Kamis, 02 Januari 2020

PINANDITA WIWA/JRO MANGKU GDE wenang nganggen petanganan

Pawintenan Pinandita Wiwa
(oleh: Tubaba) 

Masyarakat Hindu di Bali sangat antusias melaksanakan tradisi maupun ritual yang tidak terlepas dari peranan aksara. Salah satu tradisi tersebut ialah Pawintenan Wiwa. 
Pawintenan jenis ini merupakan Pawintenan untuk meningkatkan status Pemangku dengan title Dane Pinandita Wiwa/Jero Mangku Gde yang setatusnya tan keneng kacuntakan dan wenang nganggen petanganan. 

Pawintenan Wiwa adalah pawintenan yang dilaksanakan sebelum seseorang naik menjadi pandita Bhawati. Ida Sinuhun Siwa Putra Prama Daksa Manuaba sebagai Guru Nabe atau Panglingsir Griya Agung Bangkasa melaksanakan Pawintenan Wiwa ini. Pawintenan Wiwa di dalam pelaksanaannya menggunakan aksara Bali, yaitu) (1) Bentuk aksara Bali yang dirajah pada tubuh (angga Sarira), berdasarkan bentuknya aksara Bali dibawah adalah termasuk aksara-aksara yang tergolong aksara Wijaksara (aksara Swalalita yang diberi pangangge atau busana) dan aksara Modre. 

Dalam pawintenan ini banyak ditemukan berbagai bentuk salah satunya aksara Wijaksara yang terdiri dari eka aksara, dwi aksara, tri aksara, panca aksara, dasa aksara, catur dasa aksara dan sodasa aksara. Aksara yang digunakan dalam rarajahanrurub serta aksara Bali dirajah pada tubuh menggunakan aksara-aksara yang konotasinya melambangkan simbol-simbol dewa pada tubuh manusia dan lebih banyak menggunakan aksara Wijaksara serta aksara Modre tentunya dipercaya memiliki kekutan religius magis berbeda dengan aksara Bali lumbrah menggunakan aksara Wreastra; Ragam aksara Bali yang digunakan berdasarkan daerah artikulator adalah guttural (kerongkongan), palatal (langit-langit), cerebral (lidah), dental (gigi), serta labial (bibir). Lebih spesifik lagi yakni dalam ranah tradisional, penyebutan daerah artikulasi tersebut dinamakan dengan kantia, talawia, murdania, dantia, dan ostia. (2) Fungsi aksara Bali pada Pawintenan Wiwa adalah Fungsi Referensial, Fungsi Religius, Fungsi Magis. (3) Makna Aksara Bali Pada Pawintenan Wiwa adalah Makna Sosial Budaya, dan Makna.

Upacara pawintenan ini wajib dilakukan oleh  ida sulinggih yang sudah mempunyai wewenang untuk melaksanakan Loka Palasraya Pandita atau yang disebut juga Sang Yogi Swara selaku Panabean (Guru Pengajian).


Sebelum Upacara Pawintenan dilaksanakan, maka calon Pinandita Wiwa/Jero Mangku Gede terlebih dahulu harus mencari Pandita – Nabe sebagai Guru, dimana yang bersangkutan akan melaksanakan apa yang disebut maguron-guron. 
Pandita – Nabe itulah yang secara langsung membina dan mendidik sang calon dengan Dharma Pawikuan sesuai dengan beban fungsi dan jabatan yang akan dipangkunya.

Upacara Pawintenan Pinandita Wiwa ini harus disaksikan oleh para Prajuru Merajan, Manggala Desa, maupun yang terkait.

Seorang Pinandita Wiwa dengan julukan Jero Gede, jika telah memenuhi persyaratan tertentu dan dipandang sudah cukup memenuhi persyaratan untuk meningkatkan kesucian rokhani maupun jasmaninya, dikemudian hari dapat melakukan penyucian diri yang sifatnya lebih tinggi yang disebut Mapudgala Dwijati.

DANE PINANDITA WIWA WENANG MAGENTHA! 

Om swastyastu, 
Om awighnam astu namo siddyam, 
Om siddir rastu tad astu swaha, namo Siwa ya namo Buddha ya,…….

Masyarakat Hindu di Bali sangat antusias melaksanakan tradisi maupun ritual yang tidak terlepas dari peranan aksara. Salah satu tradisi tersebut ialah Pawintenan Wiwa. 

Pawintenan jenis ini merupakan Pawintenan untuk meningkatkan status Pemangku dengan title Dane Pinandita Wiwa/Jero Mangku Gde yang setatusnya tan keneng kacuntakan dan wenang nganggen petanganan. 
Pada suatu malam saya sempat ditanya seperti ini:
“ow nggih pak, bapak pemangku atau napi? 
Soalnya pakaian bapak sunghuh beda dan apa boleh pakai gentha sembahyangnya?” 
kurang lebih begitulah pertanyaannya,..

Saya jelaskan seperti ini,.. 
mungkin yang lebih tahu bisa menambahkan apabila kurang berkenan yang saya ulas mohon untuk ditambahkan,
“Genta atau bajra itu benda sakral dianggap suci, kalau anda sudah disucikan kenapa tidak boleh ,..!!! dalam sastra sudah jelas tertuang bahwa genta dan bajra itu adalah sebuah penuntun untuk menghanturkan sebuah mantra.., krn menggunakan genta atau bajra itu  membutuhkan keseimbangan bukan hanya skill tapi  juga bakat dan kesungguhan hati,.. apabila digunakan dengan ngawur tanpa pembingbing justru akan mengganggu karena tidak menimbulkan aura yang magis dan suara yg manis dan harmonis,...   maka kalau mencari ketenangan justru  akan menimbulkan kegaduhan,. Karena memakai genta/bajra itu adalah keseimbangan antara tangan kiri memegang genta/bajra terus tangan  kanan memegang bunga atau untuk memakai perlengkapan upacara seperti sesirat, dipa, dan lain-lainnya, belum lagi mantra doa pelafalannya dan harmonisasi lagu mantra,…….” 
Kalau ada orang biasa udah mampu memakai genta dengan bagus tingkatkanlah , tapi janganlah  itu merupakan suatu kebanggaan berlebihan apalagi sikap arogan menganggap lebih dirinya lebih diantara yang lain,.. ada kata begini “bisa dadi” atau sebaliknya “dadi bisa” , anda dianggap mampu sudahkah pantaskah memakai  dan diperbolehkan oleh pembimbing/guru spiritual atau sulinggih/ pendeta untuk menggunakannya,……maka dari itu bagi mereka yang ingin memakai genta atau bajra sepatutnyalah anda menyucikan diri dengan mawinten (mensucikan diri) dan genta yang anda pakai adalah genta/bajra yang sudah dipasupati oleh guru pembingbing/ guru spiritual atau sulinggih/penndeta,…….kata mawinten itu mawit dan  enten, mulai mengingatkan diri tuk malakukan kesucian, secara pikiran perkataan dan perbuatan,… bukanlah anda mangku secara pandangan sempit, tetapi menimal mangku untuk diri anda sendiri,…   dan apabila memang anda ingin memakai bunyi-bunyian seperti sejenis itu,…maka pakailah bell menyerupai itu tetapi tidak sama seperti genta/bajra,….. benda itu sangat sacral bagi kita orang Bali janganlah anda melakukan tindakan yang akan menimbulkan polemik padahal maksud anda tidak menimbul konplik,.. berlakulah santhi jangan menyakiti perasaan orang disekitar anda karena meskipun anda mampu tetapi belumlah dianggap pantas untuk menggunakan,… 
Cobalah maknailah mantra genta/ bajra seperti dibawah ini 
Om Bajra, Bayu Bajra, Maha Bajra                                                                                  Om Mang Iswara Dipate ya namah swaha
Om Gentayur maha wiryam, 

Iswaranca swetha hredayam,  
Sarwa klesa winasanam, 
Tri Purusa suddha nityam, 
Sarwa jagat jiwatmanam,     
      
Om Ung Mang namah 
Omkara Sada Siwa stah, 
Jagat natah hitangkarah, 
Abiwada wadan niyah, 

Genta sabda parakasyate,
Genta sabda maha sretah, 
Omkara parikirtitah                                                   Chandra nada bindu nandantam,

Spulingga Siwa tatwan ca 
Om, Gentayur pujyate dewah, 
Abawiya-bawiya karmasu, 
Wara dah labda sandeyah , 
wara siddhi nih sansayam, 

Om Ang Ung Mang ( kleneng ) 
Om, Siwa, Sada Siwa, Parama Siwa ring bayu sabda idep ( kleneng ) 
Om, Ang Khang Kasolkaya Iswara ya Namah swaha ( kleneng )

Om  Ang Ung Mang.  
Genta Sabda Prakasam Angelurah Agung tengerang Paduka Bhatara tumurun kang Genta. 
Om  siddhir rastu ya namah swaha. 
Om pinaka usapi ulun mrebuk harum kang bhuwana anerus tekening sapta petala neher susila abener, angundang Sang Hyang Anantaboga, tumedun  paduka Bhatara kesanggra dening puspa wangi. 
Om Sri yawe ya  namo namah swaha. 
Yang artinya kurang lebih seperti ini saya simpulkan,.. bahwa Sang Hyang Iswara adalah dewanya bajra yang merupakan manifestasikan Bayu Yang Maha Agung ,… suara Genta itu sangat ampuh melambangkan kesucian dari Hyang Iswara untuk melenyapkan segala bentuk halangan dan mensucikan tiga manifestsi Beliau yang merasuk ke seluruh jagat yang diperlambangkan dengan Ung Mang,..
Pranawa Om adalah tempat bersemayamnya Siwa,…Penguasa Agung yang menciptakan alam yang menjelma menjadi alunan suara genta,…..,…              
Dentingan suara genta yg merupakan Pranawa Om,,.melambangkan ardha Candra , bindu, nada dan nandanta,...nada adalah percikan api suci Siwa yg juga Siwa sendiri,…. Bunyi genta dipuja seperti Siwa karena memuja Siwa dalam mengerjakan apapun besar pahala yg didapat oleh mereka yang melakukan tanpa keraguan,…

Menurut mantra diatas sangat jelas bahwa siapa yang layak menggunakan itu, atau pakailah  logika anda sebelum melakukan sesuatu yang menurut  anda pantaskah atau tidak,…?  

#tubaba@suksma, salam rahayu
#tubaba@aksara Bali pada Upacara Pawintenan Wiwa di Griya Agung Bangkasa#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar