Rabu, 26 Agustus 2020

CARU

Caru adalah kurban suci, yang dalam sejarahnya caru (tawur) ini disebutkan diawali dari terjadinya kekacauan alam semesta yang mengganggu ketentraman hidup sebagai akibat dari godaan-godaan bhuta kala, sehingga Hyang Widhi Wasa menurunkan Hyang Tri Murti untuk membantu manusia agar bisa menetralisir dan selamat dari godaan-godaan para bhuta kala itu sehingga mulailah timbul banten “Caru” sebagaimana disebutkan dalam mitologi caru ini. 

Dan dijelaskan pula bahwa, Caru (Mecaru; Pecaruan; Tawur) adalah suatu upacara yadnya yang bertujuan untuk keharmonisan bhuwana agung (alam semesta) dan bhuwana alit agar menjadi baik, indah, lestari sebagai bagian dari upacara Butha Yadnya,

Dengan demikian, upacara mecaru adalah aplikasi dari filosofi Tri Hita Karana, seperti yang disebutkan dalam Lontar Pakem Gama Tirta, agar terjadi keharmonisan.

Upacara pecaruan ada yang dilakukan dalam bentuk kecil sehari-hari, disebut Nitya Karma, sedangkan upacara pecaruan disaat tertentu (biasanya lebih besar) disebut Naimitika Karma.

Jenis-jenis Caru dan Tawur

Lontar Dewa Tattwa membedakan jenis-jenis Caru dan Tawur sebagai berikut:
  1. Yang diadakan bila ada kejadian tertentu misalnya: bencana, bencana alam, hama penyakit, gerhana matahari, huru-hara, perang, dll.
  2. Yang diadakan: sehari-hari, hari tertentu, sasih (bulan) tertentu, dan warsa (tahun) tertentu.
  3. Yang diadakan disuatu tempat: pekarangan, rumah, purasanggah, Banjar, Desa, seluruh pulau (Bali), seluruh dunia, danau, laut, hutan, gunung, dll.
  4. Mengikuti upacara pokok Panca Yadnya.
Dalam Lontar Dewa Tattwa dibedakan pula antara Caru dan Tawur.

Yang termasuk Caru : 
  • Eka Sata,
  • Segehan Panca / Manca Warna
  • Panca Sata, 
  • Panca Sanak, 
  • Panca nak-madurga, 
  • Ngeresigana. 
Yang termasuk Tawur: 
Semua beburon / hewan sebelum diupacarai dimandikan terlebih dahulu kemudian dikenakan kain menurut warna pengider disertai kalungan uang kepeng manut urip.

Alat-alat yang ikut diupacarai: blakas, golok, taledan, lumpyan, pane, lesung, tungku, talenan, payuk, ilih, siut, sendok, katikan sate, cubek. Juga disertai lakar base genep.

Penggunaan hewan dalam Caru dan Tawur (Lontar Sudamala dan Lontar Kala Tattwa)
  • Ayam manca warna, masing-masing untuk: putih – Bhuta Janggitan, biying – Bhuta Langkir, siungan – Bhuta Lembu Kania, hitam – Bhuta Taruna, brunbun – Bhuta Tiga Sakti
  • Ayam biying kuning, untuk Bhuta Jingga **)
  • Ayam ijo, untuk Bregala-Bregali, Bebai
  • Ayam Ijo, untuk  Bhuta Ijo ***)
  • Ayam klawu, untuk Bhuta Ireng ****)
  • Ayam wangkas, untuk Bhuta Lambukan *)
  • Angsa putih, untuk Korsika
  • Asu bang bungkem, untuk Bhuta Hulu Kuda
  • Banteng, untuk Bhuta Ijo ***)
  • Bawi palen,untuk Mahakala
  • Bebek belang kalung, untuk Panca Mahabhuta
  • Bebek bulu sikep, untuk Bhuta Lambukan *)
  • Godel, untuk: Gargha, Kapragan, Mrajapati.
  • Kambing coklat/kuning, untuk Maitri, Kamala-Kamali, Kala Sweta, Banaspati
  • Kambing coklat, untuk Bhuta Jingga **)
  • Kambing selem, untuk Kurusya, Banaspati Raja
  • Kambing sewarna, untuk tapakan Bhatara Di Sanggah Tawang
  • Kebo yusmerana, untuk Bhuta Ireng ****)
  • Kidang, untuk Kalika-Kaliki, Yaksa-Yaksi, Dengen, Anggapati
  • Manjangan, untuk Bhuta Ijo ***)
  • Penyu (punggalan), sampelan kebo, sampelan kambing, untuk pelengkap catur niri
  • (Tanda bintang artinya ada Bhuta yang sama memerlukan beberapa binatang kurban untuk di-“somya”)

Olahan hewan (beburon) menurut Lontar Dharma Caruban
  • Kinelet melayang-layang: kepala, kaki, ekor, dan kulit utuh.
  • Winangun urip: letak hewan tertelungkup dan ada unsur-unsur tulang rusuk, tulang punggung, tulang kaki dan tulang ekor.
  • Urab/Reramesan barak dan putih: berisi daging, lidah, hati, lemak, kulit, darah (kalau reramesan barak) Getih matah: darah segar yang ditampung di sebuah kau ketika menyembelih hewan, diiisi lontar nama hewannya.
  • Sate (jejatah) lembat, asem, dan calon disebut Trinayaka sebagai persembahan tubuh hewan termaksud yang suci dengan aksara Ang – Ung – Mang.
  • Gayah: punggalan bawi, winangun urip, mejatah katikan senjata Dewata Nawa Sanga, ditambah mejatah katikan-katikan: bagia, orti, surya, candra, tunjung, cempaka, pidpid, sapudaki, konta, japit dumi, oret-oret, satuh, don, jerimpen, ancak, penyeneng, sandat, endongan, satuh, bingin.

Bahan-bahan Upakara dalam Pecaruan
(Lontar Sudamala)
Bahan-bahan upakara dalam pecaruan terdiri dari tiga jenis:
  • Mataya; bahan dari tumbuh-tumbuhan: daun, bunga, buah, pohon, biji-bijian, umbi-umbian, arak berem, tuak.
  • Mantiga; hewan yang lahir dua kali (melalui telur): ayam, bebek, angsa, burung.
  • Maharya; hewan yang lahir satu kali (tidak melalui telur) dan berkaki empat: babi, sapi, kerbau, kambing, anjing.
Penempatan hewan caru mengacu pada kedudukan Panca Korsika dan Bhuta, disesuaikan dengan warna bulu hewan itu. Hal ini juga disebutkan dalam ephos Mahabharata, ketika Dewi Kunti hendak mengorbankan Sahadewa untuk “nyupat” Panca Korsika.

Makna simbol warna dalam Upacara Pecaruan (Lontar Dewa Tattwa)
Warna-warna: bulu hewan, kober, tumpeng, kelungah, dangsil, sanganan, nasi, beras, bunga, benang, dll mengikuti warna pengider:
  • Sweta (putih), 
  • Dumbra (merah muda), 
  • Rakta (merah), 
  • Rajata (oranye), 
  • Pita (kuning), 
  • Syama (hijau), 
  • Kresna (hitam), 
  • Biru (abu-abu), 
  • dan sarwa suwarna (campuran)
Warna-warna itu selain sebagai identitas Dewa-Dewa yang menjaga keseimbangan, juga sebagai simbol berbagai sifat yang ada dalam diri manusia:
  • Putih: suci; 
  • Merah-muda: kesucian yang ternoda oleh kemarahan; 
  • Merah : marah; 
  • Oranye: marah karena nafsu tak terpenuhi; 
  • Kuning: nafsu; 
  • Hijau: serakah; 
  • Hitam: iri-hati; 
  • Abu-abu: iri-hati yang terselubung.
Dari 9 warna yang ada, hanya 1 (warna putih) sebagai simbol sifat baik yang bisa dikalahkan oleh warna lain simbul keburukan.

Oleh karena itu warna putih dibanyakkan dengan tepung beras yang dirajah pada banten Rsi Gana.

Dengan demikian sifat-sifat buruk manusia diusahakan di-”somiya” melalui pecaruan sehingga Asuri Sampad (sifat keraksasaan) dapat berubah menjadi Daiwi Sampad (sifat kedewataan)

Urip Wewaran pada caru dan tawur 
(Lontar Warigha Bhagawan Gargha)

Penggunaan urip wewaran / neptu pada caru dasarnya adalah panca wara, karena sesuai dengan mitologi panca korsika, yakni: :
  • Umanis urip 5 di timur, 
  • Paing urip 9 di selatan, 
  • Pon urip 7 di barat, 
  • Wage urip 4 di utara, 
  • dan Kliwon urip 8 di tengah. 
Jumlah urip panca wara = 33 juga sesuai dengan jumlah Dewa menurut Satha Pata Brahmana dimana para Dewa diyakini berperan menjaga keselamatan bhuwana agung.

Penggunaan urip pada tawur pada dasarnya membentuk padma bhuwana (lingkup bhuwana agung menurut pengider-ider) maka digunakan asta wara, dimana urip panca wara diatas ditambah dengan:
  • Guru urip 8 di tenggara, 
  • Rudra urip 3 di barat daya, 
  • Kala urip 1 di barat laut 
  • dan Sri urip 6 di timur laut. 
Jumlahnya = 18 dimana secara matematis total digit: 1 + 8 = 9 (jumlah pengider-ider dewata nawa sanggha)
Urip Wewaran tersebut digunakan dalam banten caru / tawur untuk antara lain jumlah :  tumpeng, reramesan, sate, tangkih, jinah, dll. Demikian dijelaskan dalam Dokumen Forum Diskusi Jaringan Hindu Nusantara. 

Penggunaan binatang kurban pada caru, sebagaimana disebutkan dalam salah satu komentar forum diskusi Bhakti Manawa Wedanta, penggunaan binatang ini sangat menentukan nama dan tingkatan banten caru tersebut. Misalnya caru Eka Sata menggunakan ayam brumbun atau lima warna. Caru Panca Sata menggunakan lima ekor ayam.

Pemakaian binatang dan tumbuh-tumbuhan sebagai sarana upacara Yadnya telah disebutkan dalam Manawa Dharmasastra V.40. Tumbuh-tumbuhan dan binatang yang digunakan sebagai sarana upacara Yadnya itu akan meningkat kualitasnya dalam penjelmaan berikutnya. 


Manusia yang memberikan kesempatan kepada tumbuh-tumbuhan dan hewan tersebut juga akan mendapatkan pahala yang utama. Karena setiap perbuatan yang membuat orang lain termasuk sarwa prani meningkat kualitasnya adalah perbuatan yang sangat mulia. Perbuatan itu akan membawa orang melangkah semakin dekat dengan Tuhan. 

Karena itu penggunaan binatang sebagai sarana pokok upacara banten caru bertujuan untuk meningkatkan sifat-sifat kebinatangan atau keraksasaan menuju sifat-sifat kemanusiaan terus meningkat menuju kesifat-sifat kedewaan.

Dalam memaknai caru, menurut “lontar Carcaning Caru” jenis-jenis caru adalah Caru ayam berumbun ( dengan satu ekor ayam ), Caru panca sata ( caru yang menggunakan lima ekor ayam yang di sesuaikan dengan arah atau kiblat mata angin ), Caru panca kelud adalah caru yang menggunakan lima ekor ayam di tambah dengan seekor itik atau yang lain sesuai dengan kebutuhan upacara yang di lakukan, dan Caru Rsi Gana.

Banten caru berfungsi sebagai pengharmonis atau penetral buwana agung (alam semesta), di mana caru ini bisa dikaitkan dengan proses pemlaspas maupun pangenteg linggihan pada tingkatan menengah (madya). Usia caru ini 10-20 tahun, tergantung tempat upacara. Penyelenggaraan caru juga dapat dilaksanakan manakala ada kondisi kadurmanggalan dibutuhkan proses pengharmonisan dengan caru sehingga lingkungan alam kembali stabil.

Demikianlah caru ini disebutkan dan dilaksanakan untuk keharmonisan alam semesta ini.

Kata Melukat adalah berasal dari bahasa jawa kuno yaitu lukat yang artinya bersih, melukat yang simpel bisa kita laksanakan pada mata air /aliran sungai di laut atau pertemuan laut dan sungai kalau di bali biasanya dekat pura segara atau di beji.
Jika ada pemangku atau sulinggih lebih gampang bilang saja sama mangkunya ingin melukat karena ada beberapa pura yang melukatnya dilakukan oleh pemangku langsung.
Kalau sendiri sangat mudah sekali sembahnyang dulu di dekat mata air atau aliran air itu mohon pensucian agar air tersebut diberi daya kekuatan untuk membersihkan sarira kita.
Setelah itu jika waktu sembahyang tadi mengahturkan air percikan air tersebut ke air yang mau kita gunakan untuk melukat / mandi ....setelah selesai lakukan muspa / sembahyang lagi. Demikian dikutip dari salah satu komentar forum diskusi jaringan hindu nusantara.
Juga dijelaskan dalam adat dan budaya, melukat adalah upacara pembersihan pikiran dan jiwa secara spiritual dalam diri manusia. Upacara Melukat ini dilaksanakan pada hari baik dan merupakan adat tradisi yang sudah dilakukan oleh umat Hindu di Bali secara turun temurun dan masih terus dilakukan sampai saat ini.
Adapun makna dari upacara Melukat ini, dalam setiap diri manusia mempunyai sifat buruk dan kotor, jadi sifat itu yang harus disucikan dan dibersihkan kembali.
Ada berbagai cerita kenapa upacara melukat ini dilakukan:
  • Kisah Dewi Uma yang dikutuk dan menjelma menjadi mahluk menyeramkan, ditempatkan di setra gandamayu dan diberi nama Ra Nini, lalu muncul Batara Guru yang menyusup ke dalam diri Sadewa untuk menyucikan Ra Nini, dan mengembalikan Dewi Uma dalam wujudnya semula. Kemudian Dewi Uma mengajarkan cara membersihkan segala noda dan kejahatan.
  • Kisah Bima saat diutus Drona/Dorna  untuk mendapatkan air suci, lalu taktik Duryodana untuk menjebak Bima namun Bima justru bertemu dengan Mahadewa dalam wujud anak kecil yang menuturkan kerahasiaan air suci atau kesucian sebuah tirtaitu.
  • Kisah Meng Bekung yang menemukan telor raksasa saat dia pergi kehutan lalu di bawa pulang ke rumah, saat direbus untuk dijadikan lauk, telur tersebut menetas bukannya matang/masak dari telur yang menetas itu keluar seorang  manusia berbadan setengah ular, lengkap dengan sisiknya ternyata telor raksasa tersebut adalah perujudan rasa malu Sang Hyang Siwa dan Dewi Uma, yang melakukan hubungan asmara di langit, untuk menutupi rasa malu akibat perbuatan mereka keduanya menjelma menjadi ular bermahkota dan meninggalkan sebutir telur. Saat terjadi petaka/musibah dikerajaan tempat Meng Bekung berasal dan sudah tidak dapat diatasi dengan cara apapun lalu seorang Rsi mendapatkan wangsit untuk melakukan persembahan dan korban tersebut adalah  manusia setengah ular, atas perintah dari Rsi tubuh manusia ular tersebut dipotong-potong  untuk di jadikan ‘caru’ (korban), lalu potongan tubuh itu dibuang ke berbagai penjuru arah mata angin. Usai melakukan upacara itu tiba-tiba Sang Hyang Siwa muncul dan mengembalikan wujud manusia setengah ular itu menjadi utuh yang menjelma menjadi lelaki tampan dan kemudian memberi petunjuk mengenai prinsip pecaruan jagat.

Dari kisah ini lalu muncul nama daun sudamala, daun pohon yang terkena noda darah dari manusia ular saat potongan tubuhnya dilempar ke berbagai arah mata angin, lalu kain sudamala yaitu kainBali yang digunakan sebagai alas saat tubuh manusia setengah ular dipotong potong, kemudian pisau yang digunakan untuk memotong manusia ular itu dikenal dengan sebutan tiuk sudamala. Daun, Kain sampai tiuk (pisau) sudamala hingga kini menjadi perlengkapan wajib saat ruwatan jagat, pecaruan agung, dan upacara pelukatan.
Dalam upacara Melukat dipersembahkan beberapa sesajen, seperti : prascita dan bayuan. Sementara proses Pelukatan bisa dilakukan di : griya, pantai, tempat pemujaan di rumah.
Adapun Proses upacara ini:
  • Upacara dipimpin oleh seorang Pemangku, kemudian sesajen yang telah disiapkan diberikan mantra-mantra.
  • Orang yang akan yang akan di upacarai terlebih dahulu di mantrai oleh pemangku.
  • Setelah Proses pemantraan selesai orang yang diupacarai tersebut percikan/disiram dilukat (dibersihkan) dengan air buah kelapa gading. (buah kelapa gading untuk upacara ini, diambil yang masih muda dan baru berisi air saja).
  • Setelah mandi air kelapa gading, alangkah baiknya juga yang bersangkutan melakukan ritual mandi tempat yang mengandung mata air atau air alami seperti laut, danau, sungai atau tempat tempat pemandian yang diyakini bisa membawa berkah juga dapat membersihkan diri baik lahir maupun batin.
Dengan upacara Melukat ini, umat Hindu di Bali percaya dan mengharapkan seluruh hal hal yang bersifat kotor atau negatif terutama yang berada dalam diri dan pikiran, agar kembali bersih, suci dan  berisikan hal-hal yang positif untuk melanjutkan hidupan di masa yang akan datang.
Melukat menyucikan diri, ketenangan jiwa, pikiran dan kedamaian hati adalah hal yang paling dicari oleh seluruh umat manusia di muka dunia ini. Namun bila semua itu tidak didasari dengan keyakinan  bahwa Tuhan yang Maha Esa yang memberikannya maka tidak berarti apa apa.
Upacara Melukat ini sering laksanakan secara beramai ramai, baik oleh sekolah, jawatan, pemerintahan atau pun masyarakat setempat dan diadakan ditempat tempat bersejarah, pura pura, tempat pemandian, laut atau pantai yang ada di Bali, dan merupakan kegiatan wisata adat yang banyak menarik minat wisatawan lokal maupun manca negara untuk menyaksikannya.
Dalam upacara mewinten, melukat juga dilakukan untuk pembersihan diri dari yang akan diwinten dengan sarana air kelapa muda (klungah) yang telah dijadikan Tirtha oleh pendeta / pinandita melalui doa, puja dan mantra weda. Selanjutnya dipercikkan ke ubun-ubun dan badan.


CARU/TAWUR
TAWUR/CARU sebagai korban orang yang punya caru\, sebagai penebus hukuman orang yg berdosa ataupun pertanda buruk, malapetaka, dan isyarat yang kurang baik (Kala Tattwa)

Jenis-jenis caru :
1.       Caru Eka Sata
2.       Caru Panca Sata
3.       Caru Rsi Ghana
4.       Caru Penolak Mrana/ Gering Tempur
5.       Caru Panca Sanak Madurgha
6.       Caru Bhuta Yadnya Medana-dana/ Gempong Asu
7.       Caru Panca Sanak Agung
8.       Caru Panca Wali Krama
9.       Caru Panca Kelud
10.   Caru Walik Sumpah
11.   Caru Tawur Gentuh
12.   Caru Tawur Agung
13.   Tawur Eka Dasa Rudra

Pada tetandingan caru biasanya diikuti dengan segehan ataupun tumpeng  dengan warna maupun jumlah yang sesuai dengan urip pengider-idernya. Adapun table pengider-ider antaralain :

NO
ARAH MATA ANGIN
NAMA
DEWA
WARNA
URIP
WUKU
1
UTARA
UTTARA
WISNU
HITAM
4 (A)
UKIR, DUNGULAN, TAMBIR, WAYANG
2
SELATAN
DAKSINA
BRAHMA
MERAH
9 (SA)
WARIGA, PUJUT, MENAIL
3
TIMUR
PURWA
ISWARA
PUTIH
5 (BA)
TOLU, LANGKIR, MATAL, DUKUT
4
BARAT
PASCIMA
MAHADEWA
KUNING
7 (TA)
SINTA, JULUNGWANGI, KRULUT, BALA
5
TENGAH
PADMA
SIWA
BRUMBUN
8 (YA)

6
TIMUR LAUT
AIRSANYA
SAMBU
BIRU
6 (WA)
KULANTIR, MEDANGKUNGAN, KELAWU
7
TENGGARA
GNEYAN
MAHESWARA
DADU
8 (NA)
GUMBREG, MEDANGSIA, UYE, WATUGUNUNG
8
BARAT DAYA
NEIRITI
RUDRA
ORANGE
3 (MA)
WARIGADEAN, PAHANG, PRANGBAKAT
9
BARAT LAUT
WAYABYA
SANKARA
HIJAU
1 (I)
LANDEP, SUNGSANG, MERAKIH, UGU

I.                   CARU EKA SATA

Jenis-jenis caru eka sata :
a.       Caru ayam brumbun/Pengruwak  (berwarna putih-merah-kuning-hitam)
b.      Caru Dengen ( menggunakan ayam putih nulus
c.       Caru Preta ( menggunakan ayam biying atau bulunya merah )
d.      Caru Ananta Kusuma ( menggunakan ayam putih siyungan atau bulunya putih namun paruh dan kakinya kekuning-kuningan
e.      Caru Bicaruka ( menggunakan ayam ireng mulus )

Penggunaannya :
1.       Menyertai Piodalan
2.       Perombakan suatu tempat/hutan
3.       Pembongkaran atau peletakan batu pertama untuk suatu bangunan suci
4.       Permulaan menggunakan suatu bangunan seperti rumah, bale, banjar, pura dll

Tetandingannya ;
Tahap 1. Mempersiapkan Olahan ayam
1.       Sebelum menyembelih binatang korban untuk caru/tawur, didahului dengan mantra :
“ Om pasu pasa ya wihmane sira ceda ya dimahi, tanne jiwah pracodaya”
Artinya, Om Hyang Widhi Wasa, hamba menyembelih hewan ini, semoga rohnya menjadi suci.

2.       Hewan tersebut dikuliti (dalam keadaan kering/jangan diseduh dg air panas) sehingga kepala. Sayap, kaki dan ekornya masih melekat dan berhubungan antara satu dengan yang lainnya ( dibuat blulang ayam/walung malayang-layang)

3.       Dagingnya diolah menjadi :
-          Urab-uraban antara lain : urab barak, urab putih, gegecok
-          Berbagai jenis sate, antaralain : lembat, asem, dan calon
Ketiga jenis sate dan urab-uraban disebut Trinayaka yaitu symbol jasmani binatang tersebut yang aksaranya Ang, Ung, Mang
4.        Dari hasil urab-uraban dan sate tersebut diatur menjadi beberapa tetandingan, yaitu ;
a.       Karangan
Alasnya        :               sebuah taledan
Isinya          :                  urab barak, urab putih, sate lembat 2 bh, sate asem 2 bh, sate calon 2 bh, lalu dilengkapi dengan nasi sokan, berisi lekesan.
Sampyan     :               sampyan nagasari
Gambar :


b.      Kawisan
Alasnya        :               sebuah taledan
Isinya          :                  urab barak, urab putih, sate lembat 2 bh, sate asem 2 bh, sate calon 2 bh, lalu dilengkapi dengan nasi pangkonan (setengah bundar dg dialasi daun ), berisi lekesan.
Sampyan     :               canang genten



c.       Bayuhan
Alasnya        :               sebuah taledan
Isinya            :              urab-uraban, sate tiap jenis 1 bh, dibuat tetandingannya sejumlah  urip pangideran, nasinya menggunakan tumpeng danan 2 bh dengan  warna dan jumlah set tumpeng danannya  sesuai urip pengideran , dilengkapi garam dan sambal serta raka-raka.
Sampyan     :               sampyan metangga/peras

d.      Ketengan
Alas                :               taledan kecil berisi tangkih sejumlah urip pengiderannya
Isinya            :              nasi sasah sesuai dengan warna pengidernya dilengkapi dengan urab-uraban dan sate tiap jenis 1 bh.
Sampyan     :               canang genten
Gambar :




Tahap 2. Tetandingan banten tambahan :
a.       Segehan cacahan
Sejumlah urip dan warna pengideran, dengan menggunakan alas taledan, dilengkapi ulam bawang jahe dan garam serta adeng, diatasnya dilengkapi canang genten
Gambar :
b.      Cau danan
Bentuk jejahitannya seperti kapu-kapu, dibuat bergandengan sejumlah urip pengiderannya, masing-masing berisi nasi sesuai warna arah, dilengkapi dengan kacang-saur dengan sebuah sampyan plaus
Gambar :

c.       Tulung sangkur
Alasnya ceper  berisi tulung sangkur sejumlah urip pengiderannya, berisi nasi  warna sesuai arah, dilengkapi dengan kacang-sauh, dilengkapi sampyan plaus  

Gambar :


d.      Takep-takepan
Takep-takepan berisi tatukon (base tampelan,beras,benang,uang kepeng) sejumlah urip pengiderannya
Gambar :


e.      Kalakat
Anyaman bamboo berbentuk bujursangkar sebagi alas laying-layang hewan korban
Gambar :

f.        Daun talujungan
Ujung daun pisang yang digunakan pada sanggah cucuk, dan sebuah lagi diatas kelakat sebagai alas layang-layang
g.       Sebuah kwangen
Yang berisi uang kepeng sesuai dengan jumlah urip pengiderannya
h.      Sanggah pesaksi Sanggah Surya)
Dihias dengan tikar, candiga, gantung-gantungan serta diisi beberapa banten
Gambar :

i.         Sanggah cucuk
Dihias dengan janur pada pinggirnya secara berkeliling, lalu lamak, daun talunjungan, gantung-gantungan
Gambar :

j.        Sengkwi
Dianyam sejumlah urip pengiderannya, dipakai sebagai alas caru
Gambar :


k.       Kain berwarna
Warnanya sesui dengan pengiderannya, diletakkan diatas sanggah cucuk
l.         Tetimpug
Terdiri atas 3 ruas bambu utuh lalu diikat menjadi satu, yang diletakkan nantinya diatas dapur darurat (3 bh bata tersusun) lalu dibakar agar mengeluarkan suara letusan 3 kali
Gambar :


Gambar :

m.    Sapu
Sebagai alat pembersih
Gambar :
n.      Tulud
Sebagai alat untuk mendorong-dorong sisa sampah

Tahap 3. Tata cara Pengaturan Susunan Caru
1.       Pada arah timur laut ditancapkan sanggah pasaksi, dimana hulunya menghadap timur laut.
Hias dengan tikar, candiga, gantung-gantungan
Letakkan didalam sanggah beberapa banten yaitu; Suci, pejati
Letakkan dibawah pada depan sanggah berupa banten Gelar sanga

2.       Di sebelah barat Sanggah Pasaksi ditancapkan sanggah cucuk yang sudah dihias dan dilengkapi dengan tikar kecil.
Pada bawah sanggah cucuk digantungkan sujang atau cambeng berisi tetabuhan seperti arak, berem, tuak dan toya
Letakkan banten didalam sanggah cucuk antaralain : tumpeng danan, tadah sukla, canang lengawangi

3.       Dibawah sanggah cucuk, pada natar/natah dipasang sengkwi memakai anyaman 8 sebagai jumlah urip tengah, diatasnya berturut-turut disusuni karangan, kawisan, bayuhan, ketengan, segehan cacahan, cau dandan, takep-takepan, tulung sangkur, kalakat sudamala dengan alas daun talujungan, laying-layang ayam brumbun, sebuah kwangen berisi uang sesari 8 kepeng dilengkapi nasi wong-wongan berwarna brumbun.

4.       Disebelah-menyebelah diletakkan banten tumpeng yaitu :
Tumpeng putih 5 buah di timur
Tumpeng merah 9 buah diselatan
Tumpeng kuning 7 buah di barat
Tumpeng hitam  4 buah di utara
Dengan dilengkapi dengan rerasmen, raka-raka dan sampyan tumpeng
5.       Pada bagian hulunya layang-layang diletakkan banten suci, daksina, peras
Sedangkan banten caru lainnya yang menyertai diletakkan pada sekelilingnya berupa : penyeneng, sorohan, sasayut pengambeyan, pangulapan, ajuman, tipat kelanan, sanggahurip, segehan agung

6.       Didepan pemimpin upacara diletakkan tebasan durmenggala, pabersihan, tabuh-tabuh, dupa, tirta caru, tirta pabyakalan.
Byakala dan prayascita diletakkan agak terpisah didepan pemimpin upacara

7.       Tetimpug diletakkan ditempat yang agak aman dekat tempat upacara diatas dapur darurat



II.                 CARU PANCA SATA

Kekuatan perlindungan dari caru Panca Sata sesuai dengan penjelasan Kala Tattwa yaitu selama satu tumpek (35 hari)
Perlengkapannya sama dengan caru eka sata namun dibuat 5 tanding dasar caru dimana warna dan jumlah segehan dllnya sesuai dengan pengidernya

Tata cara pengaturannya :
1.       Pada arah timur laut ditancapkan sanggah pasaksi, dimana hulunya menghadap timur laut.
Hias dengan tikar, candiga, gantung-gantungan
Letakkan didalam sanggah beberapa banten yaitu; Suci, pejati
Letakkan dibawah pada depan sanggah berupa banten Gelar sanga

2.       Di sebelah barat Sanggah Pasaksi ditancapkan 5 bh sanggah cucuk yang sudah dihias dan dilengkapi dengan tikar kecil.
Pada bawah sanggah cucuk digantungkan sujang atau cambeng berisi tetabuhan seperti arak, berem, tuak dan toya anyar
Letakkan banten didalam sanggah cucuk antaralain : banten peras, tulung sayut, ajuman/soda

3.       Dibawah masing-masing sanggah cucuk, pada natar/natah dipasang sengkwi memakai anyaman sebagai jumlah urip pengidernya, diatasnya berturut-turut disusuni karangan, kawisan, bayuhan, ketengan, segehan cacahan, cau dandan, takep-takepan, tulung sangkur, kalakat sudamala dengan alas daun talujungan, laying-layang ayam (dg warna sesuai pengider-ider), sebuah kwangen berisi uang sesari sejumlah kepengnya sesuai urip pengider-ider  dilengkapibanten tumpeng dimana jumlah dan warna tumpeng sesuai dengan pengider-ider.

4.       Pada bagian hulunya layang-layang diletakkan banten suci, daksina, peras
Sedangkan banten caru lainnya yang menyertai diletakkan pada sekelilingnya berupa : penyeneng, sorohan, sasayut pengambeyan, pangulapan, ajuman, tipat kelanan, sanggahurip, segehan agung

5.       Didepan pemimpin upacara diletakkan tebasan durmenggala, pabersihan, tabuh-tabuh, dupa, tirta caru, tirta pabyakalan.
Byakala dan prayascita diletakkan agak terpisah didepan pemimpin upacara

6.       Tetimpug diletakkan ditempat yang agak aman dekat tempat upacara diatas dapur darurat

III.              CARU RSI GHANA

Terdiri atas :
1.       Rsi Ghana Alit dimana masa perlindungannya 6 bulan
2.       Rsi Ghana Agung dimana masa perlindungannya 6 tahun

Digunakan bila didalam satu pekarangan mengalami:
a.       Salah satu keluarga mengalami salah pati atau ngulah pati
b.      Salah satu bangunan disambar petir
c.       Kemasukan orang gila
d.      Bangunannya kejatuhan pohon besar hingga cacat
e.      Kebanjiran atau dihanyutkan banjir besar
f.        Menjadi tempat orang mengamuk, perang, berkelahi
g.       Kebakaran
h.      Kemasukan binatang besar
i.         Kemasukan bhuta kala
j.        Suasana keluarga memanas dan keruh

A.      Rsi Ghana Alit

Tata cara :
1.       Nanceb sanggah tuttwan
Upakaranya terdiri dari : suci, rantasan, uang sesari 1700
Pada depan natar atau halamannya merajah Padma astadala sebagai tempat Caru Rsi Ghana
Didahului dengan membuat lubang ditanah lalu ditaburi tepung untuk membuat rerajahan Padma AstaDala
Gambar rerajahan :



Pada arah timur aksara sucinya Sa =
Pada  arah selatan aksara sucinya Ba =
Pada arah barat aksara sucinya Ta =
Pada arah utara aksara sucinya A =
Pada arah tenggara aksara sucinya Na =
Pada arah barat daya aksara sucinya Ma =
Pada arah barat laut aksara sucinya Si =
Pada arah timur laut aksara sucinya Wa =
Di madya atau tengah-tengah aksara sucinya Ya =

2.       Tetandingan Rsi Ghana
a.       Alasnya menggunakan tamas agak besar berisi nasi pangkonan 9 bh dialasi plawa/daun nagasari yang masing-masing berisi rerajahan aksara suci, sebagai berikut :
-          Plawa di timur dirajah Ong =
-          Plawa di selatan dirajah Ang =
-          Plawa di barat dirajah Reng =
-          Plawa di utara dirajah Si =
-          Plawa di tenggara dirajah Ga =
-          Plawa di barat daya dirajah Na =
-          Plawa di barat laut dirajah Ba =
-          Plawa di  timur laut dirajah Wa =
-          Plawa di tengah dirajah Ma =

b.      Lalu pada masing-masing nasi pengkonan ditancapi setangkai bunga teratai dan diberi ulam seekor itik/bebek putih yang diolah selengkapnya tanpa memakai sate/jajatah

c.       Caru pada halaman/natar memakai caru Panca Sata Malayang-layang dengan masing-masing dialasi kelabang maikuh sesuai dengan urip dan warna pengider-ider
Kelengkapan caru lainnya yaitu : sesayut pengambyan, pangulapan, prayascita luwih, tumpeng agung maulam guling itik putih, daksina, dan kelimanya memakai uang sasari 5555, sebuah pane anyar berisi nasi ketengan sesuai jumlah urip pancawara
Nasi pujungan masing-masing 1 bh.

d.      Khusus untuk caru yang ditengah, dilengkapi suci 1 soroh, sesayut durmenggala, panca kelud, peminyak kala, pemangguh pamali

e.      Di sanggah Kemulan terdiri atas : suci 1 soroh selengkapnya

f.        Untuk pemimpin upacara : suci 1 sorog, penglukatan, peras lis, tatimpug yang nantinya jika sudah selesai upavcara harus ditananm di natar/halaman merajan

g.       Kepada yang ngerajah natar, upakaranya berupa daksina dengan sesari 125
Kepada yang negrajah daun plawa/nagasari diberi daksina dengan sesari 77


B.      RSI GHANA MADYA

Kegunaannya untuk pamarisudhaning karang panas dan sanggar atau tempat suci seperti Pura Kahyangan Tiga, Panggulan/empelan, tegalan serta sawah

Tata cara pengaturan :
a.       Mendirikan sanggar tutwan memakai penjor tiying gading berisi 2 kober rerajahan Ghana membawa bajra dan satu lagi Ghana membawa Gada, dilengkapi dengan daun beringin satu cabang ditempatkan diarah timur laut serta daunnya yang merajah Cakra ditempatkan didepan sanggar tuttwan.
Upakaranya : suci 2 soroh lengkap, tumpeng adanan, peras, daksina berisi sesari 1700, canang lengawangi buratwangi.

b.      Pada natar atau halaman merajah padma asta dala, aksara suci rerajahannya :


c.       Selanjutnya diletakkan caru Rsi Ghana berupa sega atau nasi pangkonan 9 buah dialasi tamas yang besar.
Pada masing-masing nasi pangkonan dialasi daun nagasari marajah aksara suci :


Pada nasi masing-masing ditancapi bunga tunjung dengan ulamnya memakai seekor itik diolah lengkap tanpa sate/jajatah.

d.      Carunya menggunakan Caru Panca Sata ayam melayang-layang winangun urip dialasi sengkwi. (sama dengan susunan caru panca sata seperti diterangkan diatas)
Upakaranya terdiri dari : tumpeng adandanan ditengah daksina gede berisi sesari 500, masing-masing dilengkapi dengan bayuhan, peras, penyeneng, sesayut pengambean.
Untuk sanggah cucuk yang ditengah disertai suci 1 soroh, gelar sanga, nasi segau, tepung tawar, lis bebuu, tebasan prayascita luwih, durmenggala, prayascita, sebuah pane anyar, kukusan, dangdang, sibuh pepek, tatimpug, sujang masing-masing 4 bh dan pada sanggah cucuk berisi tuak, arak, berem, toya anyar.

e.      Upakara pada tempat pemujaan : 1 soroh suci lengkap, sarana penglukatan, daksina berisi sesari 1100.

f.        Daksina sang ngerajah natar, uang sesarinya 125
Daksina sang ngerajah daun nagasari, uang sesarinya 100

C.      RSI GHANA AGENG

Tata cara pengaturannya :
a.       Sama dengan Rsi Ghana Madya, carunya menggunakan caru Panca Sata Ayam melayang-layang ditambahkan dengan Caru Asu Bang Bungkem yang diletakkan ditengah-tengah caru Panca Sata.
Khusus pada caru asu bang bungkem melayang-layang harus dialasi dengan sengkwi maikuh.
Olahan dagingnya dibuatkan urab barak-urab putih, sate lembat, sate asem, sate calon agung, dan ulam karangan.
Pengaturan tetandingannya  :
                Sate lembat, sate asem  masing-masing 33 biji dijadikan 33 bayuhan lalu dijadikan 3 sengkwi, dilengkapi dengan ulam karangan 1, calon agung sesuai dengan jumlah urip pengiderannya. Nasi/sega 33 dan takep-takepan, lis, sanggahurip masing-masing
Canang brakatmanca desa, rantasan 5 warna , sekar/bunga 5 warna, jun pere berisi toya anyar manca desa, alas-alasan, pasucian, isuh-isuh, nasi segau, tepung tawar, benang tetetbus, rarakih masing-masing

b.      Pada tempat pemujaan untuk pemuput upacara : suci 1 soroh, penglukatan, samsam, bija kuning, soda, peras, lis, bebuu, nasi segau, tepung tawar, sesarik, alas-alasan, benang tetebus 5 warna

c.       Upakara di sanggar tutwan : daksina berisi uang sesari 5500, peras , sesayut, pengambyan, prayascita luwih, nasi segau, tepung tawar, sebuah pane anyar, kukusan, pangedangan, sebuah sibuh pepek.

IV.              CARU PENOLAK MRANA ATAU GERING TEMPUR

Digunakan bila terjadi :
1.       Tertimpa reruntuhan pohon yang besar
2.       Kemasukan orang mengamuk
3.       Kemasukan gelap
4.       Terjadi kebakaran
5.       Segala jenis kekotoran atau kadurmenggalaan

Tata cara pengaturan :
a.       Mendirikan sanggar tutwan
Upakaranya :
-          Suci 2 soroh lengkap
-          Tumpeng adandanan, rantasan saperadeg
-          Tubungan putih 7 buah, tubungan ijo 7 buah dialasi limas
-          Bungkak nyuh gading makasturi
-          Canang daksina berisi sesari 1700

b.      Di sor sanggah Surya
Gelar sanga

c.       Pada laapan atau asagan , upakaranya babangkit asoroh maguling babi
d.      Pada natar/halaman :
-          Sebagai dasar menggunakan caru panca sata ayam manca warna lengkap
-          Tambahan untuk caru yang ditengah : suci asoroh jangkep, prayascita luwih, tebasan durmenggala, sasayut panca kelud, paminyakkala, pamangguh pamali, lis, sanggahurip, dilengkapi canang berkat masing-masing pada kelima tempat itu, rantasan manca warna serta sega manca warna.
-          Pada caru asu bangbungkem seganya 33 lengkap dengan takep-takep dan jun pere berisi toya untuk kelima tempat, berisi alas-alasan, pasucian, isuh-isuh, nasi segau, tepung tawar, tetebus dan rarakih
e.      Pada tempat pemujaan , upakaranya :
-          Suci 1 soroh
-          Soda, peras
-          Penglukatan, samsam, wija kuning, lis bebuu, segau, tepung tawar, sasarik, tetebus panca warna


V.                CARU PANCA SANAK MADURGHA/CARU PANCA SANAK TAWUR MADIA
Digunakan pada :
-          Kahyangan
-          Pengulun setra
-          Pura Dalem
Tata cara pengaturannya :
a.      Sebagai dasarnya menggunakan caru Panca Sata selengkapnya
b.      Untuk caru di tengah / madya dilengkapi dengan Bawi butuhan/kucit butuhan/babi jantan.
c.       Caru ini tidak menggunakan bebangkit walaupun akan ngusaba di sawah
d.      Caru ini dapat digunakan tetapi nasi caru pada amanca desa/lima tempat memakai sega punjungan 33 sesuai dengan warna pengideran kendatipun dipakai pada Padudusan Alit
e.      Bila caru ini akan digunakan di desa-desa , harus memohon tirta pamuput caru di pura Dalem, Kahyangan Pengulun setra dan bila digunakan di sawah maka wajib memohon tirta pamuput caru di Pura Bedugul Pangulun Sawah







VI.              CARU BHUTA YADNYA MEDANA-DANA/GEMPONG ASU
Digunakan pada upacara Padudusan Alit
Memakai bebangkit asoroh
Digunakan pada :
-          Parahyangan
-          Sanggar Kabuyutan
-          Ring Tani-tani
-          Ngalinggihang Dewa ring Sanggar Parahyangan yang disebut upacara Wrhaspatikalpa Alit
Tata cara pengaturannya:
a.      Sebagai dasarnya menggunakan caru panca sata selengkapnyapada caru yang ditengah/madya dilengkapi dengan caru itik belangkalung melayang-layang dialasi kelabang maikuh, dagingnya diolah menjadi urab barak-urab putih, jajatah lembat, asem, dijadikan 88 bayuhan ditengah letaknya. Calon agung diatur sesuai dengan jumlah urip pengideran pada kelima tempatnya.
b.      Jenis upakaranya Caru Panca Sanak Madurgha
c.       Pada arah barat daya ditambahkan caru asu bang bungkem melayang-layang bayuhan 33









VII.           CARU PANCA SANAK AGUNG
Dapat digunakan pada :
-          Desa-desa
-          Parahyangan Puseh, Desa, Bale Agung dan parahyangan lainnya

Tata cara tetandingannya :
a.      Sebagai dasarnya menggunakan caru Pnaca Sata selengkapnya dan pada caru ditengah/madya dilengkapi dengan banten suci satu soroh lengkap
b.      Runtutannya :
-          Di timur angsa, kinelet ring urip, dagingnya olah dadi 50 tanding
-          Di selatan, banteng winangun urip, dagingya olah dadi 90 tanding
-          Di  barat, asu bang bungkem, dagingnya olah dadi 70 tanding
-          Di utara, kambing winangun urip, dagingnya olah dadi 4o tanding
-          Di tengah, bebek belangkalung winangun urip, dagingnya olah dadi 80 tanding
Saha lembat, asem, sami pada ngawa karangan pada 1 sowang-sowang mwang calon agung. Segehannya nganut ke bayuhannya nganut rupa manca desa, pada ngawa suci, sorohan, saupakaraning caru genep kadi nguni
c.       Apabila caru Panca sanak agung ini digunakan pada upacara Padudusan Agung ataupun alit, dilengkapi dengan tepung putih seperti pada Yamaraja. Angsanya sebagai tapakan ida Bhatara di sanggar tawang. Kebo atau kerbau sebagai tapakan Ida Bhatara ring Paselang.
d.      Pada upacara Padudusan patut manutwarna . pada panggungan didepan Ida Sang Hyang Widhi, patut memakai Bagia Pulakerti




VIII.         CARU PANCA WALIKRAMA
1.      CARU PANCA WALIKRAMA ALIT
Tata cara pengaturan tetandingannya :
a.      Dasarnya menggunakan caru Panca Sata selengkapnya
b.      Runtutannya :
-          Lawa ring urdha, purwa bebek putih winangun urip, dagingnya olah dadi 55 bayuh, karangan 1, calon agung nganut uriping pangideran manca desa
-          Daksina asu bang bungkem winangun urip, dagingnya olah dadi 99 bayuh
-          Uttara bawi butuhan winangun urip, dagingnya olah dadi 44 bayuh
-          Madia bebeek belangkalung, dagingnya olah dadi 88 bayuh pada ngawa jejatah lembat, asem,karangan mwang calon
-          Bebangkitnya ring tengah 1 soroh dena genap pada ngawa sorohannya kadi nguni mwang sadulurannya kabeh



2.      CARU PANCA WALIKRAMA MADYA
Pada dasarnya sama dengan Panca Wali Krama Alit, tambahannya pada arah barat dengan banyak winangun urip, dagingnya olah dadi 77 bayuhan
Seluruh caru Panca Wali Krama baik itu kecil hingga ageng harus dilengkapi dengan :
-          Sesayut durmenggala
-          Prayascita luwih
-          Sesayut panca kelud
-          Sesayut peminyak kala
-          Pemangguh pemali agung alit



3.      CARU PANCA WALIKRAMA AGENG
Tata cara tetandingannya :
a.      Sebagai dasarnya caru Panca Sata selengkapnya
b.      Runtutannya :
-          timur – sapi
-          Selatan – menjangan
-          Barat – kidang
-          Utara – kebo
-          Madia – kambing belang
Dilengkapi rerajahan :
-          Timur – lembu
-          Selatan – nasaning naga
-          Barat – mong
-          Utara – garuda
Demikian rerajahan kendaraannya
Untuk rerajahan penjor berupa senjata :
-          Timur – bajra
-          Tenggara – dupa
-          Selatan – gada
-          Barat daya – moksala
-          Barat – nagapasa
-          Barat laut – angkus
-          Utara – cakra
-          Timur laut – trisula
-          Tengah – semua senjata pengiderannya


IX.              CARU PANCA KELUD ATAU PANCA RUPA
Digunakan saat upacara “Ngalinggihang Dewa ring Parhyangan, agung alit, upacara pamungkah, pakiyisan agung/alit, mapadudusan agung/alit/madya

Tata cara pengaturan :
a.      Dasarnya menggunakan caru panca sata selengkapnya
b.      Runtutannya :
-          Tenggara :             bebek bulu sikep melayang-layang, dagingnya olah ketengan menjadi 88 tanding karangan 1 sami pada ngawa suci dandanan
-          Barat daya :          asu bang bungkem melayang-layang, dagingnya olah ketengan dadi 33 tanding, karangan 1
-          Barat laut :           kambing melayang-layang, dagingnya olah ketengan dadi 11 tanding, karangan 1
-          Timur laut :           angsa melayang-layang dagingnya olah dadi 66 tanding, karangan 1
-          Tengah      :           itik belang kalung melayang-layang, dagingnya olah dadi ketengan 88 tanding, karangan 1
c.       Banten ring sanggar :
-          catur rebah mapulogembal 1, genahang ring tengah
d.      tanahnya merajah Yamaraja, diatas rerajahan letakkan kain kasa putih lalu isi tepung putih marajah yamaraja kemudian isi banten seperti caru-caru lainnya



X.                CARU WALIK SUMPAH
1.      CARU WALIK SUMPAH NISTA
Digunakan di Desa, Gaga dan sawah
Tata cara tetandingannya :
a.      Sebagai dasarnya caru PancaSata selengkapnya
b.      Runtutannya :
-          Meghadap ke barat daya letaknya asu bang bungkem olah gebnepwinangun urip dadi 33tanding mawadah sengkwi, seganya mawadah daun talujungan
-          Menghadap ke timur letaknya angsa, olahannya dadi 55 tanding
-          Ring sanggar tawang, caru tulung dandanan, mwah ginawe dangsil, pisang Ghana adegakna ro, misis sumbu 5, pada masrembeng
-          Sane ring pucak :
Banten penek bang sanunggal, iwak sata wiring pinanggang, sampyan andong bang, maduluran sarwa pala bungkah pala gantung
-          Ring sakwehing sumbu ika pada maka lelima, kasoring pucak, caru tipat ketan pada makelanan sowing-sowang, mwang raka-raka, pucang sirih, maplawa andong, paku pipid, sakweha maplawa mangkana, mapenjor madaging saolihe ring sawah, majontek kelapa kulitan pada maduang bungkul, genahakna ring arepan sanggar tawang
-          Ring genahe mecaru, maduluran :
Sasayut agung,sasayut katututan, pengambyan, peras, penyeneng, lis 2, salwiring sawah pada ngusaba, wus kasiratin tirta mwah melis, wus punika tepung tawarin, wus mangkana siratang tirta ring kumba, wus punika tatabang kang sawah, sasayut pengambyan, peras, penyeneng.
-          Mwang caru ring sanggar
Karuhun tinrapana mwang dangsil ika tirtakna. Ikang caru ring sanggar tawang ring luhur, katur ring Bhatara Sri, ikang caru ring sor, ring sarwa bragalaning sawah. Sasayut pengambyan katur ring Bhatara Sri, peras , penyeneng, lis mwang jerimpen katur ring iringan Bhatara Sri, mukyaning pari.
-          Mwang ring Desa nira guling babangkit bawi asoroh lan sadulurannya sawang gayah, penek petang dasa bungkul, magenah ring laapan
-          Ring angawe tirta, caru, suci adandanan, peras sanunggal, lis 3, mangkana kramanya wang asasawahan pabresihan pari
-          Nihan kramaning amalik sumpah ring carik, ring desa, ring karang paumahan, genep salanlaning banten, asagan, guling babangkit, celeng gayah salampitan, gelar sanga, jangan sakawali
-          Mwang ring sanggar ring arep Sang amuja : banten suci dandanan, peras, lis
-          Ring tanggun bale agungnge genah asagane, ring caru takep-takepane anut watek mawadah sengkwi 5, sajeng sabrerong, peras, lis, byakaon. Mwang asu bang bungkem ebatannya genep. Daksinanya, beras 3 catu gede sajangkepnya, lawe satukel arthanya 1700, peras gayah, jinah 500, guling 1 , ayam 6, bebek 3, tekaning cucukan, jun pere 1, kumbha carat anut watek, klungah 5 amanca warna, isuh-isuh, genep, takep-takepan, anut watek, celeng 9 ping 5, bebek 7 ping 5, siap 5 ping 5, sudang taluh 3 ping 5, uyah areng 1 ping 5, tibakna ring sengkwi 5.
-          Soroh ring klungah :
Nyuh sudamala 9, nyuh mulung 11, nyuh gading 7, nyuh bejulit 5, nyuh bulan 3, mwang jinahnya anut caratnya, matali benang tridhatu, yeh anakan tibakna ring jun.
-          Yan amalik sumpah ring carik :
Amujua rumuhun ring ulun carik, klungah ika paro, ka ulun carik, ka Bale Agung 3, ring Tilem Amalik Sumpah.
Yan ring Purnama, ring Bale Agaung kramaning banten kadi nguni, mathani aluh ngaran, raris nglebarang. Ika wenng magawe, swantahing nagara, apan nganut niti karma kadi nguni.
Banten ring pengulun carik asoroh, saha guling babangkit, mwang catur kumbha, pane, kren, pangedangan, mwang takep-takepan, wawalungan, makadinya, kebo, purwa 50, gneyan 80, daksina 90, neriti 30, pascima 70, wayabya 10, uttara 40, ersanya 60, madya 80


2.      CARU WALIK SUMPAH MADYA
Tata cara pengaturannya :
a.      Sebagai dasar menggunakan caru Panca Sata selengkapnya
b.      Runtutannya :
-          Timur : angsa winangun urip dagingnya olah dadi 55
-          Selatan : sampi winangun urip. Dagingnya olah dadi 99
-          Barat daya : asu bang bungkem, dagingnya olah dadi 33
-          Barat : kambing winangun urip, dagingnya olah dadi 77
-          Utara : celeng plen winangun urip, dagingnya olah dadi 44
-          Madya : bebek belang kalung winangun urip, dagingnya olah dadi 88
c.       Pabangkitnya 1, ketengannya nganut dik widik, pangkonannya nganut dik widik, sorohan, kawisan, karangan, glar sanga, cawu pangrekan
d.      Banten ring panggungan : babangkit agung asoroh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar