NYEPI SIPENG
(Lockdown Sebuah Kearifan Lokal Bali)
Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S, M.Pd
Artikel ini memberikan pemahaman terkait apa itu nyepi sipeng/locdown di Bali dengan melihat makna, tujuan, serta perbedaannya di beberapa negara
Akibat penyebaran pandemi virus corona, beberapa negara telah memutuskan untuk melakukan lockdown (NYEPI SIPENG).
Lockdown (NYEPI SIPENG) menjadi salah satu kata populer sejak pandemi virus corona jenis baru menyebar luas secara global. Buat kamu yang masih belum terlalu paham dengan istilah NYEPI SIPENG, simak penjelasannya berikut ini yuk.
Makna NYEPI SIPENG
NYEPI SIPENG dapat berarti penutupan akses dari dalam maupun luar. NYEPI SIPENG menjadi sebuah protokol darurat dan biasanya hanya dapat ditetapkan oleh otoritas pemerintah dakam artian melindungi orang di dalam fasilitas. Dalam kasus virus corona, Majelis Desa Adat Provinsi Bali berencana menggelar Sipeng, yakni serupa pelaksanaan nyepi yang bakal digelar selama tiga hari berturut-turut mulai tanggal 18 April sampai 20 April 2020 untuk mengunci akses masuk dan keluar untuk mencegah penyebaran virus corona yang lebih luas.
NYEPI SIPENG juga biasanya akan diikuti dengan larangan mengadakan pertemuan yang melibatkan banyak orang, penutupan sekolah dan universitas, hingga tempat-tempat umum. Usaha ini dilakukan untuk menekan risiko penularan virus corona pada masyarakat di luar wilayah. NYEPI SIPENG ini bersifat temporer dan bisa dicabut sewaktu-waktu, jika kondisi dianggap sudah membaik.
NYEPI SIPENG atau penguncian secara penuh berarti setiap orang harus tinggal di tempat mereka dan tidak boleh masuk atau keluar dari sana, kecuali hanya untuk beberapa hal yang diizinkan.
Tujuan NYEPI SIPENG
Penerapan NYEPI SIPENG dianggap penting untuk mengurangi penyebaran wabah yang lebih masif. NYEPI SIPENG menawarkan hasil yang lebih efektif dalam menekan penyebaran virus corona ketimbang membiarkan orang lain melakukan apa yang mereka mau secara bebas.
Penerapan NYEPI SIPENG
Penerapan NYEPI SIPENG di Bali. Warga diimbau untuk tetap berada di rumah masing-masing dan secara filosofi hanya memberikan kesempatan penuh kepada para Bhuta Kala, Pisaca, Gumatap-gumitip untuk bisa menikmati jalan, artinya: Bhuta-Kala dan Dewa diciptakan bersamaan oleh Hyang Widhi. Ada kalanya Bhuta-Kala lewat "nyelang margi" (pinjam jalan), maka kita yang menepi dan mabrata mengurung diri. Artinya juga kita diminta melakukan brata (menarik diri dari keramaian, puasa dan mawas diri). Kalau sudah selesai "pamargin bhuta-kala" (jalan sang kala) kita bisa keluar sebagai mana mestinya.
Walaupun belum resmi memberlakukan NYEPI SIPENG, mari kita sebagai masyarakat Bali sebaiknya tidak keluar rumah dengan belajar di rumah, bekerja di rumah, dan sembahhyang di rumah, untuk menghadapi darurat kesehatan penyakit COVID-19. Nyepi sipeng tiga hari puniki hanya amati lelungan manten, kesehatan adalah kebutuhan pribadi masing-masing mari kita sadari bersama, salam rahayu
Nyepi Sipeng ini adalah panyepian adat , berbeda dengan nyepi/tahun baru saka yang dilaksanakan setahun sekali berdasarkan sastra agama.
Sebaiknya kalau kita tidak mampu membantu menangani wabah ini dengan harta benda, alangkah bijaknya kalau kita membantu dengan menjalani himbauan lembaga dengan disiplin, salam nasib baik.
#tubaba@griyang bang//salam santun#
Tidak ada komentar:
Posting Komentar