Sabtu, 04 April 2020

BANTEN BENDU PIDUKA DAN GURU PIDUKA

BANTEN BENDU PIDUKA DAN GURU PIDUKA

Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S, M.Pd

Ida Pandita Mpu Sinuhun Siwa Putra Parama Daksa Manuana menjelaskan,  Bendu Piduka adalah rangkaian prosesi untuk menetralisasi segala sesuatu yang mencemari alam ini, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Baik karena perbuatan maupun karena perkataan. 

“Dalam tradisi adat Bali, kita mengenal istilah ngayah. Ngayah itu bentuk dari sebuah pelayanan kita kepada Tuhan dan leluhur, baik itu di pura ataupun sanggah merajan. Mungkin saja ketika kita ngayah ada perkataan kita yang membuat sebuah lokasi atau  tempat tersebut menjadi leteh. Bisa juga karena perbuatan, seperti yang terjadi di Jembrana atau Besakih,” ujar Sulinggih asal Griya Agung Bangkasa di Bongkasa ini kepada.

Dikatakannya, Bendu Piduka tertulis dalam lontar Dewa Tatwa yang menyebut bahwa  upakara piduka, terdiri dari dua macam, yakni Guru Piduka dan Bendu Piduka.

Dalam kepercayan umat Hindu mengenai Usadha, lanjutnya, dikatakan penyakit terdiri dari dua penyebab  yaitu secara Skala (nyata) dan secara Niskala (tidak nyata atau tidak terlihat).  Adapun penyebab penyakit secara skala misalnya  penyakit jantung karena pola hidup tidak sehat, terluka karena jatuh. Penyebab penyakit yang diakibatkan secara niskala, di antaranya  pekarangan rumah yang angker sehingga keluarga tidak harmonis, adanya kesalahan tindakan yang kurang baik di tempat suci atau sanggah, sehingga menyebabkan terjadinya mala petaka berturut – turut.

“ Yang paling berbahaya itu, ketika kita mengucapkan janji disertai sumpah (sapa atau semaya) dan kita lupa, serta mengingkarinya. Akibatnya, leluhur, para dewa   sebagai manifestasinya Tuhan  akan marah dengan mengirim bhuta bhuti dan mengganggu kesehatan serta keharmonisan keluarga tersebut. Jadi, jangan macam – macam soal niskala," ujar Ida Sinuhun Siwa Putra Parama Daksa Manuaba. Dalam Lontar Dewa Tatwa dipaparkan, untuk menetralisasi pengaruh negatif akibat kesalahan kesalahan itu, lanjutnya, maka masyarakat dianjurkan untuk menghaturkan banten Maguru Piduka dan tetebasan Bendu Piduka. Mengapa menghaturkan banten  Guru Piduka dan tetebasan Bendu Piduka?

"Sesungguhnya, kedua banten itu hanya sebagai prasarana sementara, sebagai permohonan maaf serta janji untuk melaksanakan upakara yadnya sebagai bentuk permohonan maaf yang tulus,” ujarnya.

 Selain menggelar upakara yadnya, dalam lontar Dewa Tatwa juga menganjurkan untuk membuat palinggih baru dengan melinggihkan Ida Bhatara Indra Balaka dan pengayahan leluhur kawitan, dengan tujuan menetralisiasi pekarangan.

Ditegaskannya, menggelar upakara Guru Piduka dan Bendu Piduka tidak boleh sembarangan. "Ketika kita merasa pekarangan rumah panes atau merasa ada penyebab niskala, lantas menganggap perlu dilakukan upacara tersebut tanpa mempertimbangkan aspek lainnya, dan hal itu tentu saja akan berakibat fatal," ujarnya.

Dalam lontar Dewa Tatwa disebutkan, tanda – tanda perlunya melaksanakan upakara tersebut adalah adanya kejadian akibat bencana yang menimpa manusia. Seperti Sakit berkepanjangan yang tak kunjung sembuh, banyak orang meninggal dalam waktu singkat, di daerah tersebut banyak terjadi mati salah pati dan ulah pati, juga terjadinya hubungan 'salah timpal', yakni  hubungan seks antara manusia dengan binatang atau antara binatang yang berbeda jenis. Selain itu, adanya kematian anggota keluarga yang bertepatan dengan piodalan di sanggah merajan, sering terjadi cekcok atau keributan dalam keluarga, tempat suci yang terbakar, baik oleh api maupun oleh halilitar, serta diporak-porandakan angin puyuh.

Dalam lontar Dewa Tatwa disebutkan: Muah yang ketibenin apui tanpan para, yadnya linus tan pantara mwang telas basmi kayangan ika cihmaning anemu ala sang madrewe khayangan ika, hana sot tan tinawang wenang ngagen sot rigumi piduka.

Artinya, demikianlah pula bila khayangan terjadi kebakaran tanpa sebab, demikian juga angin beliung tanpa sebab, apalgi sampai menghanguskan seluruh bangunan kahyangan. Itulah ciri bahwa yang memiliki kahyangan tersebut mendapat bahasa, karena kaulnya tidak dibayar. Oleh karena itu, sepatutnya agar sot (berjanji) akan membayar kaul dengan mempersembahkan Guru Piduka dan Bendu Piduka.

Ida Sinuhun Siwa Putra Parama Daksa Manuaba juga menjelaskan, ada baiknya dalam melaksanakan upacara Guru Piduka dan Bendu Piduka diiringi suara gender atau angklung, terlebih lagi jika tempat pelaksanaan upacara tersebut di pura. Hal ini untuk menjaga keselamatan desa pakaraman. Dalam Widhi Sastra juga dijelaskan, apabila pelaksanaan Guru Piduka dan Bendu Piduka diakibatkan karena tempat suci yang roboh atau terbakar, sebaiknya setiap anggota pemaksa yang menghaturkan ayah dan bakti menggunakan lima keping uang kepeng dalam kwangen yang digunakan ketika menghaturkan sembah.

“Karena upakara Guru Piduka dan Bendu Piduka ini hanya sebagai janji yang ditunda, maka sebaiknya harus segera disusul upacara yadnya yang sesuai kedurmanggalan,” ujarnya.

Dalam rangkaian upakara, biasanya belum lengkap jika tidak menggunakan prasarana banten, mantra serta tirtha. Begitu pula dalam upakara Guru Piduka dan Bendu Piduka sebagai upaya  menetralisasi pengaruh negatif yang disebabkan karena niskala.

Dalam lontar Dewa Tatwa disebutkan, bentuk bebantenan Guru Piduka secara sederhana, yakni Suci soroh, Sesayut pangambeyan salaran bebek dan ayam yang masih hidup. Tetegenan, sesantun, soda putih kuning, makembaran, sesayut dirgayusa gumi, dan dilengkapi Tatebasan Guru Piduka. Sedangkan untuk bebantenan Tatebasan Bendu Piduka, 
tumpeng 1 , matatakan kulit sesayut iwaknia rerasmen, sudang, tulung 1, canang pawitra maraka jaja bendu, mwang woh wohan sampian nagasari. Tujuan mempersembahkan Tatebasan Bendu Piduka adalah sebagai bentuk permohonan maaf kepada Hyang Kawitan yang telah menurunkan kedukaan, dikarenakan keingkaran si penghuni rumah atau masyarakat yang menempati daerah tersebut. Uacara Bendu Piduka sering  juga disebut banten paneduh pada waktu  'meneduh' di desa pakraman.

TETANDINGAN BANTEN (Bentuk Upakara)
Upakara maguru Piduka terdiri dari pada ; (sesuai Brahma Kertih)

Suci soroh, sesayut pangambeyan salaran bebek dan ayam masih hidup, tetegenan, 1 tanding sampian agung maulam itik / tutuh, peras penyeneng, sesantun, soda putih kuning, makembaran, sesayut dirgayusa gumi, dilengkapi tebasan guru piduka.

Banten tetebasan Bendu Piduka antara lain ; (sesuai Brahma Kertih)

1. Tumpeng1, matatakan kulit sesayut iwaknia rerasmen, sudang, tulung 1, canang pawitra maraka jaja bendu, mwang who wohan sampian nagasari.

2. Mempersembahkan bendu Piduka tetujunya untuk memohon maaf kehadapan Hyang Kawitan yang telah melimpahkan munculnya kedukaan, pada permohonan pada perumahan tempat tinggal terhadap penghuninya. Upacara Bendu Piduka sering di sebut Banten Peneduh, pada waktu “Meneduh” di dasa Pekaraman.

Tebasan Guru Piduka ; 
antara lain tumpeng 1 mepucuk manik / berisi telur itik rebus, beralaskan kulit sesayut, ikanya itik diguling, tulung agung 1, kwangen 3, sampiyan nagasari, canang pahyasan, katipat sidha purna, raka who-wohan / buah-buaha.
Ketiga banten tersebut digabung menjadi satu apabila melakukan upacara Guru Piduka.

Adapaun tetebasan Guru Piduka yang lebih besar yaitu :
1. Beras sakulak (aprepatan) di pakai tumpeng, berisi pucak hati, taluh, berisi plekir busung, ikannya ayam putih dipanggang, dialasi kulit sesayut, dasarnya bras akulak (aprepatan), lawe satukel (benang tukel), uang 225, sesayut dirgayusa gumi.

2. Apabila negara kerahaan, sang ratu kena dumanggala (Cemer), upakaranya ; Tumpeng 9 warne sesuai / ungidenan, penek, ketipat sidha purna, ketipat pandawa, ketipat sari, tulung urip, tulung sangkur, raka woh-wohan serba 5, ikannya itik, putih diguling, lis busung , kelapa gading, sampyan busung gading, sampyan penyeneng, sesantun uang 400, tumpeng di tengah berisi orti bunganya sesuai warna tumpeng, kwangi 9, tunjung tri warna, penek tersebut ditancapi bunga sulasih miyik, ujung/muncuk dapdap 9, tetebasan warna, canang arum, pabersihan, klungah kelapa gading kinasturi diisi beras kuning, bunga kuning, bisa juga memakai klungah gadang berisi air kelapa (telebusan/ mata air), dipuja oleh Pandita.

Dan banten Guru Piduka yang lain ;
• Suci sorohan pada asoroh, peras penyeneng , soda putih kuning, sesantun 4 soroh, salaran bebek dan ayam masih hidup, tegen-tegenan lengkap,prayascita durmanggala (memakai lis busung dan slepan).

Tetebasan Guru Piduka yang lain ;
• Tumpeng mepucuk manik (tumpeng diujungnya berisi telur itik di rebus), dikelilingi tumpeng kecil 11 buah, beralaskan kulit sesayut, ikannya itik putih di guling, kwangen 11, sampian kembang 11, pisang jimpel (kulit pisang busung), sampian nagasari metangga 1, raka raka sedah who, rerasmen, jajan serba genep.

Catatan beberapa sarana upakara.
Untuk alas berupa ;
• Tangkih, celemik, ituk-ituk, celekontong, dibuat dari janur, slepan, daun ental berbentuk segitiga (bucu telu).
• Taledan + ceper, bahannya sama bentuk segi empat / merepat.
• Tamas, wakul, kulit sesayut, kulit tebasan, urasari, dibaut dari janur, slepan, daun ental bentuknya bundar (bunter) pada bagian bawahnya.

Isi perlengkapan upakara
1. Plawa berupa daun kayu endong, pandan harum puring dan lain-lainnya.
2. Porosan dibuat dari selembar daun sirih, pinang dan kapur dilipat / digulung kemudian dijahit dengan semat / diikat dengan tali porosan. Porosan silih asih, sirihnya 2 lembar, satu lembar tengadah dan satu lembar telungkup, didalamnya berisi pinang / gambir, kapur, lalu dilipat / digulung kemudian dijahit / digulung dengan ikatan tali porosan.
3. Tampelan / base tampelan dibuat dari dua lembar daun sirih, satu lembar sebagai alas, satu lembar lagi di isi pinang, kapur lalu dilipat turun dan naik lalu dijahit dengan semat.
4. Lekesan, dibuat dari selembar daun sirih diisi pinang, kapur kemudian digulung lalu diikat dengan benang atau ditusuk dengan semat.
5. Bunga segar dan harum yang diambil dari pohonnya seperti bunga sandat, jepun, cempaka, patur, tunjung, mwang dan lain-lainnya.
6. Rampe, dibuat dari daun pandan harum yang diiris-iris, diletakkan di atas bunga.
7. Boreh minyak, terbuat dari serbuk cendana di campur minyak wangi diletakkan diatas rampe.
8. Beras / wija kuning yang dibuat dari beras dicampur air kunyit yangdi parut.
9. Kekeping jajan ibuat dari bubur tepung beras tipis-tipis di keringkan lalu di goreng
10. Pisang emas, adalah pisang buahnya kecil-kecil berwarna kuning.
11. Burat wangi di buat dari akar-akar yang harum di campurkan dengan beras dan kunir ditumbuk halus di campur air cendana.
12. Lengga wangi, dibuat dari kacang putih, kacang komak, ubi, keladi, digoreng sampai gosong / hitam, lalu ditumbuk dicampuri dengan malem (lemak lebah) dan minyak kelapa.
13. Sisig, dibuat dari jajan begina dibakar sampai hitam lalu dihaluskan sebagai sarana pembersih gigi,
14. Kekosok, dibuat dari tepung beras ada putih tanpa campur dan ada kuning di campur kunir sebagai sarana pembersih kulit / lulur
15. Ambuh, dibuat dari daun pucuk di iris atau kelapa yang diparut, sebagai sarana pencucian rambut.
16. Tepung tawar dibuat dari tepung beras dicampur dari dapdap dan kunir ditumbuk sebagai sarana pembersih pada canang perbersihan.
17. Asem, dibuat dari asem, buah yang terasa asem diris-iris sebagais arana pembersih perut.
18. Minyak wangi / minyak kelapa, sebagai sarana menghaluskan rambut sehabis keramas.
19. Wija, dibuat dari beras di cuci bersih lalu diisi air cendana
20. Sesarik tetebus, dibuat dari beras berisi benang dan daun dapdap yang dihaluskan masing-masing di alasi dengan celemik / kojong, sebagai sarana pelengkap penyeneng dan pembersih kotoran.
21. Nasi, ada disebut tumpeng yang ujungnya lancip, krucut, penek adalah nasi bentuk bulat ceper, pangkonannya itu nasi besar bundar, setengah bundaran bola.
22. Rerasmen, berupa lauk pauk terdiri dari campuran kacang-kacangan merah putih, komak, bosor digoreng, dilengkapi sambal, saur / serondeng, mentimun, ikannya teri/gerang, sudang, telur ayam, itik, babi guling.
23. Raka-raka, terdiri dari berbagai macam jajan seperti jajan begina, sirat, sabun, jaja dengdeng, dan buah buahan seperti ; panca pala yang berwarna 5 macam, berupa pisang, nanas, manggis, salak, jeruk, kepundung, ceruring dan lain-lainnya.
24. Sampian, sebagai tempat meletakkan porosan, bunga, rampe, boreh miyik sesuai kegunaannya seperti ; 
1. Sampain plaus/ kepet-kepetan, untu soda
2. Sampian tumpeng, dibuat dari janur bentuk atasnya bundar dan bawahnya lancip, seperti sampian nagasari, kebah, kembang, jeet guak.
3. Sampia peras atau metangga, dasarnya sampian tumpeng, diberi tangga sehingga kelihatannya bertingkat.
4. Sampian pengambeyan, masriyok / magonjer, sama seperti sampian peras hanya bagian bawahnya diisi hiasan janur sehingga seperti rambut terurai.
5. Sampian penyeneng, dasarnya sampian tumpeng, diatasnya ditempeli jajahitan berkepala tiga, dan pada bagian tengahnya terdapat tiga petak.
 
Upakara Guru Piduka
A. Suci 1 soroh ( suci sari / suci alit )
Memakai 3 buah tamas yang ditumpuk jadi satu diletakkan pada keranjang suci lengkap dengan reruntutannya.
• Tamas paling bawah, tamas tatampil berisi pisang kayu masak 5 buah, bantal 5 buah, tape 5 buah, jajan bagina 5 buah, tebu 5 buah, jajan sesamuhan putih kuning, buah 5 macam / panca pala dan canang porosan 5 buah.
• Tamas kedua ditengah, tamas guru berisi tumpeng 4 buah, tumpeng guru 1 buah (tumpeng dipuncaknya diisi telur itik direbus), nasi dialasi limas berisi saur, telur dadar dan kacang putih digoreng.
• Tamas ketiga yang paling atas, tamas lampadan isinya kacang komak, papaya, terung kanji, dipakai sayur dengan bumbu bawang putih, kencur tanpa terasi (kesuna cekuh) dialasi takir. Diatasnya dilengkapi ompar ; 
o Sekul pinda, alasnya dari pada ceper, berisi 3 pulung nasi beralas celemik, pisang kayu masak 3 buah, madu 1 takir.
o Sega taksisir, beralas ceper berisi nasi aron-aron, kelapa diris-iris, saur, dan kacang komak digoreng.
o Nasi bira, alasnya ceper berisi nasi urab, kacang goreng, terung sutia direbus.
o Skul wedya alasnya ceper berisi 3 pulung nasi putih, yang diaru dengan empehan / susu, dialasi daun beringin 3 lembar, diatasnya berisi bawang 3 iris, dilengkapi ujung daun ambengan 2 lb, dan daun aha baas 3 lembar.

B. Nasi payasan
Alasnya ceper berisi nasi daun delima warna putih, saur, telur dadar, dan kacang matang.
Kelengkapannya berupa :
Satu guling itik dibelah, lada, penek gurih (penek berisi kacang dan kepala diiris), pisang mentah, pisang lebeng, masing-masing satu tanding, dan bungkak nyuh gading 1 buah.
Pisang matah, alasnya memakai wakul kecil berisi kacang-kacangan serba matah, pisang kayu matah, tebu, porosan, masing-masing 5 buah dab sebuah sampyan peras matangga yag keci.
Pisang Lebeng alasnya memakai wakul kecil berisi buah-buahan panca pala masak masing-masing 5 iris. Jajan sesamuhan, tape, bantal, tebu, diatasnya berisi sampian nagasari.
Ketiga tamas tersebut diikat menjadi satu, diletakkan pada sebuah keranjang, dilengkapi dengan peruntutanya teriri dari canang burat wangi lengawangi, canang sari, canang gantal, daksina, peras, soda tipat kelanan.

C. Sesayut
Alasnya memakai kulit sesayut diatasnya berisi nasi penek bundar, rarasmen, raka – rake sampian nagasari, berisi porosan, bunga rampe dilengkapi sebuah pebersihan dan sebuah canangsari.

D. Pengambeyan
Alasnya berupa taledan, diatasnya berisi 2 buah tumpeng, ditengahnya diletakkan tipat pengambeyan, dan pada bagian samping kiri dan kanan diletakkan tulung pengambeyan, dilengkapi rerasmen berisi ulam ayam dipanggang.
Pada bagian belakang diletakkan sebuah sampyan pengambeyan yaitu sampyan matangga masariyok atau megonjer berisi prorosan bunga rampe.

E. Tumpeng Guru
Alasnya memakai taledan, diatasnya berisi sebuah tumpeng yang pada bagian puncaknya berisi sebuah telur itik direbus, dilengkapi dengan rerasmen berisi ulam itik putih, raka-raka dan sebuah sampyan nagasari berisi porosan bunga dan rampe.

F. Peras
Alasnya memakai taledan diatasnya ditempeli kulit peras berupa jejahitan terdiri dari 5 potong janur diringgit kemudian terdiri diatasnya diletakkan tatukon terdiri dari base tampelan, beras, benang dan uang kepeng, biasanya diletakkan 2 buah tumpeng, rerasmen raka-raka dan sebuah peras metangga berisi porosan, bunga dan rampe.

G. Ngantebang Guru Piduka
Sebagai biasa urutan ngantebang upakara yadnya bagi manggala yadnya juga berlaku bagi ngantebang upakara Guru Piduka.
Upakara dan Perlengkapan
• Dhadapan Manggala Upakara yaitu ; 
o Jembung penastan berisi air bersih dan bunga harum
o Pasepan / dupa
o Cicipan / penastan
o Rantasan putih kuning
o Pesucian berupa minyak sisir, dan lain-lain
o Penyeneng berisi sesarik tetebus, beralaskan uang kepeng 200-an diatas wakul / jembung
o Daksina sagi-sagi / daksina tanpa serembeng / untuk untuk Bagawan Penyarikan
o Pras daksina pekeling dan lain-lain
o Pras lis ngayabang, tirta pebersihan
• Upakara pebersihan 
o Prayascita, byakawonan, tatimpug tirta dari sulinggih, (tirta pabersihan, prayascita, byakawonan, guru piduka)
• Upakara ring pelinggih utama 
o Pras daksina dan di pelinggih lain canang gede maraca pakeling
• Upakara di hadapan pelinggih utama 
o Upakara guru piduka, Bendu piduka dan kelengkapannya.
• Segehan cacahan, manca awarna dan tetabuhan tuak-arak berem, air tawar


PUJA MANTRA:
PERSI 1.Puja Suci/Sayut Guru Piduka
Puja Suci Guru Piduka (Yening wenten banten suci guru piduka, jika tidak mantra ini tidak usah diucapkan). 
Pakulun Hyang predana purusa, Hyang Siwa, Hyang Surya Candhra, iki manusa nira magurupiduka, angaturaken pamahayu, wus katanggap den ira sang Sedahan Bagawan Penyarikan, mwang Bhagawan Citra Gotra, Citra Gotri, manawi manusa nira ujarnia saud (saud atur) mwang linyok, sampun ta ira angadeg aken paduka, lugrahi manusa nira anuhur tirtha. Om siddhir astu ya namah swaha.

PERSI 2.NIHAN MANTRA MAGURU PIDUKA

Ong Hyang Predhana,Hyang Purusa,Hyang Ciwa Guru,Hyang Surya Candra,manusan ira ngaturang Guru Piduka,angaturang pemahayuan,wus ketanggap den ira Sang Sedahan  Bhegawan Penyarikan, Bhegawan Citra Ghotra,Citra Ghotri,mami anembah nembaha tangan karo,aneda sinampura,menawi wenten sabda saud,cecampur,linyok,lepas angucap,sampun ta angadakaken taya sukerta.
Manusanira aneda tirta dharma amertha,Hyang Iswara,Hyang maheswara,Hyang Rudra,Hyang Brahma,Hyang Mahadewa,Hyang Sangkara,Hyang Wisnu,Hyang Sambhu,Hyang Sarwa Dewata,manusanira maguru piduka.
Om Sidirastu ya namah swaha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar