Ramalan Kalki Awatara
Dalam ajaran agama Hindu, Kalki (Sanskerta: कल्कि; Jepang: カルキ) (juga disalin sebagai Kalkin dan Kalaki) adalah awatara kesepuluh dan awatara (inkarnasi) terakhir Dewa Wisnu Sang pemelihara, yang akan datang pada akhir zaman Kaliyuga (zaman kegelapan dan kehancuran).
Etimologi
Kata Kalki seringkali merupakan suatu kiasan dari “keabadian” atau “masa”. Asal mula nama tersebut diperkirakan berasal dari kata Kalka yang bermakna “kotor”, “busuk”, atau “jahat” dan oleh karena itu "Kalki" berarti “Penghancur kejahatan”, “Penghancur kekacauan”, "Penghancur kegelapan", atau “Sang Pembasmi Kebodohan”. Dalam bahasa Hindi, kalki avatar berarti “inkarnasi hari esok”.
Apa yang akan Kalki lakukan?
Berbagai tradisi memiliki berbagai kepercayaan dan pemikiran mengenai kapan, bagaimana, di mana, dan mengapa Kalki Awatara muncul. Penggambaran yang umum mengenai Kalki Awatara yaitu beliau adalah Awatara yang mengendarai kuda putih (beberapa sumber mengatakan nama kudanya “Devadatta” (anugerah Dewa) dan dilukiskan sebagai kuda bersayap). Kalki memiliki pedang berkilat yang digunakan untuk memusnahkan kejahatan dan menghancurkan iblis Kali, kemudian menegakkan kembali Dharma dan memulai zaman yang baru.
Ramalan tentang Kalki
Salah satu sumber yang pertama kali menyebutkan istilah Kalki adalah Wisnu Purana, yang diduga muncul setelah masa Kerajaan Gupta sekitar abad ke-7 sebelum Masehi. Wisnu adalah Dewa pemelihara dan pelindung, salah satu bagian Trimurti, dan merupakan penengah yang mempertimbangkan penciptaan dan kehancuran sesuatu. Kalki juga muncul di salah satu dari 18 kitab Purana yang utama, Agni Purana. Kitab purana yang memuat khusus tentang Kalki adalah Kalki Purana. Di sana dibahas kapan, dimana, bagaimana, dan mengapa Kalki muncul.
Ramalan Kemunculan Kalki
Kitab Weda meramalkan avatara Wishnu yang kesepuluh, Kalki, yang akan muncul pada akhir Kali Yuga.
Ramalan tentang kemunculan Kalki avatara, yang sering disebut sebagai avatara kesepuluh Sri Wishnu. Kalki avatara diramalkan akan muncul pada akhir jaman Kali Yuga, yang akan mengawali pergantian memasuki jaman baru, yaitu jaman Satya Yuga.
Konsep Waktu dalam Weda
Sebelum itu, marilah kita telaah terlebih dahulu kosep waktu (kala) menurut
Weda. Dalam Bhagavad-gita 11.23, Sri Krishna menyatakan :
kalo ‘smi loka-ksayakrt
“ Aku adalah waktu, Penghancur besar dunia-dunia”.
Berbeda dengan konsep waktu di negara-negara Barat yang bersifat linier (garis lurus), kitab-kitab Weda memandang realita alam semesta ini dari sudut pandang perputaran atau siklus waktu yang disebut yuga.
Fakta sejarah yang kita alami saat ini hanyalah salah satu bagian dari keseluruhan siklus waktu semesta yang berjalan secara kekal abadi yang dikenal dengan sebutan kala.
Peristiwa-peristiwa alam disekitar kita memberikan isyarat pembenaran terhadap adanya siklus waktu dalam Weda tersebut.
Lihatlah, musim-musim datang secara berulang : hadirnya musim semi, musim panas, musim gugur, musim dingin, diikuti dengan hadirnya kembali musim semi, musim panas, dan seterusnya.
Hari-hari dalam seminggu datang berulang : Minggu, Senin….Sabtu,…lalu Minggu, Senin…kembali. Siang hari digantikan oleh malam hari…yang disusul dengan hadirnya siang hari kembali.
Bukankah jarum-jarum jam tidak berhenti bergerak setelah semua jarumnya menunjuk angka 12?
Semua itu adalah bagian kecil dari siklus yang lebih besar.
Kalki Avatara, bersenjatakan pedang dan menunggang kuda putih.
Sebaliknya, konsep waktu dalam ilmu pengetahuan modern bersifat linier atau berupa garis lurus.
Dalam konsep mereka, alam semesta ini tercipta, makhluk lain tercipta, muncullah/diciptakanlah manusia, manusia mencapai pembebasan, lalu alam semesta dileburkan. Titik!
Mereka tidak memiliki informasi atau pengetahuan, misalnya, tentang apakah sebelum penciptaan alam semesta yang sekarang, pernah terjadi penciptaan sebelumnya?
Apa yang terjadi setelah dunia ini kiamat, akankah ada penciptaan selanjutnya?
Apa yang terjadi pada diri para makhluk hidup setelah dunia ini kiamat, bukankah roh tidak pernah meninggal?
Kemana perginya roh-roh makhluk hidup itu?
Jawabannya : “Hanya barahman yang Tahu”.
Menurut Weda, penciptaan, pemeliharaan, dan peleburan alam semesta material ini terjadi secara terus menerus dalam siklus waktu tertentu.
Salah satu siklus waktu atau jaman itu disebut divya-yuga (Rosen, 2002).
Ayat-ayat Weda menguraikan secara rinci, umur atau lamanya masing-masing jaman itu.
Masing-masing divya-yuga terdiri dari empat jaman (catur yuga) yang umurnya semakin menyusut :
Satya-yuga (disebut pula Krta-Yuga) berlangsung selama 1.728.000 tahun;
Treta-yuga berlangsung selama 1.296.000 tahun;
Dvapara-yuga selama 864.000 tahun; dan
Kali-yuga, jaman kita sekarang ini, akan berlangsung selama 432.000 tahun.
Keempat jaman itu, sesuai sifat-sifatnya masing-masing, kadang dinamai sebagai jaman emas, jaman perak, jaman tembaga, dan jaman besi.
Setelah berakhirnya Kali-yuga, akan terjadi peleburan (pralaya atau kiamat), yang kemudian disusul dengan hadirnya kembali Satya Yuga, diikuti oleh Treta-yuga, Dvapara-yuga, dan seterusnya.
Disebutkan bahwa sifat-sifat spiritual, moralitas, dan kesalehan manusia semakin merosot dari jaman ke jaman.
Menurut Prof. N. S. Rajaram (1999), berdasarkan perhitungan para ahli Jyothi shastra (ilmu perbintangan Weda), jaman Kali Yuga mulai pada tahun 3102 Sebelum Masehi, bersamaan dengan berakhirnya lila (kegiatan rohani) Sri Krishna di muka bumi ini.
Dengan demikian, sampai dengan tahun 2008 Masehi ini, Kali Yuga telah berlangsung selama 5110 tahun (diperoleh dengan menambahkan angka 3102 dengan 2005).
Angka 5110 ini (ada pula yang mencantumkan 5109 atau 5111) dengan mudah dapat kita jumpai pada salah satu sudut atas kalender-kalender Bali. Hal ini menunjukkan bahwa angka penanggalan tahun Kali tersebut telah diterima dan diakui kebenarannya oleh para penyusun kalender Bali.
Saat ini kita berada dalam jaman Kali, atau yang sering dikenal sebagai jaman besi.
Besi adalah logam yang keras, yang mudah menjadi karatan atau korosi.
Sering pula orang menyebut jaman ini jaman edan.
Menariknya, sifat-sifat serta ciri-ciri jaman penuh pertengkaran dan kemunafikan ini telah diramalkan sebelumnya dalam kitab Bhagavata Purana (1.1.10) sebagai berikut :
präyeëälpäyuñaù sabhya
kaläv asmin yuge janäù
mandäù sumanda-matayo
manda-bhägyä hy upadrutäù
“Wahai orang-orang yang terpelajar,
dalam jaman Kali, atau jaman besi,
umur manusia sangat pendek. Mereka
suka bertengkar, malas, mudah
disesatkan (salah pimpin), bernasib
malang, dan diatas segala-galanya,
mereka selalu gelisah.”
Masih perlukah kita ragukan kebenaran ramalan tersebut?
Mari kita telaah bersama. Disebutkan, dalam jaman Kali ini manusia berumur pendek. Paling banter hanya mencapai usia seratus tahun, kebanyakan mati muda.
Kita boleh bangga dengan kemajuan ilmu kedokteran, tapi nyatanya rata-rata manusia hanya berumur 60 atau 70 tahun.
Bandingkan dengan kakek nenek kita yang usianya jauh lebih panjang.
Anehnya, semakin canggih ilmu kedokteran, semakin bermunculan jenis penyakit aneh yang sulit disembuhkan.
Dulu, paling banter orang hanya terkena penyakit beri-beri, busung lapar, raja singa (maaf) atau rematik.
Sekarang ada HIV/AIDS, jantung koroner, flu burung, stroke, hipertensi, dan sebagainya, yang menjadi penyakitpenyakit yang menjadi pembunuh ribuan orang setiap tahunnya.
Hebatnya, obat untuk penyakit tertentu, menghasilkan penyakit baru yang tak kalah ganasnya.
Kecerdasan dan daya ingat manusia juga merosot tajam.
Saat ini, manusia sangat bergantung kepada kalkulator, komputer, PDA, atau alat-alat digital lainnya.
Dulu, kakek nenek kita hanya menggunakan batu tulis untuk mencatat semua pelajaran yang diterimanya di sekolah.
Anehnya, mereka bisa mengingat dan memahami materi pelajaran dengan baik, walaupun setiap saat tulisan itu harus dihapus, karena batu tulis itu digunakan untuk mencatat materi-materi selanjutnya. Ini baru satu dua generasi di atas kita.
Dulu, orang belajar dan hafal Weda hanya dengan cara mendengar dari seorang guru.
Manusia jaman Kali juga sangat malas dan lamban dalam mengerti serta memahami nilai-nilai kerohanian.
Sangat jarang yang tertarik pada hal-hal yang sifatnya spiritual.
Kata “mandah” berarti lamban atau malas, bahwa orang-orang pada jaman Kali sangat malas untuk mengerti kerohanian, sebaliknya, sangat lincah dalam mengejar dan memburu keduniawian.
Ciri lainnya, jaman Kali dipenuhi oleh kekalutan dan pertengkaran.
Orang sangat mudah berselisih paham, bertengkar, dan bermusuhan, lalu saling bunuh, hanya karena hal-hal sepele.
Hanya karena berebut ladang minyak, Amerika yang identik dengan Kristen, menyerang negara-negara Arab yang kaya minyak, yang identik dengan Islam. Lalu, perebutan ladang minyak itu seolah-olah menjadi perang antar agama, perang di jalan Tuhan!
Kemajuan teknologi saat ini telah sangat membantu manusia dalam mengeksploitasi sumber daya alam ataupun mengeksploitasi sesama manusia. Anehnya, manusia masih jauh dari kata damai, ataupun tentram, pikiran mereka masih selalu gelisah.
Seiring dengan semakin tuanya jaman Kali, kemorosotan moral manusia akan semakin bertambah.
Manusia semakin lupa dengan tujuan kehidupannya yang sejati , terbuai sepenuhnya oleh kegiatan guna memuaskan nafsu.
Tuhan akan semakin jauh dari kehidupan manusia, institusi agama hanya dijadikan kedok untuk mencari keuntungan-keuntungan duniawi.
Nilai-nilai spiritual akan semakin ditinggalkan, manusia akan semakin congkak dan merasa tidak membutuhkan keberadaan Tuhan lagi.
Kemajuan bidang teknologi akan disertai dengan semakin lunturnya moralitas manusia, yang saat inipun telah dapat kita lihat dan buktikan sendiri pengaruhnya.
Menurut Bhagavata Purana, setelah berakhirnya masa keemasan gerakan Sankirtan Sri Caitanya Mahaprabhu yang akan berlangsung selama 10.000 tahun mendatang, kemerosotan jaman Kali akan semakin menjadi-jadi.
Sifat-sifat alam yang rendah akan mendominasi, manusia semakin tidak mengenal Tuhan. Orangorang suci, orang-orang yang taat kepada Tuhan akan sangat langka, dan menjadi sesuatu yang asing bagi masyarakat umum, mereka akan disakiti, diburu seperti binatang ditengah kota.
Orang-orang suci terpaksa harus mengasingkan diri ke hutan, bersembunyi dalam goa-goa di pegunungan, atau seolah menghilang dari muka bumi, demi keselamatan diri mereka.
Dalam berbagai bagian kitab Bhagavata Purana disebutkan bahwa dalam situasi yang sudah sangat merosot seperti itu, Tuhan akan menjelma sebagai Kalki avatara.
Beliau akan muncul untuk menghancurkan manusia-manusia jahat yang sudah tidak bisa lagi dinasehati lewat kata-kata.
Kemunculan Kalki avatara telah diramalkan dalam banyak kitab-kitab Weda. Dalam Bhagavata Purana (1.3.25) ramalan kemunculan Kalki avatara diuraikan setelah penyebutan ramalan kemunculan Buddha Gautama.
Kalki avatara adalah avatara Tuhan keduapuluh empat atau avatara yang terakhir untuk yuga saat ini. Namun umumnya, orang hanya mengenal 10 avatara utama (dasa avatara) dari dua puluh empat avatara yang diuraikan dalam Bhagavata Purana, dan Kalki adalah avatara Wishnu yang kesepuluh.
athäsau yuga-sandhyäyäà
dasyu-präyeñu räjasu
janitä viñëu-yaçaso
nämnä kalkir jagat-patiù
“Setelah itu, menjelang pergantian
dua yuga (Kali Yuga dan Satya
Yuga), Tuhan Pencipta alam semesta
akan menjelma sebagai Kalki dan
menjadi putra Vishnuyasha. Pada
waktu itu, para penguasa di bumi
ini telah merosot menjadi perampas
semata.”
Selain itu, Bhagavata Purana 12.2.28 menyebut sebuah tempat bernama Shambhala, yang akan menjadi tempat kemunculan Kalki sebagai putra Vishnuyasha.
çambhala-gräma-mukhyasya
brähmaëasya mahätmanaù
bhavane viñëuyaçasaù
kalkiù prädurbhaviñyati
“Tuhan Kalki akan muncul dalam
keluarga seorang brahmana
terkemuka, roh yang mulia bernama
Vishnuyasha, di desa Shambhala”.
Sloka di atas meramalkan tempat kelahiran dan dalam keluarga mana Kalki akan dilahirkan. Beliau akan terlahir dalam keluarga brahmana yang berkualifikasi.
Hal ini berarti bahwa meskipun jaman Kali sedemikian merosotnya, masih akan ada keluarga keturunan brahmana yang mampu bertahan dengan sifat-sifat
kebrahmanaan sejati, yang akan menjadi leluhur atau garis keturunan Kalki.
Meskipun saat ini kita belum tahu pasti di mana keberadaan keluarga brahmana ini, tapi jelaslah bahwa dari keturunan brahmana sejati inilah nantinya Kalki akan dilahirkan.
Saat ini, tak seorangpun yang tahu pasti, di mana desa bernama Shambhala ini berada. Ada yang berpendapat bahwa tempat itu belum ada, ada pula yang beranggapan bahwa desa itu telah ada, namun keberadaannya masih terselubung.
Latar Belakang Munculnya Kalki
Dalam Bhagavata Purana 2.7.38 disebutkan pula ciri-ciri perilaku manusia yang melatarbelakangi kemunculan Kalki.
yarhy älayeñv api satäà na hareù kathäù syuù
päñaëòino dvija-janä våñalä nådeväù
svähä svadhä vañaò iti sma giro na yatra
çästä bhaviñyati kaler bhagavän yugänte
“Pada akhir jaman Kali, ketika tidak ada lagi mata pembicaraan tentang Tuhan, bahkan ditempat tinggal orang-orang yang menyebut dirinya orang suci, ataupun di tempat-tempat orang terhormat dari tiga golongan tertinggi, dan ketika kekuasaan pemerintahan di pindahkan ke tangan-tangan para mentri yang dipilih dari para sudra atau yang lebih rendah dari itu, ketika tata cara pelaksaan korban suci tak diketahui lagi bahkan lewat kata-kata sekalipun, pada waktu itulah, Tuhan akan menjelma menjadi penghukum yang perkasa”.
Menurut Stephen Knapp (2003), dalam Agni Purana (16.7 - 9) juga terdapat penjelasan bahwa pada saat golongan non - aryan yang berkedok sebagai raja mulai membunuhi orang-orang yang taat kepada Tuhan dan menyantap daging manusia, Kalki, sebagai putra Vishnuyasha, dan Yajnavalkya yang merupakan guru dan pendeta bagi Kalki, dan dengan senjata kebrahmanaannya, akan muncul untuk menghancurkan orang-orang jahat.
Kalki akan menegakkan hukum-hukum moral dalam bentuk keempat varna. Setelah itu, masyarakat manusia akan hidup kembali dalam kebajikan.
Bahwa Kalki akan muncul dengan menunggang kuda putih dan bersenjatakan pedang untuk menghancurkan raja-raja yang jahat pada akhir Kali Yuga nanti, dijelaskan dalam Bhagavata Purana (12.2.19-20) sebagai berikut :
açvam äçu-gam äruhya
devadattaà jagat-patiù
asinäsädhu-damanam
añöaiçvarya-guëänvitaù
vicarann äçunä kñauëyäà
hayenäpratima-dyutiù
nåpa-liìga-cchado dasyün
koöiço nihaniñyati
“Kalki, Tuhan bagi alam semesta,
akan mengendarai kuda putihnya yang bernama Devadatta,
dan dengan pedang di tangan,
Beliau mengembara keseluruh muka bumi memperlihatkan delapan jenis kesaktian bhatin-Nya dan delapan sifat ketuhanan yang dimiliki-Nya.
Dengan cahaya yang berkilauan dan mengendari kuda dengan kecepatan tinggi,
Beliau akan membunuh para pencuri yang telah berani menyamar dan berkedok sebagai raja dan penguasa”(Bhaktivedanta Swami, 1978).
Jadi Awatara itu adalah perwujudan Sang Hyang Widhi kedunia dengan mengambil suatu bentuk yang dengan perbuatan atau ajaran2 sucinya, memberi tuntunan untuk membebaskan manusia dari kesengsaraan yang diakibatkan oleh kegelapan awidya. Didalam Bhagawadgita (II. 7) disebut "Kapan saja Dharma (kebenaran) mulai runtuh dan Adharma (kejahatan) mulai merajalela, Aku menjelma kembali kedunia untuk menegakkan Dharma (kebenaran)". Jadi bila dunia dalam penderitaan dan dikuasai oleh Adharma maka Sang Hyang Widhi turun kedunia untuk menegakkan Dharma. Dan dalam Purana ada disebut-10 Awatara dari Wisnu antara lain Sri Rama, Sri Krsna, Budha dan Kalki (Awatara Wisnu yang belum datang). Semua Awatara ini bertugas untuk membikin umat manusia menegakkan jiwa kedewataan sebagai sifat2 yang luhur dan memberantas sifat2 keraksasaan (keangkuhan, keangkaraan dll.) dengan ajaran-ajaran sucinya yang menuntun kearah kedamaian dan kesempurnaan hidup. Umpamanya, Sri Rama tidak lain dari perwujudan Sang Hyang Widhi (Wisnu) didunia ini sebagai Putra Raja Dasaratha untuk menghancurkan kejahatan (Adharma) yang ditimbulkan para raksasa, rakyat dari Rawana.
Hal ini dapat kita pelajari dari Wiracarita Ramayana dimana diceritakan bahwa setelah para Raksasa itu dihancurkan Sri Rama langsung menyerahkan pimpinan kenegaraan kepada Wibisana adik Rawana sehingga rakyatnya dapat melaksanakan yadnya dan melakukan ajaran2 Agama dari pustaka sucinya lagi. Demikian juga Awatara Sri Krsna yaitu salah satu perwujudan Sang Hyang Widhi (Wisnu) kedunia yang bersifat sempurna untuk menegakkan dharma, karena dunia pada waktu itu ada dalam keadaan Adharma dimana sifat2 keraksasaan merajalela mengacau dan menggoncangkan ketentraman dan peradaban umat manusia. Ini digambarkan dalam Wiracarita Mahabharata dimana Duryodana, Kansa, Sisupala, Jarasanda, dll.nya merupakan jiwa2 keraksasaan yang hendak meruntuhkan Dharma. Dan Awatara yang terakhir dijaman ini adalah Sang Budha yaitu perwujudan Sang Hyang Widhi (Wisnu) yang lahir sebagai Putra Raja Kapilawastu, turun kedunia untuk menegakkan Dharma dari kegoncangan2 dunia. Dan kita masih menunggu kedatangan Awatara baru yang dalam agama kita diberi gelar Kalki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar