Senin, 07 Februari 2022

JENIS UPACARA ATMA WEDANA

JENIS UPACARA ATMA WEDANA

Di masyarakat umat Hindu ada banyak istlah yang kita ketahui tentang Upacara Atma Wedana ini. Namun dalam Lontar Siwa Tattwa Purana dijumpai hanya ada lima macam Upacara Atma Wedana.Pembagian lima macam Upacara Atma Wedana itu didasarkan pada pertimbangan besar kecilnya upacara dilihat dari Sekalanya. Nanum makna filosofinya tetap sama saja. Sangat tergantung  pada kesungguhan hati umat yang melangsungkan upacara tersebut. Lima macam Upacara Atma Wedana yang disebutkan dalam Lontar Siwa Tattwa Purana itu adalah: Ngangsen, Nyekah, Memukur, Maligia dan Ngeluwer (Karya Panilapatian/Siwa Yadnya). Jadinya Upacara Atma Wedana yang paling sederhana itu disebut Ngangsen. Sedangkan yang paling besar atau disebut Utamaning Utama disebut Ngeluwer (Karya Panilapaian/Siwa Yadnya). Dalam Lontar Siwa Tattwa Purana itu dinyatakan juga bahwa setiap macam Upacara Atma Wedana tersebut nama  Sang Hyang Atma sebutanya berbeda-beda. Kalau macam Atma Wedana yang dipilih adalah Upacara Ngangsen maka Sang Hyang Atma disebut Sang Hyang Pitara. Kalau yang dipilih itu Nyekah Sang Hyang Atma disebut Sang Dewa Pitara. Kalau Memukur Sang Hyang Atma disebut Pita Widhi. Kalau Upacara Meligia yang dipilih Sang Hyang Atma disebut Widhi Wasa Pitra.Sedangkan dalam upacara Ngeluwer (Karya Panilapatian/Siwa Yadnya) Sang Hyang Catur Dasa Pitara nunggal Sang Hyang Atma disebut Acintya Parama Wadya Pitra. Sepanjang pengetahuan saya dalam sejarah belum ada umat Hindu di Bali yang pernah melaksanakan Upacara Atma Wedana dengan Upacara Ngeluwer. Konon Upacara Ngeluwer itu persyaratanya sangat berat. Umat Yang melangsungkan Upacara Ngeluwer itu tidak boleh menolak sama sekali segala jenis permintaan orang dari manapun datangnya. Apapun milik orang yang melangsungkan Upacara Ngeluwer  itu apa bila diminta oleh siapa saja, permintaan itu tidak boleh ditolak. 

Upacara Ngeluwer itu juga dilakukan dengan berbagai kemegahanya. Perbedaan jenis-jenis Upacara Atma Wedana itu adalah terletak juga pada tempat diselenggarakan Upacara Atma Wedana tersebut. Kalau Upacara Ngangsen tempatnya dapat dilakukan di dalam pekarangan rumah orang yang melangsungkan Upacara tersebut. Umumnya dilakukan dalam perkarangan rumah tua atau rumah asal. Rumah tua atau rumah induk umumnya lengkap dengan rumah adatnya dengan pekarangan yang lebih luas. Sedangkan kalau Upacara Nyekah dan Memukur dapat  dilakukan di halaman luar depan rumah atau kalau orang Bali menyebutnya di “lebuh”.Umumnya jaman dahulu halaman luar umat Hindu di Bali cukup luas.Di halaman luar rumah itulah didirikan segala bangunan Upacara Nyekah atau Memukur itu. Bangunan yang paling penting didirkan adalah bangunan yang disebut balai” Payadnya”. Di balai inilah distanakan “Sekar “ atau Puspa Lingga orang yang akan diupacarai Nyekah atau Memukur. Puspa Lingga itu adalah lambang badan halus atau Suksma Sarira Sang Hyang Atma. Sedangkan Upacara Maligia dan Ngeluwer dilangsungkan di ruangan terbuka (Ngarang Embang) dekat dengan Kahyangan atau Pura tempat pemujaan umum. Kalau Ngeluwer di langsungkan di ruang terbuka dekat Kahyangan Jagat yang tergolong  Sadkahyangan. Sesungguhnya perbedaan jenis-jenis Upacara Atma Wedana tersebut dalam kehidupan beragama Hindu kini dan masa yang akan datang sudah semakin tidak begitu penting diberikan perhatian yang terlalu serius. Jenis upacara yang mana saja semuanya baik asalkan dilangsungkan dengan sebaik-baiknya berdasarka K³S² (adanya kemauan, kemampuan dan keikhlasan serta mengikuti situasi - kondisi bahkan harus menggunakan sastra sebagai acuan utamanya). Karena perbedaan tersebut lebih banyak merupakan pertimbangan duniawi saja. Memang secara sosiologis dan psykhologis hal itu masih berpengaruh. Kalau orang yang dipandang kaya atau berada dalam masyarakat melangsungkan Upacara Agama secara sederhana memang sangat risi terutama dalam masyarakat yang masih tradisonal sekali cara berpikirnya. Namun kalau orang yang sudah lebih meningkat pemahamanya akan hahekat beragama Hindu, besar kecilnya Upacara tersebut tidak menjadi perhatianya yang serius. Karena menurut ketentuan kitab Manawa Dharmasastra pada jaman Kali ini bukan upacara Agama yang harus paling ditonjolkan dalam mengamalkan ajaran Agama Hindu. Yang harus paling ditonjolkan dalam mengamalkan ajaranAgama Hindu adalah berdana punia dengan sesama. Namun demikian Upacara yadnya tetap harus dilakukan. Namun jangan terlalu ditonjolkan. Karena Upacara yadnya itu merupakan  kulit pembungkus yang mengkemas unsur Tattwa dan Susila Agama. Hal ini rupanya umat Hindu di India kalau ada upacara Pitra yadnya  tidak dilangsungkan dengan cara mewah-mewahan.Cukup dilakukan secara sederhana. Namun untuk mengenang dengan baik keluarga yang diupacarai dilakukanlah Dana Punia. Misalnya membantu penerbitan buku Agama dengan mengurangi biaya Upacara Pitra Yadnya tersebut. Dana Punia seperti itu tergolong Jnyana Yadnya. Dengan demikian buku-buku Agama Hindu yang beredar dipasaran menjadi lebih mudah dapat dijangkau oleh umat Hindu. Inilah Yadnya jaman Kali  yg lebih tepat sasaran. Karena membantu mencerdaskan umat secara langsung.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar