Rabu, 16 Juni 2021

Pupuh Ginada KI DALANG TANGSUB

Pupuh Ginada KI DALANG TANGSUB : Warisan Leluhur yang Kian Dilupakan

Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S., M.Pd

ambek ki dalang tangsub sang kawi siddha suddha kadi sagara gumawana teka nirmala, iccha nispriya sara ning kalenenang yatika pasamudaya ning rasa, tatwajnana wekas nikang paramasastra sira ta pinakadipandita, saksat linga nikang sarat pinaka dipa yasa nira huwus prakasita ri sampun kretatattwa mangkana wenang mijilakena kawitwa ring sabha, saksat hyang paramesthi labdha mananugraha ri sira rikang kasatwikan, lawan yukti nikang saraswati huwus ri hidep ira wisesa tang kasah, naha hetu nira'ng prasiddha sawuwus nira ya", mangaran wiku rakawi, ngaran kawiswara.

Di sini ditegaskan bahwa Ki Dalang Tangsub sebagai seorang kawi yang telah sempurna suci bagaikan samudra; Beliau bebas dari keinginan, Beliau menjadi sarinya keindahan dan kumpulan rasa. Beliau memahami hakikat Tattwajnana (pengetahuan tentang kenyataan tertinggi), Paramasastra (Pustaka-pustaka utama), sehingga Beliau disebut sebagai Pandita Utama. Beliau benar-benar bagaikan Lingganya dunia, Beliau adalah penerangnya dunia dan karya-karyanya menyebar luas. Beliau yang telah mencapai tingkat seperti itu patut menghadirkan karya sastra kepada masyarakat kias. Beiau benar-benar bagaikan telah mendapat anugerah dari Hyang Paramesti berupa ajaran kebenaran. Serta Hyang Saraswati bersatu dengan-Nya. Itulah sebabnya segala kata-katanya berhasil sehingga Beliau disebut seorang Wiku Rakawi atau Wiku Kawiswara.

Eda ngaden awak bisa

Depang anake ngadanin,
Geginane buka nyampat,
Anak sai tumbuh luhu,
Ilang luhu ebuk kata,
Yadin ririh,
Liu enu pelajahang...

Itulah sepenggal pupuh favorit saya sepanjang masa..., pupuh Ginada... Flashback saya sebagai generasi ke 9 langsung dari Ki Dalang Tangsub.

Yang kira-kira artinya (dari berbagai sumber):

Jangan mengira dirimu sudah pintar
Biarlah orang lain yang menilai diri kita/menyebutnya demikian
Ibarat kita menyapu
Sampah akan ada terus menerus
Kalaupun sudah habis, masih banyak debu
Biarpun kamu sudah pintar, masih banyak hal (yang harus dipelajari)

Dalam pandangan saya, lagu ini begitu polos, lugu, apa adanya, namun penuh makna. Pupuh ini diterjemahkan sebagai berikut:

1. Jangan sombong, mengatakan diri pintar, diri baik, serba tahu dan seterusnya, juga hindari memuji diri sendiri. Orang lainlah yang menilai dan mengatakan bukan diri anda. Dalam hal agama juga sama saja, mengatakan agama sendiri paling bagus, damai dan seterusnya adalah konyol.

2. Belajar ataupun tindakan baik apapun yang kita lakukan harus kontinyu  terus menerus. Ibarat orang menyapu, tidak cukup hanya dilakukan sekali saja.

3. Tidak ada manusia yang sempurna. Seseorang mungkin pintar dalam ilmu tertentu tapi bisa jadi bodoh dalam ilmu lain. Jadi walau sudah pintar, masih tetap perlu belajar.

Kentara sekali disini, konsep berpikir dan bertindak orang Bali secara umum. Oleh Ki Dalang Tanhsub, sifat perilaku agar tidak suka menonjolkan kelebihan, dan menjadi sombong sebenarnya berimplikasi pada keyakinan apapun yang dimiliki dan diketahui manusia sangat tidak berarti jika dibandingkan dengan keagungan Tuhan. Saya yakin, ini banyak didasari oleh rasa bakti transendental kepada sang pencipta. Ini bukan berarti saya terlalu mendasarkan diri pada satu keyakinan saja. Saya hanya tertarik betapa hebatnya para orang tua dulu yang mampu mengkomposisi lagu ini. Menurut saya, hal penting yang bisa diambil dari lagu ini adalah “jangan sombong (ketika tahu akan sesuatu); rendah hati, tapi bukan rendah diri; dan selalu belajar (karena akan selalu ada hal baru – diatas langit masih ada langit).” Inti utamanya adalah pada “yadin ririh liu nu peplajahan – masih banyak yang harus dipelajari.”

Sekali lagi penting ditekankan, kita harus bisa menampilkan sisi terbaik kita di konteks yang relevan, namun kita harus tetap rendah hati dan tidak berhenti belajar. Seperti kutipan-kutipan berikut:

“Develop a passion for learning. If you do, you will never cease to grow.” ~ Anthony J. D’Angelo

“When we blindly adopt a religion, a political system, a dogma, we become automatons. We cease to grow.” ~Anais Nin

Karenanya, sangat cocok dipakai pengantar tidur anak-anak kita agar nilai baiknya bisa tertanam sejak dini. Harus diakui, jaman sekarang, rasanya sudah jarang sekali ada orang tua yang meninabobokan putera-puterinya dengan lagu ini. Generasi saya sudah jarang sekali mendengarnya, apalagi generasi dibawah saya. Sekali lagi, penting untuk selalu belajar namun tidak arogan.

Dalam bait pupuh Ki Dalang Tangsub yang lainnya tersurat dan tersirat sebagai berikut:

Dosa sekala, kita akan dituntut secara hukum mengenai kasus penggelapan dan dosa niskala akan dijumpai kelak. Oleh karena itu Ki Dalang Tangsub menyarankan agar dipelajari secara seksama karena mempelajari diri sendiri jauh lebih susah dari pada belajar menuntut ilmu pada perguruan formal.

Pada kespatan ini akan dipaparkan saran yang menyakut tata susila sebagai orang Hindu Bali. Untuk itu akan dikutipkan bait 22 sbb : Pelapanin kadi menegak , depang endepang agigis, yen bes tegeh baan menegak, yan  labuh baonge elung , keto dewa ingetang , pelajahin ento anggon gegending . Terjemahnya sebagai berikut : Hati-hati ,seperti duduk biarlah lebih rendah sedikit ,apabila terlalu tinggi kita duduk ,jika jatuh leher bisa patah, pelajari , jadikan teladan semuanya itu. Di dalam bait tersebut Ki Dalang Tangsub menyarankan kepada kita agar duduk jangan terlalu tinggi msksudnya jangan angkuh dan takabur untuk memperebutkan tempat tertinggi . Apabila kita salah sedikit menduduki tempat itu , kita akan jatuh sangat keras. 

Selanjutnya akan dikutipkan bait 23 sbb,:
"Ede bogbog ngocek peta, kedek tuna-tunain,seken alepe mepete , sangkan dadi widhi muus, ede lenyok ring beraja warga , mitra gusti , mererama tulah benya" artinya: Jangan bohong hanya kata-kata,kurangilah ketawa , berkatalah sejujurnya , menyebabkan diberkati Tuhan ,jangan ingkar kepada warga dan klen, teman dan gusti ,kepada orang tua kualatlah engkau . Dari kutipan di atas Ki Dalang Tangsub sudah menyarankan agar jangan berbicara bohong ,kurangi ketawa dan tidak mudah terpengaruh dan berbicara sesuai dengan realitas yang ada. 
Apabila kita cermati bait di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang kualat sangatlah jelek. Hal ini sudah mengacu pada hukum karma makin lama makin terasa . Oleh karena itu hindarilah perbuatan itu.

Kebanyakan dari pupuh2 yang saya ketahui isinya pasti mengajarkan untuk tidak sombong dan takabur... apakah leluhur kita sudah bsa mmprediksi kalo di masa mendatang manusia akan semakin jatuh dan lupa akan jati dirinya.

Buat anak-anak muda Bali khususnya, saya sebagai generasi Ki Dalang Tangsub yang ke 9, bukanlah orang bijak tapi yang bisa saya smpaikan janganlah pernah melupakan apa yang disampaikan leluhur pada kita, karena apa yang beliau sampaikan adalah yang terbaik untuk generasi berikutnya. Demikian juga kita, yg kelak akan mewariskannya kepada keturunan selanjutnya. Pupuh ini hanyalah salah satu bagian kecil dari rasa cinta para pendahulu kita, bagaimana beliau tetap ingin supaya manusia dari masa ke masa nilai hidupnya akan terus bertambah dan bertambah..

#tubaba@griyang bang//ki dalang tangsub#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar