Kamis, 11 Maret 2021

Sebutan Pedanda Kurang Eksistensi Lagi Di Jaman Industrialisasi


Pada kalangan Hindu ada 3 jenis sulinggih yang lumrah disebut Tri Sadhaka, yakni Sang Sulinggih Siwa, Sulinggih Buddha, dan Sulinggih Bujangga. Tentang nama-nama kesulinggihan ada yang disebut Pedanda, Empu, Rsi, dan Bhagawan. { Kata sadhaka berasal dari kata sadh yang artinya menuntun ke jalan yang lurus atau yang dapat mencapai cita-cita yang mulia. Kata sdhaka ini berarti pandhita memuja }.
Tentang jenis sulinggih ;

a.      Sulinggih Siwa > beliau memiliki kewenangan untuk menghaturkan yajnya dengan pesaksi sanggah surya, menyucikan alam atas dengan menurunkan kekuatan Sanghyang Widhi.

b.      Sulinggih Buddha > beliau memiliki kewenangan menghaturkan yadnya untuk menyucikan alam tengah atau awang-awang dengan mempertemukan kekuatan suci dari Sanghyang Widhi dengan kekuatan Bhuta Kala yang telah di Somya.

c.       Sulinggih Bujangga > beliau memiliki kewenangan untuk mengaturkan yajnya untuk membersihkan alam bawah ( bumi dan jagat ), nyupat Butha Kala sehingga beliau menjadi Somya.

Gelar kesulinggihan ada yang lain diantaranya ;
1.      Pedanda, adalah gelar kesulinggihan dari Brahmana wangsa, beliau telah melalui upacara diksa sehingga beliau dipandang dan dihormati.

2.      Dang Hyang adalah gelar kesulinggihan dari Brahmana Wangsa, beliau amat terhormat dan berjasa besar terhadap keselamatan umat dalam menumbuh kembangkan keagamaan dan menjaga keagamaannya, sekaligus jadi guru besar dalam keagamaan. Misalnya : Danghyang Dwijendra.

3.      Rsi atau Bhagawan, adalah gelar kesulinggihan dari Wangsa Kesatria, beliau telah dipandang suci dan terhormat dalam masyarakat. { kata bhagawan berasal dari kata bhaga yang berarti bagian, kata wan berarti yang mempunyai. Bhagawan berarti yang mempunyai bagian}

4.      Empu, adalah sebutan kesulinggihan dari wangsa Pasek, Pande. Beliau dipandang dan dihormati karena beliau berhak melakukan Loka Phala Sraya di masyarakat. { Kata empu berasal dari bahasa jawa kuno yang berarti tuan, empunya, mempunyai, yang memiliki. Kata empu dipakai sebagai sebutan kehormatan kepada pandhita, pujangga, sang sujjana.}

5.      Sengguhu adalah gelar kesulinggihan dimana beliau ahli dalam tugas untuk muput upacara seperti Bhuta Yadnya.

6.      Dukuh, sebagai gelar kesulinggihan yang kedudukan beliau dipandang dan dihormati dalam masyarakat. Beliau juga berhak muput upacara agama.

Sulinggih tergolong Dwi Jati atau lahir dua kali, pertama lahir sebagai manusia biasa, kedua lahir sebagai Brahmana (Rohaniawan).

Yang menarik untuk ditelaah adalah sebutan “Pedanda” yang banyak disematkan pada pendeta-pendeta Hindu di Indonesia, khususnya di Bali. Biasanya Pedanda-pedanda, selain memberikan siraman rohani (Dharma Wacana) juga sering “muput upacara”, memimpin kebaktian.

Sebutan pedanda-pedanda modern di Indonesia kurang eksis lagi dengan gelar yang disematkan, menyimpang dari tugas dan kewajiban yang sebenarnya. Bhagavad Gita, orang-orang yang menyimpang dari tugas/wewenang dan kewajibannya tergolong orang-orang yang berdosa.

Tugas dan kewajiban seorang Pedanda, apabila kita runut dari asal kata, sesuai namanya, tugasnya sebagai penegak hukum, dalam hal ini penegak hukum agama Hindu (Dharma). Kata “Ida” memiliki makna beliau atau Dia yang terhormat, sedangkan kata “Pedanda”artinya pemberi hukuman (danda) atau jika disederhanakan pedanda artinya hakim. Sehingga Ida Pedanda itu sebenarnya adalah Hakim Hindu yang berkedudukan di pengadilan, bukan bertugas sebagai pemuput upacara keagamaan, melainkan sebagai pemutus perkara.
Mengapa hal tersebut bisa terjadi? itu terjadi lantaran pemerintah Indonesia pada tahun 1957 atau awal kemerdekaan, pemerintah RI meniadakan atau melarang pengadilan Adat/pengadilan agama hindu, diganti dengan pengadilan negeri.

Sebelum Indonesia merdeka, di Bali terdapat beberapa pengadilan agama Hindu (Kalau tidak salah ada sembilan, pengadilan ini disebut Raad Van Kertha, dikembangkan Belanda) hakimnya adalah pendeta-pendeta Hindu (pedanda). Di Kabupaten Klungkung, pengadilan Hindu tersebut masih kokoh sampai sekarang, dijadikan museum “Kertha Gosa”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar