Selasa, 09 November 2021

Griya Bangkasa Lahirkan 13 Sulinggih Warga Jepang, Disudhi Widani Sebelum Madiksa

Griya Agung Bangkasa mencatat sejarah dalam perkembangan Agama Hindu di Bali.

Sebanyak 13 warga Jepang disahkan menganut Agama Hindu, kemudian didiksa menjadi seorang sulinggih.

Sebanyak 13 warga negara Jepang tampak kusyuk mengikuti prosesi madiksa di Griya Agung Bangkasa, Desa Bongkasa, Abiansemal, Badung, Senin (14/1) malam.

Mereka pun kini terlahir sebagai orang yang disucikan.

Sebelum melakukan proses madiksa, ke-13 warga asal Jepang itu sudah disahkan sebagai penganut Agama Hindu.

Mereka melalui proses Sudhi Widani di Griya Agung Bangkasa pada beberapa tahun lalu. Selanjutnya menjadi bhawati atau pemangku hingga tahap tertinggi yakni madiksa.

“Sami sampun Masudhi Widani, sebelum melakukan proses madiksa,” ujar putra mendiang Ida Sinuhun Siwa Putra Prama Daksa Manuaba, I Gede Sugata Yadnya Manuaba, Selasa (15/1).

Sugata Yadnya Manuaba mengatakan, proses madiksa terhadap warga Jepang tersebut serupa dengan diksa pada umumnya.

Termasuk prosesi seda raga yang menjadi tahapan yang ditunggu-tunggu.

Saat seda raga ini, sang diksita konon akan mendapatkan pengalaman spiritual yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Sejumlah warga asal Jepang dengan kusyuk mengikuti proses madiksa untuk menjadi sulinggih di Griya Agung Bangkasa, Desa Bongkasa, Abiansemal, Badung, Senin (14/1) malam.

“Pengalaman itu terkadang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata yang tepat. Sebenarnya mereka sadar dengan dirinya. Bahkan aliran napasnya mereka rasa, tapi apa yang dialaminya, hanya mereka yang paham,” paparnya.

Menurut Ida Pandita Mpu Daksa Yaksa Acharya Manuaba yang terlibat dalam padiksaan itu, sebelum proses diksa dilakukan proses dwijati yang sangat sakral.

Dwijati adalah kelahiran kedua kali bagi seorang manusia. Kelahiran pertama, yakni dari rahim ibu atau biasa disebut istilah kelahiran biologis.

Sementara kelahiran kedua dari pengetahuan yang diturunkan sang nabe atau disebut kelahiran dari segi ideologis

“Proses menghidupkan inilah yang namanya dwija. Dwija itu menghidupkan kembali. Jadi sulinggih ini di-seda raga dulu, dimatikan. Kemudian dihidupkan kembali oleh nabe-nabe. Ini yang disebut dengan dwija. Ada juga pengertian dwijati, setelah lahir dari ibu, kemudian lahir Weda, pengetahuan dari nabe-nabe,” paparnya.

Mereka yang didiksa menjadi sulinggih mendapat gelar sesuai konsep amari aran.

Mereka adalah Ida Pandita Mpu Minako Wira Raga Manuaba, Ida Pandita Mpu Naoko Siwa Paraga Manuaba, Ida Pandita Mpu Akiko Kusuma Daksa Manuaba, Ida Pandita Mpu Junichi Wiswa Mitra Manuaba, Ida Pandita Mpu Kumi Yawakerta Parama Manuaba, dan Ida Pandita Mpu Yoshinori Kamya Yoga Manuaba.

Kemudian ada Ida Pandita Mpu Chikako Sanaka Dharmita Manuaba, Ida Pandita Mpu Tokina Daksa Vigneswara Manuaba serta Ida Pandita Mpu Yusaka Mudgalya Daksa Manuaba.

Selanjutnya Ida Pandita Mpu Chie Astra Wakra Manuaba, Ida Pandita Mpu Norihiko Soma Parama Daksa Manuaba, Ida Pandita Mpu Eiko Dattatreya Manuaba, dan Ida Pandita Mpu Kumi Gangga Daksa Manuaba. Sedangkan satu bhawati atas nama Megumi Suzuki.

Sementara selaku Nabe Tapak Sulinggih adalah Ida Pandita Mpu Sinuhun Siwa Putri Prama Daksa Manuaba. Nabe Saksi, Ida Pandita Mpu Siwa Buddha Daksa Darma Darmita.

Sedangkan Nabe Waktra yaitu Ida Pandita Mpu Daksa Yaksa Acharya Manuaba. Selaku Nabe Tapak Bhawati Ida Pandita Mpu Tri Daksa Nata.

Adapun sulinggih yang ikut serta dalam prosesi sakral dan bersejarah ini di antaranya Ida Pandita Mpu Siwa Wyasa Prama Daksa Manuaba dan Ida Pandita Mpu Putra Prama Daksa Buddha Yoga Manuaba.


#griyaagungbangkasa//rangdilangitteguhwanabangkasa#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar