Keputusan Pesamuhan Agung
Parisada Hindu Dharma Indonesia
Nomor: 07/Kep/P.A.Parisada /VII/2005
Tanggal 13 Juli 2005.
BHISAMA SABHA PANDITA
PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA PUSAT
Nomor : O4/Bhisama/Sabha Pandita Parisada Pusat/V/2005
Tentang
PEDOMAN PELAKSANAAN DIKSA DVIJATI
A. KEDUDUKAN DAN FUNGSI DIKSA
Eksistensi diksa dalam ajaran agama Hindu adalah salah satu pengamalan Dharma yang memiliki sifat
mengikat dan wajib dilaksanakan oleh seluruh Umat Hindu. Dengan demikian diksa merupakan dasar
keyakinan agama Hindu sekaligus hukum moral yang wajib diyakini, dijunjung tinggi, ditaati serta
dilaksanakan dalam rangka menegakkan Dharma. Hal ini dinyatakan dalam mantram Atharvaveda XII.
1.1 dan Yajurveda XIX. 36, sebagai berikut:
"Satyam brhad rtam ugram diksa ya topo brahmayajna prithivim dharyanti"
(Sesungguhnya Satya, rta, diksa, tapa, brahma dan yajna yang menyangga Dunia).
"Vratena diksam apnoti, diksayapnoti daksinam, daksinam sraddham apnoti sraddhaya satyam apyate
"
(Dengan melaksanakan brata, seseorang mencapai diksa, dengan diksa seseorang memperoleh daksina
dan dengan daksina seseorang mencapai sraddha, melalui sraddha seseorang mencapai satya)
Usaha menyucikan din melalui diksa sebagai salah satu perwujudan Dharma diamanatkan pula oleh
Vrhaspatittatva seloka 25 yang merupakan kewajiban setiap umat Hindu yang dijabarkan melalui
tujuh pengamalan Dharma, yaitu: sila, yajna, tapa, dana, pravrjya, diksa dan yoga.
Melalui keyakinan terhadap kebenaran diksa ini, mengantarkan umat memahaini Veda dan melalui
diksa pula umat Hindu meiniliki kewenangan belajar dan mengajarkan Veda. Dengan deinikian diksa
meiniliki kedudukan sebagai institusi yang bersifat formal. Melalui pelaksanaan diksa seseorang
menjadi Brahmana, "janmana jayate sudrah samskarairdvija ucyate" semua orang lahir sebagai sudra
melalui diksa/dvijati seseorang menjadi Brahmana).
Dari penjelasan tersebut maka pelaksanaan diksa memiliki tujuan untuk menyucikan diri secara lahir
maupun bhatin sebagai sarana atau jalan untuk mentransfer pengetahunan ketuhanan (Brahmavidya)
meialui media Guru Nabe atau Acarya, sekaligus sebagai pembimbing moral dan spiritual. Dengan
melaksanakan diksa umat Hindu disebut Sadhaka atau Pandita yang meliputi berbagai nama abhiseka
seperti : Pedanda, Bhagawan, Mpu, Dukuh, Danghyang, Acarya, Rsi, Bhiksuka, Vipra, Sadhu,
Brahmana, Brahmacari, Sannyasi, Yogi, Muni dan lain-lain yang memiliki kewenangan melakukan
bimbingan Dharmopadesa maupun Lokapalasraya kepada umat.
Kemudian mengenai makna diksa dvijati adalah merupakan proses transendensi dan sakralisasi menuju
pencapaian kesadaran penyatuan dengan Brahman. Selain itu diksa dvijati tidak hanya sebagai inisiasi
formal, melainkan menunjukan adanyajalinan hubungan yang bersifat pribadi dan mendalam antara
Guru Nabe (Acarya) dengan murid (sisya). Lebih jauh lagi Atharvaveda XI. 5. 3. menguraikan bahwa
saat pelaksanaan diksa dvijati seorang Guru Nabe atau Acarya seakan-akan menempatkan murid
(sisya) dalam badannya sendiri seperti seorang ibu mengandung bayinya, kemudian setelah melalui
vrata murid dilahirkan sebagai orang yang sangat mulia (dvijati). Dengan demikian pelaksanaan diksa
dvijati merupakan transisi dan gelap menuju terang, dan avidya menuju vidya.
Dalam lembaga diksa dvijati kedudukan Guru Nabe begitu sentralnya, yakni memiliki hak prerogatif
terhadap sisya-nya. agar tidak terjadi pengingkaran terhadap sasana/dharmaning kawikon. Maka demi
menegakkan Dharma berdasarkan ketentuan sastra, seseorang yang akan menjadi Pandita wajib
mengangkat Guru Nabe (manavaguru), Guru Vaktra, Guru Saksi, selain Siddha Guru ataupun Divya
Guru.
B. PELAKSANAAN DIKSA DVIJATI
Mengingat pemahaman Umat Hindu di Indonesia tentang ajaran agamanya berimplikasi pula terhadap
eksistensi lembaga diksa maka Sabha Pandita memandang perlu meninjau ketetapan Sabha Parisada
Hindu Dharma Indonesia II Nomor: V/Kep/PHDIJ68 tentang Pandita, serta keputusan seminar
kesatuan Tafsir terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu ke-14 tahun 1986/1987 tentang Pedoman
Pelaksanaan Diksa yang kurang mengakomodasikan dan memberikan kebebasan terhadap umat untuk
memilih system diksa dvijati selain yang telah diputuskan dalam seminar tersebut diatas. Padahal
sesuai kenyataan warga-warga tertentu khususnya di Bali telah memiliki mekanisme diksa dvijati yang
telah ditetapkan dalam Bhisama leluhurnya. Lebih-lebih dikalangan Sampradaya-sarnpradaya juga
meiniiki mekanisme yang berbeda-beda. Maka untuk itu Sabha Pandita menetapkan penyempurnaan
pedoman pelaksanaan diksa dvijati, sebagai berikut:
1. Lembaga diksa dvijati sebagai dasar sraddha dan hukum moral dalam agama Hindu adalah
bersifat wajib, maka Sabha Pandita mengakui berbagai system diksa dvijati yang ada, sepanjang
konsepnya mengalir dan ajaran Veda.
2. Memberikan keleluasaan serta kebebasan kepada umat Hindu yang bermaksud menekuni
spiritual menjadi Pandita, untuk memilih sistem diksa dvijati yang akan dilaksanakan sesuai
ketentuan aguron-guron yang diikuti sepanjang dilandasi oleh atmanastusti.
3. Tugas pencerahan dan bimbingan Dharmopadesa merupakan tanggung jawab semua potensi
umat Hindu secara profesional, maka Sabha Pandita mendorong lahirnya para Pandita yang
representatif, berwawasan universal dan membimbing umat dalam pencerahan rohani.
4. Pelaksanaan diksa dvijati untuk menjadi Pandita merupakan hak pribadi umat Hindu, maka
segala persyaratan khusus dan mekanisme pelaksanaan diksa dvijati, atribut serta abhiseka
kepanditaan sepenuhnya diserahkan kepada system aguron-guron yang diikuti oleh calon
diksita.
5. Dalam proses pelaksanan diksa dvijati Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat berkewajiban
memberikan dukungan administrasi dalam rangka diksa pariksa dan rekomendasi setelah
pelaksanaan diksa pariksa yang dipimpin oleh Guru Nabe atau yang ditunjuk, serta menerbitkan
sertifikat setelah ada pernyataan dari Guru Nabe.
Demikian pedoman ini ditetapkan sebagai tuntunan bagi seluruh umat Hindu, baik secara perorangan
maupun kelembagaan.
Ditetapkan di: Denpasar
Pada Tanggal: 7 Mei 2005.
PIMPINAN PESAMUHAN SABHA PANDITA
PERISADA HINDU DHARMA INDONESIA PUSAT
Ketua Dharma Adhyaksa
Ida Pedanda Gede Ketut Sebali Tianyar Arimbawa
Wakil Dharma AdhyaksaSabha Pandita,
Ida Pandita Mpu Jaya Dangka Suta Reka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar