Sepi dan hening, jalan yang telah ditunjukan....(sebuah status Mangku Gde Arya di fb)
"Sendiri itu belum tentu sepi, bisa juga sunyi"......
Kalimat tersebut beberapa kali titiang ucapkan kepada beberapa orang teman.
“Sunyi” dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan dengan: tidak ada bunyi atau suara apapun; hening; senyap; kosong; atau sepi. Titiang sendiri lebih senang mengartikannya (bersumber dari salah satu forum diskusi) keadaan dimana seseorang yang dalam keadaan sendiri tidak merasakan lagi kesendiriannya.
Kalau merujuk pada salah satu puisi Amir Hamzah berjudul “sunyi itu duka”, “sunyi” dapat berarti pergulatan batin seorang yang berduka (sunyi itu duka), yang merasakan kesatuan dirinya dengan Tuhannya (sunyi itu kudus), yang menjadikan dirinya sendiri lupa (sunyi itu lupa) dan lampus (sunyi itu lampus).
Dari kedua arti terakhir kata “sunyi” di atas, titiang kemudian menggunakannya untuk membedakan “sunyi” dan “sepi”. Kalau “sunyi” mengarah pada perasaan hati seseorang yang berduka, “sepi” lebih pada kegelisahan hatinya akan kesepian. Dalam realitas, ”sunyi” lebih pada tindakan tenang dalam merespon keadaan dirinya yang sendiri, sedangkan “sepi” mengutamakan amarahnya dalam menanggapi kesendirian. Dan yang lebih penting ialah ketika “sepi” berimplikasi pada hilangnya keyakinan dan arah, “sunyi” lebih terkait pada kedekatan batin seseorang dengan Tuhannya.
Sunyi dan sepi mempunyai hubungan erat dengan kesendirian. Keadaan diri yang sendiri akan mengundang datangnya sepi, itulah realitas hidup yang akan dialami manusia untuk pertama kali.
Manusia kebanyakan akan takut dengan kesendirian, takut kehilangan orang-orang yang mencintai dan/atau dicintai, takut kehilangan harta benda, takut kepada sepi. Ketika kaya manusia akan takut kehilangan harta bendanya, ketika berpacaran ia takut kehilangan kekasihnya, ketika punya keluarga ia takut kehilagan keluarganya. Itu semua boleh jadi merupakan kodrat hidup manusia, namun demikian bukan berarti manusia harus kalah dengan kodrat hidup tersebut.
Bahkan manusia dalam kapasitasnya dituntut untuk berlatih menghadapi segala sesuatu yang menjadi kelemahannya. Ketakutan manusia akan kesendirian memang suatu hal yang wajar. Pada hakikatnya Tuhan menciptakan manusia dalam keadaan lemah, yang membuatnya selalu membutuhkan orang atau sesuatu selainnya. Hanya saja yang jadi persoalan, seringkali ketergantungan manusia kepada selainnya itu menjadikannya melupakan Tuhan, yang seharusnya merupakan satu-satunya tempat bergantung.
Kemudian yang jadi persoalan lagi, ketergantungan manusia kepada selainnya seringkali membuatnya takut pada selainnya itu yang notabene makhluk Tuhan, bukan Tuhan sendiri. Itulah kenapa dipandang penting bagi manusia untuk melatih kesendirian.
#tubaba@sepi-sunyi-sipeng//menyelami sang diri#
Tidak ada komentar:
Posting Komentar