Sabtu, 06 Maret 2021

GEGELARAN RIKALA NGERAJAH BHUSANA PINANDITA WIWA, BHUSANA BHAWATI MIWAH BHUSANA DWIJATI

GEGELARAN RIKALA NGERAJAH BHUSANA PINANDITA WIWA, BHUSANA BHAWATI MIWAH BHUSANA DWIJATI

Oleh : I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S., M.Pd
 
Ada doanya. Ada mantranya.

Dalam Lontar Lawar Capung Ki Dalang Tangsub termuat Pangastawa Pangraksa Atma, yang berisi berbagai kumpulan mantra, termasuk ada Dasa Bayu, Asta Mahabaya, Rudrakawaca di dalamnya, terselip di halaman bagian belakangnya beberapa doa terkait gegelaran ngrajah aksara (pembacaan dan penulisan aksara).

Beberapa mantra terkait gegelaran ngrajah aksara (menulis aksara, baca, membuka, menutup), sebagai berikut:

1. Sedurung melinggih, Nunas Panugrahan ring Sang Hyang Brahma lan Sang Hyang Ludra. 
Mantra :
Om Ang Ung Mang Om, Hrah Pat ya Nama swaha 

2. Bersihin genah jaga melinggih antuk tangan ke kelod kauh genah Sang Hyang Ludra. Mantra :
Ong Hrah Pat astra wesnawa ya namah swaha. 

3. Melinggih sane patut lan becik nutup cokor antuh kampuh sane keanggen,Mantra:
Om Padma sana ya namah, prasada stiti sarira ya namah swaha. 

4. Pranayama : 
Om, Ang Namah,
Om, Ung Namah,
Om, Mang Namah. 

5. Ngelantur mersihin tangan; 
Om, Sudamam Swaha,
Om, Hati Sudamam Swaha

6. Nunas panugrahan ring Sang Hyang Aji Saraswati meserana sekar. Mantra : (Pangidep hati)
Om, Sang Hyang Saraswati,
Angidep tutur, angidep Mantra, Angidep Sastra, Angidep Weda,
Teke resep, 3x. Ang ah. 
Buta mangan mantra, Buta maling mantra,
suminggah, suminggira kita, Poma 3x 

7. Ngelungsur taksu : 
Om, Sang Hyang Taksu,
Taksu manik, Manik astagina,
Begawan Rareangon, Sang Hyang Gana,
manusanira ngelungsur taksu.
Om, Sidi rastu ya namah swaha. 

8. Ngaturang pengampura : 
Om, Papa tan kayana,
tapa-tapa tainugah,
maha atma tainugah,
metemahan Sang Hyang Guru,
Guru tapa tainugah,
wenang angungkuli awakKu tan kaungkuli.
Om, Siwa ya namah swaha

(SEKAR PUNIKA RARIS SUMPANGANG)


9. NGATURANG PASEGEHAN MANTRA :

OM SANG KALA EKA WARA, SANG KALA DWI WARA, SANG KALA TRI WARA, NAWED MANUSAN NIRA ANGATURAKEN PASEGEHAN IKI TADAH SAJIN NIRA  RING JENG SANG KALA KABEH, MANUTA TAN KETAMAHAN SISIP RING SANG KALA TIGA, WUS KITA AMUKTI KEGEHAM MANTRA TE KITA RING GENAH SUANG SUANG AYWAKTA RING MERCAPADA APAN INGULUM IKANG MANUSA NGERASTITI DEWA.

10. RARIS METABUH

OM IBEK DANU, IBEK SEGARA, IBEK TA PRAMANAN INGULUN

OM POMA POMA POMA



LALU MEMULAI MENULIS 
11. Mantra menulis lontar atau aksara:

“Om śarāswati pratisṭajatyasudā ya namah”.

12. Mantra ketika salah menulis aksara dan terpaksa ‘ngamatiang aksara’ (mematikan aksara):

“Om śarāswaṭi prěliṇa ya namah”.

Tentang ‘ngematiang aksara’ ini adalah sebuah pakem dalam penulisan aksara Bali, jika salah tulis tidak boleh mencoret. Jadi kalau salah menulis aksara, maka aksara dimatikan suaranya, diberi ‘ulu’ dan ‘suku’. Huruf pun tidak terbaca atau mati.

13. Mantra memulai membaca pustaka suci atau lontar :

“Om saraswati suksma ya namah”.

14. Mantra menutup pustaka suci atau lontar:

“Om saraswati kumrěbya ya namah”.

15. Mantra ketika membuka pustaka suci atau lontar:

“Om saraswati gumlar ya namah”.

Mantra dalam lontar ini sebuah pilihan. Bagi mereka yang mungkin masih punya kecanggungan ngerajah (menulis aksara Bali), membuka lontar dan berharap keselamatan serta kejernihan atau kelapangan hati ketika menulis, membaca dan bekerja, mantra ini bisa dipraktekkan. Jika selama ini telah memiliki mantra lain, atau tidak merasa canggung sudah terbiasa membaca tanpa doa, silahkan dilanjutkan kebiasaan yang sudah dijalankan sepanjang sudah merasa terberkati dalam aktivitasnya.

Pokok dari tujuan berdoa atau bermantra adalah menjamin keselarasan jiwa, pikiran dan badan, dengan pekerjaan yang dikerjakan. Menjamin keselarasan dengan semesta yang melingkupi apa yang sedang kita kerjakan. Bermantra adalah usaha untuk mengkoneksikan perasaan dan batin dengan apa aktivitas kita.

Tujuan orang Bali kenapa berdoa sebelum beraktivitas adalah agar ‘metaksu’. Arti dari istilah ‘metaksu’ adalah punya kejernihan dan semangat kerja yang membuat orang yang ada di sekitar kita mendapat manfaat dan pancaran kejernihan hati kita. Diri yang melakukan pertama-tama mesti jernih dan penuh ketenangan serta berlimpah rasa senang mendalam atas apa yang dilakukan.

Doa dalam hati paling sederhana ketika  menulis aksara dan membaca lontar adalah dengan membisikkan permisi pada pemilik sebelumnya, kepada penulis lontar yang telah mendedikasikan waktu dan mencurahkan hidupnya di masa lalu yang tujuan baiknya agar kita mendapat transmisi atau warisan pengetahuan suci yang mencerahkan dari masa lalu. Pada para penulis dan penjaga tradisi tulis di masa silamlah kita merundukan ego dan berterima kasih atas berkah pengetahuan yang telah diwariskan dengan susah payah dan penuh dedikasi.

Lantas siapa yang sepatutnya nyurat rurub dan atau bhusana pinandita wiwa, bhawati bahkan dwijati?

Kita semua sebagai warih Ida Bhatara Kawitan, karena sastra menunjukkan bahwa “uttamaning ikang aksara yening kesurat dening sang ajadma ri jambudwipa” artinya kita semua harus bisa nyurat aksara. Namun demikian tentu ada batasan-batasan yang membolehkannya, yaitu: bisa, dadi, patut.


Bisa
Bisa mengandung makna adalah mampu menyurat, artinya memiliki kemampuan nyastra, menguasai huruf modre.


Dadi
Dadi, mengandung makna boleh, siapa yang boleh tentunya dengan batasan mereka yang sudah mewinten, paling tidak sudah mewinten saraswati.


Patut
Mengandung makna bahwa sepatutnya kita semua sebagai warih beliau yang harus mampu nyurat aksara untuk keperluan keluarga kita

Hanya saja yang boleh masupati aksara rurub adalah sulinggih.


#tubaba@griyang bang//pagehringsesana#


Tidak ada komentar:

Posting Komentar