Sabtu, 28 Maret 2020

IKHLAS SEBAGAI INSTRUMEN PENYEIMBANG KEHIDUPAN

IKHLAS, INTRUMENT PENYEIMBANG KEHIDUPAN DIRI DAN SEMESTA  
Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S, M.Pd

Lihatlah bagaimana semesta hadir dalam geraknya yang harmonis, meski kadang ditingkahi gejala-gejala gerak yang menyimpang seperti fenomena gempa bumi, perubahan cuaca yang ekstrim, tanah longsor . dan sebagainya yang dilatar-belakangi ulah segelintir manusia juga. 

Semesta berdenyut dalam sebuah gerak ketaatan pada sifat asalnya tanpa syarat (ikhlasnya alam semesta). 

Sebuah kepatuhan pada system yang berangkat dari keikhlasan mutlak kepada kodratnya. Bahasa alam yang penuh misteri,  bagaimana mereka semua memanjatkan doa hanya kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Bayangkan seandainya satu saja komponen semesta ini keluar dari kepatutannya (ketaatan), bencana besar akan terjadi (seperti bencana Covid 19 saat ini). 
Analogi dengan uraian diatas, demikian halnya yang terjadi pada sosok anak manusia. Saat diri dihadapkan dengan problematika di keseharian hidup dan "kehidupan"nya, pencapaian "top performance nya diri" ditentukan oleh seberapa besar kwalitas peraihan keihlasan dalam menyikapi sebuah permasalahan. Betapa sebuah keikhlasan akan mengantar diri manusia pada sifat awalnya sehingga mencapai apa yang disebut keseimbangan diri dalam titik ordinat penghambaan kepada Beliau! 

Disaat inilah diri telah menemukan harmonisasi antara diri yang makhluk dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang pemilik segenap cipta. Sebuah kondisi harmonis antara diri fisik/materi dengan diri spiritual, dalam proses interaksi diri-sekitar/semesta-Pencipta. Persoalannya bagaimana meraih, membangun, meningkatkan/mengembangkan serta mempertahankan keikhlasan tersebut? 

Banyak definisi dan deskripsi tentang keikhlasan yang telah ditulis, dikumandangkan lewat berbagai event. Titiang tidak dalam kapasitas/kompetensi menguraikan tentang hal ini. Yang ingin titiang sharing adalah 'salah satu' cara meraih keikhlasan dengan sebuah proses mengalami bukan sekedar kata si anu, menurut tulisan anu dan sebagainya, tetapi berdasarkan pengalaman keseharian dalam hidup titiang dan anda sendiri. 

Mengalirlah....mengalirlah dijiwa yang tiada pamrih, demi memberi dan melayani kehidupan... semangat yang jernih akan mewujud kedahsyatan Daya. 

Daya Cinta yang mengayomi persada Ibu Pertiwi tercinta dan Bapa Akasa. 

Exposse dari tulisan titiang ini adalah keikhlasan merupakan bagian terpenting untuk menemukan kebahagiaan sejati.

Prakondisi meraih keikhlasan adalah membuat format "sikap mata hati" dalam melihat sebuah masalah yang "dihadirkan". 

 Betapa seseorang tergerak ("digerakkan") oleh sebuah energi yang berkarakter cinta kasih. Cinta kasih adalah salah satu sifat-NYA yang agung. ketika gerak terbebas dari kendala-kendala keluh kesah, tidak berhitung-hitung. Karena apa? karena diri teradiasi penuh oleh sebuah rasa syukur yang dalam atas karunia-karuniaNYA yang selama ini begitu tak terhingga besarnya. 

Jadi yang terlihat adalah pemberianNYA yang tanpa pamrih karena...Cinta! Shortcutnya adalah, ketika musibah atau problema dihadirkan didepan diri, cobalah men"set-up mata jiwa" focus pada kasih sayang Beliau yang tak terhingga kepada diri. Hentikan sejenak pikiran, hadirkan rasa yang hanya menerima kasihNYA. Tanpa ini, amat sangat sulit melihat musibah sebagai bagian dari cintaNYA. 

Coba rasakan dengan sepenuh hati, udara yang dihirup lewat nafas! 

Oksigen yang tidak satu manusiapun sanggup membuatnya, gratis pula (kecuali di UGD/Rmh sakit....yang harus bayar), nikmati ini mengalir kedalam diri lewat sebuah tata pernafasan tubuh. .....ASTUNGKARA......... Hembuskan SUKSMA HYANG WIDHI....! terima realitas diri dengan rasakan kasih sayangNYA yang unlimited! Kedepankan rasa syukur sebagai background, rasakan relaxasi yang muncul...biarkan semua mengalir bersama rasa syukur kepada BELIAU. 

Jangan menkonsentrasikan bobot pikiran (pada otak kiri), lebih kedepankan otak kanan yang holistik....rasa...! 
Biarkan pikiran datang dan pergi, 
Amati saja dalam rasa...semakin dalam.....terus...hirup lembut...ya HYANG WIDHI.....hembuskan...ASTUNGKARA sambil mulai perlahan membayangkan problem dan menyerahkan kepada BELIAU.

Inilah momentum diri yang "melihat" realitas diri serta menyerahkan sepenuhnya kepada BELIAU. 

Sebuah momentum penting saat "maunya diri" dipertemukan dengan "KEHENDAK DIRI" dan lalu diri fana, maka tunduklah diri menerima KEHENDAK DIRI, inilah moment berserah diri total. Seketika diri menemukan keseimbangan, harmonis dengan KEHENDAK sehingga ASTUNGKARA harmonis dengan peristiwa sekitar. Maka ikhlaslah tubuh materi dan spiritual, karena diri merima tanpa "gemrungsung". 

Mengalir...mengalirlah diri dalam "gerak Cinta"NYA! SWAHA! Karena nafas adalah sesuatu yang otomatis dan bagian dalam hidup didunia ini, maka Pernafasan dalam irama dan nuansa ini juga dapat diaplikasikan saat melakukan ritual tatalungguh pinandita wiwa. Jadikanlah olah nafas sebagai bagian aktivitas "kehidupan" yang mengantarkan kita pada kearifan menyikapi hidup dalam meraih "kehidupan". Suksma  ya HYANG WIDHI kami. 
Kita semua sedang menjalani proses, proses diri yg melalui 'ladang-ladang kehidupan' untuk menanam kebajikan berbuah anugrah'NYA , dari orang menuju manusia hingga masuk dimensi ke-hambaa-an, yg juga masih terus terproses untuk bisa terlindung dari badai keresahan kebanyakan umat manusia yang 'bingung' dalam pencarian kebahagiaan hidupnya, sehingga acap tergelincir dalam 'ladang persepsi sepihak' berbuah kesombongan dalam deklarasinya yang 'merasa' jadi pemilik otoritas atas kebenaran "wangsit" yang sebenernya diperoleh dari penjelajahan hawa nafsu dalam fikir yang bukan sifat aslinya.

#tubaba@mohon maaf jikalau dirasakan titiang berlebihan, agar tidak tergelincir pada kesombongan//kesempurnaan hanya milik BELIAU, Kepada IDA SANG HYANG WIDHI melalui LELUHUR saya mohon ampunan#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar