Bagi para penyandang disabilitas (difabel), pasti pernah terbersit pertanyaaan di dalam hatinya: "Mengapa saya terlahir atau menderita kecacatan ?!"
Pada kesempatan ini penulis akan mencoba untuk membahas pertanyaan itu dipandang dari perspektif Agama Hindu, yakni dari kepercayaan umat Hindu pada ajaran Karmaphala dan Punarbawa dengan mengambil beberapa sumber referensi dari sloka-sloka Hindu.
Pengertian Karmaphala dan Punarbhawa
Ajaran Agama Hindu mengajarkan umatnya untuk percaya dengan adanya Karmaphala dan Punarbawa. Menurut ajaran Agama Hindu, dua aspek ini sangat mempengaruhi kehidupan manusia, baik dari kelahirannya, kehidupan yang dia jalani di dunia ini, sampai pada kematiannya kelak.
Karmaphala itu sendiri berasal dari dua kata yakni "karma" yang artinya perbuatan atau tindakan dan "phala" yang artinya hasil atau akibat. Jadi, karmaphala dapat diartikan sebagai suatu hasil dari suatu perbuatan, baik itu perbuatan baik ataupun perbuatan buruk yang nantinya akan mendatangkan akibat yang tidak dapat kita hindarkan. Karmaphala sendiri merupakan suatu hukum sebab-akibat, hukum aksi-reaksi, hukum usaha dan nasib. Karmaphala berlaku secara universal, baik untuk alam semesta, tumbuhan, binatang maupun manusia.
Berdasarkan atas waktu karmaphala itu dibuat dan waktu karmaphala itu diterima, ada tiga jenis karmaphala yakni:
- Prarabda karma yaitu perbuatan yang dilakukan pada hidup sekarang dan diterima akibatnya pada kehidupan sekarang juga.
- Kriyamana karma yaitu perbutan yang sekarang dilakukan di dunia tapi hasilnya akan diterima setelah mati di alam baka.
- Sancita karma yaitu perbuatan yang dilakukan sekarang ini dan hasilnya akan diterima pada kelahiran atau (reinkarnasi) yang akan datang di dunia.
Sedangkan punarbhawa berasal dari dua kata yakni "Punar" yang artinya kembali dan "bawa" yang artinya lahir. Jadi, punarbhawa adalah suatu kepercayaan akan adanya kelahiran yang berulang-ulang atau sering disebut juga dengan reinkarnasi.
Kehidupan dan Karmaphala
Seperti penjelasan sebelumnya, karmaphala adalah sesuatu yang bersifat hukum universal, adil dan tidak dapat dihindarkan. Semua tindakan yang dilakukan oleh manusia, baik dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar, tidak terlepas dari karmaphala. Semua hal sekecil apa pun terjadi karena ada karmaphala. Di dalam ajaran Hindu dijelaskan bahwa sesungguhnya hampir tidak ada peristiwa/hal yang terjadi di jagad raya ini, lepas/terbebas dari hukum "Karma Phala" (sebab akibat). Setiap peristiwa yang terjadi (akibat) jelas dikarenakan/diakibatkan oleh satu "penyebab", sebaliknya "sebab" (dikehendaki atau tidak) niscaya akan ada akibatnya. Semua ini tak dapat dihindari, sebab demikianlah dititahkan oleh Sang Pencipta (Tuhan), sebagaimana dapat dikaji dari nilai-nilai tersurat dalam Sloka Sarasamuccaya Sloka 7 berikut ini:
Karmabhumiriyabhahman, Phalabhumirasaumata Iha yat kurute karma tat, paratropabhujyate.
Artinya: Sebab kelahiran sebagai manusia sekarang ini akibat baik atau buruknya karma itu juga yang akhirnya dinikmati karma phala itu. Maksudnya, baik buruk perbuatan itu sekarang akhirnya terbukti hasilnya, selesai menikmati menjelmalah ia kembali, mengikuti sifat karma phala. Wasana berarti sengsara, sisa-sisa yang ada dari bau sesuatu yang tinggal bekas-bekasnya saja, itulah yang diikuti sebagai peribahasa, kelahiran dari surga (swarga cyuta), kelahiran dari neraka (neraka cyuta) baik buruk karma itu di surga, tanda ada pahalanya. Karena itu, pergunakanlah sebaik-baiknya hidup ini untuk melakukan perbuatan baik.
Semua hal yang terjadi pada kehidupan manusia adalah kehendak dari sang Pencipta, dan ini tidak terlepas dari karma itu sendiri, baik itu kebahagiaan maupun penderitaan.
Selanjutnya sloka 352 dan 360 pada Kitab Sarasamuccaya menjelaskan bahwa :
Sloka 352
Karmadayadoko lokah karma
Sambandhilakanah
Karmani codayantiha sarve
Karmayasa vayam
Artinya:
Karma itu diibaratkan sebagai warisan
Karmaphala itu tergantung pada baik buruknya perbuatan
Semua ditentukan oleh perbuatan terdahulu
Semua manusia dikuasai oleh hukum karma
Sloka 360
Musnan daridratyabhihanyante ghnan
Pujyunasampujya bhavatyapujyah
Yat karmavijam vapatemanusyah
Tasyanurupani phalani bhumkte
Artinya:
Mengambil milik orang nanti lahir menjadi miskin
Membunuh di masa lalu, kelak akan dibunuh
Semua benih dan perbuatan yang ditabur dahulu
Menjadi buah yang akan dipetik di kemudian hari
Selanjutnya pada Kitab Slokantara, sloka 13 menjelaskan hal berikut:
Sloka 13
Artha grhe niwartante
Smasane mitrawandhawah
Surktam duskrtam
Caiwa chayawadanugacchati
Artinya:
Setelah mati, kekayaan ditinggal di rumah
Kawan dan saudara ikut sampai kuburan
Hanya karma, perbuatan baik dan buruk
Mengikuti jiwa di kelahiran mendatang
Ketiga sloka di atas dapat menjawab pertayaan mengapa di dunia ada orang yang terlahir dengan fisik yang sempurna dan ada pula orang yang dilahirkan dengan fisik yang tak sempurna, ada orang yang kaya ada pula orang miskin, ada suka, ada duka. Menurut ketiga sloka di atas, kesemuanya itu dikarenakan oleh karma yang dilakukan sebelumnya, baik itu perbuatan baik ataupun perbuatan buruk. Karena karma itu merupakan suatu warisan, karma lampaulah yang menentukan bagaimana kelahiran dan bagaimana kehidupan seseorang yang akan dijalani di dunia ini.
Dalam suatu percakapan dengan Sudasa, Sang Guru Kirthi Murti mengatakan: "Setiap orang membuat nasibnya sendiri melalui karma yang dilakukan sebelumnya. Tuhan hanya mengatur seperti sutradara yang memilih pemain, akan memberikan peran pada pemain sesuai dengan rupa, watak, bakat dan pengalamannya. Karma yang lampaulah yang menentukan sebagai apa dan peran apa yang akan diterima dalam kelahiran di dunia ini. Tuhan adalah Maha Tahu, Tuhan tahu 'guna' atau watak setiap orang. Untuk itu, Beliau memberikan peranan yang tepat pada setiap orang sesuai dengan 'guna' seseorang pada waktu hidup di masa lampau".
Itulah sebabnya manusia dilahirkan berbeda-beda, ada yang terlahir dengan disabilitas, ada yang kaya, miskin, ada yang sakit dan sebagainya.
Kelahiran sebagai Manusia adalah Kelahiran yang Paling Utama
Bagaimanapun keadaan kita sekarang, yang perlu selalu kita ingat, lahir ke dunia sebagai manusia adalah suatu "anugerah" yang luar biasa, baik kita terlahir ke dunia dengan kesempurnaan fisik ataupun kita terlahir dengan anugerah mengalami disabilitas, baik kita sekarang sedang diberikan anugerah kebahagiaan ataupun penderitaan, karena pada dasarnya tiada manusia yang sempurna. Setiap orang hidup di dunia ini mempunyai nasib dan jalan hidupnya sendiri. Kitab Sarasamuccaya Sloka 4 menjelaskan bahwa penjelmaan sebagai manusia adalah sesuatu yang utama seperti berikut ini.
Iyam hi yonih prathama yonih prapya prapyajagatipate,
Atmanam sakyate tratum karmabhih subhalaksana
Artinya:
Sesungguhnya menjelma sebagai manusia itu adalah sungguh-sungguh utama, sebab demikian, karena dia dapat menolong dirinya sendiri dari kesengsaraan yaitu dengan jalan berbuat baik. Itulah keuntungan menjelma sebagai manusia.
Dari uraian sloka di atas, dapat kita pahami bahwa kelahiran sebagai manusia adalah suatu yang utama, beruntunglah kita terlahir sebagai manusia, bagaimanapun keadaan kita sekarang, karena dengan terlahir sebagai manusia kita telah diberikan kesempatan untuk terlepas dari kesengsaraan hidup dengan jalan berbuat kebajikan, berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi diri kita sendiri dan orang lain.
Demikian jugalah bagi kawan-kawan penyandang disabilitas, walaupun mungkin pada saat ini Tuhan menganugerahi kita dengan anugerah yang luar biasa indah yakni dengan ketidaksempurnaan fisik, marilah kita terus dan terus berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi diri kita dan orang lain, walaupun itu seesuatu hal yang kecil. Tuhan tidak pernah memandang sesuatu itu dari besar kecilnya, tetapi bagaimana kita melakukannya, dan hal itu akan mendatangkan kebahagiaan. Yang perlu kita ingat, Tuhan menciptakan semua makhluk ke dunia ini pasti punya tugas dan peranan. Begitu juga kita pasti ada sesuatu yang bisa kita lakukan.
Walaupun kita tidak bisa memungkiri, masih ada sebagian kecil orang memandang para penyandang disabilitas dengan sebelah mata, itu adalah suatu realita yang memang harus kita hadapi. Setiap hal membutuhkan waktu, proses dan pembuktian. Yang paling penting adalah bagaimana kita bisa terus berkarya untuk menorehkan arti dalam hidup kita.
Penyandang Disabilitas sebagai Bagian dari Masyarakat
Banyak dinamika yang terjadi di masyarakat menyangkut kehidupan para penyandang disabilitas sebagai bagian dari Masyarakat. Ada sebagian masyarakat yang mau menerima keberadaan para penyandang disabilitas. Ada pula yang memandang penyandang disabilitas secara sebelah mata, hingga sering terjadi diskriminasi terhadap mereka.
Namun, pada saat ini, kehidupan para penyangdang disabilitas sudah mulai diperhatikan secara lebih baik oleh pemerintah dan para pihak yang terkait, misalnya dengan adanya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 yakni Pengesahan Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Undang-undang ini mengatur hak-hak para penyandang disabilitas misalnya hak dalam pendidikan dan memperoleh pekerjaan. Selain membuat undang-undang, pemerintah juga memberikan pelatihan-pelatihan kepada para penyandang disabilitas yang potensial hingga mereka punya keterampilan yang bisa dimanfaatkan di dunia kerja. Selain itu, pemerintah juga bekerjasama dengan pihak swasta yang bersedia mempekerjakan penyandang disabilitas hingga para penyandang disabilitas bisa mendapat kesempatan untuk bekerja.
Apalagi sekarang teknologi informasi sudah berkembang dengan pesat, dan publisitas mengenai kehidupan para penyandang cacat sudah semakin gencar dilakukan oleh media cetak ataupun elektronik. Dengan begitu, masyarakat luas akan lebih mengenal kehidupan para penyandang disabilitas hingga mereka akan bisa mengerti dan memahami kehidupan para penyandang disabilitas dan diharapkan diskriminasi akan makin berkurang.
Pada dasarnya tiap agama mengajarkan kita untuk saling mengasihi antar sesama manusia. Dalam ajaran Agama Hindu konsep ini diajarkan dalam Ajaran Tri Hita Karana yakni dalam Konsep Pawongan (cinta kasih kepada sesama manusia). Dengan kesempatan yang telah ada, sekarang kembali pada kawan-kawan penyandang disabilitas untuk mau membuka diri memanfaatkan peluang yang ada.
Sebagai manusia, tentu seringkali kita mempunya pikiran-pikiran yang menggelikan, serta pertanyaan-pertanyaan yang aneh untuk Tuhan. Karena apa yang diciptakan Tuhan di dunia ini terkadang belum kita ketahui maksudnya.
Semisal untuk apa Tuhan meciptakan arak jika itu dilarang, untuk apa Tuhan menciptakan anjing jika haram di pegang? Serta banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang muncul karena keterbatasan akal kita sebagai manusia, yang juga memiliki sifat ingin tau yang sangat tinggi. Dalam sebuah forum kecil di griya agung bangkasa yang dihadiri oleh ida tangkup, ida prangsada, romo poniman, ida istri tangkup, kadek arianto, mangku griya banda dan mangku payangan, mangku baba bertanya:
“Mengapa Tuhan menciptakan orang-orang yang terlahir cacat? Apakah ada ayat, sloka atau perkataan orang suci yang menjelaskan hal ini?” lantas kenapa orang cacat tidak boleh didwijati?
Janganlah menghina dan mencerca orang-orang yang cacat fisiknya, mereka yang buta huruf, orang yang hidup dalam kesengsaraan, orang sakit, orang yang tercela dan hina, orang yang tertimpa kecelakaan, orang miskin, orang bodoh; demikian juga janganlah mencela orang yang penakut, orang yang terkena aib ataupun yang diaibkan, janganlah kamu menghina makhluk-makhluk yang ada disemesta ini, sekalipun yang dianggap menjijikkan.
Oleh karena itu, orang bijaksana yang berpegangteguh pada kebajikan dan kebenaran, tidak akan mencaci, tidak memfitnah, tidak mencela dan tidak berkata bohong. Manusia hendaknya selalu mempergiat dirinya dalam mengendalikan ucapannya dan selalu menjaga agar orang lain tidak terluka oleh ucapannya.
sloka 307. Mereka yang utama budi tidak memikirkan cacat dan dosa orang lain, pun tidak akan mengeluarkan kata-kata kasar dalam menanggapi celaan dan hinaan orang. Dalam hatinya yang dilihat hanyalah kebajikan dan perbuatan baik orang dan selalu berpikiran positif. Tidak ada kemungkinan apapun yang dapat membuatnya menyimpang dari kebajikan dan kebijaksanaan, ia selalu berkeadaan teguh pada susila, etika, dan sopan santun. Orang bajik dan bijaksana disebut juga sebagai manusia utama.
Tingkatan makhluk tertinggi dalam reinkarnasi adalah manusia. Manusia sendiri terbagi dalam berbagai kasta dari terendah hingga tertinggi: pariah, sudra, waisya, satria dan brahmana. Sedangkan makhluk tingkatan terendah adalah binatang, yang juga terbagi dalam berbagai tingkatan.
Dari sinilah jelas terbukti, bahwa Tuhan menciptakan orang cacat pun ada tujuannya, bahkan saat ini kita tidak boleh memanggil orang cacat dengan nama cacat, tapi orang berkebutuhan khusus. Karena mereka memang membutuhkan perlakuan yang sangat khusus.
Dalam hal ini, cacatnya seseorang itu tidaklah mutlak bahwa dia tidak berguna hidup dunia. Dari setiap ciptaan Tuhan, ada keistimewaan yang harusnya kita ketahui sebagai manusia, sehingga kita mengetahui bahwa Tuhan Maha pemerkasa atas segala sesuatu yang Dia ciptakan.
Keadaan cacat lahir yang terjadi pada seorang anak bukanlah takdir atau hukuman dari Tuhan, melainkan suatu ujian baik mental, fisik, maupun pengetahuan dan merupakan perintah bagi manusia untuk meningkatkan ilmu.
#tubaba@griyangbang//penyandang disabilitas//jangan menutup diri, jangan takut untuk bermimpi//raih mimpi itu dengan terus berkarya#
Tidak ada komentar:
Posting Komentar