Rabu, 02 Februari 2022

GARBHAWEDANA

UPACARA MANUSA YADNYA 
Magedong- gedongan (Garbhawedhana Samskara)
Oleh  : I Gede Sigata Yadnya Manuaba, S.S., M.Pd

Kehamilan dianggap sebagai fase krisis dalam kehidupan seorang wanita dan janin atau bayinya. Masyarakat di berbagai budaya memberikan perhatian pada fase ini.

Pada masa kehamilan ada banyak ritual yang biasanya dilakukan, termasuk di Bali. Apalagi, masyarakat Bali dikenal dengan budayanya yang sangat kuat.

Ritual di masa kehamilan di Bali dianggap penting untuk menjaga keselamatan ibu dan bayinya. Selain itu, juga agar diberikan kemudahan dan kelancaran saat melahirkan.

Upacara 7 bulanan di Bali disebut dengan magedong-gedongan, yaitu pintu yang dalam, berada pada perut ibu. Dalam hal ini yang dimaksud kehidupan pertama adalah bayi, maka untuk keselamatan bayi yang ada dalam perut ibu dilakukan upacara magedong-gedongan.


Artinya upacara ini dilaksanakan pada saat kandungan berusia 7 bulan. Sarana
1. Pejati Pakeling lan Ayaban sahasidan

2. Pamarisuda: Panglukatan, Byakala, Durmangala, Prayascita dan Pengulapan

3. Tataban: Sesayut, pengambean, peras penyeneng dan sesayut pamahayu tuwuh.

4. Di depan sanggar pemujaan : banten gedong-gedongan, benang hitam satu gulung kedua ujung dikaitkan pada dua dahan dadap, bambu daun talas dan ikan air tawar, ceraken (tempat rempah-rempah).

Waktu Upacara Garbhawedhana dilaksanakan pada saat kandungan berusia 210 hari (7 bulan). Tidak harus persis, tetapi disesuaikan dengan hari baik.

Tempat Upacara Garbhawedhana dilaksanakan di dalam rumah, pekarangan, halaman rumah, di tempat permandian darurat yang khusus dibuat untuk itu, dan dilanjutkan di depan sanggar pemujaan (sanggah kamulan).

Pelaksana Upacara ini dipimpin oieh Pandita, Pinandita atau salah seorang yang tertua (pinisepuh).

Sebelum dilakukannya ritual, disiapkan sarana untuk melengkapi upacara tersebut, yaitu banten. Sarana yang perlu dipersiapkan panglidan dadari merupakan sesajen berupa 1 tumpeng kuning, 2 ayam putih siyungan yang telah dipanggang tatebus kuning, ditambah dengan tumpeng danaan, ayam panggang, tetabus putih dan cawu mumbul beralaskan cawu, serta ayam panggang putih disertai dengan canggah menek tuwun yang digantung pada lahan kayu dapdap.

Setelah selesai banten pangladan dadari, semua sesajen disajikan di tempat tidur, lengkap dengan dapetan serta gedong-gedongan dari rontal. Lalu, berada di tengahnya berisi kelapa gading muda, digambari jabang bayi, beralaskan ceper yang diisi laklak tape dan idam-idaman, asem-aseman tiap gedongan diwastra dengan selembar kain yang baru.

Perlengkapan sesajen disiapkan didepan orang yang akan memimpin dan memuja, untuk melakukan tata cara upacara penyucian (prayascita) dengan dyus kamalingi, catur kumba dan sesantun selengkapnya. Kepada Dewa Hyang dan Sanggah Kemulan disiapkan banten danaan seperti pada sanggah Tutuan.

Tata Pelaksanaan
1. Ibu hamil dituntun ke beji (tempat mandi) khusus atau sungai, menggunakan tongkat dengan bumbung yang dikalungi dengan benang segulung dan juga sasat mata gantungan. Setelah itu lbu yang sedang hamil di parisuda tirtha panglukatan, dilanjutkan dengan mabyakala, prayascita, durmangala dan pengulapan. Serta Panglukatan Pajaya-jayan semuanya dilengkapi dengan peralatan penglukatan gangga tirta, disucikan, sangku sudamala, kembang berwarna dengan menggunakan pandita untuk melukat. Lalu di tepungtawari dengan lukat dan lis, bersama-sama dengan yang hamil, dilanjutkan dengan pemujaan gangga, pemujaan utpeti, stiti antasana padmasana, dewa pratista, kuta gangga dewi mantra. 

Sesajen yaitu caru yang dibawa ke beji atau di taruh didepan melukat. Setelah itu, caru dihanyutkan kepalanya menghadap ke hilir.

2. Si lbu menjunjung tempat rempah-rempah, tangan kanan menjinjing daun talas berisi air dan ikan yang masih hidup.

3. Tangan kiri suami memegang benang, tangan kanannya memegang bambu runcing.

4. Si Suami sambil menggeser benang langsung menusuk daun talas yang dijinjing si Istri sampai air dan ikannya tumpah.

5. Selanjutnya melakukan persembahyangan memohon keselamatan.

6. Ditutup dengan panglukatan dan terakhir natab

Mantram Magedong-gedongan
Om Sang Hyang paduka lbu Pertiwi Bhetari Gayatri, Bhetari Sawitri, Bhetari Suparni, Bhetari wastu, Bhetari Kedep, Bhetari Angukuni, Bhetari Kundang Kasih, Bhetari Kamajaya- Kamaratih, samudaya, iki tadah saji aturan manusanira si-anu (sebutkan nama yang diupacarai) ajakan sarongwangan ira amangan anginum, menawi ana kirangan kaluputan ipun den agung ampuranen manusaniro, mangke ulun aminta nugraha ring sira den samua aja sira angedonging, angancingin muwang anyangkalen, uwakakena selacakdana uwakakena den alon sepunganenuta anak-anakan denipun den apekik dirghayusa yowana weta urip tan ana saminiksan ipun.

Om Siddhirastu swaha.

Artinya:
Om Sang Hyang Widhi dalam manifestasi Bhatari Gayatri, Bhatari Sawitri, Bhatari Suparni, Bhatari Wastu, Bhatari Kedep, Bhatari Angkuni, Bhatari Kundang Kasih, Bhatari Kamajaya Kamaratih, seperti Yang Mulia Hyang Widhidara- Widhidari, Hyang Kuranta-kuranti, kesemuanya silahkan menikmati persembahan hambamu si anu (nama yang diupacarai), sertakan semuanya menikmati makanan-minuman, seandainya ada yang kurang karena kelupaan olehnya, mohon dimaafkan hambamu, hamba mohon waranugraha Hyang Widhi semoga tidak mendapatkan halangan, bukakanlah pintu keselamatan, panjang umur dan kebahagiaan, semoga permohonan hamba terpenuhi. 

#tubaba@griyangbang#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar