Rabu, 15 Januari 2020

SEKILAS KISAH KI DALANG TANGSUB

TENTANG  PENYUSUN
Oleh : I Gede Sugata Yadnya Manuaba
Penulis lahir di Bongkasa, 5 Juni 1982, yang    merupakan putra pertama dari Ida Sinuhun Siwa Putra Pramadaksa Manuaba, Griya Agung Bangkasa, Br. Pengembungan, Ds. Bongkasa, Kec. Abiansemal – Badung. Pendidikan terakhir sarjana (S1) Sastra Daerah Jawa Kuna di Universitas Udayana dan mengikuti program mengajar akta IV di IKIP PGRI Denpasar.
Penulis sekaligus sebagai generasi ke 9 dari Ki Dalang Tangsub.

SEKILAS KISAH KI DALANG TANGSUB

Dapatlah diceritakan bahwa Ki Dalang Tangsub atau lebih dikenal dengan nama Ketut Tangsub atau Ketut Bongkling. Beliau adalah seorang Pujangga, yang merupakan anak keempat dari I Gede Bawa, lahir di Br. Tengah Desa Manuaba Tegalalang Kabupaten Gianyar. Pada masa hidupnya I Gede Bawa bersama anaknya I Ketut Tangsub tekun, giat bekerja dan belajar, sehingga memiliki kepintaran dan kesaktian yang luar biasa, oleh sebab itulah  Ida Pedanda Sakti Manuaba memanggil I Ketut Tangsub dan diberikan kepercayaan penuh untuk mendampingi Ida Bhatara Sakti kemana saja. I Ketut Tangsub juga diperbolehkan  untuk memperlajari Weda, Tattwa Kediatmikan, Usada dan Darma Pawayangan.
Lebih kurang pada tahun 1825 M, Peranda Sakti Manuaba di serang oleh Ki Ngurah Batulepang. Desa Manuaba diduduki. Ida Peranda Sakti mengungsi ke Desa Kuum Sembung dibawah Kerajaan Mengwi.
I Ketut Tangsub mempunyai kebiasaan jalan-jalan di samping juga memiliki pemikiran-pemikiran yang kritis, cerdas dan tampan, beliau juga sangat lincah serta gesit dalam segala hal pekerjaan. Pada suatu ketika I Ketut Tangsub diberi kesempatan oleh Ida Peranda Sakti untuk menguji kemampuan yang dimiliki dengan I Dewa Wayan Senggu. I Ketut Tangsub menanyakan “bagaimana tulisan  suara angin yang bertiup kencang dan suara burung sawah hujan”?, kepada I Dewa Wayan Senggu. Senggu itupun tidak bias memenuhi permintaan I Ketut Tangsub. Kepada Dewa Wayan Senggu, I Ketut Tangsub menghaturkan bahwa dirumahnya ada sebuah pustaka yang banyak mengandung ajaran etika, filsafat dan tattwa. Dengan demikian I Ketut Tangsub menyarankan agar kita tidak mengaku diri pandai sebelum bisa membuktikan yang sebenarnya. Uraian tersebut dapat dilihat dalam salah satu bait yang terdapat pada Kidung Perembon karya Ki Dalang Tangsub, alih aksara oleh W.Simpen AB.
Dalam kisah perjalanan I Ketut Tangsub setelah menerima pemberian dari Ida Betara Sakti Manuaba menuju alas Tegeh Wana yang dilakukan berulang kali maka sekitar tahun 1843 M, hutan Tegeh Wana diberi nama Banjar Teguan dan wilayah hutan Bangkasa disebut dengan Desa Bongkasa. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan Pupuh Ginada di bawah ini :
a. Ada kidung anyar teka
Mijil saking Bangde-langit
Kawi muda kapupungan
Sira layua mintar kidung
Iseng-iseng matembang
Anggen sarwi
Ati ibuk ban lacuran b. Kawi kidung ring Bangkasa
Kocap I Ketut Bongkling
Pianak I Gede Bawa
Mawit saking desa Manu
Jantos kelih di pasraman
Ida Sakti
Ento krana ia pradnyan



Sebagai tempat kapurusan pretisentanan beliau ada di Griya Agung Bangkasa, Br. Pengembungan, Ds. Bongkasa, Kec. Abiansemal – Badung. Hal ini dapat dijelaskan dalam kutipan Pupuh Ginada di bawah ini :

Pitung katurunan kocap
Dalang Tangsub manyelehin
Ring Ida Prama Daksa
Ida wantah para wiku
Genah Ida ring Bongkasa
Sane mangkin
Ngelanturang puja sastra.

Demikianlah dapat diuraikan kisah hidup I Ketut Tangsub, sudah barang tentu ada beberapa kisah yang belum dapat diungkap. Pada masa hidupnya Ki Dalang Tangsub banyak mengisahkan peristiwa-peristiwa penting dan penuh makna yang diceritakan dalam bentuk geguritan Ginada Bongkling, Ginada Basur, dan Pupuh Sinom serta karena keagungan-Nya pretisentana beliau tersebar di pelosok Bali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar