Sabtu, 18 April 2020

Pasraman Rangdilangit Gurukula, sistem pendidikan yang ideal di YAYASAN WIDYA DAKSHA DARMA GRIYA AGUNG BANGKASA

Pasraman Rangdilangit Gurukula, sistem pendidikan yang ideal di YAYASAN WIDYA DAKSHA DARMA GRIYA AGUNG BANGKASA
Banjar Pengembungan, Desa Bongkasa, Kecamatan Abiansemal - Badung.
April 18, 2020//i gede sugata ym, ss, mpd//griyangbang

Peradaban dalam masyarakat akan sangat dipengaruhi oleh sistem pendidikan yang diberikan dalam masyarakat tersebut.

Masyarakat yang memperoleh pendidikan yang tepat akan menghasilkan masyarakat yang beradab dan dengan masyarakat yang bermoral dan berprikemanusiaan. 

Tetapi sistem pendidikan yang salah akan menghasilkan masyarakat yang meskipun menguasai IPTEK tetapi tidak memiliki moral.

Pada dasarnya Veda sudah memaparkan sistem pendidikan yang jelas, namun ironisnya, para “pejabat Hindu Indonesia” dan di Bali khususnya malahan mencoba mengadopsi sistem pesantren yang pada dasarnya merupakan turunan dan modifikasi dari sistem pendidikan dalam Veda sehingga menghasilkan istilah-istilah pesantren kilat, pesantian kilat, pesantian minggu dan sebagainya. Tentunya adopsi pendidikan Hindu modern “jiplakan” ini sudah sangat jauh menyimpang dari sistem pendidikan Veda yang sesungguhnya, sehingga output yang dihasilkannyapun cenderung terkesan “asal-asalan”.
Di dalam tradisi Veda, orang dididik di dalam sistem Varnasrama dharma yang didasarkan atas bakat dari masing-masing siswa. Bakat siswa dapat diprediksi berdasarkan pada perhitungan jyotisa kelahirannya dan dari pengamatan sang guru terhadap siswanya. Pendidikan Veda dilakukan dalam sebuah lembaga yang disebut dengan istilah Gurukula. Di dalam pasraman rangdilangit gurukula para siswa akan di ajarkan pengetahuan Spiritual (para vidya) dan pengetahuan Material (apara vidya). Kenapa Veda yang dimaksudkan untuk memahami spiritual juga mengajarkan prihal ilmu material? Karena mahluk hidup yang hidup dengan badan material ini perlu menjaga badan ini dengan ilmu-ilmu material sehingga dengan kondisi badan dan material yang sehat, seseorang akan dapat menjalani kehidupan spiritual secara optimal.

Ilmu pengetahuan rohani yang disebut para vidya juga dikenal dengan istilah brahma vidya. Para vidya menguraikan pengetahuan tentang Tuhan (Paramatman), Jiwa (Atman), hubungan antara Paramatman dan Atman serta bagaimana cara menghubungkan Atman dengan Paramatman secara mendetail. Bagian dari para vidya antara lain Bhagavad Gita, Purana, Upanisad dan beberapa kitab-kitab veda lainnya.
Pengetahuan material, apara vidya meliputi pengetahuan tentang kesenian, kesehatan, pertanian, tata negara, astronomi, astrologi dan sebagainya. Beberapa kitab Veda yang mengajarkan apara vidya antara lain vastu sastra, krsi sastra, dhanur Veda, ayur Veda, Jyoti sastra dan manu smrti

Veda pada dasarnya diwahyukan untuk mengetahui, tidak lupa dan selalu ingat akan Tuhan, Sehingga Apara vidya yang diajarkan oleh orang yang tidak menguasai para vidya atau dengan kata lain, apara vidya yang diajarkan tanpa para vidya tidak dapat dikatakan sebagai pengetahuan, tetapi termasuk dalam avidya (kebodohan) oleh karena tujuan utama dari esensi Veda tidak tercapai.

Sistem dalam pasraman rangdilangit gurukula tidak mensyaratkan tempat yang modern dan mewah, tetapi hanya mensyaratkan tempat yang kondusif untuk kenyamanan proses belajar mengajar. Para siswa diajarkan berdasarkan asas “Simple Living, High Thinking” sehingga tidaklah mengherankan jika pasraman rangdilangit gurukula sering kali sengaja di bangun di tempat terpencil dengan gubuk yang sangat sederhana dan proses belajar-mengajar berlangsung di bawah pohon di alam terbuka. Bahkan pada jaman dahulu para putra raja dan bangsawan yang biasa dengan kemewahan harus mengikuti pembelajaran gurukula di hutan yang terpencil dan dalam kondisi yang sangat sederhana. Sistem seperti ini sudah mulai dilirik oleh masyarakat modern saat ini, yaitu dengan munculnya ide “sekolah alam” dimana proses belajar-mengajar tidak dilakukan di kelas, tetapi dengan proses belajar-mengajar secara langsung di alam terbuka.

Unsur utama dalam pasraman rangdilangit gurukula adalah pendidik dan yang dididik. Kedua unsur ini harus memenuhi kualifikasi-kualifikasi yang diatur dalam Veda. Kualifikasi seorang Guru / pendidik disebutkan dalam Bhagavad-gétä 18.42;

çamo damas tapaù çaucaà kñäntir ärjavam eva ca

jïänaà vijïänam ästikyaà brahma-karma svabhäva-jam

Jadi sang guru harus memiliki kualifikasi;

Sama = kedamaian 
Dama = pengendalian diri 
Tapa = pertapaan 
Saucam = kesucian 
Ksanti = toleransi 
Arjavam = kejujuran
Jnanam = pengetahuan
Vijnanam = kebijaksanaan
Astikyam = taat pada prinsip keagamaan

Sedangkan unuk kualifikasi seorang murid dijelaskan dalam Bhagavad-gétä 4.34;

tad viddhi praëipätena paripraçnena sevayä

upadekñyanti te jïänaà jïäninas tattva-darçinaù

Dengan demikian seorang murid harus pratipat (tunduk hati), prasna (bertanya) dan seva (melakukan pelayanan) kepada gurunya.

Hanya dengan adanya kualifikasi-kualifikasi inilah proses belajar-mengajar, hubungan persaudaraan antara anak didik dan pendidik dapat berlangsung dengan baik dan outputnyapun dipastikan akan mendapatkan alumni yang berkualitas dan bermoral sehingga benar-benar bermanfaat dalam kehidupan masyarakat.
Jika kita komparasi sistem pendidikan modern dengan sistem pendidikan yang disyaratkan Veda dalam sistem pendidikan gurukula maka dapat kita lihat ketimpangan yang sangat jauh. Dalam kurikulum pendidikan modern sering kali pengetahuan ketuhanan dan pendidikan moral dikesampingkan. Persyaratan moral tenaga pendidik tidak terlalu diindahkan dan hanya memandang profesionalitas pendidik dari segi pengetahuan material / apara vidya-nya saja. Demikian juga dalam proses penerimaan murid hanya melihat dari faktor kecerdasan calon murid dan malahan seringkali faktor material keluarga calon murid lebih di prioritaskan. Sehingga tidaklah mengherankan jika lulusan-lulusan dari sistem pendidikan saat ini sering kali hanya menghasilkan manusia-manusia berpengetahuan material yang tidak bermoral. Ilmu yang diperolehnya digunakan untuk maksud-maksud jahat, melakukan teror, memperdaya orang lain dan menyebarkan keangkaramurkaan yang pada akhirnya berpotensi menghancurkan peradaban manusia.

Bhagavad Gita 4.7-8

yadā yadā hi dharmasya
glānir bhavati bhārata
abhyutthānam adharmasya
tadātmānaṁ sṛjāmy aham

paritrāṇāya sādhūnāṁ
vināśāya ca duṣkṛtām
dharma-saṁsthāpanārthāya
sambhavāmi yuge yuge

Tidak ada komentar:

Posting Komentar