Sawa Wedana merupakan bagian dari Pitra Yadnya. Sawa berarti jenazah; Wedana berarti pembersihan, penyucian, peleburan. Sawa Wedana mengandung pengertian Pembakaran jenazah (sawa) agar kembali kepada Panca Maha Butha (lima unsur alam). Pelaksanaan Sawa Wedana meliputi pelaksanaan memandikan, pembersihan (penyucian), ngreka, ngringkes atau menggulung dan sebagainya, hampir sama dengan pelaksanaan Sawa yang akan dikuburkan, walaupun ada perbedaan yang khusus. Sawa yang dikuburkan setelah diupakarai dipendam di tanah sedangkan Sawa Wedana menguburkan di api (kremasi-pembakaran).

Pelaksanaan Sawa Wedana

– Puja Pralina

– Mayat dimandikan

– Disuguhkan terpana

– Mayat dibawa ke kuburan

PUJA PRALINA. Kalau mendengar atau menyaksikan seseorang baru meninggal, patutlah mengucapkan Puja Pralina ( Puja Kematian ) : ” Om, A, Ta, Sa, Ba, I, Om, Wa, Ci, Ma, Na, Ya, Mang, Ung, Ang, Murchantu, Swargantu, Moksantu, Ang Ksamasampurnaya namah swadha ” .

Semoga tenang dalam menghembuskan nafas terakhir, dalam perjalanan ke Sorga dan seseorang mencapai Moksa. Semoga semuanya sempurna.

MAYAT DIMANDIKAN pabersihan (penyucian), menggenakan pakaian, pangreka ( pemasangan Sapta Kawangen ), dan pengringkes ( Penggulung ). Ucapan Puja di waktu memandikan ; ” Om Asuchir wa suchir wa ‘pi. Sarwakamagato ‘pi wa, chistayed dewam isanam, salahyabyantarah suchuh “.

Bila seseorang sudah suci atau tidak asal ia menghilangkan segala keinginan ketika ia memusatkan pikiran pada Hyang Widhi maka sucilah ia lahir dan bathin.

Ucapan mantra waktu menggulung : ” Sanghyang Nilaganda asari pudak kasturi, sanghyang Gadasona asari, menuh angsana, sanghyang Pudak setegal asari gambir ermaya ganda lepas mulih maring dewa, bayu mulih maring nilawati, bayu idep titi jati pralina. “

Nilaganda bersari bunga pudak kasturi, Gandasena bersari bunga menuh, angsana, Bunga pudak seladang berseri bunga gambir ermaya, bau terlepas kembali kepada dewa, tenaga jadi lepas, kenilawati. Tingkah laku, ucapan dan pikiran jembatan sejati untuk menuju alam baka-pralina.

DISUGUHKAN TERPANA yang terdiri dari bubur-pirata dan padanglepas yang dimaksudnya untuk dipakai bekal dalam perjalanan ke alam lepas. Diantar dengan puja : ” Bhuktyantu pitaro dewah, bhuktyanto pitaro ganam, bhuktyantu pitara sarwe, pitarassarwebhyo namah swadha. Treptyntu pitaro dewah, treptyanto pitaro ganam, trepyantu pitara sarwe, pitarassarwebhyo namah swadha. Ksamantu pitaro dewah, ksamantu pitaro ganam, ksamantu pitara sarwe, pitarassarwebhyo namah swadha.”

Makanlah hai oh-roh suci, makanlah hai kumpulan roh-roh, makanlah hai semua roh-roh, hormat kepada semua roh-roh. Puaslah hai oh-roh suci, puaslah hai kumpulan roh-roh, puaslah hai semua roh-roh, hormat kepada semua roh-roh. Maafkanlah hai oh-roh suci, maafkanlah hai kumpulan roh-roh, maafkanlah hai semua roh-roh, hormat kepada semua roh-roh.

MAYAT DIBAWA KE KUBURAN dengan berputar purwa-daksina-pascima-utara (putaran jam) sebanyak tiga kali setiap persimpangan empat atau tempat suci dan di kuburan sendiri sebagai tanda penghormatan terakhir. Di kuburan atau tempat pembakaran jenazah yang terletak dalam peti, diatur tempatnya dan diupcarai sebelum dibakar.

Upacaranya, Sajian daksina, beras empat warna (putih di Timur, merah di Selatan, kuning di Barat, dan hitam di Utara. Di badan mayat diisi dua puluh dua kewangen sebagai berikut : 6 buah mengarah ke kepala, 8 buah mengarah ke segala penjuru angin, 8 buah mengarah ke kaki. Atau jika memakai 7 buah kewangen hendaknya ditaruh; 1 di kepala, 1 di hulu hati, 1 di dada, 2 di siku tangan kiri-kanan, 2 di lutut kanan-kiri sebelum digulung. Pada waktu hampir dibakar diberi 11 buah kewangen lagi diletakan di hulu hati. dan tujuh buah canang ditaruh di kaki mayat.

Disiram dengan ” Tirtha Pengentas ” yang dibuat oleh sulinggih dan diikuti dengan tirtha-tirtha yang berasal dari tempat si mati dahulu biasa menghaturkan sembah. Mayat ditutup kembali dan dibakar dengan api yang sudah disucikan : ” Cariram kundam ityuktam, tryantah-karanam indanan Saptong karam mayobahmi, bhojanantu hutin tatha Ong Ang Astra-Kalagni Rudra o namah. Ang Ung Mang “ .

Dikatakan badan wadag itu adalah tempat pembakarnya. Citta, budhi dan pikiran adalah kayu apinya, tujuan aksara suci adalah nyala apinya, nikmatilah persembahan ini hendaknya, Pujaan kepada Astra-Kalagni-Rudra. “

Api dan tulang disiram dengan air dingin. Tulang-tulang yang telah dibakar dikumpulka diatas kain putih. Beberapa potong diambil dan dilumatkan menjadi tepung. Tepung itu dimasukkan ke sebuah nyiur kuning muda dihiasi dengan kembang, kain putih setinggi 3o cm, namanya Puspaasti. Ini termasuk Asti-Wedana.

Untuk Sajennya; Nasi angkeb, ketupat panjang, tumpeng putih kuning, dyus kamaligi, tigasan (tumpukan kain-kain) dan bunga-bunga dalam bentuk canang sari. Disembah oleh sanak keluarga. Diberi puja. Diberangkatkan ke sungai atau laut setelah berputar purwa daksina. Sesampai di laut diupacarakan dengan bunga-bunga dalam bentuk canang serta puja.