Selasa, 04 Agustus 2020

Sukat - Membuat Sanggah Kemulan

Tata Cara Mendirikan Sanggah Kamulan
Dalam mendirikan Sanggah Kamulan di parumahan, mestinya mengikuti tatacara yang sudah ada, adapun tahapan dalam mendirikan Sanggah Kamulan diataranya:

Memilih Palemahan

Sebelum mendirikan Sanggah Kamulan, yang pertama dilakukan adalah memilih palemahan yang akan dijadikan lokasi untuk membangun Sanggah Kamulan. Karena letaknya yang di hulu maka Sanggah Kamulan disebut pula penghulun karang. Sehingga didalam mendirikannya selalu dipilihlah lokasi yang dianggap hulu yakni Kaja Kangin.
Pemilihan letak Palemahan untuk Sanggah Kamulan harus sesuai dengan konsep yang sudah berlaku dibali, yakni:

  • Konsep Tri Angga - lokasi Sanggah Kamulan adalah Uttama Angga, 
  • konsep Rwa Bhineda, pendirian Sanggah kamulan harus terletak di hulu (udik) pekarangan. 
Perlu dicatat, ada perbedaan pengertian kaja antara Bali Selatan dengan Bali utara. Kalau Bali selatan Kaja adalah Utara, sedangkan bagi Bali Utara (Denbukit) Kaja adalah Selatan. Hal ini disebakan oleh letak Gunung Agung yang berada ditengah-tengah Pulau Bali (dimana letak Gunung Agung disanalah Utara). Sehingga orang yang berada disebelah Utara Gunung Agung menganggap gunung Agung yang diselatan sebagai Kaja.

Ukuran Menempatkan Tempat Palinggih Sanggah Kamulan


Sanggah Kamulan secara umum memakai ukuran tampak kaki pemiliknya yaitu: 11 x 7 tampak rincian jarak Utara - Selatan 11 tampak ditambah atampak ngandang dan jarak Timur Barat 7 tampak ditambah juga atampak ngandang. Pemakaian tampak kaki pemiliknya dan bukan tampak kaki orang lain didasarkan kepada keputusan Sang Hyang Anala yang berbunyi sebagai berikut:

Muwah kenge takna, yan ri kalaning kita ngawe sukat wewangunan tulakakna ring buana sariranto, para ikang mamet, sakeng rika juga pasuk wetunia, yata urip lawan patinia, paweh lawan walinia, suksma mwah maring nguni

Artinya:

Yang patut diingat, pada waktu Anda membuat ukuran bangunan, ukurlah diri Anda, dari sanalah diambil bagian-bagiannya, sebab dari sana jugalah keluar masuknya, demikian pula hidup dan matinya, memberi dan mengembalikannya, pada akhirnya kembali musnah pada asalnya dahulu.


Pada kutipan di atas terdapat pernyataan "tulakakna ring buana sariranta (ukurlah diri Anda), para ikang ngamet (dari sanalah diambil bagiannya)". Jadi untuk mengukur sebuah bangunan digunakan ukuran bagian organ tubuh pemiliknya. Saking rika juga pasuk wetunia ( dari sana jugalah keluar masuknya). Organ tubuh yang dapat menggerakkan manusia untuk dapat bergerak keluar dan masuk adalah kaki. Itulah sebabnya digunakan tampak kaki pemiliknya.

Titik tolak pengukuran Pembangunan Sanggah Kamulan dimulai dan Ersania (Timur Laut) dan Timur, yaitu batas tembok penyengker ke Barat sebanyak 7 tampak. Dimulai dari Timur karena Timur lambang kesucian keutamaan. Pemakaian 7 tampak dari Timur didasari oleh perhitungan Asta Kosala Kosali bahwa perhitungan membuat bangunan didasarkan astawara; sri, indra, guru, yama, ludra, brahma, kala dan uma. perhitungan ini berlaku kelipatannya, sehingga pemakaian 11 tampak jatuh pada perhitungan "Guru" dan 7 tampak jatuh pada "kala". ini dimaksudkan agar sepanjang waktu (kala) penghuni rumah selalu dilindungi dan diberikan sinarnya (guru).
apabila  kewalahan/lahan tidak memungkinkan, ukuran sanggah kemulan juga bisa di sesuaikan, minimal sri (sejahtera), atau diusahakan indra (berwibawa) - guru (dibimbing).

Pada jaman dahulu, sesuai tradisi Orang Bali membuat pekarangan sesuai dengan sikut satak, sikut domas (nista, madya, utama). Pada Waktu itu situasinya memungkinkan. Pada jaman dahulu mengukurnya menggunakan ukuran depa, depa agung maupun depa alit. Untuk ukuran Sanggah Kamulan sesuai dengan Lontal Astakosali, yakni 
ukuran Sanggah Kamulan adalah 4 depa lawan 13 depa, pangeretnya dwaja ngaran
Tapi mengingat jaman sekarang lahan semakin sempit, lebih banyak kaplingan (BTN) maka pembuatan pekarangan disesuaikan dengan kondisi yang ada. Demikian juga ukuran pekarangan Sanggah Kamulan bisa diperkecil menjadi "3 - 5 depa dengan penghurip 1 hasta musti".

Sedangkan jarak antara palemahan Sanggah Kamulan dengan bangunan bale daja, menggunakan tapak kaki si pemilik. Dengan perhitungan jatuhnya di Guru atau Indra dari Astawara (1. Sri, 2. Indra, 3. Guru, 4. Yama, 5. Ludra, 6. Brahma, 7. Kala, 8. Uma ) dengan penghurip 1 tampak ngandang. 

Jadi jarak antara rumah bale daja dengan Sanggah Kamulan adalah:

  • untuk karang desa baik sikut satak ataupun sikut domas adalah 12 atau 13 tampak atau pengulangan astawara ditambah 1 tampak ngandang untuk pangurip sukat. 
  • untuk karang kaplingan (BTN yang kurang dari 4 are) adalah 3 atau 4 tampak ditambah 1 tampak ngandang. 

Kalau Palemahan sempit, yang tidak memungkinkan untuk membangun Bale Piyasan, maka untuk mencari tempat Taksu diukur dari tengah-tengah natar/halaman antara bataran kamulan dengan tembok Barat, kemudian ditarik Kaja dipertemukan dengan titik hitungan Guru (3 tapak + 1 tampak ngandang) dari tembok Kaja. 

Setelah selesai mengukur tempat, diadakanlah upacara bebanten. sarananya canang genten buratwangi 5 tanding,masing-masing ditempatkan pada Kaja, Kelod, Kangin, Kauh dan tengah-tengah masing-masing sebuah. Dilengkapi segehan mancawarna dan sebuah segehan agung.

Penempatan Paduraksa dan Pamedal

Setelah palemahan Sanggah Kamulan diukur berdasarkan bilangan 14 depa lawan 13 depa dengan penghurip hasta musti atau ukurannya bisa disesuaikan menjadi 3 atau 5 ,maka selanjutnya Sanggah Kamulan diberi panyengker untuk memberikan batasan palemahan Sanggah Kamulan dengan pekarangan rumah. 

Tiap-tiap sudup panyengker Kamulan dibangun Paduraksa yang secara fisik berfungsi untuk menguatkan tembok itu sendiri. Namun secara niskala Paduraksa itu dibuat karena mempunyai makna tertentu sesuai dengan yang termuat dalam Lontal Astabhumi yakni: pada masing-masing sudut ukuran empat persegi namanya:

  1. Paduraksa yang di Kajakangin namanya Sri Raksa,
  2. Paduraksa yang di Kelodkangin namanya Sang Aji Raksa,
  3. Paduraksa sedangkan yang di Kajakauh namanya Kala Raksa. 

Bangunan paduraksa ini sangat penting sekali, jika tidak menggunakan paduraksa "rumah Bhuta Dengen" namanya.

Selain menentukan tempat membangun paduraksa, selanjutnya adalah menentukan letak Pamedal. Pamedal dengan Apit Lawangnya adalah juga merupakan Palinggih. Cara menentukan pamedal adalah dengan mengukur panjang atau lebar palemahan itu dengan tali. Tali sepanjang itu dibagi sembilan. Pamedal boleh menghadap ke Barat (Kauh) atau boleh juga menghadap ke Selatan (Kelod)

  • Kalau menghadap Selatan carilah lipatan 6 (enam) dari Timur, Dhana Wredhi namanya.
  • Kalau menghadap Barat carilah lipatan 3 dari Selatan Wredhi Emas namanya,atau carilah lipatan 4 dari Selatan Wredhi Guna namanya. 
Lipatan tersebut merupakan titik tengah-tengah. Sedangkan lebar Pamedal adalah abelah dada (setengah depa), baik depa agung maupun depa alit.


Caru Pangrwak Bhuana/Menanam Dasar Bangunan.

Jika proses pengukuran palemahan dan menentukan tempat bangunan sudah selesai,selanjutnya diadakan upacara Caru Pangrwak Bhuana yang lazim disebut caru Ayam Brumbun dengan sarana: 

  • Ayam brunbun diolah, dibuat jatah calon menurut urip tengah (8). 
  • Kulit kulit, sayap, kepala dan kakinya dijadikan bayang-bayang, diletakan di atas Sengkui delapan lembar pula. 
  • Peneknya, penek dananan, nasi mancawarna, di bawah maupun pada Sanggah Cukcuk, digantungi Sujang, berisi tuak dan arak. 

Yang dipanggil pada caru tersebut adalah: Sang Bhuta Rwakbhuana, Sang Bhuta Kala Dengen, balanya semua. Sang Bhuta Rwakbhuana adalah nama lain dari Sang Bhuta Manca Warna dan juga beliau bergelar Sang Bhuta Angga Sakti.

Setelah selesai caru Pangrwakbhuana,barulah dilaksanakan pengukuran menurut ucap Asta Kosal. Kalau sudah benar ukurannya lalu tempat bebaturan dari palinggih-palinggih Kamulan, Taksu, Apit Lawang, Panglurah diberikan berupa patok-patok. Tanah dalam patok-patok digali Amusti dalamnya. Kemudian dalam galian tersebut dibuatkan lobang sehasta dalamnya. Lubang itu tempat memendem dasar yang dibersihkan terlebih dahulu.

Lobang tempat menanam pendeman dasar digambari Padma Astadala lengkap dengan Dasaksaranya. Lalu dipersembahkan Pabyakalan,pangreresikan,isuh-isuh, tepung tawar, lengkap dengan Lis buu. Akan lebih baik juga dipersembahkan Prayascita. Setelah itu dilukat dan bersihkan lubang itu.

Aturan Meletakkan Pendeman Dasar:


  1. Tumpeng Bang gde adharman 2 (bungkul) atau pras barak, dagingnya ayam biing (merah) atau ayam hitam dipanggang, raka-raka, penyeneng, tatrag, tatebus, canang gagempolan canang geti-geti.
  2. Letakkan bata merah dengan lukisan Badawangnala, tengah-tengah badawangnala ditulisi aksara (Ang) dan letakkan batu bulitan dengan ditulisi aksara (Ang,Ung,Mang).
  3. Di atas bata dan batu bulitan letakkan bungkak nyuh gading dikasturi airnya dibuang. Di dalamnya ditulisi (Ong) diisi serta wangi-wangian, seperti dedes lenga wangi, burat wangi, air kumkuman, bunga serba harum, dan sebuah kwangen kraras dengan uang kepeng 11 keping. Setelah lengkap isinya dibungkus dengan kain putih, diikat dengan benang putih, dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai cili diisi bunga dan sebuah kwangen sebagai muka (prerai).
  4. Disamping klungah nyuh gading tersebut, di atas bata dan batu bulitan, letakkan sebuah kwangen besar dengan uang kepeng 33 keping.
  5. Disekeliling lubang, persembahkan segehan cacahan, sege bang 9 tanding, lauknya darah mentah, bawang jahe, dengan tetabuhan tuak-arak.
  6. Pada hulu lubang tancapkan sebuah sanggah, dengan bantennya: sebuah daksina, pras ajuman, sodaan putih kuning, dagingnya ayam putih betutu, peras dagingnya ayam panggang, canang raka, geti-geti, canang lengawangi, penyeneng, lis, ketipat kelanan, dengan daging telur sebutir.
  7. Banten dihadapan yang memuja: sesantun, di bawah sanggah, gelar sanga, bayuan, jahitan lis angiyu segehan agung, tetabuhan tuak-arak, biyakawonan, prayascita 1.

Caru Pangrwak Bhuana dan menanam dasar bangunan adalah upacara peletakan batu pertama sebagai pertanda dimulainya pembangunan suci Kamulan tersebut.

Makuh, Melaspas dan Nuntun Ngenteg Linggih

Bila bangunan suci Sanggah kamulan sudah selesai dikerjakan, maka dilaksanakan upacara makuh, melaspas dan ngenteg linggih menurut nista, madya dan utama. Melaksanakan upacara tersebut harus mencari hari yang dipandang baik, menurut petunjuk yang akan muput (pendeta). Adapun hari baik untuk upacara tersebut adalah:

  1. Menurut Tri Wara: Beteng
  2. Menurut Saptawara: Soma, Budha, Wrespati dan Sukra.
  3. Menurut Sangawara: Tulus dan Dadi
  4. Menurut Sasih: Kapat, Kalima dan Kadasa.
  5. Menurut penggabungan hari dan tanggal panglong: Mertadewa, Dewa ngelayang, Ayu nulus, Dewa mentas, dan bila Purnama sangat baik.

Upacara makuh yang dimaksudkan adalah upacara untuk memohon agar bangunan menjadi kokoh. Makuh berasal dari kata bakuh, yang berarti kokoh.
Adapun sarana bebantenannya terdiri dari: satu soroh genap,menurut nista, madya, utama. Penghurip-urip yang terdiri dari darah, areng kayu yang baunya harum seperti: cendana, majagau, serta kapur/pamor. Upacara makuh mendahului upacara melaspas, tepatnya bila bangunan telah berdiri. Sedangkan upacara melaspas bertujuan untuk menyucikan/sakralisasi bangunan yang baru selesai tersebut.
Upacara/bebantenan untuk melaspas Sanggah Kamulan terdiri dari:

Melaspas Alit/nista, cukup dipuput oleh Pemangku/Pinandita. 

Upacaranya:

  1. Di Sanggah Pasaksi atau sanggah Surya: Peras, Ajuman, Suci satu soroh beserta runtutannya.
  2. Didepan bangunan yang baru selesai disediakan dua kelompok upakara: Banten pemelaspas beserta runtutannya. Banten Ayaban tumpeng 7 beserta runtutannya.
  3. Pada dasar bangunan yang baru selesai diisi Pedagingan/Panca datu,dan canang pendeman.
  4. Pada Janggawari dalam gedong bantennya sama dengan dipesaksi dengan dilengkapi tikar, kasur, bantal/suci kecil dan pesuciannya dilengkapi engan cermin dan sisir.
  5. Pada atap puncak bangunan/Murdha itancapi beberapa buah orti dari rontal.
  6. Nasi undagi, jenis banten ini diperuntukkan bagi perabot/alat-alat para undagi, misalnya: serut, timpas, siku-siku dan sebagainya.
  7. Pada halaman/natar, upakaranya terdiri dari: Byakala, Prayascita, durmangala, segehan agung, dan caru ayam brunbun beserta runtutannya.
  8. di depan Sang muput: Upakaranya untuk menyucikan dan untuk menghaturkan sesajen: prayascita, pengresikan, dilengkapi pras lis, cecepan, penastaan, tigasan, tetabuhan yaitu tuak, arak, berem, serta pasepan/padupan.
  9. Banten Arepan terdiri dari: peras, ajuman, daksina, rayunan, tipat kelanan, punia dan sesari.

Melaspas yang tergolong Madya:

Bila mengambil melaspas Maya maka yang muput semestinya seorang Sulinggih/Pendeta. Bila tingkat ini diambil maka terdapat penambahan-penambahan dari tingkat nista seperti berikut:

  1. Di Sanggah Pasaksi/tutuan,ditambah : dewa-dewi,suci dua soroh beserta runtutannya atau satu soroh pebangkit beserta runtutannya.
  2. Pedagingannya ditaruh pada sebuah cawan tertutup/repetan engan menambah sebuah permata yang bagus.
  3. Pada Jagarawi ditambah suci 2 soroh beserta runtutannya.
  4. Dihadapan Sang Amuja: ditambah eteh-eteh panglukatan, peras ayuman dengan daksina gede dan suci masing-masing satu soroh.
  5. Di Natar, carunya: pancasanak dan baik sekali bila ditambah caru Rsi Ghana.
  6. Ditambah upacara ngenteg linggih, untuk keperluan upacara ini upakaranya terdiri dari: satu penuntun, dan satu soroh segehan agung.

Bahan Kayu Yang Digunakan Untuk Sanggah Kamulan

Dalam Rontal Astakosala-kosali diuraikan kayu yang baik untuk bahan Sanggah Kamulan adalah:

  • Kayu Cendana tergolong kayu prabhu/utama.
  • Kayu Menengen tergolong kayu patih/madya.
  • Kayu Cempaka tergolong kayu arya/utama.
  • Kayu Majagau tergolong kayu demung/madya.
  • Kayu Suren tergolong kayu demung/nista

Tetapi dewasa ini kebanyakan orang menggunakan kayu ketewel saja. 
Cendana, Cempaka atau Menengen hanya sisipan saja, misalnya tugeh, iga-iga atau yang lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar