Sabtu, 13 Maret 2021

KAPUTUSAN SASTRA CARAKA SUNGSANG (Aksara Mayapada Prana)

KAPUTUSAN SASTRA CARAKA SUNGSANG (Aksara Mayapada Prana) 

Oleh : I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S., M.Pd

Aksara Bali merupakan abjad bahasa Bali yg di gunakan nenek moyang tanah Bali sebagai sarana baca tulis, berkomunikasi dan menulis kitab-kitab Bali kuno dari dulu hingga sekarang, tidak terlepas dari itu pada era modern ini juga masih di gunakan orang Bali sebagai sarana spiritual kepercayaan mereka meyakini bahwa degan melakukan ritual tertentu huruf Bali mempunyai kekuatan ghaib yang sangat ampuh. 

Aksara Bali Hanacaraka yang oleh pendukungnya di anggap memiliki nilai adi ‘luhung’ merupakan salah satu solusi alternative dalam mempertahankan kepribadian bangsa Indonesia pada umumnya dan masyarakat Bali pada khususnya.

Karateristik orang Bali yang sopan, jujur, ramah tamah, baik hati, rajin, polos, tradisional dan percaya kepada kekuatan-kekuatan diluar pemikiran manusia,  maupun kekuatan gaib memiliki cara unik dalam menghadapi dampak globalisasi tersebut, yaitu mengkaji pada nilai-nilai luhur yang tersembunyi di balik huruf HANACARAKA.

Aksara Caraka memang cukup populer di tengah masyarakat Bali pada masanya. 18 aksara tersebut, bagi sebagian orang sarat memiliki arti makna bahkan nafas/energi tersendiri untuk menuntun bekal hidup di maya pada. 18 huruf caraka tersebut sangat luas maknanya. Dari luas tersebut jika diteliti dengan keheningan dapat memenuhi ujung timur hingga barat jagad ini.

Salah salah satu cara beserta guna dari aksara Caraka supaya dapat menjadi cara perantara mendekatkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (upa cara) untuk dapat mengeluarkan energi. Sehingga dengan demikian energi tersebut dapat menjadi bekal sarana hidup di dunia.

Aksara Caraka dapat dibaca terbalik sbb:

Nga.Ba.Ga.Ma.Nya.Ya.Ja.Pa.La.Wa.Sa.Ta.Da.Ka.Ra.Ca.Na.Ha

Bacaan yang demikian tersebut, menurut Ida Sinuhun Siwa Putra Parama Daksa Manuaba merupakan Ilmu kawisesan dari Ilmu waringin Sungsang. Disebut waringin sungsang karena, menurut Ida Sinuhun Siwa Putra Parama Daksa Manuaba (griya agung bangkasa),  hidup ini dapat benar-benar dicapai tujuannya ketika kita sadar bahwa tiada satupun hasil tindakan yang tanpa melalui jalan proses kebalikannya. Seperti misalnya, seseorang tidak akan pernah menemukan surga tanpa melalui berkasnya.

Disinilah sebenernya kita sebagai manusia dapat ingat menerima dan waspada dengan neraka yang dijalani. Jika kita mampu Ikhlas akan pemberian surga dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa, di dunia ini kita harus belajar menerima dengan ikhlas pula Neraka yang memang diciptakan.

Menurut beliau (Ida Sinuhun Siwa Putra Parama Daksa Manuaba), pada ujung pengertian kelak kita diharap memiliki rasa yang sama di surga maupun di neraka, tentu hal demikian harus melalui proses belajar yang sabar dan cukup panjang.

Ida Sinuhun Siwa Putra Parama Daksa Manuaba menerangkan bacaan aksara Caraka ini dapat digunakan sementara atas perjalanan susah menghadapi neraka dunia.

Adapun kaputusan Sastra Caraka Sungsang sebagai berikut

Nga.Ba. = membawa

Ga.Ma.Nya. = agamanya

Ya. = beliau (Ida Sanghyang Widhi Wasa) 

Ja.Pa. =  Japa-mantra dalam adat kebudayaan Bali berupa bunyi, kata, ataupun kalimat yang diyakini memiliki daya kekuatan magis. Istilah japa-mantra juga disebut saha, sidikara, atau aji-aji. Pengucapan japa-mantra dapat ditujukan kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa, dewa-dewi, makhluk jin, benda magis, serta kepada diri pribadi ataupun orang lain. 

La.Wa.=  lawang (pintu) 

Sa. = percaya pada yang esa/satu. Sifat  yang membentuk kasih sayang seperti kasih Ida Sang Hyang Widhi Wasa

Ta. =  Tatas, tutus, titis, titi lan wibawa – mendasar, totalitas, satu visi, ketelitian dalam memandang hidup

Da. =  Dadi/menerima hidup apa adanya

Ka. =  Karsaningsun memayuhayuning bawana – hasrat diarahkan untuk kesajeteraan alam

Ra. =  Rasaingsun handulusih – rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nurani

Ca. =  Cipta witning, cipta mandulu, cipta dadi – arah dan tujuan pada Yang Maha Tunggal

Na. =  Nur candra, gaib candra, warsitaning candara – pengharapan manusia hanya selalu ke sinar Hyang Maha Suci

Ha. =  Hana ikang hurip witning suci – adanya hidup adalah kehendak dari yang Maha Suci

Adapun cara yang Ida Sinuhun Siwa Putra Parama Daksa Manuaba terangkan sebagai berikut:

  1. Sucikan jiwa dan fikiran. Hal ini bisa dilalui dengan meditasi, puasa, dan doa lainnya. Kegiatan ini minimal dilakukan dalam kurun waktu 7 hari.
  2. Keluarlah di halaman yang tidak beratap dan berdiri menghadap matahari terbit (pagi sekitar jam 7 s/d 9 atau sore sekitar jam 16 s/d 18)

  3. Sambil benar-benar menanamkan keyakinan, bacalah kaputusan sastra caraka sungsang tersebut sebanyak 33 kali.

  4. Setelahnya searah jarum jam beralih menghadap ke 3 arah lainya dengan membaca dan jumlah bacaan yang sama.

  5. Setelah itu, kembali menghadap matahari terbit seraya berdoa kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam prabhawa Sanghyang Siwa Raditya mengharap doa segera terkabul.

Hal ini, terbukti dapat menetralkan energi penghalang kebahagian menjadi energi positif yang berangsur menuntaskan masalah yang ada dan segera mendatangkan dia yang diharap.

  • Pamulange sangsarane pada/patuh = pelajarannya sengsaranya sama, Sakti tan paaji = berhasil tanpa sarana
  • Sugih tan pabanda = bisa menginginkan apa saja tanpa persiapan
  • Ngluruk tan pabala = menyusup tanpa teman, tetapi selalu mendapatkan hasil
  • Ngasoraken tan papaperangan = menang tanpa menggunakan kekerasan/perang (objek) apa kang sinedya teka, apa kang kacipta dadi = apa yang diinginkan/diamaui akan terjadi/ tercipta.
  • Digdaya tan paaji = sakti tanpa ajian/ilmu
  • Trimah mawi pasrah = menerima dengan menyerah
  • Suwung pamrih tebih adjrih = sepi hasrat jauh dari takut
  • Langgeng tan hana susah tan hana bungah= tenang tetap hidup berkecukupan
#tubaba@griyangbang#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar