Minggu, 29 November 2020

TETIKES PANERANGAN HUJAN

Tetikes panerangan hujan merupakan sebuah upaya untuk melakukan kegiatan "nerang hujan" yang bisa dilakukan sendiri tanpa bantuan balian atau pawang hujan, asalkan memiliki keyakinan kuat terhadap sesuhunan yang dimohonkan dalam hal tersebut.

Adapun hal-hal prinsip yang perlu diperhatikan bagi pemula:

  1. Susunan Dewata yang berperan dalam ritual nerang ataupun pengujanan.
  2. perhatikan pula efek pada lingkungan akibat dilakukan ritual ini
  3. pilihlah sarana nerang hujan
  4. pahami proses ritual nerang hujan
  5. pelajari sedikit ilmu kawisesan dalam rangka menyerang lawan yang hendak membuat hujan.

Berikut ini penjelasan beberapa prinsip ditas:

Bila semeton bali memiliki bekal spiritual, ritual nerang hujan bisa dilakukan tanpa harus repot-repot menggunakan upakara banten, cukup dengan kekuatan batin (midep) memohon langsung kepada dewa-dewa yang berkaitan dengan proses terjadinya hujan. Adapun dewa-dewa tersebut diantaranya:

  1. Dewa Surya, sebagai saksi kegiatan kita, selaku dewa tertinggi dalam ritual Hindu Bali.
  2. Wulan-lintang-tranggana, merupakan saksi kegiaan, wakil dewa surya disaat malam hari.
  3. Dewa Agni, merupakan dewa yang memberikan anugrah kekuatan panasnya api, yang dapat menguapkan setiap embun disekitar kita.
  4. Dewa Indra, merupakan dewa hujan, hanya seijinnyalah hujan dapat terhenti.
  5. Dewa Bayu, merupakan dewa angin, yang membantu dalam proses menggeser embun yang telah teruap oleh panasnya jnana (idep).


Adapun aturan umun untuk melaksanakan nerang hujan diantaranya:

  1. Pahamilah, hujan merupakan ciri restu Tuhan melalui para dewa dan leluhur kita, memberikan kesuburan dan panglukatan, jadi sangat tidak elok kalau kita nerang pada saat melakukan  yadnya pecaruan atau sedang ngaturan piodalan, atau saat nunas panglukatan.
  2. Pahami pula area dan dimana saja yang memerlukan perlindungan dari hujan (nerang hujan), karena kita tidak boleh nyengker desa hanya demi keinginan pribadi, ingatlah hujan merupakan sumber air yang sangat diperlukan oleh tumbuh-tumbuhan dan para petani.
  3. Sehubungan dengan point 2 diatas, waktu nerang hujan juga diperhatikan, janganlah nerang sepanjang hari, karena situasi pada saat nerang hujan, baik suhu serta keadaan akan menjadi penat, panas dengan minim hembusan angin, sehingga akan mengganggu kenyamanan lingkungan serta tetangga.
  4. Pahami ciri-ciri petir, jangan sampai dewa hyang yang sedang melancaran, kita melakukan ritual nerang hujan maka akan berakibat kurang baik kedepannya untuk diri yang melakukan ritual dan orang yang memanfaatkan ritual nerang hujan tersebut.


Berikut ini pilihan sarana nerang hujan yang biasa digunakan, diantaranya:

  • sambe layar (lampu minyak)
  • pasepan atau paDUPAn
  • rokok,
  • api pedamaran, DIPA, baik lilin atau ganjreng (untuk ganjreng biasanya menggunakan minyak nyuh surya) 
  • cabe yang ditusuk dengan sebatang lidi yang biasa digunakan untuk menyapu (sampat)
  • banten pejati, dll


Setelah memahami fungsi dewata tersebut diatas, mengenai ilmu kawisesan untuk melakukan nerang hujan sangat beraneka ragam. berikut ini ada beberapa tehnik dan tips nerang hujan yang biasanya digunakan Balian Nerang dalam rangka menahan hujan agar tidak jatuh ke bumi.


Bagi para pemula, terutama yang baru belajar pasuk wetuning kan dan pangrecah dasaksara serta kanda pat berikut ini tehnik umum yang bisa diterapkan:

  1. Lakukan doa saa pembuka, seperti saat awal latihan.
  2. Ikuti doa dalam hati: "ratu sang hyang surya candra lintang tranggana, piceyang tityang penugran nyelang galah panerangan hujan, ledang ratu bhatara indra tan ngemedalan gulem lan hujan, bhatara bayu ngingsirang sekancan gulem ngaja nganinang, ngarangsuk bhatara agni ring sasiran tyang, menadi gni sakti, kedep sidhi mandi mantranku".
  3. Tarik nafas dalam-dalam, tahan sekuat-kuatnya dan hembuskan berlahan, lakukan berulang-ulang sebanyak 3 kali sambil letakkan/pusatkan napas di nabi dan ucapkan mantram (seperti saat latihan).
  4. Tengadahkan salah satu telapak tangan, niatkan sang hyang Agni atau gni sakti keluar dari telapak tangan anda.
  5. Gerakan tangan anda memutar berlawanan arah dengan jarum jam (prasawya), sambil tetap tahan nafas anda, dan niatkan gni sakti tersebut membumbung keatas, dan menguapkan awan dilangit
  6. Bila nafas anda sudah tidak kuat, lepaskan pelan-pelan, sambil tetap berkonsentrasi, tarik nafas anda dan kunci nabi anda seperti point 2.
  7. Terus lakukan hingga mendung, awan menjadi menipis.
  8. Bila ada ciri-ciri: angin terasa lembab berair atau kabut semakin menurun, terus lakukan tehnik diatas, karena itu ciri serangan susulan.
  9. Bila mendungnya terasa sudah berat, disarankan menggunakan alat bantu "pedamaran sambe layar" untuk memperkuat gni sakti yang digunakan.



Alasan putaran tangan prasawya adalah untuk mengurangi ke kekuatan awan hujan dan angin pembawa hujan. Kata asli dalam Bahasa Kawi untuk Maprasawya sebenarnya “pasawya-sawya” artinya: kanan ke kiri, yaitu bagian dari ritual smarana dengan berjalan melingkar dari arah kanan ke kiri berlawanan dengan arah jarum jam sebanyak tiga kali (simbol utpti, stiti, pralina) sebagai simbol “penurunan status”. Gerakan-gerakan itu analog alamiah dengan memperhatikan gerakan air dalam suatu bejana di mana sumbat bejana di bagian bawah dibuka, perputaran air akan pasawya-sawya; sebaliknya bila suatu bejana kosong diisi air secara terus menerus tak terputus, maka gerakan air akan mapurwa daksina. Awan diarahkan ke timur laut, maksudnya ke arah gunung atau dataran tinggi, karena hujan normalnya terjadi di dataran tinggi.



Pedamaran Sambe Layar atau "api terapung" adalah salah satu simbol Hyang Agni, merupakan sistim pedamaran (dipa) dengan menggunakan mangkok kramik (istilah balinya: cawan sutra), sumbu-nya benang tukel (sejenis kapas), minyaknya lengis nyuh surya, sumbu digantung dengan busung (janur) atau daun lontar berbentuk tapak dara yang dirajah "ong-kara pasupati", diatasnya diisi batas uang kepeng sebagai penyangga api. bila memungkinkan uang kepengnya gunakan yang tridatu/pancadatu dan sangat direkomndasikan menggunakan pis wayang (pis anoman, pis padma atau nawasanga). pendamaran sambe layar ini baiknya dibuat pada hari Kajeng Kliwon Enyitan atau Subacara.

Selain tehnik diatas, ada cara yang paling simple digunakan adalah mantra nerang hujan.


Mantra:

"Ang Ung Mang Syah" diucapkan 11x 

Ngacep ida bhatara dalem mohon penugrahan panerangan, hanya saja, mantra ini akan bermanfaat apabila anda sudah belajar kawisesan pasuk wetuning dasaksara dan kanda pat, gunakan sarana banten pejati dengan 11 dupa yang dihaturkan kehadapan bhatara surya (sanggah surya).


Disamping itu bagi yang sudah mampu mengunakan ILMU KALWUNG GNI dalam rangka menahan posisi awan. Logikanya dengan kalwung gni, hawa di sekitar target, akan menjadi panas, sehingga udara menjadi lebih hangat, penguapan menjadi lebih maksimal, dan apabila terbentuk awan, awan akan lebih cepat terpecah dan tergeser ke tempat yang lebih sejuk.


Berikut ini sedikit tentang kawisesan kaluwung gni:

"... iti kaluwung gni ngaran, iki ngawtokakan kasidyan ing pangiwa, salwiring pangiwa tunggal idep nia. yan wawu ataki-taki amtokakan kasidyan ing pangiwa, tatukna tingkahnia tkeng tarpania mwang solah nia. teher idit sanak nia patpat, kengetkna gnah nia mwang pasuk wtunia. yan wus tpet den ta, tut akna ulah ing pangiwa, iki glarakna, sakawenang paglarania. wus mangkana, rehan ing pangiwa, tut akna mwah gnah nia, yan wus mangkana donia, mtu mantra tingkah ing anglekas. yan wus puput, idepakna gnine ring sarira, kengetakna gnah nia mwang pasuk wtunia. gni manca warna gnah nia ring nabi, pasuk wetu nia ring siwadwara, irika pangulun ing gni. gni sweta gnah nia ring.... dan seterusnya..."


Mantra GNI ASTRA berikut biasanya digunakan pada saat hujan sudah tidak bisa ditahan, akibat perbuatan orang-orang yang ingin merusak kegiatan dan sengaja menyerang dengan sarana hujan. adapun mantranya:

Ong Ang , Bang Gni Astra murub kadi Kala Rupa, Anyapu awu, Durga lidek teka geseng 3X, Aku Sanghayang Cintya Gni Angabar abar gni sejagat, Bhuta gseng, Kala Gseng, Desti gseng, Ndih aku kadi teja sumirat, Gseng tan patalu-talu, Teka geseng 3x, lah poma 3x dst...

berikut ini tehnik nerang hujan, dengan mengunakan kekuatan dasa aksara:

ring Buwana Agung, Brahma-Iswara, wetuakena.

Apan Trikasara lingganing api, yeh, angin.

Ida maraga Brahma, Wisnu, Iswara.

Ida meraga Sang Hyang Tunggal, malingga ring patining idepta. Yang sira anunggalan idep, Sang Hyang Triaksara awas ranuhun, apan irika lingganing idep, Sang Hyang Triaksara awas rumuhun, apan irika lingganing idep, beginilah adalnya:

Ang; bayu, Ung; sabda, Mang; idep. Ang metu ring irung karo.

Ang; Brahmaloka, Ung; Wisnuloka, Mang; Siwaloka.

Brahmaloka, tunggalakena ring Wisnuloka,

malih Brahmanaloka lan Wisnuloka tunggalakena ring Siwaloka.

Sambil aneleng tungtuning irung, aneleng tungtunging pamusti.

asiki ring idep (pikiran). Ang, Ung, Mang (Bayu, Sabda, idep) anunggal,

panunggalannya ingaran Sang Hyang Pasupati, sumungsang ring pakukuhing jiwanta.

Yang sira weruh anipta niki, asing pinuja sidhi palanya, away wera pingita jua.


#tubaba@griyang bang//lontar paneranga#


Tidak ada komentar:

Posting Komentar