Kamis, 30 April 2020

Dapatkah Saya Menuntut Dinikahi?

Hamil tanpa Ayah, trus Kawin dengan Siapa?

Hamil tanpa Ayah, trus Kawin dengan Siapa?

Di sebuah desa ada seorang pemudi yang hamil di luar nikah. Sayang, yang menghamili tak bertanggung jawab, malahan menghindar dengan pergi ke luar daerah. Betapa terenyuh hati si wanita ini, apalagi kehamilannya terus membesar, sedangkan lelaki yang diharapkan mempertanggujawabkan perbuatannya tak juga datang.Wanita yang mengandung itu beserta keluarganya sempat kebingungan. 

  • Di satu sisi ingin menyelamatkan jabang bayi yang tak berdosa, makanya tak digugurkan. 
  • Di lain pihak, bila dibiarkan sampai bayi itu lahir, berarti harus ada lelaki yang mengawini si wanita hamil ini, sehingga anak yang lahir nanti sah secara adat maupun agama. 

Pernah ada keinginan dari pihak keluarga untuk ‘meminjam' salah satu keluarga laki agar mau melangsungkan upacara perkawinan. Habis upacara si laki tadi tak lagi ada ikatan tanggung jawab apa pun terhadap si wanita hamil maupun sama anaknya kelak. Sayang, tak ada keluarganya yang rela melakukan langkah itu, hingga akhirnya untuk menghilangkan aib sekaligus tak membuat leteh desa jika anaknya sampai lahir nanti, si wanita ini memilih tidak menggugurkan kandungan. Dia rela kawin mengikuti kesepakatan keluarga, yakni dengan simbol purusa (berwujud adegan ). Unik, memang. Tapi, itulah kenyataan yang pernah terjadi di desa tersebut. Yang menjadi pertanyaan, 

  • apakah perkawinan seperti ini bisa dianggap sah?
  • Bagaimana bila dihubungkan dengan etika yang berlaku di masyarakat, apakah langkah yang ditempuh wanita hamil tadi beserta keluarganya bisa dianggap tindakan yang benar, demi untuk menyelamatkan si bayi dan menghilangkan leteh di desa?

Di Bali, kasus seperti cerita itu lumrah disebut lokika sanggraha. 
Intinya, terjadi kehamilan pada seorang wanita karena perbuatan seorang lelaki, namun lelaki tersebut tidak mengakui perbuatannya di kemudian hari. Kasus seperti ini sudah sangat lumrah di Bali, dan juga terjadi di mana-mana. Bahkan sudah terjadi sejak dahulu.
Menikahkan wanita yang hamil tersebut dengan simbol purusa adalah satu-satunya cara terbaik yang selama ini sudah dipilih dan diterima luas oleh umat Hindu di Bali. 
Jadi, pernikahan tersebut adalah sah menurut adat, tradisi, dan kebiasaan, serta norma yang ada sekaligus dipraktekkan oleh umat Hindu di Bali. Fenomena ini memang tidak bisa sepenuhnya memuaskan perasaan kemanusiaan kita, apalagi perasaan spiritual kita yang selalu harus diukur berdasarkan sasuluh sastra, guru, dan sadhu. 
Apakah manusiawi, misalnya, menyandingkan sebilah keris yang kita anggap sebagai simbol purusa dengan seorang pengantin wanita? 
Mungkin menurut kaidah-kaidah keagamaan dan norma dalam tradisi hal itu dapat diterima, namun kenyataannya hal ini tetap tidak memuaskan perasaan kemanusiaan kita. Oleh karena itu, meskipun perkawinan dengan simbol purusa ini dianggap sah, namun orang tetap menggugatnya dengan mengajukan pertanyaan, “Apakah perkawinan seperti ini bisa dianggap sah?

Logika yang dijadikan dasar pembenar terhadap pilihan perkawinan dengan simbol purusa ini adalah untuk menyelamatkan bayi dan menghilangkan leteh di lingkungan desa. Menyelamatkan bayi di sini mempunyai dua pengertian. 

  1. perkawinan dengan simbol purusa ini secara otomatis menghindari tindakan menggugurkan kandungan yang dianggap tindakan sangat berdosa, karena tergolong pembunuhan ( brunahatya ). 
  2. menyelamatkan secara sosial karena dengan perkawinan yang menggunakan simbol purusa tersebut, anak yang akan lahir kelak mempunyai kedudukan hukum sebagai anak yang sah. Artinya, anak itu tidak lagi dianggap lahir di luar nikah.

Tentang menghilangkan leteh lingkungan desa, dapat dijelaskan sebagai berikut. 
Perkawinan dalam agama Hindu disebut wiwaha, dan wiwaha sebenarnya adalah satu bentuk prayascitta atau penyucian diri. Jadi, dengan dilangsungkan perkawinan ini, maka:
wanita hamil di luar nikah—yang sebenarnya menjadi sumber leteh— disucikan dengan upacara prayascitta , dan bersamaan dengan itu lingkungan desa yang tercemar karena perbuatan asusila warganya, juga dianggap bersih atau normal kembali karena telah dilakukan upacara prayascitta.
Jadi, keputusan wanita yang hamil untuk kawin dengan simbol purusa dan didukung oleh keluarganya adalah pilihan yang benar. Selama ini belum ada alternatif lain yang bisa diterima secara umum. 

Memang, kadang-kadang ada tawaran dari pihak keluarga, agar wanita hamil itu menikah dengan salah satu anggota keluarganya secara simbolis. Artinya, setelah nikah lelaki itu bebas dari tanggung jawab. Tetapi, hal ini sangat jarang terjadi. Jarangnya pilihan ini dilakukan bukanlah tanpa alasan. Sebab, perkawinan itu, baik secara spiritual maupun sosial, mempunyai akibat hukum sehingga tidak bisa dilakukan secara berpura-pura. Ada kalanya pernikahan antara wanita hamil di luar nikah itu dengan salah satu anggota keluarganya dilakukan secara sungguh-sungguh. Artinya, lelaki yang adalah keluarganya itu menerima wanita hamil luar nikah itu, sebagai istrinya yang sah, sehingga dilangsungkanlah upacara perkawinan yang sebenarnya. 

Dalam beberapa catatan hukum adat di Bali, kita menemukan solusi ini pernah dipilih oleh kalangan yang sangat terbatas. Tetapi, karena masih menyisakan masalah-masalah ikutan, atau masih menimbulkan polemik di masyarakat, khususnya tentang status atau kedudukan anak yang akan dilahirkan kelak, maka langkah ini tidak menjadi populer.

Penerimaan masyarakat atas sah-tidaknya perkawinan dengan simbol purusa ini, apabila dilihat dari sudut pandang agama, tampaknya sengaja dikaburkan. Itulah sebabnya, penerimaan oleh masyarakat dibatasi dalam kerangka norma-norma adat, tradisi, dan kebiasaan yang dipraktikkan dalam masyarakat Hindu di Bali. 
Mengapa demikian? 
Jawaban atas pertanyaan ini adalah bertumpu pada kenyataan, bahwa titik awal dari kasus lokika sanggraha ini adalah dimulai dari pelanggaran atas norma agama. Sebagaimana diketahui, seks pranikah yang menjadi sumber kemelut ini adalah melanggar norma agama Hindu

Dalam agama Hindu, perkawinan harus dilangsungkan di antara pasangan calon pengantin pria dan wanita yang masih perawan, atau dikenal dalam purana-purana dengan terminologi a ksata-yoni
Jadi, dapat dimaklumi apabila upacara perkawinan dengan simbol purusa ini tetap digugat keabsahannya hingga kini, karena memang ia dimaksudkan sebagai “penyelaras” atas ketidakseimbangan kosmis sebagai akibat tindakan asusila. Usaha penyelarasan itu adalah sebuah usaha yang sangat berat. Namun, dalam hal menghindari stagnasi dan korban yang lebih besar sebagai akibat tindakan asusila itu atau tindakan-tindaan pelanggaraan atas norma-norma agama secara keseluruhan, maka solusi melalui perkawinan dengan simbol purusa semacam ini, boleh dikatakan jalan keluar yang sangat cerdas. 

Kiranya perlu diingatkan di sini bahwa dalam kasus lokika sanggraha ini, pihak yang selalu menjadi korban adalah kaum wanita dan keluarganya. Mereka menerima aib sekeluarga, bahkan desa mereka juga ikut tercemar (leteh), karena ulah satu orang lelaki. Oleh karena itu, kiranya tidaklah berlebihan jika kita juga ikut mengingatkan para orangtua di Bali, agar—sesuai dengan ajaran agama Hindu: aksata yoni, yang di Bali dituangkan dalam simbol menusuk tikar daun pandan—menjaga keperawanan putra-putrinya sampai ke jenjang pernikahan.

NIKAH SIRIH NO, POLIGAMI OK

Nikah Siri NO, Poligami OK

SEBAGAI suatu istilah, apa yang disebut nikah siri sesungguhnya tidak dikenal, tidak ada dan tidak pernah terjadi di kalangan masyarakat Hindu. Namun, jika hanya mengacu pada substansi nikah siri bahwa seorang pria itu bisa dan dapat melangsungkan perkawinan ke dua, ke tiga, dan seterusnya, maka soal yang satu ini bukanlah sebagai sesuatu yang aneh lagi, apalagi dianggap soleh bin nyleneh. Praktik perkawinan model nikah siri itu sudah umum dan bahkan termuat di dalam beberapa pustaka, seperti halnya kitab Slokantara. Di dalam kitab ini, disebutkan bahwa dharma itu seyogianya didengarkan mereka yang ingin mengetahui arti dan maksud hidup manusia. Dan, di antara manusia yang mau mendengarkan dharma, tidak ada yang melebihi brahmana. Yang dimaksud brahmana di sini adalah orang yang dapat menguasai dan menjalankan ke-brahmacari-an.
Tentang brahmacari, disebutkan ada tiga macam, yaitu suklabrahmacari yang artinya tidak kawin seumur hidup, lantaran sepenuh hidup dan kehidupannya diabdikan untuk peningkatan kualitas jnana, tattwa, dharma, sradha dan bhakti. Lalu sawalabrahmacari yang berarti memasuki masa grahasta (berumah tangga/berkeluarga) dengan hanya melakukan perkawinan sekali saja seumur hidupnya, meski misalnya ditinggal mati istrinya (monogami). Satu lagi, krsnabrahmacari, yang identik dengan nikah siri karena memberikan jalan dan peluang bagi seorang suami untuk mencari istri lagi (poligami), yang di dalam terminologi sosiologis masyarakat Hindu (Bali) lazim disebut ngamaduin (memadu). Hanya saja, terdapat perbedaan perbuatan hukum yang terjadi antara nikah siri dan krsnabrahmacari.

Kalau nikah siri, sebagaimana lumrah terjadi dan dilakukan kalangan umat muslim merupakan bentuk perkawinan dengan cara “di bawah tangan”, sehingga tidak mendapatkan kekuatan dan kepastian hukum, meski secara agama “direstui”. Namun, pada model perkawinan krsnabrahmacari, subtansi pasal 3, 4 dan 5 Undang-Undang Nomor 1/1974 tentang Perkawinan, menjadi landasan bagi berlangsungnya suatu perkawinan “ke sekian kali”, sebagaimana sudah berjalan di kalangan masyarakat Hindu (Bali). Syarat dimaksud adalah harus mendapatkan izin dari pengadilan, setelah mengajukan permohonan dengan terlebih dahulu dapat memenuhi persyaratan, seperti : (a) Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri, (b) Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, dan (c) Istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Lebih lanjut juga dipersyaratkan, seorang suami yang hendak melakukan perkawinan lagi, hendaknya dapat memenuhi syarat-syarat penguat lainnya, seperti : (a) mendapat persetujuan dari istri/istri sebelumnya, (b) adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan istri-istri dan anak-anak mereka, (c) dan yang tak kalah penting, adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka.

Dalam praktiknya, jangankan izin pengadilan, memperoleh izin dari istri sebelumnya saja amat sulit didapat, lantaran para wanita ‘normal’ yang tak ingin berbagi suami rata-rata memunyai semboyan universal, “aku tak mau jikalau aku dimadu”, sekalipun keadaan-keadaan yang dialami istri seperti disebutkan tadi benar adanya. Sebab, untuk urusan memadu ini tak dapat dimungkiri, acapkali terjadi sang suami mau menikmati madunya saja, sementara sang istri (selaku madu) justru sering dibiarkan mengecap racunnya. Apalagi, jika kemudian mulai muncul bibit-bibit ketidakcocokan atau ketidakharmonisan antara suami dan istri-istrinya dan juga anak-anak mereka, maka dalam bentuk perkawinan nikah siri, yang memang sejak awal tidak sah secara hukum, akan mudah sekali mahligai rumah tangga itu menjadi serpihan mutiara retak dan selanjutnya hancur berantakan, tak terkecuali menyangkut nasib kelangsungan rumah tangganya serta kehidupan anak-anak mereka yang telanjur hidup dalam bahtera keluarga yang tidak diperkuat landasan dan payung hukum negara.

Karena itu kitab Manusmrti III.42 telah menyuratkan sekaligus mensyaratkan bahwa sebuah hubungan antara seorang lelaki dewasa dan seorang perempuan dewasa untuk dapat disebut sebagai pasangan suami-istri haruslah melalui proses perkawinan, sehingga menjadi terpuji semuanya, baik perkawinannya maupun keturunan yang dilahirkan kemudian. Selengkapnya dinyatakan: “dari perkawinan yang terpuji putra-putri terpujilah lahirnya dan dari pekawinan tercela lahir keturunan tercela, karena itu hendaknya dihindari bentuk-bentuk perkawinan tercela”. Perkawinan terpuji yang dmaksud adalah suatu bentuk perkawinan yang sah, baik secara religis (ritual-spiritual), sosiologis (adat-budaya), maupun secara yuridis (legal-formal). Di luar tata cara perkawinan terpuji dimaksud, akan menjadi tercela akibatnya, baik berlangsungnya acara perkawinan maupun anak-anak yang dilahirkannya.

Berangkat dari konsep perkawinan menurut tata cara Hindu tersebut, apa yang disebut dengan nikah siri, selain memang tidak dikenal di dalam masyarakat Hindu (Bali), juga tidak dapat dibenarkan. Bukan tidak benar dalam arti tidak boleh beristri lebih dari satu, tetapi lebih kepada tata caranya yang tergolong perkawinan “di bawah tangan” yang sama artinya dengan tidak sah, baik di hadapan hukum adat, hukum Negara, maupun hukum agama (Hindu). Karena itu menanggapi tentang nikah siri, Hindu menganut prinsip Nikah Siri NO, tetapi Poligami OK, alias sah-sah saja sepanjang mengikuti aturan yang telah dipersyaratkan.

Prosesi Mekala-kalaan dalam Pernikahan Adat Bali

Prosesi Mekala-kalaan dalam Pernikahan Adat Bali

Mengawali kehidupan sebagai pasangan suami isteri dengan kesucian. Itulah sebabnya, upacara Madengen-dengen atau Mekala-kalaan yang memiliki makna dan tujuan ‘membersihkan dan menyucikan’ kedua mempelai merupakan bagian terpenting dalam rangkaian upacara pernikahan Adat Bali. Upacara ini juga merupakan wujud pesaksian ikrar suci pasangan pengantin di hadapan Tuhan disaksikan para kerabat dan masyarakat.

Dipandu oleh Balian atau Pemangku, maka kedua mempelai dipimpin ke tempat upacara, melakukan upacara sesuai dengan tata cara menurut Hindu Bali. Mekala-kalaan secara simbolis bertujuan untuk membersihkan mempelai dari pengaruh energi negatif. Sejatinya, makna upacara Mekala-kalaan adalah suatu pengesahan perkawinan kedua mempelai melalui proses penyucian, baik penyucian jasmani maupun rohani, untuk memasuki kehidupan berumah tangga menuju keluarga bahagia dan sejahtera.

Bunyi genta dari tangan sang Pendeta menandakan dimulainya ritual upacara pernikahan, diiringi dengan kidung pernikahan yang dinyanyikan oleh warga Banjar, menghadirkan nuansa amat sakral. Bau wangi dari asap dupa mengiringi khidmat pasangan pengantin yang menerima percikan air suci dari sang pemimpin upacara. Komitmen pasangan pria dan wanita untuk kehidupan berumah tangga di sinilah bermula.

Peralatan Upacara Mekala-kalaan

Dalam prosesi ini, terdapat beberapa peralatan yang harus dihadirkan. Antara lain:

Tikeh Dadakan

Sebuah tikar kecil yang dibuat dari daun pandan muda, melambangkan kesucian mempelai wanita.

Kala Sepetan

Berupa bakul berisi telur ayam, batu bulitan, kunir, keladi atau talas, andong kemudian ditutupi dengan serabut kelapa dibelah tiga, diikat benang tridatu dan di dalam serabut diisi sebuah kewangen (sarana untuk sembahyang) terdiri dari daun dibentuk contong kecil panjang diisi daun sirih, jambe, bunga harum, kapur, dua kepeng serta diberi hiasan janur.

Tege-tegenan

Berupa sebuah cangkul, sebatang tebu, dan cabang ranting dadap serep di manan seluruhnya diikat diisi sasap (terbuat dari janur), pada ujung satunya digantungkan sebuah periuk tanah, sedangkan ujung satunya lagi digantungi bakul berisi 225 uang kepeng.

Sok Pedaganan

Merupakan sebuah bakul berisi beras, bumbu-bumbuan, pohon kunir, keladi dan andong (yakni tanaman hias berdaun merah, bentuknya panjang).

Panegteg

Adalah tiang untuk pemujaan keluarga dihias dengan kain putih dan kuning.

Pepegatan

Berupa dua buah cabang pohon dadapsrep ditancapkan agak berjauhan di area upacara, keduanya dihubungkan oleh benang putih terbuat dari kapas.

Tetimpug

Berupa tiga buah bumbu mentah yang masih ada kedua ruasnya, diberi minyak kelapa dan diisi sasap terbuat dari janur. Bambu ini akan dibakar sebelum memulai upacara sehingga terdengar bunyi letusan tiga kali.

Urutan Prosesi Mekala-kalaan

Berikut urutan prosesi yang harus dilakukaan saat melakukan Mekala-kalaan:

Menyentuhkan Kaki pada Kala Sepetan

Pasangan mempelai berjalan mengiringi sanggar pesaksi, kemulan dan penegteg sebanyak tiga kali putaran. Kedua mempelai menyentuhkan kakinya pada kala Sepetan. Pada ritual ini, mempelai pria memikul tegen-tegenan, sedangkan pengantin wanita menjunjung bakul pedagangan. Ini merupakan simbolisasi untuk membersihkan dirinya terutama sukla swanita mereka.

Jual Beli

Mempelai pria berbelanja, sementara pengantin wanita menjual segala isi dagangan yang ada dalam bakul yang dijanjikan. Upacara jual beli yang dilakukan antara kedua mempelai merupakan simbolisasi bahwa kehidupan rumah tangga suami isteri saling memberi dan mengisi dan akhirnya tercapailah keinginan dan tujuan kehidupan keluarga yang sejahtera.

Menusuk Tikeh Dadakan

Seusai prosesi jual beli, berlanjut dengan ritual pengantin pria dengan kerisnya menusuk atau merobek tiker kecil terbuat dari anyaman daun pandan muda (tikeh dadakan) yang dipegang mempelai wanita.

Bila ditinjau dari sisi spiritual, anyaman tiker kecil pandan merupakan simbolisasi kekuatan Sang Hyang Prakerti (kekuatan Yoni); semsecara keris adalah simbolisasi dari kekuatan Sang Hyang Purusa (kekuatan Lingga) dari pengantin pria.

Memutuskan Benang

Rangkaian prosesi dilakukan dengan menanam kunyit, keladi/ talas, dan andong di belakang merajan/ sanggah (tempat sembahyang yang keluarga); kemudian dilanjutkan dengan memutuskan benang putih yang terentang pada cabang dadap (papegatan).

Ritual menanam adalah suatu simbol untuk menanam bibit untuk melanggengkan keturunan keluarga. Memututs benang putih bermakna bahwa kedua mempelai telah melampaui masa remajanya, dan kini memasuki kehidupan baru sebagai suami isteri.


Seks di Luar Nikah Dalam Ajaran Hindu

Sebagian besar agama sangat melarang hubungan seks di luar nikah. Termasuk pada ajaran hindu pun demikian, Ladies. Bagi pemeluk agama Hindu, mereka memiliki ajaran yang disebut Trikaya Parisudha tentang Kayika atau perilaku umat manusia yang disebut ‘tan paradara’.

Dilansir dari ilmuhindu.blogspot.com, tan pandara memiliki arti yang sangat luas seperti bersentuhan seks, menggoda, berhubungan seks, bahkan hanya dengan berimajinasi sedang bercinta dengan seseorang yang bukan suami atau istrinya yang sah adalah suatu hal yang sangat dilarang atau berdosa.

Dalam kitab-kitab suci umat Hindu yaitu Manawadharmasastra, Sarasamuscaya, dan Parasaradharmasastra, menganggap bahwa hubungan seks adalah sesuatu yang sakral dan suci. Oleh karena itu, seks hanya boleh dilakukan jika sudah melalui proses pernikahan.

Dalam Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-aspek Agama Hindu yang disahkan oleh PHDI tahun 1987 diatur tentang seseorang yang cuntaka (orang yang tidak suci menurut keyakinan agama Hindu) Hal ini berhubungan dengan masalah seks di luar nikah (pawiwahan). Adapun kriteria seseorang yang terkena cuntaka, seperti dilansir stitidharma.org, adalah seperti yang di bawah ini:

Hamil dan kumpul kebo
Wanita hamil tanpa ‘beakaon’ atau suami serta wanita yang melakukan memitra ngalang atau kumpul kebo terkena cuntaka. Selain wanita tersebut, kamar tidurnya juga terkena cuntaka. Cuntaka ini berakhir bila dia dinikahkan dalam upacara pawiwahan atau biasa disebut pernikahan.

Anak lahir di luar nikah
Anak yang lahir dari kehamilan sebelum ‘pawiwahan’ atau pernikahan disebut panak dia-diu. Tang terkena cuntaka adalah si ibu, anak, dan rumah yang dihuninya. Cuntaka ini berakhir apabila anak tersebut ada yang ‘meras’ yaitu diangkat sebagai anak oleh orang lain melalui upacara tertentu.

Rabu, 29 April 2020

VISI MISI CALON KEPALA DESA BONGKASA

VISI MISI CALON KEPALA DESA BONGKASA

A. IDENTITAS CALON: 
1. N a m a : I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S. M.Pd 
2. Tmpt/Tgl Lahir : Bongkasa, 05 Juni 1982 
3. Pendidikan : Strata 2 Bhs Bali IHDN Dnps 
4. Pekerjaan : Guru 
5. Alamat : Jalan Tangsub No. 4 
Banjar Pengembungan, Desa Bongkasa, Kec. Abiansemal, Kab. Badung - Bali

B. Visi :
“Mewujudkan Desa Bongkasa yang Berlandaskan Agama, Mandiri, Sehat, Bersih dan Sejahtera”

C. Misi :
(1). Melanjutkan kegiatan ke agamaan yang telah berjalan.

(2). Mewujudkan kwalitas kehidupan masyarakat yang cerdas, sehat, bersih dan berbudaya.

(3). Mewujudkan pelayanan publik yang Ramah, profesional dan tuntas dengan memanfaatkan teknologi informasi.

(4). Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, amanat, keterbukaan dan taat terhadap peraturaan.

(5). Mewujudkan hubungan yang harmonis antara masyarakat pemerintah dan lembaga desa.

(6). Mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap lingkungan Banjar.

(7). Mewujudkan peran serta warga dalam prakarsa dan rencana kegiatan lingkungan yang berkoordinasi Kelihan Adat dan Kelihan Dinas.

(8). Menumbuh kembangkan Badan Usaha Milik Desa (BUM Des) yang merupakan pilar ekonomi desa.

(9). Mewujudkan peran serta pemuda dalam kegiatan perekonomian dan kepemudaan.

(10). Mewujudkan pelatihan-pelatihan Pertanian untuk meningkatkan pengetahuan pertanian.

(11). Melanjutkan program sosial bagi masyarakat Lanjut Usia yang sesuai kriteria.

(12). Mewujudkan pelatihan-pelatihan dan keahlian bagi anak-anak yang putus sekolah bekerja sama dengan Kementrian Sosial.

Selasa, 28 April 2020

PUNDUKDAWA ITU INDAH DALAM PERBEDAAN

PUNDUKDAWA ITU INDAH DALAM PERBEDAAN
Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S M.Pd

Titiang bukan siapa-siapa. 
Titiang hanya seorang pemuda yang berasal dari Griya Agung Bangkasa, Jalan Tangsub, Banjar Pengembungan, Desa Bongkasa, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung. 
Mencoba belajar dan berbagi melalui untaian kata dan kalimat.

Tidak ada satu pun makhluk hidup yang diciptakan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa di muka bumi ini yang sama. Antara satu dengan yang lainnya, pasti mempunyai perbedaan. Sekecil apa pun itu, pasti ada perbedaannya. Contoh, manusia. Ida Sang Hyang Widhi Wasa menciptakan manusia dengan berbagai perbedaan. Setiap orang yang ada di sekitar kita pasti memiliki satu atau dua, mungkin bisa lebih perbedaan. Baik itu ciri-ciri fisik, tingkah laku, cara bicara, pola pikir dan masih banyak lagi. Ciri-ciri fisik misalnya, mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki pasti ada perbedaan yang mencolok. Ada yang kulitnya coklat, hitam, kuning, dan lain-lain. Ada yang rambutnya ikal, lurus. Ada yang hidungnya mancung, peset. Dan berbagai perbedaan lainnya. Bahkan, saudara kembar sekali pun pasti memiliki perbedaan. Entah itu wataknya atau pun yang lainnya.

Di komunitas penulis, misalnya. Ada yang hobinya menulis puisi, cerpen, novel, buku-buku pelajaran, dan lain sebagainya. Ada yang diberi kelebihan dan ada yang diberi kekurangan. Hemat titiang, semuanya pasti ada perbedaan antara satu dengan yang lain.

Pertanyaan kemudian, mengapa  Ida Sang Hyang Widhi Wasa melalui Ida Bhatara Kawitan menciptakan perbedaan? Jika ada yang diberi kelebihan dan diberi kekurangan, apakah berarti  Ida Sang Hyang Widhi Wasa tidak adil? Bila  Ida Sang Hyang Widhi Wasa menghendaki, bisa saja semuanya dibuat seragam.

Jawabannya menurut titiang sederhana saja. Dengan adanya perbedaan, Pundukdawa ini penuh dengan warna. Perbedaanlah yang menjadikan Pundukdawa ini penuh dengan keseimbangan dan keselarasan untuk mampu menunjukan keagungan. Adanya perbedaan, juga menjadi ujian bagi kita, apakah kita bisa hidup berdampingan dengan damai. Ataukah sebaliknya, malah membuat kita menjadi bermusuhan satu sama lain. Alangkah indahnya bila perbedaan itu bisa membuat kita untuk saling melengkapi dan saling menguatkan.

Percayalah bahwa perbedaan merupakan anugerah yang indah dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang harus kita sikapi dengan kesabaran dan kebijaksanaan.  Ida Sang Hyang Widhi Wasa menciptakan kita dengan berbagai perbedaan, seharusnya kita merasa bersyukur. Karena dengan itu, kita bisa saling melengkapi satu sama lain.

#tubaba@salam pasemetonan di pundukdawa#

Minggu, 26 April 2020

puja magedong2an

Puja Magedong-gedongan, kandungan usia sekitar 7 bulan.

SMARA-STAWA. SS.405.
(Anggen ring pagedong-gedongan)

Om, Kama-dewam pita warnam, Guru-dwaya sthire-kastham
 SakalãdhipatiÅ›anam, Simha-raja mahottamam,

 Om, Akasãtmakam Dewam, Bindu-nadãtmakam smrtham,
 Sarwa pãpa praharanam, Sarwa karya pradayakam.

 Om, Moksa-pradam prakamyamca, Nih-sandeham nir-iswarah,
Nir-yoga nir-wiyogaśca, Sarwa Dewa sewitah twam.

 Om, Pratyaksas twam iha-loke, ManusaÅ›-twamca Dewas twam,
 Suksmas twam sakalas twam ca, Atma twam ca sariram twam.

 Om, Eka-rupañca wisesam, Hrda-Dewi sukha sadhanam,
 Cadrãwat satatam eka, Trailokya wijaya-saktam.

 Om, Iswara-wara DewaÅ›ca, Brahma-jayaÅ›ca wijayah,
 Mahadewa waras twamca, Wisnu wijaya ewa ca.

 Om, Indra-raja ca jayas twam, Sarwa Dewa waras twam ca,
Sarwa Dewa-dewi tattwam, Trailokya sewitas tatha.

 Om, Cintamani mahendraÅ›ca, Sarwa Kumara-raja twam,
Kumara-raja samjña ca, Sarwa Dewi sewitas twam

 Om, Su-mantram samjñadis caiwa, Ista-kamaÅ›ca samjñanam,
 Asta-tanwãdhipatis ca, Ugra Dewãsca samjñanam.

 Om, Sarwa pãpam haret-siddhi, He Dewa Kumara-raja,
 Sarwa-rogha praharanam, Sarwa-Å›atru winaÅ›anam.

 Om, Sarwa pãpam haret-siddhi, He Dewa Kumara-raja,
 Sarwa-rogha-praharanam, Sarwa-Å›atru-winaÅ›anam.

SMARA-STAWA. SS.064.
Om, Anangga Kamini-patni, Puspeso Mandini-tatha,
Kamo-dana-wati-patni, Madani-madanas tatha.

Om, Mano-bhawah sobhani ca, Sri-mati makara-dhwajah,
Kandarpah Soma-watisca, Sri-jayani ca manmathah.

Om, Kama-dewo Ratih-patni, Swetari smara ewa ca,
Atanur Nandini-patni, Manasi-jasca Harini.

Om, Om, Kama-dewa ca Harini.
Om, Om, kama-dewa ca ratiye namah swaha.

TATA LUNGGUH PEMANGKU RITATKALA NGEMARGIANG UPACARA MANUSA YADNYA MAPAG/TIGA BULANAN DAN OTONAN

TATA LUNGGUH PEMANGKU RITATKALA NGEMARGIANG UPACARA MANUSA YADNYA MAPAG/TIGA BULANAN DAN OTONAN
 BAGIAN I
PEMBERSIHAN DIRI
1. DUDUK MENGHADAP UPACARA
Om Padma Sana Ya Namah
Om Prasada Stiti Sarira Siwa Suci  Nirmala ya Namah
OM I BA SA TA A  YA  NA  MA  SI  WA  MAM UM AM
OM SA  BA  TA  A  I  NA  MA  SI WA  YA  AM  UM  MAM  Namah
Om Am Pradana Purusa Sang Yogaya Windu Dewaya, Boktra Jagat Nataya, Dewa-Dewi Sang Yogaya, Parama Siwa Ya Namah. 
2. Membersihkan Kedua Tangan
KANAN             : Om sudamam swaha
KIRI                  : Om ati sudamam swaha
3. Pranayama (Tangan Amusti Ring Ulu Hati)
Ring Hati         : Om Ang Brahma ya namah
Ring Ampru                 : Om Ung Wisnu ya Namah
Ring Papusuh  : Om Mang Iswara ya namah
4. Tangan arung.
Ong sri  guru jagat paro byo yenamah swaha
5. Tangan Nungkayak
Ong tirta sawitra rakta nila warna amerta suda nirmala ya namah swaha.
5. Puspa
Ong puspa danta ye namah swaha (Bungan pentil ring ajeng)
6. Puspa astra mudra
Ong rapat astra yenamah, Ong Atma tatuatma sudamam ye namah swaha, Ong sri pasupataya Ong phat.
6. Kuta mantra nyasa
Ong hrang ring sah paramasiwa aditya ya namah, Ong Ang namah, Ong Ung namah.
7. Marisuda atma
Ong Ang  Ang  atma parisuda ya namah
8. Astiti Idep
Ong hring hring sah parama siwaamerta ya namah.
9. Ngemedalang Idep
Ong Ang Kang Ong Jiwita paripurna ya namah.
9. Membersihkan Tangan
Kanan : Om Suddhamam Swaha
Kiri        : Om Ati Suddhamam Swaha
Ong cong candi nroda desa yenamah, Ong sadyo jata yenamah.
10. Petanganan
Om Ung rahphat astra, Atma tatwa atma
Ksama sampurna, Neraca mudra
Bang netra-bang netra, Om Rahphat astraya namah
Amerta mudra, Hredaya namah swaha.
11. Bersihkan Sepuluh Jari Dengan Kalpika Dimulai Tangan Kanan Dan Tangan  Kiri.
Kemudian kalpika dipakai sarana Kara sodhananta, usapi jari- jari dengan Kalpika. Jari tangan kanan:
Om, Ing, namah.(ibu jari/Anggustha, Akasa tattwa, di kepala/ Murdhi).
Om, Tang, namah. (telunjuk/ Tarjini, Teja tattwa, di muka/ mukha).
Om, Ang, namah. (jari tengah/Madhyamika, Bayu tattwa, di jantung/ Hredaya).
Om, Bang, namah. (jari manis/ Anamika, Apah tattwa, di kemaluan/ Bhagapastha)
Om, Sang, namah. (kelingking/ Kanistha, Prethiwi tattwa, kaki/ Pada dwa).
Jari-jari tangan kiri. Siwa angga:
Om, Ham, Hredaya ya namah. (ibu jari/ Anggustha. di Hredaya).
Om, Reng, Kaya, sirase namah. (Jari tengah/Madhyamika, di Siwadwara).
Om, Bhur, Bhwah, Swah, Sware Jwalini namah. (jari manis/anamika. Ujung rambut).
Om, Hrung, Kawaca ya namah. (kelingking/Kanistha, di punuk).
Om, Bang, Netra ya namah. Om, Bang, Netra ya namah.
(kemudian menyentuh kedua telapak tangan dengan bunga, pertama ke kanan, bayangkan pertemuan matahari bulan (Surya lawan Candra).
Om, Hung, Rah phat astra ya namah. (di telunjuk/Tarjini. Sarwa angga).
11. Mantram Dupa dengan Kalpika.
Om Am Brahma Amerta Dupa Ya Namah
Om Um Wisnu Amerta Dupa Ya Namah
Om Mam Lingga Purusa Ya Namah
12. Nyasap angga (Tangan numpuk nungkayak)
Ong sri guru jagat para byo yenamah swaha, Ong Ang brahma dipataya yenamah, Ong Ung wisnu dipataya yenamah, Ong Mang iswara dipataya ye namah. (raris usapang ring raga)
13. Tri Murti
Om Ung Rahpat astra yenamah, Om hrang hring sah paramasiwa aditya ye namah.
14. Nyembahang sekar
Om Hram Hrim Syah Parama Siwa amerta  Ya Namah
15. Nyikiang Sekar.
Om cong candi saya ya namah.
16. Sembah puyung
Om hrang hring sah ya osat parama siwa amerta ya namah swaha.
17. Tri Tatwa
Tangan silang Ring dada        : Om hrung kwaca ya namah
Tangan nungkayak ring nabi  : Om sanidya ya namah.
Tangan sempurna ring dada  : Om agni rudra ya namah swaha.
18. Astra mantra
Om ung rahphat astra ya namah
Om atma tatwa atma sudamam swaha
Om kswama sampurna ya namah swaha
19. Sabda batara (nyembah antuk kalpika)
Om sriam bawantu, Om Purnam bawantu, Om sukam bawantu.
20. Petanganan
Om Ung rahpat  astra ye namah
Om atma tatwatma  sudamam swaha
Om ksama sampurna ya namah swaha.
21. Tri Tatwa
Om siwa tatwa, Om widya tatwa, Om atma tatwa, Om Ang kang kasol kaya, Om ksama sampurna ya namah swaha.
22. Nyumbah antuk kalpika (genahang ring dada)
Om aditya,Om Ang Ah siwa atma setiti ye namah swaha.
23. Pengening idep (tangan nungkayak makekalih)
Om siwa suci nirmala ya namah swaha
24. Astiti yoga/Ngelinggihang siwa dalam diri (ring candi presada yaitu di tungtunging papusuh).
Om Ang Ung Mang, Om siwa ,sada siwa, parama siwa, sabda, bayu, idep sudanta  nirwigna  namah, Om sidi swaha ya namah, Om sah osat prayoga ya namah, Om Ang Ung Ang Ung Mang Ang  Ah  Om.
25. Ngidep Akasa
Ong Om Sa Ba Ta I Na Ma Si Wa Ya Om Ang Ung Mang
26. Mentil Puspa
Om Puspa danta ya namah
27. Petanganan (astra mantra)
28. Nyuksemang Tipada
Om hrang ring sah parama siwa ya namah
Ong Ong dewa pretista ya namah
29. Tri Mandala ring Suku Tri pada
Om Ang surya mandala brahma adipataya yenamah
Om Ung nawa widya soma mandala wisnu adi ya namah
Om Mang Agni mandala rudra adi pataya ye namah
Om Mang namah, Om Ung namah, Om Ang Namah
Om Ung Rahphat astra ye namah, Om atma Tatwa atma sudamam swaha Om Ong ksama sampurna yenamah.
30. Mutari Suwamba Tri Pada
Om Ong Nama rahphat astraya namah
Om hring sring spring seraung, satua ajro dipataya brahma menala ye namah.
Om sring, hring spring seraung duwa dasa kalatmana satua uma dipataya surya menala yenamah
Om sring, hring spring seraung duwa dasa kalatmana satua uma dipataya candra menala yenamah
31. Karo wista
Om siro wistam mana dewyam, pawitram papa nasanam, nityam kusgra tistati, sidantam pati grenah. Om hang rahphtat astra ya namah.


BAGIAN II
AKARYA TIRTA BAGIAN I 
 (TIRTA DI SWAMBA)
32. Ngarga Tirta Nyuciang Eteh-Eteh/Nyuciang suamba. ( Ambil sekar cemplungan ring suamba).
Sarana sekar dan bija :
Om Grim Wausat ksama sampurna ya namah, Om angeduki kawah cambra guhmuka mulih sanghyang saraswati ya namah swaha.
Om I Ba Sa Ta A, Om Ya Wa Si Ma Na, Om Mang Ung Ang.
33. Ngidep Siwa Buda ( Ambil sekar cemplungan ring suamba).
Om namasiwaya, nama budaya nugrahi mami nirmala sarwa sastra,suksema sisdi sarwa karya pari suda nirmala ya namah swaha. Om gmung siwa ,sada siwa, parama siwa buda dharma ya namah swaha.
34. Padma Sana ( Ambil sekar cemplungan ring suamba).
Om Om Padma sana ya namah,
Om Om Ananta sana ya namah
Om Sa Ba Ta A I Na Ma Si Wa Ya
Om Om Padma sana hredaya  namah.OM Ang Ung Mang dewa pratista ya namah swaha.

Om Bang Namah, Om Tang Namah
, Om Ang Namah, Om Ing Namah
, Om Nang Namah, Om Mang Namah
, Om Sing Namah, Om Wang Namah
, Om Yang Namah
Om Om dewa pratista ya namah
Om hrang hring  sah parama siwa ya namah

Om Sa Ba Ta A I Om Na Ma Si Wa Ya
Om Aung Mang
Om hrang ring sah parama siwa amerta ya namah swaha.

Om puspa danta ya namah, Om sri gandem ya namah, Om kung kumara wija ya namah, Om Ang dupa dipa astra ya namah.

Om  Ang brahma ya namah
Om Ung Wisnu ya namah
Om Mang Iswara ya namah
Om Ong Maha dewa ya namah
Om Ong sada rudra ya namah
Om Ong sada siwa ya namah
Om Om Padma sana ya namah
Om Ong dewa pretista ya namah.
Om hrang hring sah parama siwa aditya ya namah.
35. Amerti Karana Membuat Amerta ( Ambil sekar cemplungan ring suamba).
Om Am Siwa Merta Ya Namah
Om Am Sada Siwa Merta Ya Namah
Om Am Parama Siwa Merta Ya Namah
Om Am Ksama Sampurna Ya Namah

Om Kara Parama Jnanam
Amerta Damako Mukam
Sangka Spatika Warnanca
Kanta Mukla Saniaset

Amerta Warsata Tasmat
Dampatyeh Sanggato Jatam
Sarwangga Sandisu Yatah
Jiwitam Parikirtitam
Agni Prakerti Vidneyah
Bayu Purusa Evaca
Samyogam Jiwitam Vapi
Maranam Ca Viyogatah,Om Hram Hrimsyah Parama Siwa Merta ya Namah.
36. Mudra Buana Alit
Om ing isana yanamah
Om tang tat purusa yanamah
Om ang agora ya namah
Om bang bama dewa ya namah
Om sang htedaya ya namah
Om hang hredaya namah Om hrung kawaca ya namah
Om rinkaya sirasa ya namah
Om Bhur, bwah sware jwalini sikhaya ya namah
Om Hrum kawaca ya namah
Om bang netra ya namah, Om bang netra ya namah,
Om hung rahpat astra, amerta ya namah swaha.
37. Tri Tatwa Siwa.
Om siwa tatwa, om widya tatwa, om atma tatwa, om ang kang kasol kaya, om ksama sampurna ya namah swaha.
38. Akasa ( Ambil sekar cemplungan ring suamba).
Om Ang akasa byoma siwa tatwa ya namah, Om Parama siwa ya namah, Om sada siwa ya namah, Om maha dewa ya namah, Om sada rudra ya namah.
39. Nawa gangga ( Ambil sekar cemplungan ring suamba). 
Om hrang hring sah parama siwa amerta samplawa ya namah, Om sang narmada ya namah, Om sang sindu ya namah, Om sang gangga ya namah, Om sang saraswati ya namah, Om sang erawati ya namah, Om sang nadi gresta ya namah, Om sang nada sutem ya namah, Om sang garboda budaya ye namah, Om hrang ring sah parama siwa aditya yenamah.
39. Suara wianjana Nyasa. ( Ambil sekar cemplungan ring suamba).
Om ang namah, Om ing ing namah, Om ung ung namah, Om reng ring namah, Om leng ling namah, Om eng aing namah, Om ung namah, pom ang ah namah.
40. Lawa asta dala ( Ambil sekar cemplungan ring suamba).
Om brahma wicet swaha, Om maheswari wicet swaha, Om kaumari wicet swaha, Om wasnawi wicwt swaha, Om warahi wicwt swaha, Om cahudi wicet swaha, Om andrani wicet swaha, Om hrang ring sah parama siwa aditya ya namah.
41.Apadaku. ( Ambil sekar cemplungan ring suamba).
Om Ung rahphat astra ya namah, Om atma tatwa atma sudamam swaha, Om ksama sampurna ya namah swaha, Om sri pasupati Ung phat ya namah swahaOm sriam bawantu, Om sukam bawantu, Om purnam bawantu.
Om anantasana padma sana ya namah, Om Ong dewa pretista ya namah, Om hrang ring sah parama siwa aditya ya namah , Om I Ba Sa Ta A Om Ya Na Ma Si Wa, Om Ang Ung Mang
Om Ong Dewa pretista ya namah, Om hrang ring sah parama siwa aditya ya namah, Om Sa Ba Ta A I  Om Na Ma Si Wa Ya, Om Ung Ang Mang Namah.
42. Catur Aswairya Yasa. ( Ambil sekar cemplungan ring suamba).
Om rim darmaya simba rupaya sweta warna ya namah, Om rim jnanaya simba rupayarakta warnaye namah, Om lim wairagya simba rupaya pita warna ye namah, Om lim aswarya
simba rupaya krisna warna ye namah.
43. Sapta resi ( Ambil sekar cemplungan ring suamba).
Om ang sarwa dewa byo namah, Am ang sapta resi byo namah, Om ang sapta pitri byo namah, Om Ang saraswati byo namah, Om Ang sukla ya namah, Om Ang bakti ya namah, Om Ang krisna ya namah, Om Ang jambi karana ya namah, Om Ang kang kasolkaya pretista, midya siwa gorba hordaya ye namah.
44. Astawa Gangga ( Ambil sekar cemplungan ring suamba).
Om Gangga saraswati sindu wipasa kausiki nadi yamuna mahati srestah serayunca maha nadi,
Om gangga dewi maha punyam, gangga selanca wedini, gangga terangga samyuktam, gangga dewi namastute, Ong sri gangga maha dewi tanu rama mretenji wani, Ong karak sara buwana, pada mertu manoharam, Om Ang Ung Mang  gangga merta ya namah, Ong hring hring sah parama siwa aditya samplawa ya namah swaha, Ong Ang Ung Mang serayu pawutram, parami saraswatyaem, Trigad jnanam ye namah swaha, Ong tirtayem tirta pawitrem, gangga ranu toya banem, sukla dewa pasariram, sarwa karya pratistanam, Ong parama siwa tirta ya namah swaha.
45. Ngerajag Tirta Antuk Seet Limang Katih. (Aksara Ongkara)
Ong Sa Ba Ta A Ong Ya Na Ma Si Wa  Ya, Ong Mang Ung Ang namah, Ong Sa Ba Ta A I Ong Na Ma Si Wa Ya Ong Ang Ung Mang Namah.
Takep ikang swamba Antuk Tangan Kalih
Om hrung kawaca ya namah
Ungkab tangane raris nungkayak
Om Ang Ung Mang Ang Ah
46. Daging tirta ( Ambil sekar cemplungan ring suamba).
Om hrang hring sah parama siwa aditya asamplawa ye namah, Om hrang ring sah parama siwa amerta samplawa ye namah, Ong narmada sindu gangga saraswati erawati nadi srestaya garboda yenamah swaha.
47. Kuta Mantra/nyembah( Ambil sekar cemplungan ring suamba).
Ong Hrang hring sah parama siwa aditya yenamah
48. Siwa Amerta ( Ambil sekar cemplungan ring suamba).
Ong Paramasiwa amerta ye namah
49. Ngerajah  antuk sekar
Ong ang ung  mang  ong ing namah
50. Marisuda Angga/nyirat diri dengan kalpike
Om Atma tatwa atma sudamam swaha,
Om pretama suda, dwitya sudha, tritya sidha, caturti sudha, pancami sudha, sudha, sudha wariastu namah swaha.
51. Ngencebang Penyirat.
Ong jum sah osat siwa sempurna yenamah, Ong hrung kawaca yenamah.
52. Pasupati Tirta ( Ambil sekar cemplungan ring suamba).
Om Ong Ong Ong Ang yang triaksarem maha satyem trimala wina sanem Om Ang Tridewatem jayanem, Ong Dewa Namastute ye namah swaha. Ong Pasupaty bajra danda pasa cakra padma rudayemhangraksa rupayemye namah swaha.
52. Tirta puter ping tiga (puter pakai jari manis tangan kanan)
Ong akarasca  ukarasca , makara windu nadakan pancak saram maya protam, Ong karakgeni mantrakem, Ong bur bwah swah swaha maha gangga ye tirta pawitrani ye namah swaha, Om hrang hring sah parama siwa amerta samplawa ye namah swaha.
53. Nyiratang tirta Murwa Daksina
Om Purwa ye namah, Om daksina ya namah, Om pascima ya namah, Om utara ya namah, Om madya dewayem ye namah, Om iswara ye namah, Om wisnu ya namah, Om brahma ya namah, Om maha dewa ya namah, Om sada rudra ya namah, Om siwa dewayem ya namah, Om dewa pretista ya namah, Om parama siwa pretista ya namah, Om sada pretista ya namah, Om siwa pretista ya namah.
54. Nyiratin ubun – ubun
Om I Ba Sa Ta Ha Sarwa Mala Pretista ya namah, Om Sa Ba Ta I sarwa papa pataka lara roga wigna prascita ya namah
Om A Ta Sa Ba I sarwa klesa dasa mala geleh pataleteh prascita ye namah swaha
55. BIJA
Om idam basmam parama guhyam, pawitra papana sanam, sarwa papa klesa wigna mala, roga dosa upadrawa wina sanam.
BIJA UDER ANTUK JARI MANIS TANGAN TENGEN
Om bang bama dewa guhya namah, Om bur bwah swah amerta ya namah
56. Raris akna bija ring angga sarira
Obun-ubun      : Om  ing isana ya namah
Lelata              : Om tatta purusa ya namah
Dada                : Om ang agora ya namah
Bahu kanan     : Om bang bama dewa ya namah
Bahu kiri          : Om sang sadya ya namah
57. Makaro Wista


AKARYA TIRTA BAGIAN II
MEJAYA-JAYA TIRTA (TIRTA SWAMBA)
1. Nirtanin Bajra.
Om Rahphat astraya namah.
2. Ngasepin bajra
Om Ang Dupa dipa astra ya namah swaha
3. Nagingin Bajra kalpika
Om Ang Atma tatwa ye namah.
Om ung widya tatwa ye namah, Om Mang iswara tatwa ye namah (raris genahang ring bajra).
4. Ngastawa Bajra.
Om karam sada siwa stam, jagatnata hitang karah, abiwada wadanya, genta sabda prakasiata, Om kara parikirtitah candra roga windu nadantam, spulingga siwa tatwnaca, Om gentayur pujiata dewa  abawa-bawa karmesu waradah labda sandeyah, wara sidir nir sangsayah.
Raris suarayang dengan cara
Bandul bajra di pentil kedepan dengan tangan kanan, dan tangan kanan berputar dari bawah bajra berputar ke dalam dan melewati mudra bajra, sampai tiga kali.
1.      Ang mekler apisan
2.      Ung malih Maklener ping kalih
3.      Mang mali maklener  ping tiga
Raris suarayang; Om ang kasolkaya iswaraya namah swaha.
5. PENGAKSAMA
OM Ksama swamam maha dewaSarwa prani hitangkarah
Mamoca sarwa papebhyahPhalaya siwa sadasiwa

Om papoham papo karmahamPapa-atma papasam bawah
Tramimam pundarikaksahSambhahya byantara suci

Om ksantawyo kayiko dosahKsantawyo waciko mama
Ksantawyo manaso dosahTat pramadat ksama swamam

Om hinaksaram hina padamHina mantram tathaiwaca
Hina bhaktim hina vridinSada siwa namo stute

Om mantram hinam krya hinamBhakti hinam maheswara
Yat pujitam maha dewa Pari purnam tadastume.

6. PANUGRAHAN
Om anugraha manoharamDewa datta nugrahakam
Arcanam sarwa pujanamNamah sarwa nugrahakam

Om dewa dewi  maha sidyam Yadnyanta nirmala-atmakam
Laksmi siddhisca dirgahayuNirwighna sukha wredhis ca
7. APSU DEWA
Om apsu dewa pawitraniGa Gangga dewi namostute
Sarwa klesa wina sayeToyane pari suddhaya te

Om sarwa rogha winasayaSarwa bogam ewap nuyat
Sarwa petaka winasayaRoga dosa wina saya

Om sri kare sepahut kareRoga dosa wina sanam
Siwa lokam maha yastaMantra manah papa kelah

Om siddhim tri sandhya sapalaSekala mala malahar
Siwa amretha manggalanca Nadinindam namah siwaya
8. PANCAK SARAM
Om panca aksara maha tirthamPawitram papa nasanam
Papa kotti sahasranamAghandam bhawet sagaram

Om panca aksara parama jnanamPawitram papa nasanam
Mantramtam parama jnanamSiwa logham pratisthanam

Om namah siwaya etyewamParam brahman atmane wandam
Param sakti panca dewyahPanca rsi bhawed agni

Om A karas ca U karas caMa karo windhu nadakam
Panca aksara maya proktamOmkara agni mantrake

Raris toya uder ping tiga dengan mantra ring kayun            :
Om bhur bwah swah swaha maha gangga yai tirtha pawitrani ya namah swaha.
9. NGASKARA WEY/AIR SWAMBA
Om hram hrim syah ksemung am um mam
Om svasti svasti ksering ksering
Ya Wa Si Ma Na  I Ba Sa Ta A
Bhutih bhutih bhur bwah swah

Om Am IM Um Vyom mam vyom pim nem
Ong Ang Ing Ung vyong mang vyong ping neng

Om Om I A Ka Sa Ma Ra La Va Ya Um namo namah swaha
Om Om A Ra Ka Sa Ma Ra La Wa Ya Um namo namah swaha

Om Om deva pretista ya namah
Om hramhrim syah parama siwa aditya ya namah.

10. NUNTUN SAPTA GANGGA
Om am gangga ya namah
Om am saraswati ya namah
Om am sindhuwe ya namah
Om am wipasa ya namah
Om am kausikinadhi ya namah
Om am yamuna ya namah
Om am serayu ya namah
11. UDHAKANYALI
Om am kam khasolkaya ya namah
Om grim ksama karana ya namah
12. NUNTUN BEGAWAN GANGGA
OM SA BA TA A I NA MA SI WA YA AM UM MAM NAMAH
Om Om paramasiva sunya amtha ya namah
Om Om sada siva amrtha niskala amerta ya namah
Om Om sada rudra atiamrtha
Om Om maha dewa niramrtha ya namah
Om mam iswara para amtha ya namah
Om um wisnu antara amrtha ya namah
Om am brahma amrtha ya namah
13. SEKALA NISKALA SIWA
Om sekala niskala siwa
Om kara twam siva atmakam
Pancaksaram sapta omkara
Sarwa dewa atma nirwanam

Visesa at nalile
Penyatila civalaya
Silambara sosiana
Wiaptam sarwa jagatpatim
Para prajanca posyana
Kimcit sadagatam puram
Bindhu candra sagatam
Candra bindhu nadah siva

Om kimsinyam siva sarwaca
Omkara siwam usyate
Sarwa wise wimoktena
Trisandyam yah patenarah.
14. STAWA BATARA PRENAMIA
Om prenamia baskara dewam
Sarwa klesa wina sanam
Prenamia aditya sivartam
Bhukti mukti warapradam
15. NAGA SOMA
Ong gangga saraswati sindu, wipasa kausiki nadhi, yamona hati sresta, serayusca maha nadi.

Ong gangga dewi maha punyam, semertam menggalam, menggalam siva karianam, amertam setala dewam

Ong gangga rayan ta darmam, pawitram papa nasanan, sarwa wigna winasanca, yoma kapra bawantam.

Ong brahma wisnu iswara dewam,toyasanto to maha dewam, amertam setala dewam, gangga dewi nanamastute,sarwa tirta nama myaham, rudra pandita pasinam, nayawantam suba sadam, seta nugraha karanam, gurimun manama swamam, rudra dewata sisidam, yasa swanam buna wantam, banta nugraha karanam, tasatam nama sweminam, bawanam baktawat salam, buhya sama haru dewam, tumanah taya dyam nutyam.

Ong bayu bajra ya namah, Ong cakra sudarsana ya namah, Ong sri pasupati pasupataye yenamah swaha.

Ong toyem gandem samar payem ye namah
Ong satem samarpayem ye namah
Ong puspem samarpayem ye namah
Ong dupem samarpayem ya namah
Ong kang kasolkaya iswara ya namah swaha.
16. SRUTI GANGGA
Ong gangga, sindu, saraswati ,soya muna, god ware, narmada, kaweri, srayu, mahendra tanaya, carmanwati wenukem ,badra netra wati maha sura nadi, dyantan caya gandaki, purna punia jale samudra, sahitang krwantina menggalem

Ong gangga tirtem suklam maha jalam, dewa ityam namadem, gangga sucyem maha tamem, riya para nir bagenem saraswati iswarem.

Ong gangga sristam  maha bawa, teri ranem murti muti hitang karem, dewa hera wisnu taya, paya payanem, masura sura mayem, sarwa ratna bah swarem, garboda hera dewa sya, yona mamya amikirtayed, dirgayusa mawapenuti, sang grama wijaya bawed.

AKARYA TIRTA BAGIAN III
TIRTA PANGLUKATAN  (TIRTA KE PAYUK PENGELUKATAN)

1. Paungu Hyang Siwa Raditya (Puja Baerawi) 
 Humkara dyanta samrudram, Guhya sakti para dipanam, dipanam sarwa pujanam, Sarwa disi karam smertam.
Om Hum Hum Am Um Mam Gmum, Mam Um Am, Hum Hum Om namah swaha.

Namkara dyanta samrudram, namkarena widarbitam, amali karana mantram, sarwa mantrasu sidyam namah swaha.
Om nam Hum, nam hum nam hum, nam om namah swaha.

Humkara dyanta samrudram , humkarana widarbitam, etat supasya dewasya, bodanam parama smertham namah swaha.
Om hum hum gmum, hum hum om namah swaha, Om grim dewa arcana ya namah swaha.
Peketis
Om Pretama suda, dwitya suda, tridya suda, caturti suda, pancami suda, suda suda wariastu ya namah swaha
2. Ksipa Puja
Humkara dipanam mantra, namkara tiksnam mantra, dewarca dewa tarpanam, ghrim mantra tarpanam tatha.

Bhoktir laksana grhim mantram, grim mantram trepti karanam, ksama karanam ghrim mantram, ghrim mantram anugrahakam.

Anti esti siwa, Ghrim mantra, ghrim mantra, dewa samkarah namah swaha.
3. asta puja
Om grim mantram sarwa karmanam, Grim mantram japam arbet, gandaksatam ca grim mantram, ghrim mantram puspa dupanam.

Mano gandem manah puspam, mano dupam manah kryam, suddha sittam mano mamyam, dadya twayi maha brabam namah swaha namah swaha.
4. Undahkanyali gandaksata jangkep
Om kam kasol kaya ya namah, om grim ksama karana ya namah.

Om pam padya ya namah, Om am argha dwaja ya namah, Om jam jihwa suda ya namah, Om cam camani ya namah, Om ghrim siwa griwa ya namah.

Om sri gande amerta ya byoh namah, Om kum kumara wija ya namah, Om puspa danta ya namah.

Om agnir jyotir jyotir dupam samarpayami, Om surya jyotir jyotih dipam samarpayami.
Peketis siratin tirta
Om am sarwa dewa byoh namahswaha, om am sarwa resi byoh namah, om am sarwa pitri byoh namah, om am saraswati byoh namah.

Om siwa merta ya namah, Om sada siwa merta ya namah, om parama siwa merta ya namah.

Om ksemung siwa merta ya namah, Om ksemung sada siwa merta ya namah, Om ksemung  parama siwa merta ya namah.

Om siwa tatwa, am widya  tatwa, om atma tatwa ya namah.

5. Sambut Siwa Raditya
Om, Stambha meru pariwarta samasta lokam, Bimbhãdhi Dewa nicitaya wajikara ya
Jambor atiwa gagana ya samasta netram
Ambara bindu saranaya namo namaste.

Om, Diwyangsu murti Parameswara Bhaskaranam
Jyotih samudra pariraksitah natha naya
Bhuh sapta loka bhuwana traya sarwa netram
Aditya dewa sarana ya namo namaste.

Om, Kala ya kastha rawi Bhaskaranam bhaladewam
Bhaktya murti pariwarta su niskuta ya
Ratna ya ratna mani bhusita samyukta ya
Tailokya natha sarana ya namo namaste.

Om, Hrang, Hring, Sah, Parama Siwãditya ya namah.

6.Sambut  Catur Weda Sirah
Om atah purusa weng narayana
Kameyatwam praja sri jayate
Parano jayate manasah sarwandriyeni
Khambayur jyoti rawah pratiwi

Wisanca daranam narayana
Etat dwadasa nityo rodro wasa wasa sarwani
Siddhiyanti sadewo sot patiyanti
Praliati etah reg weda sirodite
Jyayur Veda
Om arium atah nityo braha narayana
Sankarasca neveng narayana
Ditisca neveng narayana
Ukusca niveng narayana

Antabeso niveng narayana
Weng dwaya bhawiyanti
Niskalanco niranjano suddho dewa eko
Nivikalpo neveng narayana

Nakascit dangko tatwa mrtyam
Praja pata prja atwam
Gotpatyam tatwa mrtyam
Vesvuweti etat jyayur veda sirodite
Ksama Veda
Om arium manta jnanamwipara mama ita pascat
Eka ksara nama iti dewyah
Vaksara niveng narayana
Asta ksare pada madyatu

Apah mayura vesnuveti
Praja pate got patyam
Vesnuveti etatksama veda sirodite
Antarwa Veda
Om siwa surya sekala meragam
Nadha bindhu baskaram
Omkara meka ksaram
Kala agni ka suryam

Triaksaragam
Panca brahma dwijaksaram
Narayana saekak
Ari surya saetat

Praja pate sawitat
Garapate Uma rasyam
Sada siwa saetat
Antharwa veda sirodite.
7. Siwa Sutrem
Ong, Siwa Sutrem, Yadnya Pawitrem Pramem Pawitrem
Prajapati Joha Yusyem
Balamastu Tejo, Parangguhyem
Tri Ganem Tri Ganatmakem

Ari Om Koti Surya Prakasem
Candra Koti Hredayem
Iti Weda Mantra Gayatri
Matra-Matra Sadak Sare

Sarwa Dewa Pita Swayambu
Bargo Dewasya Demahi
Sangkepi, Petanganan
8. Jagatpati Astawa (Giri Pati)
Om giri pati dewa-dewi, Loka nata jagat pati
Sakti mantra maha wiryam, Adnyana watek siwat makam

Maha swara dibya caksu, Apadma nama namah
Gora-gora maha suksem, Ani dewa namo-namah

Maha rudra maha sudam, Sarwa papa wina sanam
Maha murti maha tati, Pasupati namu namah

Maha dewa sang karasca, Sambu sarwa bawastatam
Ma sura brahma indrasca, Isana siwa ya namah.
9. BRAHMA ASTAWA
Om namaste begawan agni
 Namaste begawan hari
Namaste begawan isa
Sarwa baksa huta sana

Ong triwarna bagawan agnir
Brahma wisnu maheswarah
Santikam paustika caiwa
Raksanem cabi carikem

Ong anun canam kertam lokam
Sau bagyam priya darsanam
Yah kincitsarwa karyanam
Sidir ewanca sancayah
Ong Ong brahma dipataya namah swaha
Pelukatan (Bunga Dimasukkan Ke Payuk)
10. Mantran Buhu
Ong, Sweta Tirtancayo Nityem
Pawitrem Papa Nasanem
Sarwa Roga Pracamanem
Sarwa Kali Kalusa Ya Namo Namah Swaha
Ong, Rakta Tirtanca, Kresna Tirtanca
Sarwa Tirtanca Ya Namo Namah Swaha
11. Om sidi guru srong sarasat sarwa vigna ya namah, sarwa klesa, sarwa satru , sarwa papa winasaya namah swaha.
12. Om wisnu-wisnu rahada triyada, sri wisnu praja pate kesetra, waraha kalpa pratama carane, kala yuga kala masa, kala tita yuganatsatra nitaya, wadaki pala prapti kamanaya, sarwa prayasitam kasisyam, sobhagiam astu tat astu swaha.

13. TIRTA KAMANDALU;
Om tirta kamadalu
kumucurmaring biyuh akasa
winadahan kendi manik,
maka uriping dewata nawa sanga,
luir dewata kabeh,
angelukat angelebur lara roga wigena,
papa petaka
Kalukat kelebur denira sang hyang amurwa pawitra sanjiwani
Om nama siwa dudaya nama swaha.

14. PENGLUKATAN BUDHA
Om janarjana mahawiryam, nadi tirthanta graha yate, Om gangga saraswati sindhu, wipasa kausiki, nadi, yamuna hatasrestah, serayuca, maha nadi. Om wisnawa nadi tirta, papa pramudyatam , namasta ksawa sarwa, tirta janarjana ya namah swaha.
15. PENGLUKATAN SIWA
Om brahmanam brahma murtinam, brahma wisnu murti wiryam, siwa sada siwa mrtham siwa loka pratistanam. Om dwijendra purwanam siwam, brahmana purwa tistanam, sarwa dewa maseriram, pawitram tirta manggalam.
16. PENGLUKATAN BRAHMA
Om sayem brahma, sayem wisnu, sayem maheswara, nirwidyam sayem, nirwidyam sayem, bhokta dewamaheswara, sarwa buta winasaya, tat purusa bhuta wina saya, sarwa dosa arcanam ya namah swaha.
17. SARWA BALIKAM
Om sarwa balikam prthwi brahma, wisnurmaheswarah (anakaing) dewa putra sarwada sarwa mastu ya namah swaha, Om samprajanam sarwada suddhamalah,. Sudharogah sudhadanda patakah suddhaighnam suddhah, sekala (wiraning) dosa mala suddhadanda upata Om wayu putra tubyam ya namah swaha.
8. GANA PATI ASTAWA
Om Ganapati rsi putram
Buktyantu weda tarpanam
Buktyantu jagat trilokam
Suda purna sariranam

Om sarwa wisya winasanam
Durga durgi pati
Marana mala murcyate
Tri wristi pangupa jihwa

Om gangga uma stawa sidi
Dewa gana guru putram
Sakti wiryam loka sryam
Jayate laba nugrahakem

Ong astu astu ye namah swaha
9. DIRGAYUR BALA WERDI
Om dirgayur bala wrda sakti karanam, mertyun jayam sa swastam, rogadi ksaya kusta dusta, kalusam candra praba baswarem.

Hrim mantramca catur bujam trinayana, wyilo pawitam siwam, swetan ca mrta madi yagam, suka karanjiwa ksaya wyang sakem.

Swatambaruha karniko pari gatam, dewa suraih pujitam mretyu krodabalam maha kerti mayam, karpura reno prabem.

Twam wanda waradaya bakti saranam, prepyam maha pras tumaih santam, sarwa gatam niratam abawam, butat makam nirgunam.

Sreda bakti kertam wimukti karanam, wyoktam jagat daranam, muli banda kirita kundala daram caitanya dusta ksayam.

Wabda mretyujitam saja pyo maraho mantra di dewa hari, Mukta twem jagat twem, samadi setatan caitamya dusta ksayan.

Ong mretyun jaya sya dewa sya, yona mani anukir tayet, dirga yusa mawapnoti, sanggrama wijaya bawet, Ong sidirastu tatastu astu swaha.
10. MERTYUN JAYA
Om mretyunjaya sye dewa, yona mami anukirtayet, dirgayusa mavapnoti sanggrama vijaye bhawet
SIRATIN TIRTA SUAMBA KE PAYUK PENGLUKATAN DENGAN TIRTA YANG ADA DI SUWAMBA (mantram)
Om atma tatwa atma sudamam svaha
Om pratama siddha, dwitya sudda, tritya sudda , caturty sudda , pancamy sudda
, sudda, sudda, sudda wariastu.

Om am sarwa dewa bhyo namah swaha
Om am sarwa rsi bhyo namah swaha
Om am sarwa pitri bhyo namah swaha

Om om sivamrtha ya namah
Om om sada siwamrtha ya namah
Om om parama sivamrtha ya namah

Om ksemung sivamrtha ya namah
Om ksemung  sada siwamrtha ya namah
Om ksemung  parama sivamrtha ya namah

Om sri gandes amrtha bhyonamah swaha
Om kum mumara wija ya namah swaha
Om puspa danta ya namah swaha

Om agnir jyotir jyotir dupam samarpayami
Om surya jyotir jyotih dipam samar payami.
Om siwa tattwa, Om vidya tattwa, Om atma tattwa ya namah swaha.
Ayu werdi
Ambil bunga
Om ayu werdi yasa werdi, werdi pradnya suka sriya darma sentana werdinca santute sapte werdayam.
Sembah Pemuja
Jawat meru stitho deva
Jawat gangga mahetale
Candrako gagana yawat
Tatwa wijaya bhawet
Sabda yang dipuja
Om dirgahayur astu tatastu astu
Om awignam astu tatastu astu
Om subhamastu astu tatastu astu
(Bunga dipentil ke depan)
Percikkan tirta swamba ke semua mata angin (Pakai Rahpat astra)
Ong ung rahphat astra ya namah
Ong atma tatwatma sudamem swaha
Ong ong ksama sampurna ya namah swaha. Ong sri pasupataya ungphat
Ong sryam bawantu
Ong sukam bawantu
Ong purnam bawantu


Bagian III
NGASTAWA BANTEN PENGRESIKAN (BANTEN AREPAN)
Terlebih dahulu dilakukan pengastawa :
1. Nyuciang eteh-eteh
Ong jala sidi maha sakti sarwa sidi maha tirta, siwa tirta manggalaya, sarwa papa winasanam ya namah swaha.
2. Nguripang banten
Pukulun paduka batara tarpini ledang paduka batara anyusup ring wewantenan, mijil sanghyang tiga murti hyang sakti angirip sahananing wewantenan, mijil sanghyang guru reka, angreka sw raja karya kabeh muputakna  sahananing tata cara upakara.
3. Puja Banten Byakawon ,
Om antiganing sawung
pangawak sanghyang galacandu
sagilingan pangilanganing mala papa pataka
Om bang bama dewa ya namah

Om dewa bayu angiberaning lara roga wigna
Om sah wausat merta ya namah suaha
Om sang buta nampik mala, sang buta napik lara, sang buta nampik roga
Undurakna sakwehing lara roga wigna
Om ksama sampurna ya namah
4.  Puja Durmanggala ,
Om mertyun ca rakta mara ya, Sarwa rogna upadrawa
Papa mertyu sangkara , sarwa kala kalika syah wigraha ngawipada

Susupne durmanggala, papa kroda wina saya
sarwa wigna wina saya namah
5. Puja prayascita
Om prayascita karoyogi, Catur warnan wicantayet
catur wastrante puspadiyam, Hagora byaktat watanam
Om hagora-hora byo namah suaha
Ukupata saharsam naksatram dosa samiutam
Grehayuna sira warsam cumayet soda kali ksamam
Cata samiat stiti wiadah sang jato te janah
Usci nascet parikinah
Prayascita suci bawet.
6.  Puja Pangulap ,
Pakulun sanghyang sapta patala, sanghyang sapta dewata, sanghyang wesrawana, sanghyang trinadi panca korsika Sanghyang premana mekadi sanghyang urip sira amagehaken ri stananira soang-soang, pakenaning hulun angweruhi ri sira hande raksana den rahayu urip waras dirga yusa sang inanbian muang sang inulapan, Om sirirastu ya namah suaha.
7.  Puja Yeh tabah,
Om asucirwa sucir wapi
Sarwa karma gato piwa
Citrayet dewam isanam
Sarwayem biantara suci
8. Puja TepungTawar;
Ambil tepung tawar sedikit disebarkan ke depan, sambil mengucapkan mantram;
Om sang sajnana aptata sastra, tepung tawar amunahi sagawu kanglung, suraken sebel kandel gagodan sang namu sang kala lara roga baktamu, Om peras bungkah tusta-tusta terus tekeng par.
9. Puja Tebus
Ambil tebusr sedikit disebarkan ke depan, sambil mengucapkan mantram;
Om purna candra, purna bayu
Den kadi langgengin surya candra
Tetep bayu premana ring raga
Waknan ipun ana akane pala boga
anganti-anti sabda rahayu
Om sah osat merta ya namah suaha
10. Puja Lis
Sebelum mengucapkan mantra lis terlebih dahulu dikasi Bija, bunga, Tepung tawar, Tebus dan Dupa; astra mantra
Om Ung rahphat astra ye namah swaha
Om pakulun sang hyang janur kuning pangadegan nira tumurun  batara siwa ring merca pada, kina baktianing dening jadma manusa, nir roga nuir  upa drawa  sarwa mastu, Om pretama suda, dwiya suda, tritya suda, caturti suda, suda, suda, suda wariastu ya namah suaha.

Setelah selesai baru dilanjutkan dengan melakukan pengresikan ke banten dan masing-masing pelinggih.
Dane Jero mangku mengiringi dengan puja :
Penyucian prelingga, pelinggih dan banten
Om Om panca maha baya, purwa desanca bajra senjatania, sida anglukat anglebur sakwehing panca yadnya, Om sri ya namu namah swaha

Om Om panca maha baya, daksina desanca danda senjatania, sida anglukat anglebur sakwehing mala patakaning panca yadnya, Om sri ya namu namah swaha
Om Om panca maha baya, pascima desanca naga pasa senjatania, sida anglukat anglebur sakwehing mala patakaning panca yadnya, Om sri ya namu namah swaha

Om Om panca maha baya, utara  desanca cakra senjatania, sida anglukat anglebur sakwehing mala patakaning panca yadnya, Om sri ya namu namah swaha

Om Om panca maha baya, madia desanca padma senjatania, sida anglukat anglebur sakwehing mala patakaning panca yadnya, Om sri ya namu namah swaha

BAGIA IV
NGAWIT NGEMARGIANG UPACARA MANUSA YADNYA

ASTAWA DEWA (untuk manusa yadnya mapag/tiga bulan dan otonan yang perlu diambil adalah)
  1. surya
  2. tiga guru
  3. astawa brahma
  4. kawitan
  5. tiga wisesa
  6. sanghyang kumara
Upasaksi yadnya
Om pakulun paduka batara siwa,sada siwa, parama siwa, mekadi  sang hyang tiga guru wisesa, sang hyang akasa muang ibu pertiwi, sanghyang surya candra lintang tranggana mekadi sanghyang trio dasa saksi  kaki begawan penyarikan, nini begawan penyarikan, kaki citra gotra, nini citra gotra, kaki samantara, nini samantara, kaki penyeneng nini penyeneng, kajenenga den nira sanghyang tiga wisesa, kasaksinin dening sanghyang trio dasa saksi, kawarunugraha dening sanghyang wesrawana manusannira handa sih warunugraha, manusanniran hangaturaken banten piodal ri paduka batara, pada kenak hyun paduka batara anodya, hanyaksinin, hamuputaken saturan manusanira akedik kang sun hangaturaken, gung pamilakunya, hamilaku kadirgayusan, ledang paduka batara wehana warunugraha, dumugi tan kena hila-hila muang upadrawa denira sanghyang sinuhun, Om sidirastu ya namah swaha.
Dilanjutkan  dengan astawa
A.    NGASTAWA SANG CATUR SANAK
Om pukulun kaki siwa gotra, nini siwa gotra sira hangatag sanak ingsun kabeh, lwirnya meraga dewa buta kala mekabehan, mekadi sang angga pati, meraja pati, banaspati, banaspati raja, babu abra, babu lembana, babu sugyan, babu kakere, mwah I sair, I makair, I mokair, I salabir, hakona metu kabeh, mabersih, alukat mapeningan, atepung tawar pareng lawan sanak kira den rahayu, Pma Poma Pma.
Sakwehing sang numadi olih lanang olih wadon, satekaning pangempun ipun, mangda bersih dening tirta dewa batara muang werdi putra listu hayu, Om ayu werdi ........................
B.     NGASTAWA BAJANG
Om sang kursika sang garga sang metri sang kursya sang pretanjala, I malipa I malipi, pinaka bapa bajang babu bajang, Bajang toya, bajang dodot, bajang simbuh, bajang julit bajang yuyu, bajang bajang sapi, bajang kebo, bajang papah, bajang kalong, bajang bungseng mwang sakwehing ingaraning bajang, wusing pada amukti mulih te kita maring desan nira.
Syah syah syah
C.    NGHASTAWA JEJANGANAN
Om pukulun kaki hamng nini hamong, babu banglong, babu abra, babu sinang, babu maranak, babu anjuroni, babu anungkurat, babu wisesa, babu dadukun sabumi, babu gadbyah, babu surastri, babu suparni, ingsun handa sih kreta nugrahanira, handa hanganjangani si bajang bayi, iki tadah sajin nira, liwe kacang satingkeb lawan jangan sangiyu, minawi wenten kirang luput ipun, den agung ampurane manusan nira, enak te kita pada amukti sari lawan sanak kira kabeh, alit kang sun hangaturaken, agung kang sun haneda, handa hangluarana sakuehing si bajang lara roga wigna, sanut sangkala, danda upadrawa ipun, balikna wongen dena becik, sampun sira mebengin, sampun sira hanyetut, sampun sira hanggites, balikan sira hamongan dena becik, sungana henaking amangan, enaka aturu enaka haong hamngan, katekana jejaka, warasa dirga yusa pari purna.
Om sidirastu ya namah swaha.
D.    NGASTAWA PENGAMBIAN
Pukulun sanghyang sapta petala,sanghyang sapte dewata, sanghyang wesrawana, sanghyang trinadi panca korsika, sanghyang premana mekadi sanghyang urip, sira amagehaken ri stanan nira sowang sowang, pakenaning hulun hangeweruhi ri sira, handa raksanan den rahayu, urip waras dirga yusa sang inambian.
Om sidir astu ya namah swaha
E.     NGASTAWA SAMBUTAN
Om Pakulun kaki sambut nini sambut, tan edanan sambut agung, tan edanan sambut alit yan lunga mangetan mangidul mangulon mangelor bayu premana mwah atmanya  si bajang bayi  tinututan dening prewatek dewata nawa sanga , pinayungan kala cakra, pinageran wesi,  tuntun ulihakna maring awak sariran ipun si bajang bayi.
Om sang bang tang ang ing nang mang sing wang yang ang ung mang Om

F.     NGASTAWA SOROHAN
Pukulun sanghyang siwa catur muka dewa byuha, sira te bhagawan ratangkup, sira tapukulun, angeseng lara rga, mekadi ipyan hala, sot sata gempung muksah hilang tan pasesa, den nira snghyang siwa picatur muka dewa byuha.
Om sidir astu ya namah swaha.
G.    NGASTAWA TETEBASAN/BAYA
Om nada samodaya, sama anada gana, sama lakwa, dulur atiya angruwate dasa mala sang tinebas tetebasan prayassita.

Sakluiring lara roga wigna, papa klesa sang tinebasan prayasita, sumalaka ring sanghyang biksantari.

Om sanghyang malilang angruwate  mala,
Om sang bang tang ang ing nang mang sing wang yang ang ung mang.
Om suksme rahphat ya namah swaha.
H.    PUJA NEBUSIN SANG RARE
Om pakulun kaki semaya nini semaya, hulun aminta angliwat aken semayan ipun sang rare, luput akna saking danda upadrawa lara roga lara roga.

Iki tadah sajin nira, aja sira anyengkalen sang rare, apan sampun kajenengane den kaki citra gotra nini citra gotri.

BAGIA V
PUJA BANTEN

1. Puja Banten Sesayut
OM      Sangkepaning pramanta, Negara sya muniwantam, Dewa samsthita yogante, Brahma Wisnu Maheswaram, OM      Pujasya mantrasya, Tri-aksara maha kodratam, Brahmangga murcage yuktam, Siwangga mantra matmakam, OM      Panca bhuwana tattwan ca, Asta dewa dalan bhawet Dewa samsthita yogante, Brahma Wisnu Maheswaram

2. Pegramped Penganteb Banten
Ong ang kara dyanta sang rudhem, angkarana widharbitam,tarpanam sarwa pujanam, prasidantu sidi namah swaha.

Ong ang ang ang ung mang gmung mang ung ang ya namah swaha.

Dewati
Ong dewati taya sarwayem, nistula wapi, dewa sanggaya dewanem etbyah tat namo swaha.

Guhyati
Ong guhyati guhir goptawi gryhya papa kretah mama sidir bawantu tasyaha trowi karanggama siwanem.
3. Ngadegang Dewa Ngider Buana
Om iswara purwantu dewam, geneantu maheswara, brahma daksinantu dewam, nirityamtu ruda dewam, pascimantu mahadewa, wayabyamtu sangkara dewam, utarantu wisnu dewam, Ersaniantu sambu dewam, Madaya adah siwa dewam, madya sada siwa dewam, urdah parama siwa dewam, sarwa dewa muktyantu, Om hyang sri dewa dewi maha amerta ye namah swaha.
4.  Ngadegang dewa nyatur buana Ring Bebanten,
Om Ang Brahma rakta warna saraswati dewya bhyo namah swaha
Om Ung wisnu kresna warna shri dewiya bhyo namah swaha
Om Mang iswara sweta warna uma dewya bhyo namah swaha
Om Om rudra pita warna durgha dewya bhyo namah swaha
Om Om shri guru jagat paduka byo namah swaha
4. Malih Ngingkupang Dewa Bhatara Sanghyang Ring Guru Dewa
Om Ang Ung Mang Siwanatha warna giri putri dampatya namah swaha
5. Tri Buana,
Om parama siwa tangguyam , Siwa tatwa pariyanah
Siwa sya prenatanityam, Candis caya namastute

Om newidyem brahma winusca, Sarwa boktra maheswaram
Sarwa wiadi nalabatyem, Sarwa karya pasidantam

Om Jayarti jaya mapnuyat, Yasarti jaya mapnoti
Sidi sakala mapnuyat, Paramasiwa labatyam
Om Nama siwaya namo namah swaha
5. Astawa Maha Dewa, (Indik Ngastawayang Banten lebeng matah, Melakar aji busung kuning lan Selepan)
Om Tang tat purusa yawid mahi nama siwaya
Ludraya tana, ludraya pracodayat
Gora byoh gora, tara byoh catah
Mapi byoh namah, isana sarwa widyanam
Brahnudi pati brahmam
Sadiata papa, dyami jata ya wenamah
Ong Bang Bang bama dewa ya namah
Dwastaya namah, ludra-ludraya namah
Kala ya namah, sarwa buta ya namah swaha.
6. Malih Mapuja
Om kara dhyanta sang rudram , Guhyam sakti pradipanam
Tarpanam sarwa pujanam, Prasidyantu astu siddhinam

Sakaram nyan maha amrta, Omkara candram nyante namah
namah nadha omkara amrta, Boktayet dewa sampurna

  Om hyang amuktiaken sari, Om hyang pratama hyang
Sama hyang atinggala sari amerta hyang
Om  sidhi hyang astu ya namah namah swaha.
7. Srapat-srapat
Ong srapat-srapat byoh namah swaha
Ong mertangga byoh namah swaha
Ong rik kecarik byoh namah swaha
Ong sri byoh namah swaha
8. Penganteb Suci
Om pawitra pawitrah, Sarwa karma gato piwak
Citrayet dewam isanam, Sarwayem  biantara sucih

Om Namasta bagagawan Agni, Namasta bagawan wisnu
Namasta bagawan isa,   Sarwa baksa utama sanam

Om kara bagawan brahma, Sawa yakem maha temahatekem
Om kara  bagawan wisnu, Sarwa karya hatu takem

Om namasta bagawan ingsah, Sarwa suci nirmala
Pras-pras prayo janam, Sarwa mika ani tyam

Om paramasiwa tangguyam , Siwa titiram prya yatnam
Siwa sya pranata nityam , Canes nayem namastutyem.
9. Pula Gembal
Om swta baran nityam dewi
Swerta warna nola panam
Sweta puspam priam dewi sri-sri tamo saraswati
Om Rakta baran nityam dewi
Rakta warna nola panam
Rakta puspam priam dewi sri-sri tamo saraswati
Om Pita baran nityam dewi
Pita warna nola panam
Pita puspam priam dewi sri-sri tamo saraswati
Om Nila baran nityam dewi
Nila warna nola panam
Nila puspam priam dewi sri-sri tamo saraswati
             Nganteb Banten Sor
10. Bebangkit,
Om bamasta bhagawan agni
Namaste bhagawan Hare
Namaste bhagawan Isa
Sarwa baksa huta sana

Triwarna baghawan agnir
Brahma, wisnu, Maheswarah
Santikam paustikam saiwa
Raksanam chabi sarira

Om arya dika maha sidi sarwa karya maha nirmala ya namah.

Ong batara Durga , batara gana batara brahma, sang yama raja, sang pulung, sang gudug basur, sang buta kala ulu singa, sang daitya, sang raksasa sang wil, sang dewa yuci sakti, mapupul ta kita kabeh tingalin caru ning ulun dari kita, Om Sang Bang Tang Ang Ing Nang Mang Sing Wang Yang Namah
Om durga bucarya namah
Om kala bucarya namah
Om sarwa buta manaya namu  namah swaha
Ngayabang banten Ke Luhur,
Om dewa buktam maha sukam, Bojanam parama semertam
Dewa baksiam maha tustam , Boja laksana karanam swaha

Om buktyantu sarwata dewa, Buktyantu trilika natah
Saganah sapariwarah, Sawargah sadasi dasah
Ong tesukerti maha trepti, betara sih betara kah etesem sarwa widianem, tratah srayan bawantute.
Ong guru rupem sadnyanem, guru nama japet pada guru tarem tapem dewam, benasti-benasti dini-dini.
Ngayabang banten ke sor, Termasuk bantensor treptepan
Om buktyantu durga katara, Buktyantu kala maweca
Buktyantu sarwa butanam, Buktyantu pisaca sanggyam

Om durga bucarya namah, Om kala bucarya namah
               Om buta bucarya  namah swaha

Om sredah-sredah robyo namah swaha, Om amertangga robyo namah swaha, Om hrik kacarik robyo namah swaha, Om sri robyo namah swaha.

Gelar Sanga,
Pakulun sang yama raja,  iki tadah sajinira, jangan sekuali muang gelar sanga, sajeng saguci tan sinaringan, tumuru sang hyang yama raja pada suka ya namah,
Om durga bucarya namah
Om kala bucarya namah
Om buta bucarya namu namah swaha

PERAS
Om wisnu-wisnu rahada triyada, sri wisnu praja pate kesetra, waraha kalpa pratama carane, kala yuga kala masa, kala tita yuganatsatra nitaya, wadaki pala prapti kamanaya, sarwa prayasitam kasisyam, sobhagiam astu tat astu swaha.

Om eka wara, dwi wara, tri wara catur wara sarwa pras prasida rahayu
Panca sembah
BAGIAN VI
PANGILENIN SANG RARE

1.                  NGENTEGANG PANGULAP RING KEPALA SANG RARE
Sanghyang atma pemargante ring tuntungin rambut, melinggih ring angga sariranta, maring gigirin tok.
2.                  NGILENIN SANG RARE DENGAN BANTEN DI AREPAN LESUNG, SEPERTI BYA KAON DSB
a.                  tepung Tawar
b.                  Bya kaon. Mantram
Om brahma, wisnu, iswara, ingsun aneda nugraha widhi anglepas aon ipun sang ingupakara ri dewata tiga, anyuda letuh ipun, lepas malan ipun kabeh, teke suda, teke suda Om siddirastu tat astu swaha.
c.                   Isuh-Isuh
Om sanghyang taya tanpa netra, tanpa cangkem, tanpa karna, sanghyang taya taya jati sukla nirmala, sira angisuh-isuh sarwa dewata angilangaken sarwa buta, dengen, kala ring sarwa te kabeh, undur doh kita sarwa buta, kala, dengen, ring padha batara kabeh aja kari masenetan ring manusa kebeh, nyah kita saking kulit, daging ring walung ring sumsum mantuk ta kita ring janur jipang sabrang melayu. Om am nama siwaya swaha.
d. Taluh
Om antiganing sawung pangawak sanghyang galacandu sagilingang, kalisakana lara roga mala pataka kabeh, Om sah osat namah, Om bam bama dewaya, batara angiberaken lara roga papa klesa, mala wignane sarwa dewa-dewine kabeh, Im sriyawe namo namah swaha.
d.                  PANGLUKATAN DI LESUNG
Natab banten ring lesung:
Ih si bajang susila si bajang wekin helung sire ri tadah sajin nire , apan kita angawe hala hayu, hulihakna atmaning jadma ne manih, haja sira mwah maniwastu pukulun sida rahayu, seger oger urip warasa dirga yusa, tunggunen rahina dalu minawi kirang tadahan  nira den agung ampurane si bajang bayi, Om sidir astu ya namah.
Ngelinderin lesung,
Hangiderana sawawu pada sawasu, anak kira si tunggul ametung, putun nira si kalang jarak, sira anak anaking balogo, ingsun anak anaking pusuh, sira anak anaking pusuh, ingsun anak anaking antelu sira anak anaking antelu, ingsun anak anaking watu, sira anak anaking watu, ingsun anak anaking manusa.
e.TURUN TANAH
Om pakulun kaki citra gotra nini citra gotra, hulun aminta nugraha, nurun aken sang rarering lemah turun ayam ameng ameng, sarwa kencana sri sedana, katur ring bhatari amengkurat, batari wastu, batari kedep, ki uturan ipun sere hasta, amreta urip waras dirgayusa, tan keneng geget wewedinan, asungana urip teguh timbul abujangga kulit, akulit tembaga, aotot kawat, awalung wesi, anganti atungked bumbungan, awates awatumakocok, mulih aken premanannya sang jabang bayi.
e.                   NGLUKAT DI SEMER
Om gangga meneng mijil saking pertiwi, ingsun minta pamunah papa, mala  petaka lara rogha paripurna, Om sidhir astu tat astu ya namah swaha.

Om gangga sapta jiwa ya namah, Om gangga mili ya namah, Pakulun sanghyang widhi wasa, kekadi sanghyang wisnu, hulun aminta sih kertha wara nugraha sang rare manawi ketepuk ketegak olih sarwa buta kala, manawi kari ring sumur agung, naweg angantuk akna bayu premanan ipun ring raga walunania, ulih anebus ring sira sanghyang bhatari gangga pati, Om sryam bawantu, purnam bawantu, sukham bawantu , Om sidir astu tat astu namah swaha.
Catatan : Pane berisi air, tipat yuyu, lele, gelang tangan dan kaki, si bayi dimandikan dan anak-anakan semua ikut. Selanjutnya bayi di tutup dengan guungan pada saat masih di ember.
f. NGLUKAT MATEKEP GUUNGAN
Om brahma wisnu iswara dewam, tri purusa sudat makam, tri dewanam tri murti tri lingganam, sarwa wigna winasanam.

Om pita warna maha dewam, mretha pita purna jiwam, wighnam klesa winasanam, sarwa roga wimoksanam.

Om kresna ratna wisnu dewa, kresna tirta maha punyam, sarwa durga wina sanam, sarwa buta, wimoksanam.

Om siana rupham ratna pranam, sangkara dewam sangglinggam, gangga marupa pawitram,sarwa dusta winasanam.

Om ratna birna rupam, sambu dewamngarcanam, mreta sudha mala purnham, sarwa pataka winasanam.

Om nawa ratna rupha dewam, surya koti pre praba swaram, ciwatma siwa murthanam, sarwa wigna wina sanam.

Om sarwa papa sarwa klesa, sarwa satru sarwa boyo winasanam, Om pratama suda dwitya suda tritya suda caturty suda pancami suda sudha sudha astu tat astu namah swaha, Om pretiwi apah bayu teja akasa pretiwi, sangkaning ganda mulih sangkaning pretiwi.
Apah rasa apah, bayu embek bayu, teja rupha teja, akasa sabda akasa, jangkep ikang panca tan matra, sidhi panglukatan pangeleburan sarwa mala ring rat
bhuwana kabeh.
g. Malukat dengan kukusan (bisa di ambil puja asta pungku)
Om asta pungku dangascarya, siwamrta batara siwa angluaraken lare wetu salah wedi katadah kala, kamarga baya, katoya baya, kageni baya, kacatur loka pala baya.

Yan ana lare wetu salah wedi, wuku sinta, gumbreg, prangbakat, bala wayang klau, dukut watugunung,
Kinambuhin lumbung, kinambuhin sangar makabehan, ketiban ceraki tahun, ceraki lemah, untu kalembu, keapit kala upata ila-ila

Inyuking lemaring tirta mandi-mandi
Om ayeng kluarana batara siwa
Om sidir astu tat astu ya namah swaha.

Om lukate sira buta kala dengen sumurup maring buta kala kalika, lukat sira buta kala kalika sumurup maring dewi durga, lukat sira dewi durga sumurup maring dewi uma, lukat sira dewi uma sumurup maring batara guru, lukat sira batara guru sumurup  maring sanghyang tunggal, lukat sira sanghyang tunggal sumurup maring sanghyang tan paharan, ia juga sanghyang sangkan paran sira sida anglukat anglebur sakwehing tri mala, panca mala, dasa mala satus pataka ring rat buana kabeh.

Om ayu werdi yasa werdi, werdi pradnya suka sriya , darma sentana werdinca, santute sapte werdayah.

Yawat meru stiti dewah yawat gangga ma hitale, candrake gagana yawat, tatwa wijaya bawet.

Om dirgayur astu tat astu swaha,Om awignam astu tat astu astu, Om subamastu tat astu swaha.

Om sryum bawantu, purnam bawantu, sukam bawantu, sapta werdih astu  tat astu swaha
Dilanjutkan dengan Membersihkan dengan Benang, dengan mantram
Om Hangebeg hangereng, hangelod dasa mala ipun ring arep, yan papa ring kawah hangelebur kawahmuksah hilang japa mantra sakti, lepas hyang iswara hangenteg hyang ibu pertiwi , kageseng dening batara brahma, kahanyud dening batara wisnu, katiba maring segara, katanggap dening sanghyang baruna.
  1. NATAB
  1. PRASCITA (di antar dengan  mantram prayascita)
  2. PENGULAP (diantar dengan mantram pengulap)
  3. Nyambuti dengan Tebus kalong, tangan kuping,siwa dwara
Mantram Tebus Kalong
Ong Anebus Atma, Hanuntun sabda bayu idep, ring bawa kiwa tengen, Om atma pari purna ya namah, Om jiwita pari purnaya mnamah, Om sarira paripurna ya namah.
D.                Mejaya-jaya (Pakai mantram mretyunjaya)
E.                 Natab banten
NATAB KUMARA
(Pakai pangastawa sanghyang kumara)
NATAB BANTEN SAMBUTAN (Di treptepan)
Om pakulun kaki praja pati, nini praja pati, kaki samantara nini samantara, kaki citra gopta, nini citra gopta, ingsun handa hanugrahanira, handa anyambuti si bajang bayi, menawi kari wenten premana mwang atman ipun anganti ring pinggirin samudra, ring telengin udadi, mwah ring sangkan paranya, sambut hulihakna maring raga walunane si bajang bayi, sida pepek pari purna maring awak sariran ipun si bajang bayi.
Om sidir astu ya namah swaha.

Om Pakulun kaki sambut nini sambut, tan edanan sambut agung, tan edanan sambut alit yan lunga mangetan mangidul mangulon mangelor bayu premana mwah atmanya  si bajang bayi  tinututan dening prewatek dewata nawa sanga , pinayungan kala cakra, pinageran wesi,  tuntun ulihakna maring awak sariran ipun si bajang bayi.
Om sang bang tang ang ing nang mang sing wang yang ang ung mang Om.
F.                 Peras (Pakai mantram peras, dilanjutkan dengan merobek/nyerit peras)
- DILANJUTKAN DENGAN NGASTAWA JAGATNATA
- ANUGRAHA.
- SIMPEN GENTA
- NEWALIYANG SBDA BAYU IDEP

UPACARA DILANJUTKAN DI KEMULAN
II.  Upacara Pawetonan dilakukan di sanggah kemulan.
I.                    Mengenai banten di sanggah bisa dipuput/anteb  sekaligus pada saat nganteb banten di treptepan atau banten mapag/ tapi untuk kita seorang pemangku banten disanggah sebaiknya puput di sanggah. Mengenai dudonan pengantem sama dengan ngantem banten di treptepan, namun pengastawa bajang, puja nebusin sang rare tidak usah diambil. Habis dipuja bantennya baru dilanjutkan dengan kegiatan dibawah ini.
Catatan : jangan lagi ngastawa tirta , langsung lukat banten pengresikan dan dilanjutkan dengan mereresik.
1. Habis Nganteb banten otonan lalu dilanjutkan dengan ngilenin rare sebagai berikut :
a. Bersihkan dulu dengan tepung tawar
c. Mapetik
1. MAPETIK
a.       mantram gunting, Om yata wya sakel panem suci ikesuna anindih papa klesa winasa syat bangkara mantramutamam.
b.      Cincin, Om eng tejo sakal panem suci katri mahasidi, papa klesa winasa syat takara mantra utamam.
c.       Seet mingmang, Om sri kusa sri kusa widnyanem pawitrem, papa nasanem, papa klesa wina syat mantra utamam
d.      Menggunting rambut di depan, Om sang sadya ya namah, hilanganing papa klesapataka.
e.       Sebelah kanan, Om bang bama dewaya namah, hilanganing lara roga wigna.
f.       Sebelah kiri, Om ang hagora hilanganing gering sasab marana.
g.                              Di belakang, Om tang tat purusa ya namah hilanganing gagodan satru musuh.
h.                              Di tengah, Om ing hinasa hilanganng sebel kandel sang pinetik.
2. MASOSOL BEBEK DAN AYAM
Itik
Om sang garuda haraning cucukan, mala patake nira sang diyusan heberakna maring akasa 3x,
masosol tiga kali ring siwa dwara dan gidat.
ayam
Om om syum syum syum sata wana haraning cucukan, cucuakna dasa mala upa drawan nira sang diniyusan, heberakna maring segara gunung.
Ring dada masosol
3.  PUNGU-PUNGU
Om agnia nira batara siwa, enggon ingulun hangeseng lenbur lara roga nira sang diniyusan, Om hrung kawaca ya namah.
Pungu-pungu diputar tiga kali di atas ubun-ubun lalu entegang di kepala, Om ang hredaya ya namah.
Diputar lagi sama, Om gang ganda mada ya namah.
Diputar lagi sama, Om mang mala wantunya namah, Om mang maha meru ya namah.
Naik turun dari kepala sampai mulut, Om bhur, Om bwah, Om swah.
NATAB LINTING
Om agni murub angabar abar, saking madya sakalangan, urubira geni ira batara siwaanglukat, anglebur sakwehing sungsung bayu pati sang rare.
4. Tebus kalong, tangan kuping,siwa dwara
Mantram Tebus Kalong
Ong Anebus Atma, Hanuntun sabda bayu idep, ring bawa kiwa tengen, Om atma pari purna ya namah, Om jiwita pari purnaya mnamah, Om sarira paripurna ya namah.
5. Nyaluk gelang
PAKAI GELANG, KALUNG DAN PUPUK
1. Gelang kaki
Om padma sana ya namah, mang ung ang, Om dewa pretista, ang ung mang, Om pratama suda  dwitya sudha tritya suda caturty sudha pancami suda sudha sudha sudha astu tat astu ya namah swaha
      2. Gelang tangan
Om karasana ya namah, mang ung ang, Om dewa pretista, ang ung mang, Om pratama suda  dwitya sudha tritya suda caturty sudha pancami suda sudha sudha sudha astu tat astu ya namah swaha
3. Kalung
Om Om dwarasana ya namah, Utpeti mang ung ang  namah,
Om Om dewa pretista namah, stiti ang ung mang namah, pratama suda  dwitya sudha tritya suda caturty sudha pancami suda sudha sudha sudha astu tat astu ya namah swaha
6. Mejaya-jaya
7. Makaro wista (Dimantrai dengan puja karo wista)
8. Mebakti
1. Tangan Puyung
2. Surya
3. Kawitan
4. Anugraha
5. Dewa suksma
9. Natab banten
1.NATAB BANTEN SAMBUTAN
Om Pakulun kaki sambut nini sambut, tan edanan sambut agung, tan edanan sambut alit yan lunga mangetan mangidul mangulon mangelor bayu premana mwah atmanya  si bajang bayi  tinututan dening prewatek dewata nawa sanga , pinayungan kala cakra, pinageran wesi,  tuntun ulihakna maring awak sariran ipun si bajang bayi.
Om sang bang tang ang ing nang mang sing wang yang ang ung mang Om
2.NATAB BAYA
Om nada samodaya, sama anada gana, sama lakwa, dulur atiya angruwate dasa mala sang tinebas tetebasan prayassita.

Sakluiring lara roga wigna, papa klesa sang tinebasan prayasita, sumalaka ring sanghyang biksantari.

Om sanghyang malilang angruwate  mala,
Om sang bang tang ang ing nang mang sing wang yang ang ung mang.
Om suksme rahphat ya namah swaha.
3.      NATAB SESAYUT PAGEH URIP
Om sanghyang premana mekadi sanghyang urip, ingsun aneda nugraha sanghyang widhi, urip waras dirga yusa, Om apah teja bayu akasapretiwi jiwatmanampramanam, Om dirgyur jagat amerta, sarwa merana wimurcitam, Om sudha sudha sudha, Om ang ahamreta sanjiwani ya namah swaha.
Natab ke rai
Om atma pari purna ya namah, Om jiwita purna ya namah, Om sarira pari purna ya namah, Om suka bagya pari purna ya nmah, Om siwa amreta ya namah, Om parama  siwa amreta ya namah swaha.
5.NATAB PERAS

PUPUT PARIKRAMANING UPACARA MANUSA YADNYA