Beryadnya itu bukan asal-asalan bahkan Beryadnya tidak harus 2M (Mewah dan Mahal), tetapi
Beryadnya harus iklhas
PENGERTIAN DAN HAKEKAT YADNYA
Pada awalnya banyak orang mengartikan bahwa yadnya semata upacara ritual keagamaan. Pemahaman ini tentu tidak salah karena upacara ritual keagamaan adalah bagian dari yadnya. Pada dasarnya Yadnya bukanlah sekedar upacara keagamaan, lebih dari itu segala aktivitas manusia dalam rangka sujud bhakti kepada hyang Widhi adalah Yadnya.
Yadnya berasal dari Bahasa Sansekerta dari akar kata “Yaj” yang artinya memuja. Secara etimologi pengertian Yadnya adalah korban suci secara tulus ikhlas dalam rangka memuja Hyang Widhi.
Pada dasarnya Yadnya adalah penyangga dunia dan alam semesta, karena alam dan manusia diciptakan oleh Hyang Widhi melalui Yadnya. Pada masa srsti yaitu penciptaan alam Hyang Hidhi dalam kondisi Nirguna Brahma ( Tuhan dalam wujud tanpa sifat ) melakukan Tapa menjadikan diri beliau Saguna Brahma ( Tuhan dalam wujud sifat Purusha dan Pradhana ). Dari proses awal ini jelas bahwa awal penciptaan awal dilakukan Yadnya yaitu pengorbanan diri Hyang Widhi dari Nirguna Brahma menjadi Saguna Brahma . Selanjutnya semua alam diciptakan secara evolusi melalui Yadnya.
Dalam Bhagawadgita Bab III, sloka 10 disebutkan :
saha-yajòàá prajàh såûþwà purowàca prajàpatih; anena prasawiûyadham eûa wo ‘stw iûþa-kàma-dhuk
artinya :
Dahulu kala Prajapati ( Hyang Widhi ) menciptakan manusia dengan yajnya dan bersabda; dengan ini engkau akan berkembang dan akan menjadi kamadhuk keinginanmu.
Dari satu sloka di atas jelas bahwa manusia saja diciptakan melalui yadnya maka untuk kepentingan hidup dan berkembang serta memenuhi segala keinginannya semestinya dengan yadnya. Manusia harus berkorban untuk mencapai tujuan dan keinginannya. Kesempurnaan dan kebahagiaan tak mungkin akan tercapai tanpa ada pengorbanan.
Yadnya merupakan persembahan suci tulus iklas. Yadnya dapat disebut sebagai ritual atau korban suci. Yadnya sangat erat hubungannya dengan masyarakat Bali. Masyarakat Bali didalam menjalankan kehidupan beragamanya tidak luput dari Yadnya. Yadnya di Bali dapat digolongkan menjadi tiga tingkatan yaitu : Nista, Madya, dan Utama.
Nista adalah tingkatan Yadnya yang paling rendah.
Madya adalah tingkatan Yadnya yang paling menengah.
Sedangkan Utama adalah tingkatan Yadnya yang paling tinggi.
Masyarakat Bali sering keliru didalam melaksanakan suatu Yadnya. Mereka tidak mengerti makna yang terkandung dalam suatu Yadnya yang mereka laksanakan. Seharusnya Yadnya yang dilaksanakan ada pada tingkatan nista, tetapi mereka malah melaksanakan pada tingkatan Utama.
Realita yang terjadi di masyarakat mereka yang melakukan Yadnya bukan didasari dengan rasa bhakti, tulus, iklas tapi didasari dengan rasa gengsi. Kenapa dapat dikatakan gengsi? karena di era perkembangan ekonomi yang semakin sulit dan kecanggihan jaman persaingan antar sesama umat beragama semakin menjadi-jadi.
Oleh sebab itu di era hidup baru ini saya (Tubaba Griya Agung Bangkasa) sebagai umat Hindu milenial mengajak segenap umat Hindu untuk beryadnya bukan dilihat dari seberapa besar dan banyak yang dapat kita haturkan kepada beliau, tetapi seberapa tulus iklasnya kita didalam menghaturkan persembahan. Jika kita memang dalam keadaan ekonomi yang rendah sebaiknya tingkatan Yadnya yang kita laksanakan pada tingkatan NIS PRATEKA NIR PRABHAWA.
KATA Nis/nista bukan berarti jelek, Hina, terendah, tetapi sesuai dengan makna yang terkandung didalam suatu Yadnya atau ritual tersebut. Sebaliknya jika kita melaksanakan Yadnya pada tingkatan utama (NIR PRABHAWA), tetapi kita tidak mengerti makna apa yang terkandung didalam suatu ritual itu, maka Yadnya yang kita lakukan akan tidak sesuai dengan ajaran yang terkandung Weda. Selain itu tujuan untuk menghemat biaya menjadi pemborosan.
Pelaksanaan ngaben yang bisa dikatakan puput dan patut bukan asal-asalan perlu dipahami oleh semua pihak termasuk para pemangku yang merupakan ujung tombak pelaksanaan yadnya di masyarakat.
Fenomena upacara ngaben yang menelan biaya besar di tengah tuntutan hidup yang kian kompleks, beberapa tahun belakangan ini menjadi permasalahan umat Hindu di Bali.
Tidak asing kita dengar bahwa ada umat kita yang berpindah keyakinan atau menikah dengan orang berbeda keyakinan. Karena mereka tau umat hindu itu berat, sedikit-sedikit harus adanya Yadnya dari yang mulai paling kecil sampai yang paling besar. Jadi intinya kita sebagai orang yang berwawasan kependidikan harus mempelajari lebih dalam makna yang terkandung didalam suatu yadnya tersebut. Agar kehidupan masyarakat Bali tidak lagi ngeluh kesahkan tentang Yadnya yang harus mewah dan mahal. Jadi Beryadnya itu tidak perlu 2M ( Mahal dan Mewah).
#tubaba@griyang bang//titiang boya ngamargiang yadnya asalasalan#
Tidak ada komentar:
Posting Komentar