Minggu, 09 Januari 2022

MEMUJA TUHAN

Bhakti Marga

Tempat dan Arah Memuja Ida Sanghyang Widhi

Umat Hindu percaya bahwa alam semesta dengan bintang dan planet diruang angkasa yang tidak terlihat oleh mata bahkan teropong-teropong bintang sekalipun, sebenarnya ada di dalam diri Ida Sanghyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa). Bumi kita tidak lebih dari sebuah sel dari tubuh Ida Sanghyang Widhi. Kalau kita bandingkan diri kita seperti satu titik di dalam samudra, titik air tidak boleh dikatakan samudra tetapi sebaliknya di dalam samudra titik air ini merupakan bagian kecil dari samudra. Dalam titik air ini sifat asin dari samudra ada, demikian pulalah manusia walaupun berada di dalam diri Tuhan tidak bisa mengatakan dirinya Tuhan, meskipun sifat-sifat ketuhanan itu ada dalam diri manusia. Dalam susunan yang demikian maka sulit untuk mengatakan dimana sebenarnya Tuhan itu bertahta. Beliau ada di mana-mana dan tidak ada tempat di mana Beliau tidak ada. jika Tuhan berada dimana-mana mengapa manusia memuaja Tuhan ditempat-tempat ibadat, apa perlunya membuat pura balikan dan tempat tidur saja bisa sembahyang? Cara yang paling mudah dan indah untuk mendekati Tuhan adalah melalui rasa. Untuk membangkitkan rasa agama, rasa cinta kepada Tuhan maka diperlukan suatu kondisi tertentu, kondisi yang bisa menggiring agar rasa ketuhanan muncul dan bergelora dengan mantap.


           Gunung dan matahari terbit adalah merupakan kiblat (arah) dimana umat Hindu menundukkan kepala kehadapan Ida Sang Hyang Widhi sebagai perwujudan rasa bhakti. Gunung merupakan “Acala Lingga” yang berate tempat Tuhan yang tidak bergerak, karena kenyataannya gunung tidak dapat berpindah. Umat Hindu yakin gunung sebagai linggih Ida Sang Hyang Widhi. Mengapa Tuhan di puja di puncak gunung? bukankah Tuhan ada dimana-mana .
            Meskipun Tuhan ada dimana-mana tetapi pada saat umatnya memuja-Nya, beliau didudukkan ditempat yang tertinggi. Makin tinggi suatu tempat makin mulialah yang dipujanya.  Selain itu gunung mempunyai arti penting yaitu karena dengan adanya gunung inilah maka manusia bisa menikmati air untuk diminum maupun untuk mengaliri sawahnya. Gunung denga hutan dan tanahnya yang gembur menyebabkan air hujan masuk dan disimpan didalam tanah serta sedikit demi sedikit dialirkan melalui sungai tidak henti-hentinya. Karena itulah umat Hindu menghadap ke gunung dimana Tuhan menyampaikan anugrah berupa kemakmuran dan keselamatan, maka melalui gunung pula umat Hindu menyampaikan terima kasih.
            Arah matahari terbit yaitu arah timur adalah arah yang dianggap suci. Mengapa arah matahari terbit dianggap suci ? karena matahari adalah symbol kekuasaan Ida Sang Hyang Widhi. Menurut para ahli Bumi, planet kita berasal dari pecahan matahari dan jasad manusia berasal dari unsul Pancamabhuta yaitu air, tanah, api, angin, dan angkasa yang berasal dari unsure-unsur bumi kita ini.
            Kekuatan yang diciptakan matahari menyebabkan bumi kita berputar, angin dan air beredar. Dengan sinar matahaari semua makhluk bisa hidup, jika tidak ada matahari maka bumi pun akan mati. Matahari adalah sumber hidup, tanpa matahari kehidupan pun tidak mungkin ada.
            Dalam Niti Castra disebutkan : Jika tidur ke arah matahari terbit menyebabkan panjang umur. Jika tidu denga kepala  diarah utara (Gunung) menyebabkan murah rezeki. Kata utara berasal dari “ud” yang berarti menonjol atau menjulang yang dimaksud dalam hal ini adalah tanah yang menjulang tinggi yaitu gunung.


ARAH TRI SANDYA DALAM ISTADEWATA

Masing-masing umat beragama pada hakikatnya mempunyai tujuan yang sama, namun cara dan tata pelaksanaannya yang berbeda. Tujuan agama Hindu adalah untuk mencapai Moksartham Jagadhitaya Ca Iti Dharma. Artinya, dharma itu ialah alat untuk mencapai moksa dan mencapai kesejahteraan hidup di dunia. Moksa adalah kebebasan jiwatman, mengalami kebahagiaan rokhani yang langgeng, yaitu kebahagiaan tanpa kedukaan (suka tanpa wali duhka).

Untuk mewujudkan tujuan tersebut, tidaklah cukup memahami ajarannya saja, melainkan harus dilembagakan secara utuh, mulai dari adanya pengetahuan terhadap ajaran agama, kemudian diikuti dengan proses pemahaman dan pentaatan, serta mencapai puncaknya pada proses penghargaan serta penjiwaan, penerapan terhadap ajaran agama itu pada kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, ajaran agama yang bersifat normatif itu tidak hanya sebatas wacana, tapi membumi dan membudaya dalam kehidupan masyarakat, bahkan dirasakan sebagai sesuatu yang menyatu dalam kehidupan.

Dalam lontar Padma Bhuana disebutkan, Bhatara Siwa  bermanifestasi menempati arah mata angin, di antaranya Siwa sebagai Iswara, berkedudukan di timur, Brahma di Selatan, Mahadewa di Barat, Wisnu di Utara, Timur Laut sebagai Sambu, Tenggara sebagai Mahesora, Barat Daya sebagai Ludra, Barat Laut Sangkara dan di tengah adalah Siwa.  

Dewa / Bhatara - Bhatari itu adalah Bhatara Siwa sendiri. Bhatara - Bhatari itulah yang dipuja sebagai Ista Dewata. Dalam manifestasi beliau yang paling mendominasi pemujaan yang ada di Bali sebagai Dewa Brahma, Wisnu, dan Iswara.

Akhir kata, di mana Tuhan selalu dihadirkan, dipuja dengan penuh sujud bakti, di mana kekuatan Tuhan selalu dihadirkan dalam setiap nama, rupa, warna, maka di sana akan selalu ada rasa syukur, rasa penuh bakti, rasa penuh cinta, maka akan hadir keberuntungan serta kebaikan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar