Kamis, 30 April 2020

Prosesi Mekala-kalaan dalam Pernikahan Adat Bali

Prosesi Mekala-kalaan dalam Pernikahan Adat Bali

Mengawali kehidupan sebagai pasangan suami isteri dengan kesucian. Itulah sebabnya, upacara Madengen-dengen atau Mekala-kalaan yang memiliki makna dan tujuan ‘membersihkan dan menyucikan’ kedua mempelai merupakan bagian terpenting dalam rangkaian upacara pernikahan Adat Bali. Upacara ini juga merupakan wujud pesaksian ikrar suci pasangan pengantin di hadapan Tuhan disaksikan para kerabat dan masyarakat.

Dipandu oleh Balian atau Pemangku, maka kedua mempelai dipimpin ke tempat upacara, melakukan upacara sesuai dengan tata cara menurut Hindu Bali. Mekala-kalaan secara simbolis bertujuan untuk membersihkan mempelai dari pengaruh energi negatif. Sejatinya, makna upacara Mekala-kalaan adalah suatu pengesahan perkawinan kedua mempelai melalui proses penyucian, baik penyucian jasmani maupun rohani, untuk memasuki kehidupan berumah tangga menuju keluarga bahagia dan sejahtera.

Bunyi genta dari tangan sang Pendeta menandakan dimulainya ritual upacara pernikahan, diiringi dengan kidung pernikahan yang dinyanyikan oleh warga Banjar, menghadirkan nuansa amat sakral. Bau wangi dari asap dupa mengiringi khidmat pasangan pengantin yang menerima percikan air suci dari sang pemimpin upacara. Komitmen pasangan pria dan wanita untuk kehidupan berumah tangga di sinilah bermula.

Peralatan Upacara Mekala-kalaan

Dalam prosesi ini, terdapat beberapa peralatan yang harus dihadirkan. Antara lain:

Tikeh Dadakan

Sebuah tikar kecil yang dibuat dari daun pandan muda, melambangkan kesucian mempelai wanita.

Kala Sepetan

Berupa bakul berisi telur ayam, batu bulitan, kunir, keladi atau talas, andong kemudian ditutupi dengan serabut kelapa dibelah tiga, diikat benang tridatu dan di dalam serabut diisi sebuah kewangen (sarana untuk sembahyang) terdiri dari daun dibentuk contong kecil panjang diisi daun sirih, jambe, bunga harum, kapur, dua kepeng serta diberi hiasan janur.

Tege-tegenan

Berupa sebuah cangkul, sebatang tebu, dan cabang ranting dadap serep di manan seluruhnya diikat diisi sasap (terbuat dari janur), pada ujung satunya digantungkan sebuah periuk tanah, sedangkan ujung satunya lagi digantungi bakul berisi 225 uang kepeng.

Sok Pedaganan

Merupakan sebuah bakul berisi beras, bumbu-bumbuan, pohon kunir, keladi dan andong (yakni tanaman hias berdaun merah, bentuknya panjang).

Panegteg

Adalah tiang untuk pemujaan keluarga dihias dengan kain putih dan kuning.

Pepegatan

Berupa dua buah cabang pohon dadapsrep ditancapkan agak berjauhan di area upacara, keduanya dihubungkan oleh benang putih terbuat dari kapas.

Tetimpug

Berupa tiga buah bumbu mentah yang masih ada kedua ruasnya, diberi minyak kelapa dan diisi sasap terbuat dari janur. Bambu ini akan dibakar sebelum memulai upacara sehingga terdengar bunyi letusan tiga kali.

Urutan Prosesi Mekala-kalaan

Berikut urutan prosesi yang harus dilakukaan saat melakukan Mekala-kalaan:

Menyentuhkan Kaki pada Kala Sepetan

Pasangan mempelai berjalan mengiringi sanggar pesaksi, kemulan dan penegteg sebanyak tiga kali putaran. Kedua mempelai menyentuhkan kakinya pada kala Sepetan. Pada ritual ini, mempelai pria memikul tegen-tegenan, sedangkan pengantin wanita menjunjung bakul pedagangan. Ini merupakan simbolisasi untuk membersihkan dirinya terutama sukla swanita mereka.

Jual Beli

Mempelai pria berbelanja, sementara pengantin wanita menjual segala isi dagangan yang ada dalam bakul yang dijanjikan. Upacara jual beli yang dilakukan antara kedua mempelai merupakan simbolisasi bahwa kehidupan rumah tangga suami isteri saling memberi dan mengisi dan akhirnya tercapailah keinginan dan tujuan kehidupan keluarga yang sejahtera.

Menusuk Tikeh Dadakan

Seusai prosesi jual beli, berlanjut dengan ritual pengantin pria dengan kerisnya menusuk atau merobek tiker kecil terbuat dari anyaman daun pandan muda (tikeh dadakan) yang dipegang mempelai wanita.

Bila ditinjau dari sisi spiritual, anyaman tiker kecil pandan merupakan simbolisasi kekuatan Sang Hyang Prakerti (kekuatan Yoni); semsecara keris adalah simbolisasi dari kekuatan Sang Hyang Purusa (kekuatan Lingga) dari pengantin pria.

Memutuskan Benang

Rangkaian prosesi dilakukan dengan menanam kunyit, keladi/ talas, dan andong di belakang merajan/ sanggah (tempat sembahyang yang keluarga); kemudian dilanjutkan dengan memutuskan benang putih yang terentang pada cabang dadap (papegatan).

Ritual menanam adalah suatu simbol untuk menanam bibit untuk melanggengkan keturunan keluarga. Memututs benang putih bermakna bahwa kedua mempelai telah melampaui masa remajanya, dan kini memasuki kehidupan baru sebagai suami isteri.


Seks di Luar Nikah Dalam Ajaran Hindu

Sebagian besar agama sangat melarang hubungan seks di luar nikah. Termasuk pada ajaran hindu pun demikian, Ladies. Bagi pemeluk agama Hindu, mereka memiliki ajaran yang disebut Trikaya Parisudha tentang Kayika atau perilaku umat manusia yang disebut ‘tan paradara’.

Dilansir dari ilmuhindu.blogspot.com, tan pandara memiliki arti yang sangat luas seperti bersentuhan seks, menggoda, berhubungan seks, bahkan hanya dengan berimajinasi sedang bercinta dengan seseorang yang bukan suami atau istrinya yang sah adalah suatu hal yang sangat dilarang atau berdosa.

Dalam kitab-kitab suci umat Hindu yaitu Manawadharmasastra, Sarasamuscaya, dan Parasaradharmasastra, menganggap bahwa hubungan seks adalah sesuatu yang sakral dan suci. Oleh karena itu, seks hanya boleh dilakukan jika sudah melalui proses pernikahan.

Dalam Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-aspek Agama Hindu yang disahkan oleh PHDI tahun 1987 diatur tentang seseorang yang cuntaka (orang yang tidak suci menurut keyakinan agama Hindu) Hal ini berhubungan dengan masalah seks di luar nikah (pawiwahan). Adapun kriteria seseorang yang terkena cuntaka, seperti dilansir stitidharma.org, adalah seperti yang di bawah ini:

Hamil dan kumpul kebo
Wanita hamil tanpa ‘beakaon’ atau suami serta wanita yang melakukan memitra ngalang atau kumpul kebo terkena cuntaka. Selain wanita tersebut, kamar tidurnya juga terkena cuntaka. Cuntaka ini berakhir bila dia dinikahkan dalam upacara pawiwahan atau biasa disebut pernikahan.

Anak lahir di luar nikah
Anak yang lahir dari kehamilan sebelum ‘pawiwahan’ atau pernikahan disebut panak dia-diu. Tang terkena cuntaka adalah si ibu, anak, dan rumah yang dihuninya. Cuntaka ini berakhir apabila anak tersebut ada yang ‘meras’ yaitu diangkat sebagai anak oleh orang lain melalui upacara tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar