Madiksa sebagai suatu upacara umat Hindu dipimpin oleh seorang Pandita Nabe untuk meningkatkan kesucian diri guna mencapai kesempurnaan, karena lewat kesucian diri itulah manusia dapat berhubungan dengan Sang Hyang Widhi Wasa. Apa yang diputuskan ini adalah sebuah pelestarian budaya dan panggilan hati nurani, sekaligus usaha mendamaikan dunia, lewat doa setidaknya ikut mengontrol diri dan menjadi pembawa damai bagi persaudaraan umat manusia.
Di lingkungan kita banyak yang sudah memiliki gelar atau 'ngelarang kepanditaan atau kepanditaan, baik gelar sekala maupun niskala.
Tentunya untuk mendapat pengakuan di zaman seperti ini, haruslah ada legalitas, yakni pengakuan dari Guru Nabe, pengakuan dari PHDI dan juga pengakuan dari Desa Pakraman.
Selain itu diperlukan sebuah pengakuan melalui sebuah proses sepirit dan ritualnya yakni madiksa, sehingga dipandang sah untuk menuntun dan mengantar puja atau puji melalui sebuah yadnya.
Adapun proses menjadi seorang sulinggih mealui berbagai proses diawali dengan memilih Nabe, belajar yang sederhana dari Guru Nabe dan proses pengendalian diri.
Proses memilih Guru Nabe ditentukan oleh pengalaman batin dan kedekatan spiritual yang bersangkutan. Sehingga ilmu pengetahuan dan sesana pada dasarnya diturunkan secara murni dan otentik melalui proses parampara (garis perguruan). Bukan sekedar kesepakatan atau mengikuti pelajaran di sekolah-sekolah formal. Berusaha mengerti dari sekolah-sekolah formal modern sangat baik, tetapi jika pengajaran tidak dilakukan oleh seorang guru kerohanian bonafide dan tidak berdasarkan garis penabean yang jelas dan otentik, maka proses belajar mengajar tersebut hampir dapat dikatakan sia-sia. Bukan tidak mungkin dari sistem yang salah tersebut akhirnya menyebabkan pembentukan anak didik yang mengerti Veda dan sesana secara keliru.
#tubaba@griyangbang//sebatasmececingak//hasilkesepakatan#
Tidak ada komentar:
Posting Komentar