Rabu, 05 Januari 2022

Sekala Niskala atau dunia nyata dan dunia gaib.

Antara Sekala Niskala (dunia nyata dan dunia gaib). 

 Sekala Niskala, Garis Tipis Antara Mimpi dan Kenyataan. Kedua kata ini, Sekala dan Niskala populer digunakan di masyarakat Bali. Namun di tulisan ini saya tidak akan membahas tentang budaya Bali, karene secara umum, kepercayaan dunia Sekala Niskala ini lumrah ditemukan di budaya atau masyarakat manapun. Perbedaannya hanya pada penamaan atau bahasa yang digunakan.

Kepercayaan Sekala Niskala kurang lebih menjelasakan bahawa dunia tidak hanya dihuni oleh manusia dan mahluk hidup yang bisa dilihat lihat secara kasat mata saja, namun juga dihuni oleh mahluk halus yang tidak terlihat. Adapun mahluk halus itu juga termasuk roh leluhur, mahluk rendahan setingkat buta kala ataupun mahluk dengan tingkatan yang lebih tinggi yang hidup di alam dewa.

Kehidupan manusia tidak bisa lepas dari alam Niskala (alam gaib), keberhasilan, kegagalan, kesehatan ataupun keselamatan. Ketika seseoang menderita sakit berkepanjangan dan tidak sembuh-sembuh maka terkadang seorang mencoba menemukan solusi pengobatan lewat jalan Niskala. 

Dalam banyak kasus, cukup sering saya mendengar cerita bahawa seseorang menderita sakit dan kegagalan karena lupa atau mengabaikan leluhur. Nah, ini juga merupakan salah satu kepercayaan tentang kekuatan Niskala. Cerita lain, disaat terjadi kejadian bencana alam, gunung meletus, tsunami atau tanah longsor, sering berseliweran cerita-cerita berbau Niskala.

Seiring dengan kemajuan teknologi atau sains, kepercayaan dunia Niskala ini pelan pelan mulai luntur, terlebih lagi dalam hubungannya dengan kesehatan. Namun kepercayaan dunia Niskala yang berkaitan dengan relegi, kehidupan sesudah mati, roh leluhur dan sejenisnya dipastikan akan tetap lestari. Kepercayaan dunia Niskala (dunia gaib) akan tetap ada hanya berubah komposisi/proposi ataupun berubah bentuk saja. Misalanya dari sumpah pocong menjadi sumpah kitab suci.

Apakah saya percaya ?

Apakah saya percaya dunia Sekala dan Niskala? Kalau percaya, sejauh mana saya percaya dan apa manfaat positinya ditinjau dari filosofi spiritual abal-abal ala saya?

Saya percaya dunia sekala dan niskala dalam batas yang secukupnya. Secukupnya yang dimaksud adalah hal-hal yang Sekala (duniawi) baiknya diselesaikan dengan pendekatan Sekala, sedangkan hal-hal Niskala (gaib, mistik) baiknya diselesaikan dengan pendekatan Niskala. Kelihatannya bagus dan ideal, namun dalam prakteknya menjadi kabur. Mana yang Sekala mana yang Niskala?

Jujur, saya tidak paham dunia Niskala (gaib) jadi atas dasar itu maka saya selalu memprioritaskan pendekatan Sekala sebagai langkah pertama. Pekerjaan, keberhasilan, kegagalan, kesehatan, keselamatan, bencana alam dll, saya cendrung menggunakan pendekatan Sekala yaitu dalam bentuk pendekatan sains, logika, medis, psikologi, pendekatan pola hidup atau pola makan dll. Kalau sakit, saya lebih memilih pergi ke dokter dibandingkan minum air yang dicelupi batu ajaib. Saya punya koleksi batu akik, koin kuno dll karena memang menyukai keindahannya bukan karena khasiat gaibnya. Saya punya banyak uang Sukarno, bukan karena bertuah dan bisa melengkung tapi karena numismatik-nya. Jenglot yang katanya bertuah, dikasih gratis-pun saya ogah, dll.

Walaupun tidak pernah melihat mahluk gaib, dalam batas tertentu saya tetap percaya. Untuk apa percaya? Karena kepercayaan tentang dunia Niskala mengajarkan saya untuk selalu bersikap lebih bijak, tenang dan tertib, terlebih dalam hubungannya dengan alam dan lingkungan. Saya sengaja mengambil contoh lingkungan karena saya ingat akan falsafah tri hita karana. Saya biasa keluar masuk hutan dan tidur berhari-hari di alam bebas.

Gunung, sungai dan hutan contohnya, saya percaya bukan hanya dihuni oleh serangga dan binatang semata, namun juga mahluk lain yang tidak tampak oleh mata. Jadi merusak alam, berteriak  atau berkata kasar astungkar jarang saya lakukan walaupun di tengah hutan sekalipun. Kenapa? Ya itu tadi, karena saya harus belajar menghormati atau tidak mengganggu kehidupan dunia Niskala. Coba kalau kondisinya dibalik, Anda jadi lelembut atau mahluk halus kemudian ada orang teriak teriak kesurupan di halaman rumah, pasti dongkol bukan?

Tentu saja, tiap orang memiliki komposisi, acuan dan juga pendekatan sendiri-sendiri. Ada orang yang nyaris selalu melakukan pendekatan Niskala untuk menyelesaikan atau melihat suatu masalah/kejadian, namun ada juga yang selalu menggunakan pendekatan Sekala. Semua orang cendrung memilih apa yang dianggapnya bagus. Tidak ada yang salah dan juga tidak ada yang benar, paling cuma akan disebut atheis kalau selalu berpikir sains dan logika atau dicap gila kalau selau membahas Sekala atau dunia gaib.

Jadi Sekala Niskala adalah soal ironi antara imajinasi dan kenyataan; tentang bagaimana seseorang mengolah imajinasi—buah dari masa lalu yang tak terlalu jauh.—untuk menghadapi kenyataan.

#tubaba@griyangbang//de facto de jure#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar