Selasa, 09 November 2021

MAKNA KUNINGAN

MAKNA SIMBOL PERLENGKAPAN DALAM BANTEN KUNINGAN. 
Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S.,M.Pd
Hari Raya Kuningan yang kali inu jatuh pada hari Sabtu/Saniscara Kliwon Wuku Kuningan, tanggal 20 November 2021. Setelah melaksanakan Hari Suci Galungan, sepuluh hari kemudian dilanjutkan dengan melaksanakan hari Suci Kuningan. Pada hari ini umat Hindu identik membuat Nasi Kuning. Namun, apa sejatinya makna Perayaan Hari Sci Kuningan?. 

Kata Kuningan berasal dari kata Kuning. Warna kuning selalu dikaitkan dengan keceriaan, kebahagiaan, dan rasa optimis. Warna Kuning, perlambang Ida Bhatara Hyang Putrajaya sebagai refleksi dari kehidupan kita dalam hal menegakkan kekuasaan, kewibawaan dan kecerdasan, yang banyak hubungannya dengan keamanan dan ketertiban. Warna kuning kerap kali digunakan dalam terapi untuk meredakan stres atau sebagai pengendali emosional. Selain warna dalah amertha. Selain itu, ada beberapa yang mengatakan kuningan berasal dari kata Keuningan yang mengandung makna ingat atau Kepradnyanan.


Dapat disimpulkan bahwa Kuningan merupakan tonggak umat Hindu untuk memohon amertha kepradnyanan dan ingat pada Tuhan dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Mahadewa serta Ida Bhatara Hyang Putrajaya sebagai refleksi dari kehidupan kita dalam hal menegakkan kekuasaan, kewibawaan dan kecerdasan.

Pelaksanaan Hari Kuningan hendaknya tidak melebihi pukul 12.00 siang. Karena ketika telah melewati waktu tersebut para Dewata-Dewati sudah kembali ke Kahyangan.

Dalam lontar sundari gama menyebutkan pelaksanaan hari Suci Kuningan menggunakan Uperengga (perlengkapan banten) yang berbeda dari hari lainnya. Beberapa di antaranya yakni Tamiang, Andong, Tebog, sampian Gantung dan Salanggi. 

Perlengkapan banten tersebut memiliki bentuk yang hampir sama dengan senjata dan alat-alat perang. Seperti halnya Tamiang, Tamiang berasal dari kata Tameng, yang jelas merupakan sarana perlindungan terhadap musuh. Musuh dalam hal ini adalah diri sendiri dan aura negatif yang kemungkinan muncul dari luar. Tamiang biasanya  dipasang pada pojok-pojok rumah dan Palinggih.

Tamiang juga sering diibaratkan sebagai perputaran roda alam atau Cakraning Panggilingan yang merujuk pada pemahaman kehidupan yang diibaratkan sebagai roda yang berputar. Konsep Dewata Nawa Sanga juga sangat melekat dalam pembuatan Tamiang.

Uperengga selanjutnya adalah Endongan. Endongan dimaknai sebagai alat atau wadah untuk menempatkan perbekalan. Dimana dalam menjalani kehidupan manusia harus memiliki perbekalan yang cukup. Bekal manusia tersebut disimbolkan dengan panah. Namun hal itu adalah simbolis, senjata manusia yang digunakan sebagai perbekalan mengarungi kehidupan adalah ketajaman pikiran dan ilmu pengetahuan.

Lain halnya dengan Sampian Gantung memiliki makna sebagai Penolak Bala.

Selain itu pada hari Kuningan Umat Hindu biasanya membuat Tebog. Tebog adalah salah satu Uperengga yang di dalmnya terdapat Nasi Kuning yang merupakan simbol Amertha, Kacang Botor sebagai simbol Tapa, Daun Intaran sebagai simbol kemakmuran, Caling-calingan sebagai simbol kepradnyanan, Daging Calon sebagai simbol kewibawaan, dan Wayang-wayangan sebagai simbol manifestasi Sang Hyang Widi.

Uperengga selanjutnya adalah Selanggi, yang merupakan simbol kekuatan Sang Hyang Tri Purusa yang bersifat Satyam, Siwam dan Sundharam, yaitu menganugrahkan Keteguhan iman, kesucian dan kemakmuran kepada umat manusia. Dengan demikian, hari Suci Kuningan memiliki makna filosofis yang mendalam sehubungan dengan kehidupan semua makhluk di alam semesta ini. Lebih tepatnya adalah ucapan rasa syukur Umat kepada pencipta atas segala berkat dan karunianya di Dunia. Serta senantiasa memberikan kemakmuran kepada umat.

Hal inilah pulalah yang mendasari mengapa upacara untuk kendaraan dan segala karunia Tuhan dilaksanakan pada Hari Kuningan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar