Jumat, 22 Mei 2020

PADMA LINGGA RING PURA KAHYANGAN DHARMA SMRTI

Rekonstruksi Konsep Padmasana Lingga Di Pura Kahyangan Dharma Smerti

Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S
Mantram nunas tirtha gangga pawitra (tirtha milir) ring Padmasana Lingga Pura Kahyangan Dharma Smrti:
            Ang Ang Ang Prabhawati sarwa jiwa, Mrtha ya namah swaha, Om Ang Dewa Dewi Maha siddhi sarwa karya, siddha tuwi siddha ya.
            Dirgahayu namah swaha, Mang Ung Ang Ang Ung Mang, Om hrang hring sah Tri Purusa Narendra namah, Om Ang Agnijaya wijaya jagat pati ya namah.

Mantram Padmasana Lingga.
            Om Mang Ung Lingga Jnana, sarwa Surya jagat pradhata, suksma suci nirmala, suddha wiryam natha siddhi ya namah, sarwa phala masuktyam Siwa, Krsna surya siddhyam namo namah.

Umumnya, tempat suci umat Hindu dikenal dengan sebutan temple, mandir, dan juga kuil. Tetapi di Indonesia tempat suci umat Hindu lebih dikenal dengan sebutan Pura atau Candi. Jika kita telusuri lebih jauh, maka kita akan menemukan corak dan arsitektur yang berbeda antara tempat suci Hindu di luar negeri dengan yang ada di Indonesia. Di Indonesia sendiri terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara tempat suci Hindu di Jawa dengan di Bali. Jika di Jawa dalam sebuah komplek candi atau puranya hanya terdapat beberapa bangunan suci, maka di pura di Bali kita akan menemukan beberapa bangunan yang biasa disebut pelinggih.

Jumlah pelinggih dalam komplek pura kahyangan dharma smerti ada 3 buah pelinggih. Namun menariknya terdapat sebuah bangunan pelinggih yang tidak pernah absen dalam suatu komplek pura, yaitu Padmasana, namun di pura kahyangan dharma smerti disebut Padmasana Lingga. 

Menilik sejarahnya, keberadaan bangunan Padmasana di Bali berawal dari bisama yang disampaikan oleh Danghyang Nirartha yang memerintahkan agar dalam setiap komplek pura harus terdapat bangunan Padmasana.

Kenapa Padmasana Lingga harus selalu ada dalam komplek Pura Kahyangan Dharma Smerti? Sebuah pertanyaan sederhana yang sepertinya cukup menarik buat dikaji bersama.

Secara etimologi, Padmasana berasal dari kata “padma” yang artinya teratai dan “asana” yang artinya sikap duduk. Lingga adalah lambang dari Siwa yang berbentuk mangkuk terbalik, dengan bentuk persegi empat dan atau segi delapan (harmika), bagaikan bentuk tongkat di atasnya. 

Jadi Padmasana Lingga mengacu kepada sikap duduk teratai yang awalnya digunakan dalam aspek Asana Yoga. Namun dalam hal ini, terjadi distorsi makna dimana istilah Padmasana Lingga mengacu kepada tempat duduk atau singgasana dari dan menyerupai bunga teratai. Sehingga makna Padmasana Lingga adalah penyatuan Siwa - Bhudha.

#Sikap duduk Padmasana 

Masyarakat Bali umumnya menyebutkan Padmasana sebagai sebuah bangunan yang puncaknya berbentuk kursi, lain halnya dengan  kontruksi padmasana stupa di pura kahyangan  dharma smerti yang puncaknya berbentuk kursi, Lingga dan diatas linggq sanghang acintya yang dibelakangnya berisi lukisan burung Garuda, di tengah-tengah bangunan pada setiap sudut ada patung astadikpalaka (dewa penguasa delapan penjuru mata angin), dibawah padma lingga memakai lukisan badawangnala dililit oleh seekor naga, serta benawangnala  sebagai dasar bangunan Padmasana lingga, dibawah benawangnala adalah persegi empat sebagai lambang kelopak teratai yang dijaga oleh dua ekor naga lengkap di kelilingi oleh kolam sebagai simbol laut Ksira Arnawa. Padmasana Lingga dikatakan simbol gunung Mandara tempat bersatunya Siwa-Budha di Bali.

#Bangunan Padmasana Lingga

Melihat dari konsep umum yang berkembang di masyarakat, sepertinya konsep awal adanya Padmasana Lingga adalah mengacu kepada pemutaran gunung Mandara oleh para dewa dan raksasa dalam usahanya mencari Tirtha Amerta yang merupakan tirtha kekekalan. Untuk menyeimbangkan proses pengadukan tersebut, Tuhan muncul menjelma dalam wujudnya sebagai Kurma Avatara dan bertindak sebagai poros gunung Mandara di laut Ksira. Untuk menggerakkannya Naga Basuki dijadikan sebagai tali yang melilit gunung tersebut.

Bhagavata Purana 1.3.16:

surasuranam udadhim
mathnatam mandaracalam
dadhre kamatha-rupena
prstha ekadase vibhuh

Penjelmaan Tuhan yang kesebelas menjelma dalam bentuk kura-kura yang kulit-Nya menjadi poros sandaran untuk gunung Mandaracala, yang sedang dipergunakan sebagai alat pengocok oleh orang yang percaya kepada Tuhan dan yang tidak percaya kepada Tuhan di alam semesta

Pemutaran Gunung Mandara

Sebelum Tirtha Amerta keluar terlebih dahulu keluar racun yang sangat mematikan dan untuk menyelamatkan semua mahluk hidup, Siva sebagai dewa yang paling agung akhirnya menelan racun tersebut sehingga badan beliau berubah menjadi kebiru-biruan. Di satu sisi para ular dan naga juga memakan tetesan-tetesan racun yang ditelan dewa Siva sehingga dikisakan bahwa sejak saat itu ular dan naga menjadi berbisa.

Setelah itu Tuhan menjelma sebagai Dhanvantari sambil membawa kendi berisi Tirta Amertha yang dinanti-nantikan. Dikisahkan bahwa Tirta Amerta tersebut jatuh ke tangan para Raksasa. Untuk mengelabui para raksasa, sekali lagi Tuhan menjelmakan dirinya sebagai gadis cantik yang sangat mempesona bernama Mohini. Para raksasa yang terpesona akan kecantikan-Nya akhirnya menyerahkan Tirta Amerta tersebut dan mulailah Dewi Mohini membagi-bagikannya. Dewi Mohini memberikan Tirta Amerta yang asli kepada para dewa dan membagikan yang palsu kepada para raksasa. Menyadari tipuan ini, seorang Raksasa bernama Rahu menyusup dalam barisan para dewa dengan harapan mendapatkan Tirta Amerta yang asli. Namun ketika Tirta Amerta tersebut baru sampai di kerongkongan Raksasa Rahu, Tuhan dalam wujudnya sebagai Sri Visnu langsung melesatkan Sudarsan Chakra-Nya sehingga memenggal kepada Raksasa Rahu.

Bhagavata Purana 1.3.17:

dhanvantaram dvadasamam
trayodasamam eva ca
apayayat suran anyan
mohinya mohayan striya

Dalam penjelmaan kedua belas, Tuhan muncul sebagai Dhanvantari. Dalam penjelmaan ketiga belas, Beliau mempesona para ateis dengan kecantikan seorang wanita yang memikat dan kemudian memberikan minuman kekalan kepada para dewa untuk diminum

Padmasana Lingga yang ada di Pura Kahyangan Dharma Smerti adalah konsep penyatuan Siwa - Budha dengan konsep pemutaran Gunung Mandara yang disampaikan dalam cerita diatas. Dikatakan bahwa seekor Naga yang bernama Basuki digunakan sebagai tali yang melilit gunung Mandara. Bangunan Padmasana Lingga hanya dililit oleh seekor naga Basuki dan Dasar Benawan segi empat sebagai lambang bunga padma dijaga dua ekor naga dikelilingi oleh kolam sebagai simbol lautran Ksira Arnava. Di puncak gunung yang dalam hal ini adalah singgasana adalah tempat stana Tuhan.

Gambar konsep Padmasana Lingga

Melihat dari konsep ini, Padmasana Lingga ditujukan untuk memuja Tuhan dimana digambarkan sebagai Kurma Avatara pada pondasi Padmasana Lingga dan Narayana yang bersifat Acintya (tidak terpikirkan) pada puncak Padmasana Lingga. Di belakang Padmasana juga senantiasa dihiasi dengan Garuda Visnu Kencana. Jadi apa motif tersembunyi Ida Sinuhun Siwa Putri Parama Daksa Manuaba mengeluarkan Bisama agar dalam komplek Pura Kahyangan Dharma Smerti dibangun Padmasana Lingga? Adanya korelasinya dengan penyatuan pasemetonan dari pretisentana panca rsi - sapta rsi dan penyatuan siwa - budha di pundukdawa oleh sang pelopor pura Panataran Agung Catur Parhyangan Linggih Ida Mpu Gana di Pundukdawa.

#griya agung bangkasa#


Struktur Padmasana dan Fungsi Tingkatanya

#Kura-kura (empas) Bhedawangnala
Bhedawangnala ini dililit oleh dua ekor naga#.

Kura-kura merupakan simbol stana Dewa Wisnu (Wisnu Bhaga). Bhedwangnala berasal dari Bahasa Kawi, ‘bheda’ yang berarti lain, kelompok, selisih, dan ‘wang’
 

Artinya peluang, kesempatan, ‘nala’ artinya api. Jadi Bhedawangnala adalah sekelompok yang meluangkan adanya api. Pengertian api ini bisa berarti nyata sebagai api bumi alias magma, dan bisa bermakna simbol dari energi kekuatan hidup.


Karena letaknya di bawah maka Bhedawangnala ini bermakna sebagai kekuatan bumi ciptaan Hyang Widhi yang perlu dijaga dan ditumbuh-kembangkan.


Naga 2 ekor
Kedua naga ini, Naga Anantabhig dan Basuki, membelit kura-kura.


Bangunan dasar padmasana dengan kura-kura dan naga ini berdasarkan pada cerita pemutaran Mandara Giri. Cerita mengenai usaha para dewa dan para raksasa mencari thirta amerta dengan jalan mengaduk lautan air susu (ksirarnawa). Tongkat pengaduknya mempergunakan Gunung Mandara, sedangkan sebagai dasarnya Dewa Wisnu mengubah dirinya menjadi kura-kura untuk penyangga. Tali pengikat gunung Mandara diminta Sang Hyang Ananta Bhoga. Kenapa dalam padmasana ada 2 naga dan disebutkan sebagai Naga Anatabhoga dan Naga Basuki?


Dalam Lontar Cri Purwana Tatwa dilukiskan bahwa pada saat manusia di dunia mengalami bencana kelaparan, Ida Sang Hyang Widhi memerintahkan Sang Hyang Tri Murti untuk terjun ke pertiwi. Batara Brahma berubah wujud menjadi Naga Anantanhoga, bulu-bulunya menjadi tumbuh-tumbuhan sehingga makmurlah manusia. (ananta = tidak habis-habisnya, bhoga = sandang, pangan dan papan).


Batara Wisnu terjun ke samudra sebagai Naga Basuki dan memberikan kekuatan hidup kepada air sehingga tumbuh-tumbuhan subur dan berbuah lebat. Sedangkan Batara Iswara turun ke angkasa dan berubah menjdan adi Naga Taksaka.


Jadi sebenarnya ada 3 naga dalam padmasana yaitu Naga Anantabhoga sebagai simbol dari tanah dan batu-batuan yang membungkus magma (Bhedawangnala). Lapisan berikutnya adalah lapisan air (air laut, danau sungai) yang disimbolkan dengan Naga Basuki. Sedangkan lapisan terakhir adalah udara yang di angkasa, disimbolkan sebagai naga yang memakai sayap.


Naga Anantabhoga dan Basuki membelit kura-kura, sedangkan Naga Taksaka (yang bersayap) digambarkan pada singgasana di bagian atas dari padmasana yang berbentuk menyerupai kursi, Untuk segi estetika Naga Taksaka ini dilukiskan 2 ekor, di kanan dan kiri kursi.


Naga Anantabhoga dan Basuki melambangkan alam bawah atau bhur loka. Badan padma termasuk singgasana melambangkan alam bwah dan madya loka sebagai atmosfer bumi. Sedangkan swah loka tidak dalam wujud bangunan tetapi pesimpen pedagingan.


Patung Garuda
Terletak di bagian belakang padmasana.
Merupakan kendaraan Dewa Wisnu, simbol Hyang Widhi dalam manifestasi sebagai pemelihara.


Patung Angsa
Terletak di bagian belakang padmasana.
Merupakan simbol Sang Hyang Saraswati bermakna sebagai ilmu pengetahuan, ketelitian, kewaspadaan, ketenangan dan kesucian.


Karang Gajah, Karang Boma, Karang Buun, dll
Hiasan ini merupakan simbol keanekaragaman alam semesta.
Dari semua uraian di atas, kita bisa simpulkan bahwa padmasana merupaan stana Hyang Widhi Wasa yang dengan kekuatanNya telah menciptakan manusia sebagai makhluk utama dan alam semesta sebagai pendukung kehidupan, senantiasa perlu dijaga kelanggengan hidupnya.

 

Lokasi Padmasana
Berdasarkan arah mata angin, padmasana dibedakan dalam 9 yaitu:
1. Padma Kancana : lokasi di timur menghadap ke barat
2. Padmasana: lokasi di selatan menghadap ke utara
3. Padmasari: lokasi di barat menghadap ke timur
4. Padmasana Linga: lokasi di utara menghadap ke selatan
5. Padma Asta Sadana: lokasi di tenggara menghadap barat laut
6. Padma Noja: lokasi di barat daya menghadap ke timur laut
7. Padma Karo: lokasi di barat laut menghadap ke tenggara
8. Padma Saji: lokasi di timur laut menghadap ke barat daya
9. Padma Kurung: lokasi di tengah-tengah, ada 3 ruangan, puncaknya menghadap ke pintu keluar.
 

#Bentuk padmasana:

1. Padma Anglayang: memiliki singgasana bebauran marong tiga, strukurnya 7 palihan, pada dasarnya memakai Bhedawangnala yang dibelit naga.
2. Padma Agung: memiliki singgasana marong kalih, strukturnya 5 palihan, pada dasarnya memakai Bhedawangnala yang dibelit naga.
3. Padmasana: memiliki singgasana bebaturan marong siki, struktur 5 palihan, pada dasarnya memakai Bedawangnala dibelit naga.
4. Padmasari marong siki, strukturnya mapalih 3 yaitu dari bawah ke atas Palih Taman, Palih Sancak dan Palih Sari. Tidak memakai Bedawangnala dan naga.
5. Padma Capah marong siki, strukturnya mepalih kalih, yaitu ring sor disebut Palih Taman dan ring luhur disebut Palih Capah. Tidak memakai Bedawangnala dan naga.
6. Padma Lingga marong siki, strukturnya mepalih 3 diatas Bedawangnala. Sebelum kura-kura di paling bawah adalah yoni yang merupakan bangunan berbentuk tepas disebut pradana dan prakerti yang di lilit dua ekor naha. Di atas yoni ada bunga teratai yang merupakan simbol stana Dewa Brahma (Brahma Bhaga). Dewa Brahma disimbolkan sebagai Bunga teratai karena dalam Kitab Purana (Brahma Purana, Wisnu Purana dan Siwa Purana), disebutkan Dewa Brahma lahir dari Bunga Teratai yang keluar dari pusar Brahman. Di atas Benawan ada seekor naga dan diata itu baru Palih Taman, Palih Sancak dan Palih Sari dengan menur stupa.

Bangunan padma dibedakan dari bentuk, struktur dan jenisnya, namun mempunyai fungsi yang sama yaitu tempat atau stana Hyang Widhi Wasa, Selain itu jenis padma juga dibedakan dari proses penyelesaian upacara, pemelaspas dan penyuciannya.


Karena Pura merupakan tempat suci maka pada saat pemilihan lokasi pun sudah ada aturan-aturan yang harus diikuti. Lokasi yang dipilih harus tempat yang suci, tanah berbau harum, pada arah matahari terbit (lereng gunung, pada umumnya timur atau utara) serta harus merupakan arah hulu.


Setelah lokasi dipilih maka melakukan persiapan pembangunan, ngeruak karang, nyukat karang, nasarin, memakuh, ngurip-urip (mendem pedagingan). Untuk tahapan pembangunan Pura akan dbahas secara khusus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar