Upacara Macolongan “1 Bulan 7 Hari (42 hari)”

Pada waktu  sang bayi berumur satu bulan tujuh hari (42 hari), maka selanjutnya akan di buatkan suatu upacara yang di namakan “upacara Macolongan“.  Seperti Halnya sang bayi saat masih berada dalam kandungan yang dijaga oleh sang Catur Sanak. Oleh sebab itu pertumbuhan sang bayi di dalam kandungan, sangat di bantu oleh empat unsur berdasarkan fungsinya masing – masing. Keempat unsur itu kemudian di sebut “Catur Sanak”. Sang Catur Sanak akan berganti – ganti nama sesuai dengan pertumbuhan sang bayi, sehingga akan memiliki banyak nama untuk mereka. Di dalam upacara macolongan ini Sang Catur Sanak akan panggil dengan sebutan “Nyama Bajang”.


Disini yang di maksud “nyama bajang” merupakan segala kekuatan – kekuatan yang membantu Sang Catur Sanak di dalam kandungan. 
Setelah bayi berumur 42 hari (Satu bulan tujuh hari sejak kelahirannya), maka sudah waktunya untuk mengembalikan sang “nyama bajang” ketempat asalnya, karena tugas sang Catur Sanak anggap telah selesai, bahkan kadang – kadang sering mengganggu sang bayi. Sebagai pengganti nyama bajang tersebut iyalah dengam dua ekor ayam, satu jantan dan satu betina. Ayam ini pada umumnya di sebut “pitik”. Dan pitik ini biasanya tidak diperbolehkan untuk di sembelih, karena di anggap sebagai pengasuh sang bayi.

Melukat di Brahma 

Dalam melaksanakan upacara mecolongan ini biasanya tidak berdiri sendiri, upacara ini merupakan runtutan upacara yang memiliki tujuan untuk membersihankan sang bayi dan ibunya beserta sang bapak, dari segala kekotoran atau (leteh sebel kendal/cuntaka) yang sebabkan oleh adanya kelahiran sang bayi. Setelah bayi berumur 42 hari, maka disebut utug Akambuh. Jadi sudah waktunyalah untuk mengadakan pembersihan lahir dan batin bagi sang Ibu dan anaknya, juga beserta bapaknya. Prosisi ini pada umumnya dilakukan di dapur, dengan istilah “Melukat di Brahma”. Bila tidak di dapur maka boleh di adakan dihalaman rumah dengan menghadap ke selatan. Upakaranya, tentu menurut desa kala patra yang ada.
Dengann dimulai dari upacara mebyakala, prayascita, natab, mebakti, metirta, yang mengandung makna pembersihan secara sekala – niskala, dan memohon keselamatan agar sang bayi dan orang tuanya dapat terhindar dari berbagai macam gangguan baik sekala maupun dari niskala. Selain itu, sebagai  upacara ini sebagai ungkapan rasa syukur kepada Sang numadi (yang menjelma) khusunya ucapan kepada Ida Sanghyang Widi Wasa , agar senantiasa memberikan keselamatan kepada umatnya.

Serta sebagai symbol para “nyama bajang” ini tidak lagi menanti sang bayi, maka sehabis dilakukanya upacara mecolongan ini, segala atribut yang ada di tempat menanam ari-ari boleh dibongkar, seta dibersihkan.
Sumber lain menyebutkan sarana dan tatacara dalam melakukan upacara ini yaitu dalam (BALINUSA: Runtutan Upacara manusia Yadnya dalam Agama HINDU:
Sarana Untuk upacara kecil:
1. Upakara untuk ibu : Byakala, prayascita, tirtha panglukatan dan pabersihan.
2. Upakara untuk si bayi : Banten pasuwungan, banten kumara dan dapetan.
Untuk upacara yang lebih besar;
1. Upakara untuk ibu : Byakala, prayascita, tirtha panglukatan dan pabersihan.
2. Upakara untuk si bayi : Banten pasuwungan, banten kumara, jejanganan, banten pacolongan untuk di dapur, di permandian dan di sanggah kamulan serta tataban.
Waktu Upacara kambuhan dilaksanakan pada saat bayi berusia 42 hari. Tempat Keseluruhan rangkaian upacara kambuhan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah, di dapur, di halaman rumah dan di sanggah kamulan. Pelaksana Untuk upacara kambuhan dipimpin oleh seorang pinandita atau pandita.
TataTata cara Untuk upacara kecil:
1. Kedua orang tua si bayi mabyakala dan maprayascita.
2. Si bayi beserta kedua orang tua diantar ke sanggah kamulan untuk natab.

TataTata Cara Untuk upacara yang lebih besar :
1. Si bayi dilukat di dapur, di permandian, dan terakhir di sanggah kamulan.
2. Kedua orang tua si bayi mabyakala dan maprayascita
3. Si bayi beserta kedua orang tuanya natab di sanggah kamulan