Selasa, 14 Januari 2020

yadnya di era modernisasi

Dasar melakukan Yadnya di Era Industrialisasi adalah K3S2 (Kemauan, Kemampuan, Keikhlasan, Sikon, dan Sastranya) 

Dalam Lontar Dewa Tattwa pada bagian awal uraiannya memberi petunjuk dan mengingatkan bagi yang melaksanakan yadnya, yang juga sebagai dasar dalam melaksanakan Yadnya. berikut ini kutipan Lontar Dewa Tattwa;

"Anakku sang para empu danghyang, sang mahyun tuwa janna, luputing sangsara papa, kramanya sang kumingkin akarya ngalem drwya, mwang kumutug kaliiranging wwang utama, awya mangambekang krodha mwang ujar gangsul, ujar menak juga kawedar denira"

"mangkana kramaning sang ngarepang karya, awya simpanging budhi mwang krodha; yan kadya mangkana patut pagawenya, sawidhi widananya, tekeng ataledanya mwang ring sesayutnya, meraga dewa sami, tkeng wawangunan sami"

maksudnya:

anaku para sulinggih yang melaksanakan kewajiban sebagai orang tua/dituakan (serta berkeinginan) terbebas dari kesengsaraan dan penderitaan (papa), tata cara orang yang bersiap-siap akan melaksanakan upacara yadnya, pikiran yang senanglah (ikhlas) yang menjadi baik. janganlah terlalu menyianyiakan milik (harta benda) serta patut mengikat sikap prilaku, orang yang utama janganlah hendaknya berlaku marah serta mengeluarkan kata-kata yang tidak senonoh, hendaknya berkata yang baik dan santun diucapkan oleh pelaku yadnya.

demikianlah prilakunya orang yang melaksanakan yadnya janganlah menyimpang dari budhi dan prilaku marah, bila (yang) demikian keadaannya dapat dilaksanakan, semua persembahan kehadapan Tuhan, hingga alas upacaranya serta sesayutnya akan diterima oleh Beliau sampai pada bangunan (upacara) semuanya.

Keikhlasan serta kesucian hati yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan konsentrasi serta kualitas yadnya dalam persembahan /pemujaan. kesatuan pandangan dan langkah unsur tersebut akan dapat mewujudkan dengan baik, bilamana sulinggih yang muput serta para tukang banten (tapini) yang menyiapkan upakara berpegang pada satu sumber sastra (lontar) yang disepakai bersama. didukung pula dengan adanya keyakinan kepercayaan yang dilandasi kesucian hati, kesungguhan, ketulusan dan keikhlasan dari yang melaksanakan yadnya tersebut.

keharusan untuk berpegang pada Linging Haji (ucapan sastra/lontar/weda) diuraikan dalam Lontar Indik Panca Wali Krama, sebagai berikut:

"kayatnakna awya saulah-ulah lumaku, ngulah subal, yan tan hana bener anut linging haji. nirgawe pwaranya, kawalik purihnya ika, amrih ayu byakta atemahan ala"

"mangkanawenang ika kaparatyaksa de sang anukangi, sang andiksani, ika katiga wenang atunggalan panglaksana nira among saraja karya. awya kasingsal, apan ring yadnya tan wenang kacacaban, kacampuhan manah weci, ambek branta, sabda parusya. ikang manah stithi jati nirmala juga maka sidhaningkarya, margining amanggih sadya rahayu, kasidhaning panuju mangkana kangetakna. estu phalanya"

maksudnya:

hendaknya waspada dan hati-hati, jangan sembarangan berbuat/melaksanakan (yadnya) asal jalan saja. bila tidak sesuai, benar dengan ketentuan ajaran sastra agama, sia-sialah hasilnya, sebaliknya yang akan diperoleh mengharapkan kebaikan pasti tidak baiklah hasilnya.

demikianlah sepatutnya diwaspadai oleh para tukang banten, sang andiksani (sulinggih pamuput/pemangku) serta yang memiliki yadnya. ketiganya itu patut menyatukan pandangan dan langkahnya dalam melaksanakan yadnya. jangan saling bertetangan/berselisih sebab dalam pelaksanaan yadnya tidak boleh dipengaruhi dan dinodai oleh pikiran kotor, pikiran bimbang, kata-kata kotor yang tidak pantas dan kasar. pikiran suci dan hening serta senantiasa terpusat, dilandasi rasa bhakti-lah yang akan mengantarkan kepada keberhasilan yadnya yang dilaksanakan. sebagai jalan menuju kebahagiaan serta keberhasilan tujuan yang diharapkan. hendaknya selalu diingat, semoga berhasil.

#tubaba@beryadnya tidak perlu besar#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar