dan rendah.
            Di Indonesia sendiri,kasta merupakan produk budaya masyarakat tempo dulu pada masa ketika masih banyak kerajaan-kerajan,kasta ini pada saat itu cenderung menunjukkan perbedaan pada lapisan masyarakat berdasarkan keturunan dari mana asal usulnya. Pada saat itu,apabila seorang lahir dari kedua orang tua yang terpandang maka dia masuk dalam golongan atas misalnya dari keluarga keraton maka semua keturunan-keturunan keluarga itu akan berkastakan ningrat sesuai asal usul keluarganya,begitupun sebaliknya dengan orang yang lahir dari keluarga biasa saja maka akan terlahir kedalam kasta sederhana yang mungkin saja termasuk kasta bawahan.
          Hal itu jika dilihat dari sejarah adanya kasta di Indonesia pada masa lampau,semakin cepatnya waktu berjalan semakin berubah gaya hidup masyarakayat,semakin beragam kebutuhan masyarakat ini berdampak pada adanya perubahan esensi pada budaya beberapa kelompok salah satunya ialah kasta ini.
          Jika dilihat pada fenomen kaula muda saat ini,gadget menjadi magnet dalam pergaulan mereka,dimana gadget menjadi barang paling sering dibawa dan paling diperlukan. Kebutuhan akan gadget ini terkadang begitu berlebihan hingga kadang ada beberapa dari mereka yang menjadikan gadget sebagai barometer untuk menentukan seberapa elit kasta seseorang,sederhananya kasta dikalangan remaja saat ini tidak melulu atas dasar asal usul keturunannya. Semakin canggih dan mahal harga dari gadget seseorang maka ia berhasil menciptakan kesan kaum elit pada dirinya,berbalik dengan orang yang gadgetnya produksi lama juga harganya yang ekonomis maka dia bertengger di golongan orang-orang bawahan,yang mana fenomena ini terkait pengelompokan kasta berdasarkan atas tingkat ekonomi seseorang.
             Kasta di Indonesia begitu banyak ragamnya,jika di daerah suku Jawa dikenal yang namanya ningrat dan yang sejenisnya. Bergerak sedikit ke arah timur,di daerah Sulawesi tepatnya Sulawesi Selatan,pada suku Makassar dikenal juga sistem kasta dalam masyarakatnya. Masyarakat suku makassar banyak tersebar dan menjadi suku mayoritas di sekitar wilayah selatan provinsi Sulawesi Selatan yaitu di kabupaten Gowa,Takalar,Jeneponto,Bantaeng,Bulukumba termasuk juga kota Makassar. Kasta dalam masyarakat suku Makassar dikenal dengan nama pa’daengangPa’daengang ini diperoleh lewat keturunan yang didasarkan pada kasta keluarga tempat dia dilahirkan. Jika orang tuanya berkastakan karaeng ataupun daeng maka kasta itu menurun pada sang anak secara otomatis tanpa lewat pelantikan atau ritual-ritual formal apapun,meskipun ada beberapa orang yang aslinya berkastakan daeng ataupun ata tetapi naik kastanya menjadi karaeng.

B.     NILAI-NILAI DALAM SILA KELIMA PANCASILA DAN KAITANNYA DENGAN SISTEM KASTA
             Pancasila merupakan ideologi negara,dimana segala hal mengenai kehidupan bernegara termasuk aturan-aturan yang ada didasarka pada Pancasila itu. Dijadikannya sebagai dasar dari kehidupan berbangsa dan bernegara disini tak lain karena kelahirannya sebagai identitas nasional bersama yang mencerminkan kehidupan-kehidupan masyarakat Indonesia yang meliputi kehidupan pribadi,sosial,budaya termasuk bernegara.(Gatara,Asep Sahid.2012.Pendidikan Kewarganegaraan.Bandung: Fokusmedia.halaman 32) Beralasan inilah Pancasila dijadikan identitas nasional yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain dengan menonjolkan sisi kerukunan atas kemajukan yang ada di dalamnya. Pancasila selain sebagai ideologi kemudian sebagai identitas nasional,juga sebagai falsafah hidup bangsa. Tugas sebagai falsafah hidup bangsa ini pancasila dijadikan masyarakat sebagai pedoman dalam berkehidupan. Pancasila yang berisikan asas-asas kehidupan manusia ini dirasa konkret dan sangat cocok menjadi acuan dalam berperilaku. Kecocokannya sebagai patokan disini didasarkan pada nilai-nilai yang ada dalam sila-sila pancasila itu. Sila ketuhanan yang Maha Esa menandai akan keutamaan berkeyakinan atas satu tuhan dan menganut agama masing-masing. Sila kemanusiaaan yang adil dan beradab sebagai motifasi untuk terlibat dalam mewujudkan keadilan dan berprilaku sesuai adab yang terpuji. Sila persatuan Indonesia melambangkan keberagaman bangsa yang sudah seharusnya dipersatukan sehingga tercipta kesatuan visi dan misi dalam kemajemukan. Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,dalam tupoksinya kehidupan bernegara dijalankan dalam kepemimpinan yang bijaksana dan menjunjung tinggi musyawarah dalam pengambilan keputusan,juga adanya lembaga perwakilan rakyat sebagai wali rakyat dalam pemerintahan untuk menyuarakan aspirasi mereka. Sila terkhir ialah,keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam upayanya mencapai suatu keadilan sosial bermasyarakat tanpa pandang bulu,maka ditutuplah pancasila oleh sila kelima ini.
     Terkhususkan pembahasannya,sila kelima disini yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dapat dikatakan sebagai penegas dari keempat sila yang mendahuluinya dan keempat sila tersebut menjadi pewujud lahirnya sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia(Notonagoro.pancasila secara ilmiah populer.1971.Jakarta:Bumi Aksara. Halaman 156)
Mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,tidak terlepas dari hal-hal berikut.
v  Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai bentuk cita-cita bangsa.
Terbentuknya suatu bangsa tidak begitu saja lahir lalu berkembang,semuanya melalu prosesi yang terstruktur. Pembentukan negara lazimnya tidak terlepas dari apa yang menjadI visi dan misi dari pembentukan negara tersebut. Visi dan misi suatu bangsa banyak dikenalnya sebagai suatu cita-cita bangsa. Cita-cita suatu bangsa tidak begitu berbeda pada hakikatnya dengan cita-cita setiap individu,yaitu untuk mencapai apa yanh ingin dicapai. Mengenai cita-cita,setiap negara sudah barang pasti ingin menciptakan kesejahteran rakyat,kesejahteraan rakyat bukan hanya ditampilkan dalam terciptanya stabilitas ekonomi yang meliputi pemberantasan kemiskinan,tetapi juga termasuk dalam pemenuhan atas rasa adil dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Keadilan dalam cita-cita suatu negara ditentukan oleh ideologi bangsa tersebut. Penjelamaan dari cita-cita bangsa Indonesia itu termaktubkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,yang disebutkan “perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesiantelah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentaus mengantarkan rakyat Indonesian kedepan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia,yang merdeka,bersatu,berdaulat,adil,dan makmur.” Dalam kalimat tersebut disebutkan beberapa cita-cita suatu bangsa yaitu mencapai suatu kemerdekaan,menciptakan persatuan dan kesatuan,terbentuk pemerintahan yang berdaulat dan yang utama juga ialah menciptakan keadilan dan kemakmuran rakyat yang sesuai dengan sila kelima pancasila itu sendiri. Sehingga dapat dikatakan bahwa nilai-nilai yang ada dalam sila kelima disini dijabarkan sebagai bentuk cita-cita bangsa Indonesia.

v  Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai pemenuhan atas hak-hak dasar manusia.
Jika sebelumnya dijelaskan mengenai cita-cita bangsa,maka dapat dikaitkakan dengan apa yang menjadi hak setiap warga negara untuk memperoleh apa yang menjadi cita-cita itu. Cita-cita bangsa untuk mewujudkan keadilan dan kemakmuran disini tertujukan pada penciptaan rasa adil dalam sosial masyarakat dan kehidupan yang makmur dalam artian yang layak bagi setiap warga negara. Mengenai hak-hak dasar manusia,pada dasarnya ada yang dinamakan hak sebagai individu dan ada hak sebagai warga negara. Hak individu bertalian dengan hak perorangan yang meliputi hak hidup,hak berpendapat,hak memperoleh pendidikan yang layak dan lain sebagaianya yang sifatnya personal atau perorangan. Hak individu ini masuk dalam cita-cita bangsa untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Hak individu juga termasuk hak untuk memperoleh perlakuan yang sama sesuai porsinya,dimana setiap individu berhak atas rasa adil dan dipandang sama dimata hukum dalam berkehidupan di dalam suatu negara. Berarti,nilai-nilai dari sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ini menjadi penanda atas adanya hak-hak atas rasa keadilan yang harus diperoleh oleh setiap individu. Hak yang kedua manusia ialah hak sebagai warga negara,Kebanyakan hak sebagai warga negara disini menunjukkan pada hak individual yang sifatnya lebih umum,misalnya hak untuk memilih dan dipilih dan sebagainya. Dalam konsep hubungan keadilan,hak itu juga tersimpulkan pada hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri (pemenuhan hak pribadi),hubungan dengan orang lain(pemberian hak berupa kewajiban pada orang lain),dan hubungan dengan tuhan atau causa prima(kewajiban kita terhadap tuhan). (Notonagoro.pancasila secara ilmiah populer.1971.Jakarta:Bumi Aksara. Halaman 156)

v  Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagi wujud terciptanya good governance.
Bukan perkara mudah menciptakan good governance ditengah bergamnya kehidupan yang diikuti beragamnya permasalahan yang ada. Suatu pemerintahan dikatakan good governance jika apa yang menjadi visi suatu negara tersebut dapat diwujudkan juga yang menjadi misinya dapat dijalankan sesuatu aturan dan moral kehidupan. Dalam kaitannya dengan sila kelima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang menjadi cita-cita,good governance akan terbentuk manakala keselarasan cita-cita negara dan rakyat untuk mencapai keadilan dapat terwujudkan. Salah satu indikasi adanya good governance adalah dengan adanya rasa adil dalam kehidupan bernegara,sehingga pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang mampu menegakkan keadilan di negaranya.
          Terciptanya suatu keadilan sebagai tanda tercapainya pula cita-cita bangsa,karena tercapainya rasa adil pada setiap warga negara  menjadi kewajiban setiap pemerintahan dan tercapainya cita-cita bangsa mengindikasikan terbentuknya good governance.
       Keterkaitan sistem kasta dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ini begitu kontras. Dimana sistem kasta ini menggolongkan atau mengelompokkan masyarakat kedalam beberap tingkatan sehingga ada yang namanya suatu perbedaan kedudukan,sementara itu sila kelima disini menjunjung tinggi cita-cita bangsa untuk menciptakan keadilan atas kesamaan kedudukan setiap warga negara. Teriakan untuk mewujudkan keadilan itu biasanya datang dari kalangan yang tertindas yang dalam sistem kasta menjadi golongan bawahan. Sehingga dalam perjalanannya sistem kasta dan sila kelima berada dalam jalur yang berlawanan yang sewaktu-waktu bisa saja bertabrakan yang akhirnya lahirlah banyak masalah apabila sistem kasta ini tidak disikapi dengan bijak.
         Jadi,keterkaitan kedua hal ini ada pada jalur kerja keduanya. Jika sistem kasta ada untuk menciptakan suatu perbedaan tingkatan antar individu,maka sila kelima disini ada untuk menciptakan kesamaan dan kesetaraan setiap individu untuk mendapatkan hak-haknya



C.     PA’DAENGANG SEBAGAI SISTEM KASTA DAN PERMASALAHANNYA
          Jika di daerah suku Jawa dikenal yang namanya golongan ningrat,ajengan dan sebagainya yang mengisyaratkan adanya sistem kasta dikalangan keluarga jawa,di daerah Sulawesu juga dikenal adanya sistem kasta. Sistem kasta di daerah Sulawesu tepatnya di daerah selatan provinsi Sulawesi Selatan dikenal dengan sebutan pa’daengang.
          Daerah yang paling kental masih menjaga sistem kasta ini ialah kabupaten jeneponto. Di Jenepotno ini sistem kasta masih eksis penerapannya meskipun pada akhirnya muncul berbagai persoalan-persoalan sosial yang mengiringi sistem kasta tersebut. Masyarakat Jeneponto lahiriyahnya justru tidak mengenal istilah kasta,melainkan seperti disebutkan sebelumnya lebih mengenal isitilah pa’daengang tetapi pada dasarnya substansi keduanya bermuara pada maksud yang sama saja hanya berbeda dalam hal penyebutan.
          Istilah pa’daengang ini ditampakkan dengan adanya nama tambahan pada setiap orang yang memiliki kasta,misalkan seorang siswa bernama Adi dan ia berasal dari keluarga berkasta karaeng kemudian nama karaengnya adalah karaeng baso,maka selanjutnya Berdasarkan aturan budaya masyarakat jeneponto namanya ialah Adi karaeng baso,karaeng baso disini sebagai penunjuk bahwa dia berasal dari kasta karaeng.
        Istilah pa’daengang banyak dipakai untuk menyebutkan kasta-kasta dalam masyarakat suku makassar,termasuk sebelumnya disebutkan ialah masyarakat suku makassar di Jeneponto.
         Secara kebahasaan kata pa’daengang berkomposisikan kata pa’ dan daeng. Kata pa’ dalam istilah kebahasaan masyarakat jeneponto setara dengan imbuhan peng- dalam kaidah  kebahasa indonesiaan sehari-hari. Seperti contoh kata pa’sambe dalam bahasa makassar,kata dasarnya ialah sambe yang artinya ganti,maka kata pa’sambe artinya adalah pengganti,sehingga mengiyakan pernyataan sebelumnya bahwa kata pa’ dalam bahasa makassar itu identik maknanya dengan kata peng- dalam istilah pebgimbuhan bahasa Indonesia.
          Kata berikutnya ialah daeng. Belum ada sumber yang pasti yang menjelaskan mengenai terjemahan dari kata daeng itu dalam bahasa Indonesia. Terlepas dari itu,mecoba untuk di kaitkan dengan kata imbuhan yang mendahuluinya,kata daeng disini sebagai siratan dari isitilah kasta yang coba di ungkapkan,ini dengan dalil bahwa kata daeng disini merupakan salah satu tingkatan dalam pengkastaan suku makassar. Sehingga bisa saja kata daeng menjadi penunjuk dari istilah kasta itu sendiri.
          Setelah digali kaidah kebahasaan dari istilah tersebut maka dari kata pa’ dan daeng-ang yang membentuk kata pa’daengang  itu memiliki arti sebagai pengkastaan. Pada simpulan selanjutnya diperoleh bahwa isitlah Pa’daengang merupakan padanan kata dari sistem kasta yang merujuk pada satu makna yaitu pengelompokan masyarakat kedalam tingkatan-tingkatan tertentu.
          Bila halnya pada sistem kasta suku Jawa mereka mengkastakan masyarakat dalam tingkatan-tingkatan yang dikenal dengan istilah nigrat sebagai kasta tertinggi kemudian berurut dengan tingkatan-tungkatan selanjutnya,di masyarakat jeneponto,pa’daengang itu memiliki tiga tingkatan yang berurut dari atas ke bawah yaitu karaeng,daeng,dan ata.

·         Karaeng
            Dalam ruang lingkup pa’daengang,karaeng menjadi tingkatan atau kasta tertinggi,diatas daeng dan ata. Dalam konteks lain,kata karaeng ini digunakan sebagai kata ganti yang merujuk pada sang pencipta yaitu Allah SWT. Penggunaan karaeng yang dirujukkan pada tuhan ini,sebagai penanda akan sifat-Nya yang Maha Tinggi. Ketinggian dalam konteks itulah yang mungkin disama artikan bahwa karaeng dalam objek bahasan yang berbeda dengan sifat ketuhanan,melainkan dalam sistem kasta disini sebagai penanda bahwa karaeng menjadi kasta tertinggi diatas kasta-kasta lainnya yaitu daeng dan ata. Di daerah Jeneponto sendiri,orang-orang dengan nama karaeng tergolong sebagai tokoh-tokoh terpandang bahkan mayoritas dari pengisi kursi-kursi kekuasan di birokrasi adalah mereka yang bergelar karaeng. Semua yang termasuk dalam keluarga karaeng akan dihormati oleh kasta-kasta lain dibawahnya. Contoh nama karaeng ialah Januar Fitra Ramadhan karaeng nojeng.

·         Daeng
            Dalam sistem kasta terdapat beberapa tingkatan dari yang atas,tengah,bawah. Golongan daeng ini sebagai golongan tengah atau kedua setelah golongan karaeng. Tidak banyak berbeda dengan golongan karaeng,daeng disini juga didapat dari prosesi turun temurun dari keluarganya meskipun nantinya ada beberapa orang yang salah satu orang tuanya tak berkasta tetapi tetap mendapat nama golongan apakah itu karaeng ataupun daeng. Pembeda antara karaeng dan daeng hanyalah pada tingkatannta saja. Persebarannya itu sendiri,jika karaeng kebanyakan menduduki posisi-posisi penting dalam birokrasi,maka golongan daeng juga tidak bisa dikatakan sedikit yang menjabat kursi emas birokrasi,karena ada juga beberapa dari golongan daeng yang mengambil peran penting dalam birokrasi meskipun kebanyakan terkadang jabatannya sedikit dibawah golongan karaeng apakah sebagai sekretaris ketua ataupun lainnya. Contoh dari nama daeng ialah Meylindah Arifin daeng baji’.

·         Ata
         Dari hal yang termasuk golongan ata ialah golongan yang tidak termasuk dari golongan karaeng ataupun daeng. Banyaknya ata dapat dilihat dari ada tidaknya nama tambahan dibelakang nama lengkapnya,misalkan sebelum Januar Fitrah Ramadhan karaeng nojeng menunjukkan bahwa dia dari kasta karaeng kemudian Meylindah Arifin daeng baji’ menunjukkan dirinya sebagai kasta daeng,maka jika ada masyarakat yang tidak memiliki nama daeng ataupun karaeng maka mungkin saja dia dari golongan ata. Ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang tidak memiliki nama daeng ataupun karaeng meskipun tinggal di daerah Jeneponto,itu diantaranya ialah masyarakat Pendatang ataupun karena adanya kesepakatan keluarga untuk tidak menggunakan nama daeng ataupun karaeng yang mereka miliki.
             Sistemisasi penurunan kasta dalam masyarakat Jeneponto itu diperoleh dari prosesi turun temurun dari kasta yang dimiliki keluarganya.,meskipun dalam penurunanya terkadang ada yang dipandang tidak sesuai aturan kebudayaan. Prosesi penurunan secara keturunan terjadi begitu saja seperti halnya agama yang dianut oleh bayi ketika baru dilahirkan,yaitu agama yang dianut orang tuanya.
            Ketika ia baru lahir,biasanya setiap orang tua disamping memberi nama formal buat anaknya terkadang juga sudah dipersiapakan nama karaeng atau daeng apa yang cocok untuk anaknya. Biasanya nama itu diambil dari nama buyut mereka. Nama daeng ataupun karaeng yang mengekori nama formal disini didapatkan sesuai dari kasta atau golongan orang tuanya,apakah dia berasal dari keluarga daeng atau karaeng.
           Banyak juga anak yang seharusnya lahir tanpa nama pa’daengang tetapi orang tuanya ingin menyematkan nama seperti itu dalam nama formal anaknya,dengan motivasi dan tujuan-tujuan tertentu. Penggunaan nama seperti itu selalu mengekori nama lahiriahnya tetapi dalam konteks urusan yang formal nama pa’daengang ini tidak dituliskan. Nama itu biasanya hanya sebagai nama sapaan,pergaulan termasuk sebagai nama panggilan sehari-hari untuk di lingkungan sekitarnya.
           Dalam aturannya,seorang anak yang lahir dari ibu dengan nama karaeng sedangkan ayahnya adalah orang dari suku lain yang tidak memiliki istilah penamaan seperti itu ataupun dari golongan ata yang tidak memiliki nama pa’daengang,maka sang anak tidak berhak atas nama karaeng ataupun daeng. Syarat penurunannya ialah dilihat dari ada tidaknya nama daeng atau karaeng pada kedua orang tuanya,bukan hanya ibu ataupun hanya ayahnya. Meskipun begitu ada beberapa orang tua yang tetap memberi anaknya nama pa’daengang meskipun nyatanya salah satu dari mereka ada yang tak memiliki nama tersebut.
    Seperti disebutkan sebelumnya,kasta yang pada tempo dulu umumnya mengelompokkan masyarakat kebeberapa tingkatan dengan batasan-batasan tertentu misalnya yang paling banyak ialah kasta berdasarkan keturunan. Semakin bertambahnya tahun,kasta saat Ini di era gencarnya diteriakkan  HAM yang salah satu tuntutannya mengenai kesamaan hak,justru semakin meluas batasan-batasannya bukan hanya perbedaan atas dasar keturunan tetapi termasuk juga perbedaan dalam hal jabatan,ekonomi,tingkat pendidika,asal daerah,termasuk juga menyangkut perbedaan suku. Semakin meluasnya batasan akan perbedaan kasta atau tingkatan seseorang ini yang pada akhirnya banyak melahirkan persengketaan dua kubu bahkan beberapu kubu yang saling klaim merasa paling dirugikan. Adanya konflik-konflik inilah yang semakin menguatkan kesenjangan antara kaum atas dan kaum bawah hingga lahirlah kesan kaum atas bisa saja sewaktu-waktu menindas yang dibawahnya.
              Permasalahn mengenai perbedaan kasta ini yang paling nampak dan paling sering menjadi keluhan ialah adanya perlakuan berbeda yang dirasakan golongan tertentu sehingga melahirkan banyaknya tuntutan kemudian berusaha menggalakan penegakan HAM.
             Kelanjutan dari berbagai persoalan sistem kasta di masa kini yang makin kompleks itu turut hadir dalam sistem kasta di daerah-daerah yang notabennya kasta tradisional. Seperti panjangnya pembahasan sebelumnya mengenai sistem kasta masyarakat Jeneponto,dalam pengkastaannya juga banyak didapati berbagai benturan-benturan atau gesekan-gesekan yang terjadi. Gesekan itu tidak hanya melibatkan pelaku-pelaku sistem kasta tersebut yaitu antara kalangan atas dengan kalangan dibawahnya,melainkan juga gesekan antar nilai-nilai moral dalam budaya pengkastaannya. Berikutnya pun,dalam nilai-nilai budaya itu tidak cukup jika yang digali hanya pertentangan antar komponennya saja tetapi justru yang banyak ialah pelencengan dan makin tidak terkendalinya nilai-nilai budaya tersebut yang semakin berambisi keluar dari batasan awalnya.
            Berbagai pencacatan budaya tersebut dilatarbelakangi oleh banyak hal yang menjadi faktor lahirnya kesan bahwa sistem kasta sebagai budaya pemberi batasan gerak golongan tertentu. Faktor-faktor  itu sangat beragam,ada yang datangnya dari luar atau eksternal juga ada yang datangnya dari internal atau dari dalam diri individu itu sendiri.
       Faktor luar atau eksternal dalam kajiannya ialah banyak hal-hal yang sumbernya dari luar individu turut andil terhadap pergeseran nilai-nilai budaya pengkastaan ini. Faktor eksternal maupun internal pada dasarnya saling terikat,dimana faktor eksternal tidak begitu saja dapat masuk jika internnya tidak menerima. Faktor eksternal yang paling umum ialah globalisasi. Karena kaitannya budaya ini dengan sistem akhlak perorangan,maka globalisasi yang merubah akhlak disini juga berekspansi merubah banyak hal dalam individu bukan hanya akhlak melainkan juga kebiasaan dan budaya.
             Sementara faktor internalnya disini ialah faktor dari dalam individunya. Faktor internal yang banyak ialah dikarenakan berubahanya pola hidup masyarakat yang makin hedonis. Banyak kepentingan individual yang saling merasa harus didahulukan terlebih jika dia berasal dari golongan atas. Karena saling merasa harus didahulukan maka terkadang dikaitkanlah dengan kasta atau golongan seseorang. Perubahan prilaku hidup yang makin hedonis ini tidak bisa dilepaskan dari adanya faktor eksternal sebelumnya,yaitu globalisasi.
         Dari adanya berbagai faktor tersebut maka lahirlah bermacam problematika dari sistem kasta itu. Secara globalnya,yang paling sering menjadi problem dalam sistem kasta itu ialah perlakuan berbeda anatara golongan yang satu dengan golongan lainnya. Banyak golongan bawah yang mengeluhkan pelayanan yang mereka terima dalam hal pelayanan publik. Terkadang golongan bawah juga banyak mengeluh atas kesamaan atas hak preogratif perorangan yang mereka merasa haknya telah diperkosa oleh kepentingan-kepentingan kalangan elit. Hal-hal semacan itulah yang kemudian banyak menjadi keluhan dalam adanya pengelompokan masyarakat ini.
          Di masyarakat jeneponto itu sendiri,cukup banyak persoalan-persoalan mengenai budaya ini. Budaya pa’daengang tidak begitu saja lahir lalu dapat diterima kemudian berjalan mulus begitu saja,dalam praktiknya ada saja yang selalu lahir dengan keberadaannya,termasuk permasalah itu sendiri. Permasalah itu banyak lahir di era sekarang ini,seperti dijelaskan sebelumnya bahwa umumnya yang menjadi faktor ialah globalisai. Permasalahan ini justru pelakunya dipenuhi oleh kalangan remaja yang berkasta tetapi menunjukkan perilaku seorang yang tidak berkasta. Dikarenakan pelakunya yang hidup dalam ramainya pengaruh globalisasi mengakibatkan banyak prilaku remaja ini yang tidak berkacakan pada nilai-nilai kasta yang ia miliki. Banyak anak-anak dari kalangan atas atau dalam budaya pa’daengang disebut golongan karaeng,mereka tidak mencerminkan apa yang justru seharusnya ia tampilkan,banyak dari mereka yang terlibat dalam pergaulan bebas,tawuran,balap liar bahkan penggunaan barang-barang terlarang. Perilaku-perilaku menyimpang inilah yang mengkodekan adanya pengkikisan nilai-nilai pa’daengang ini. Bukan hanya itu,banyak juga persoalan lainnya yang terlihat dari budaya ini,itu ialah sikap tamak dan merasa tinggi hingga pada akhirnya banyak dari pengguna kasta ini yang sepihak merasa harus didahulukan dalam segala urusan. Kesemua permasalahan itu dimuarakan atas satu hal yang menjadi alasannya,itu ialah mereka masuk dan terjebak lalu asik bermain-main dalam labirin globalisasi hingga akhirnya mereka tak menemukan jalan keluar dan menyesalinya.

D.    LANGKAH PENCEGAHAN DAN SOLUSI ATAS PERMASALAHAN ADANYA SISTEM KASTA YANG MENYALAHI NILAI-NILAI PANCASILA.
             Dalam perjalanannya,sistem kasta mungkin saja berbenturan dengan nilai-nilai yang ada dalam pancasila hingga muncullah berbagai permasalah sosial. Permasalahan sosial itu sudah tentu merugikan berbagai pihak sampai pada permasalahan ini dikembalikan lagi sesuai aturan dan ideologi bangsa.
               Sebelum tercipta suatu permasalahan alangkah lebih baiknya jika dilakukan hal-hal yang sekiranya dapat meminimalisir atau mencegah terjadi permasalahn tersebut,dengan melakukan beberapa langkah pencegahan yang dirasa efektif. Sementara itu jika permasalah tersebut terlanjur telah terjadi,maka diperlukan soslusi yang superaktif dan solutif sehingga dapat terselesaikan dengan cepat dan tidak menimbulkan masalah lain lagi. Solusi untuk permasalah mengenai kebudayaan pada hakikatnya tidak perlu melakukan perubahan struktur pada budaya tersebut tinggal bagaimana dalam praktiknya dapat diluruskan saja sesuai niat baiknya,karena struktur-struktur yang ada dalam suatu budaya menjadi nilai pikat dari kebudayaan itu sendiri.  Langkah pencegahan dan solusi yang bisa dilakukan diantaranya ialah:
·         Perbaikan intern,maksudnya ialah setiap individu pemilik kasta hendaknya memiliki kontrol moral yang baik sehingga dapat berperilaku sebagaimana adab kemanusiaan,maka dapat memperlakukan orang lain sebagaimana mestinya. Juga dengan menanamkan pemahaman bahwa setiap kasta yang mereka miliki bukan sebagai alat untuk memperoleh apa yang mereka inginkan,tetapi untuk menunjukkan bahwa kasta tinggi seharusnya memiliki kepribadian dan moral yang tinggi juga sehingga dapat menjadi titik panutan bagi kasta-kasta dibawahnya dalam berprilaku.
·         Meningkatkan wawasan tentang pengetahuan terhadap nilai-nilai pancasila,sehingga segala hal dalam perilaku individu tidak bertolak belakang dengan nilai-nilai yang ada pada pancasila.
·         Membiasakan sadar diri untuk lebih mendahulukan hak orang lain dan kewajiban masing-masing.
·         Menanamkan dalam hati bahwa kasta yang dimiliki merupakan tanggung jawab untuk bisa berprilaku baik dan menjadi cerminan bagi orang lain.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
          Sistem kasta disini sebagai suatu bentuk kebudayaan yang masih ada hingga saat ini,yang mana sistem kasta ini ada untuk mengelompokkan atau menggolongkan masyarakat kedalam tingkatan-tingkatan tertentu sehingga mengilhami adanya perbedaan status sosial anatar masyarakat. Bergerak sedikit pada ideologi bangsa,pancasila teridir atas lima sila dimana salah satu silanya berbunyi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,yang mana nilai yang terkandung dalam sila ini dan yang coba untuk disampaikan ialah bahwa bangsa Indonesia menjunjung tinggi adanya rasa keadilan antara semua golongan tanpa ada yang merasa didahulukan atau diacuhkam. Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia inj menunjukkan bahwa ideologi bangsa kita tidak mengenal adanya perbedaan tingkatan atau status sosial masyarakat dan setiap masyarakat berhak atas kesamaan hak dalam segala hal salah satunya ialah kesamaan hak dimata hukum. Dalam kaitannya dengan sistem kasta,terkadang ada beberapa pihak yang memanfaatkan kasta yang mereka sandang untuk memperoleh perlakuan khusus karena merasa memiliki kasta yang tinggi,sehingga lahirlah banyak permasalahan-permasalahn yang mengindikasikan adanya pertentangan antara pancasil terhadap sistem kasta itu.
            Salah satu contoh sistem kasta yang ada saat ini ialah budaya pa’daengang. Budaya pa’daengang ini merupakan sistem  kasta dalam kalangan masyarakat suku Makassar khususnya yang bertempat tinggak di kabupaten Jeneponto. Dalam budaya pa’daengang ini dikenal ada tiga tingkatan yaitu karaeng,daeng dan ata. Tingkatan-tingkatan yang ada dalam budaya pa’daengang itu diterapkan dalam pemberian nama kedua atau nama belakang pada seseorang. Semakin majunya zaman,semakin berubah perilaku masyarakat maka banyak berpengaruh pada cara pandang terhadap budaya pa’daengang itu,alhasil ditemukan banyak permasalahan-permasalahn sosial yang berkenaan dengan budaya ini yang banyaknya ditemui pada remaja. Solusi terhadap permasalahn ini yang utamanya ialah perbaikan diri terlebih dahulu,introspeksi diri menjadi poin penting untuk saling menghargai antar sesama tanpa mamandang status sosial masing-masing hingga sistem kasta disini bukan bertujuan untuk memperoleh kepuasan pribadi melainkan kasta ini menjadi tanggung jawab pribadi untuk senantiasa berprilaku positif sehingga dapat menjadi cerminan bagi kasta dibawahnya.

B.     Saran

Setiap pembaca terlebihnya yang memiliki kasta atau status sosial tinggi,utamakanlah prilaku saling menghargai dan mendahulukan hak orang lain agar tercipta kerukunan dalam kehidupan bermasyarakat tanpa harus ribut-ribut menganggap diri harus didahulukam dari orang lain yang kita anggap lebih rendah dari kita.