Sabtu, 07 Maret 2020

PERCAKAPAN TENTANG KASTA BERSAMA TEMAN S2 BAHASA BALI IHDN

PERCAKAPAN TENTANG KASTA BERSAMA TEMAN S2 BAHASA BALI IHDN
(T) : Apa sih kastamu?
(TB) : Aku tidak punya kasta!

(T) : bukankah didalam agama Hindu ada ajaran tentang kasta?
(TB) : Tidak! Kata “kasta” sendiri berasal dari bahasa portugis, perbedaan kelas berdasarkan keturunan. Di dalam setiap bangsa ada kelas bangsawan dan kelas rakyat biasa. Di dalam agama Hindu tidak ada kasta, yg ada adalah “warna” pengelompokan orang berdasarkan bakat dan kemampuannya. Misalnya mereka mempunyai bakat atau kemampuan di bidang keagamaan disebut kaum brahmana, yang mempunyai bakat dan kemampuan di bidang pemerintahan dan militer disebut ksatriya, yang mempunyai bakat di bidang usaha dan pertanian disebut waisya, yang mmpunyai kemampuan di bidang pelayanan disebut sudra.

(T) : Apakah anak seorang sudra bisa jadi brahmana?
(TB) : Mengapa tidak? Anak seorang pelayan, bisa jadi ahli dan bahkan guru Weda seperti didalam kisah Satyakama. Ia adalah anak Jabala, seorang perempuan pelayan warung. Tetapi karna tekad dan ketekunannya, Satyakama menjadi ahli Weda, bisa jadi professor, bisa jadi jenderal atau pengusaha atau pendeta. Demikian pula sebaliknya anak seorang pendeta bisa jadi pedagang, bisa jadi petani.

(T) : Apa itu hanya teori?
(TB) : Tidak. Di India modern seorang keturunan dalit, bisa menjadi perdana menteri atau presiden. Di dalam masyarakat Hindu di Indonesia, contoh-contoh seperti itu bukan satu pengecualian, artinya contohnya sudah tak terhitung lagi. Sebetulnya profesi / pekerjaan karena keturunan banyak segi positifnya.
(T) : Misalnya?
(TB) : Seorang tukang arloji yang mewarisi profesi atau bisnis keluarga yang telah dijalankan turun temurun, merupakan jaminan mutu, karena merupakan akumulasi dari keahlian. Itu sebabnya perusahaan-perusahaan keluarga sering mengiklankan pendirinya yang sudah hidup lebih dahulu. Tetapi untuk jabatan public memang tidak baik. Karena kalau perusahaan keluarga, resikonya hanya ditanggung oleh keluarga itu sendiri. Sedangkan jabatan public, resikonya ditanggung oleh masyarakat banyak.

(T) : Tetapi kan lebih banyak agama lain, karena agama lain tidak mengenal kelas.
(TB) : Di agama lain, kawan, ada pembagian orang beriman lawan orang kafir. Ini adalah penggolongan atau kelas yang jauh lebih berbahaya, karena ada perintah agar orang beriman menaklukan atau memusnahkan orang kafir. Dan ajaran ini telah membawa penderitaan bagi jutaan manusia sepanjang sejarah. Ini adalah apartheid agama. Bila apartheid politik di Afrika, berkat perjuangan Nelson Mandela, yg terinspirasi oleh metode perjuangan non-kekerasan oleh Mahatma Gandhi, ini justru masih dianggap suci (artinya tidak terdapat kekerasaan dan penyiksaaan)
Kafir dan penyembah berhala

(T) : Ada pernyataan orang Hidu adalah orang kafir
(TB) : Apaan sih artinya kafir?

(T) : Kafir artinya, orang yang tidak percaya atau tidak beriman kepada Tuhanku, nabiku dan kitab suciku. Orang kafir adalah musuh Allah (menurut Islam)
(TB) : Memang saya tidak percaya kepada Tuhan agama lain, nabi agama lain dan kitab suci agama lain. Tapi saya percaya dgn Ida Sang Hyang Widhi Wasa, percaya dgn Weda, percaya dengan para maharsi. Saya sembahyang agama saya memiliki ajaran etika dan moral yg baik. Tetapi sekalipun orang beragama lain tidak percaya kepada apa yang saya percayai saya tidak menyebut agama lain itu kafir atau sebutan sehina itu.

(T) : Mengapa?
(TB) : Karena saya diajarkan untuk berfikir, berkata dan berbuat baik. Saya diajarkan agar tidak menghina orang lain, agar tidak merendahkan agama orang lain. Ajaran itu namanya Tri Kaya Parisuda. Apakah di agama-mu diajarkan Tri Kaya Parisuda? Kamu harus berhati-hati menuduh orang lain dengan sebutan merendahkan atau yang bernada kekerasan.

(T) : Kenapa?

(TB) : Karena kata-kata yang mengandung kekerasaan atau kebencian, selangkah lagi bisa melahirkan tindakan kekerasan.

(T) : Agama Hindu menyembah berhala . Memuja patung.
(TB) : Manusia adalah mahluk yang menggemari symbol. Negara kita dan lembaga – lembaga memiliki banyak symbol. Negara kita misalnya memiliki bendera yang berwarna merah dan putih yang kita hormati. Yang kita hormati bukan 2 lembar kain berwarna merah dan putih yang dijahit jadi bendera, tetapi negara kita yang disimbolkan oleh Sang Dwi Warna. Dan bendera merah putih ada di setiap kantor. Patung gambar atau pratima, adalah symbol, lambang. IA hanyalah symbol, lambang. Ia hanyalah alat bantu untuk konsentrasi.
Agama lainkan kan juga sembahyang menghadap ka'bah, apakah itu berarti agama lain itu menyembah ka'bah? Waktu naik haji kamu mencium-cium batu hitam (hajar aswad) yang ada lobang di tengah-tengahnya, apakah berarti kamu menyembah batu hitam itu? Di gereja juga ada lambang salib di mana tubuh Yesus yang sudah jadi mayat dipaku mengelayut. Bukankah ini lambang yang seram dan suram? Di gereja Katolik juga banyak patung santo, orang suci dan Maria.
Jadi marilah kita saling rangkul, saling isi demi kesejahteraan dunia ini, salam kasih, salam rahayu shanti.

#tubaba.griyang.bang#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar