Sabtu, 08 Januari 2022

TRI SANDHYA

Ajaran untuk melakukan Tri Sandhya tercantum dengan jelas dalam kitab Hindu, yaitu:

“Pergunakanlah dengan sebaik-baiknya kesempatan menjelma menjadi manusia ini, kesempatan yang sungguh sulit diperoleh, yang merupakan tangga untuk pergi ke sorga: segala sesuatu yang menyebabkan agar tidak jatuh lagi, itulah hendaknya dilakukan.”

Tri Sandya berasal dari kata Tri dan SandyaTri berarti tiga. Sandya berasal dari urat kata sam dan dhiSam berarti berkumpul, baik, sempurna, dan dhi berarti pikiran. Jadi Sandya berarti memusatkan pikiran kepada Tuhan. Sandya dapat pula diartikan berkonsentrasi secara sungguh­-sungguh dan sempurna kepada Tuhan.

Ketika melaksanakan Tri Sandhya, umat Hindu wajib memahami dan menghafalkan Mantram Tri Sandhya. Mantram yang terdiri dari lagu dan irama tersebut menjadi ibu dari segala mantra dalam agama Hindu.

Mantram Tri Sandhya memuat pengakuan sebagai manusia yang lemah, permohonan ampun, serta perlindungan umat Hindu kepada Sang Hyang Widhi melalui dewa dan dewi. Mereka adalah Dewa Siwa, Brahma, Mahadewa, Rudra, Wisnu, Narayana, Bhur, Bhuva svah, dan Purusa.

Untuk memusatkan pikiran kepada Tuhan tugas kita adalah mengendalikan kewajiban. Dan, agar proses pengendalian ini berhasil, kita harus mengatasi hambatan yang ditimbulkan oleh Tri Guna (sattwarajastamas). Kita harus sekuat mungkin bertahan dari tarikan dan desakan alami Tri Guna dengan jalan berserah kepada-Nya. Inilah kewajiban kita yang pertama dalam perjuangan mendekatkan diri dengan Tuhan.

Harus diyakini bahwa Tuhan adalah Mahasempuma. Maka untuk mencapai-Nya kita harus mendasari diri dengan kepercayaan yang sempurna pula. Bila tidak, maka kekuatan yang mengikat kita dengan Tuhan tidak dapat berkembang. Kita harus memiliki bhakti (cinta kasih) kepada Tuhan secara sungguh-sungguh agar kita dianugrahi asih-Nya. Keragu-raguan, hanyalah akan merusak azas hubungan asih dan bhakti serta menjauhkan kita dari Tuhan.

Mendekat atau duduk dekat dengan Tuhan disebut upasana atau upasthana. Tetapi jangan keliru, sebab duduk dekat atau berdekatan saja tidak cukup. Katak duduk dekat dengan bunga teratai tetapi tak bisa menikmati manisnya madu bunga teratai. Hanya merasa dekat saja tak ada gunanya, apabila tidak ada bhakti menyertainya. Sama halnya saat bersembahyang, boleh saja kita duduk dekat sekali dengan Padmasana. Akan tetapi apabila tak ada rasa bhakti yang mendalam, kedekatan fisik itu tidak berarti apa­-apa bagi kemajuan hidup rohani kita. Jadi bersamaan dengan dekatnya phisik harus disertai dengan dekatnya bathin kita kepada Tuhan.

Untuk lebih mengerti makna dekat dan bhakti pada Tuhan menarik untuk disimak contoh pembanding dalam kehidupan sehari-hari berikut.

Kalau kita bergerak ke arah matahari, maka bayangan akan berada di belakang dan mengikuti kita. Tetapi kalau kita bergerak sebaliknya maka bayangan akan jatuh di depan kita. Begitulah halnya apabila kita menghadap Tuhan, segala kegelapan alam akan ada di belakang mengikuti kita. Tetapi kalau kita membelakangi Tuhan maka kegelapan, kebodohan, yang menuntun jalan hidup kita.

Hal penting yang dapat kita simpulkan dari dari contoh-contoh di atas adalah bahwa dalam setiap keadaan suatu sifat bisa bergeser dan digantikan oleh sifat yang lain. Begitulah kalau kita dekat dan bhakti kepada Tuhan, sifat buruk yang ada pada diri kita akan hapus dan berganti dengan sifat-sifat ketuhanan.

Dalam Bhagavadgita (BG), II.45 Krishna mengajarkan kepada Arjuna agar membebaskan diri dari Tri Guna, juga dari dualisme dengan memusatkan pikiran kepada kesucian dan melepaskan diri dari ikatan duniawi sehingga bisa bersatu dengan Atman.

Disitu dengan tegas tersirat bahwa kita harus membebaskan diri dari pengarnh sattwarajastamas dan pengaruh sifat ganda yaitu susah dan senang, puji dan maki dengan cara memusatkan pikiran kepada kesucian (Tuhan).

Saat-saat Untuk Mendekat dan Berbhakti

Sudah merupakan hukum alam bahwa, pagi hari adalah periode sifat sattwik, tengah hari adalah sifat rajasik, dan sore hari atau senja merupakan periode tamasik.

Waktu fajar menyingsing (abang wetan) pikiran dibangunkan dari kegelapan tidur, pikiran dibebaskan dari keresahan dan kemurungan sehingga pikiran menjadi tenang dan jernih. ltulah sebabnya kita diperintahkan agar melakukan Pratah Sandya atau doa Sandya yang dilakukan pada dini hari.

Sementara hari bertambah siang kita dirasuki oleh raja guna yakni sifat aktif, ambisi, lincah penuh usaha, dan kita memasuki lapangan kegiatan atau kerja keras. Sebelum makan siang kita diberi petunjuk agar bersembahyang lagi kepada Tuhan dan mempersembahkan pekerjaan beserta hasilnya yang kita peroleh dari pekerjaan itu. Setelah itu baru boleh makan dengan bersyukur atas karunia-Nya. Inilah yang dimaksudkan dengan madhyannikam atau pemujaan pada tengah hari. Dengan melakukan madyannikam ini raja guna dapat dikendalikan.

Sifat ketiga yang menguasai manusia adalah tamas. Ketika matahari terbenam kita bergegas pulang makan, kemudian mengantuk dan tidur. Makan dan tidur adalah kebiasaan para pemalas dan penganggur. Ketika tamas yaitu, sifat terburuk di antara ketiga sifat itu hendak menguasai kita, maka cara terbaik untuk menghindari lilitannya adalah dengan cara bersembahyang, berkumpul dengan sesama bhakta dengan mengagungkan Tuhan, dan membaca buku yang mengagungkan kebesaran-Nya. Ini merupakan sembahyang pada petang hari yang disebut Sandya Vandanam yang juga sudah ditentukan.

Karena itu pikiran dan perasaan yang bangkit dari kekosongan pada waktu tidur harus dilatih dan dibina dengan semestinya. Kita harus berusaha belajar merasakan bahwa kebahagiaan setelah bersembahyang dan rasa suka cita yang diperoleh ketika kita mengalahkan pandangan dan pikiran dari dunia luar. Hal ini jauh lebih agung dan lebih lestari jika dibandingkan dengan kenikmatan yang diperoleh dengan jalan tidur seperti yang biasa dilakukan.

Para Rsi mengatakan bahwa orang yang sepanjang hidupnya menjalankan Sandya tiga kali sehari dengan tekun ia akan menjadi manusia utama. la selalu berjaya. Ia akan mencapai kebebasan semasih hidup. Ia akan mencapai Jivan Mukti.

Tri Sandya adalah sembahyang tiga waktu, yaitu : pagi, siang, dan sore. Idealnya umat melakukannya dengan tepat waktu. Namun dengan berbagai alasan banyak yang belum bisa melakukan dengan tepat, ada yang sekali, dua kali, dan bahkan Senin Kamis.

Sebelumnya mari kita lihat apa sebenarnya makna melakukan sembahyang tri sandya di tiga waktu tersebut.


1. Pagi hari, saat bangun dari tidur yang gelap. Pikiran masih segar, diharapkan kita mendapatkan semangat dan motivasi untuk berbuat baik di hari ini. Maka tri sandya pagi adalah untuk menguatkan guna sattwam agar dituntun berbuat baik sepanjang hari.


2. Siang hari, saat siang semangat kerja tinggi, guna rajas menguat. Agar tetap dalam batasan dharma maka perlu dikendalikan guna rajas tersebut dengan melakukan tri sandya tengah hari.


3. Sore hari, saat malam menjelang, panggilan untuk beristirahat atau tidur. Saat ini guna tamasika menguat dan untuk mengatasinya agar tidak terpengaruh menjadi malas maka tri sandya sore dilakukan.


Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pelaksanaan tri sandhya ataupun sembahyang dalam agama Hindu yang dilakukan tiga kali dalam sehari merupakan satu bentuk praktek ibadah umat Hindu menunjukkan rasa syukur atau berterima kasih kepada Tuhan Sang Hyang Widhi yang telah menciptakan alam dan memberikan nikmat terhadap umatnya. 

Sembahyang dalam agama Hindu merupakan bagian dari bhakti yoga yang merupakan salah satu jalan untuk mencapai kebahagiaan tertinggi (Moksa). 

Dalam melaksanaan Tri Sandhya ini, menekankan kebersihan jasmani yaitu kebersihan anggota badan. Selain itu, di dalam praktek Tri Sandhya begitu menekankan aturan sikap duduk (padmasana/badjrasana) atau berdiri (padaasana)serta diikuti sikap tangan yang baik, pengaturan napas dan pakaian yang bersih.

Pelaksanaan Tri Sandhya ini bisa memberi banyak manfaat dan kelebihan dalam sudut kesehatan rohani dan jasmani. Antara manfaat kesehatan rohani adalah, bisa menenteramkan jiwa manusia karena bisa menimbulkan rasa ikhlas yang pada hakikatnya merupakan kebutuhan jiwa manusia. Selain itu, ia bisa menumbuhkan rasa cinta kasih terhadap Tuhan disebabkan ketekunan atau ketaatan manusia melakukan sembahyang.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar