Jumat, 27 Maret 2020

PANDANGAN TEOLOGI HINDU BALI MENGENAI COVID'19

PANDANGAN TEOLOGI HINDU BALI MENGENAI COVID'19
(Hadapi dengan Vira & Dharma)


OM SWASTYASTU, 
OM NAMA SIWA YA, 
OM NAMA BUDA YA, 
OM NAMA GANGGA YA,

Om antinira Sang hyang Brahma,
Sire ageseng lara wiggena,
Pape klesanaingrat kabeh,
Ong gangga suci nirmala,
Sira sang hyang tirtha meretha,
Mijil sakeng amprunira Sang Hyang Sadesiwa,
Angenjutakna, papa klesening rat kabeh,
Ong Sang Hyang gangga suci,

Mijil sakeng papusuhan ira Sanga Hyang Prama Siwa
Sira anirnakena lara roga wigena papa,
Klesaning rat kabe, ong kara mantra,
Mijil saking Brahma duaranira,
Sang Hyang Guru Wisesa.
Sira ta amburaknean sakwehing papa kelesa,
danda upoadrwa ikang rat kabeh,
ong nada windu ardha candra ya namah swaha.
Ong saha sidhi proadnyanaya nama swala.
Om gunung mas pucak manik,
Akarikil nawa ratna, maha sumber sang Hyang amerta,
Apancuran selaka, winadahan kundi manik,
Kinepungi nawaratna inaranan Sang Hynh amerta Kamandalu,
Maka uripning pawatek dewata nawa sanga maka partitanin
Pandita ratu, muang manusa ring maya pada,
wenang ngawasakna ring ngagering, lupa lesu lelep arip,
sakwehing lara wigena mala petaka upadrawaning bapa ibu kaki nini, yuyut,
Om Awigne mastu lara sindihang.

Om Siwa Rudrem brahma takem,
Agneni jualem masarirem,
Sarwa roga basmi sitem,
Sarwa petaka sampurnam.
Sarwa wigene winasanem,
Roga dosa wimur citem,
Sarwa papa winesanem
Klesa roga wimoksanem.
Ong Ang Ah Siwageni,
Prod bute ya namah,
Sarwa lara winasanem,
Siwa geni sudha ya namah Ah Ah. 

PANDANGAN TEOLOGI HINDU BALI MENGENAI COVID'19

Bhuta-Kala dan Dewa diciptakan bersamaan oleh Hyang Widhi. Ada kalanya Bhuta-Kala lewat *"nyelang margi"* (pinjam jalan), maka kita yang menepi dan mabrata mengurung diri. Artinya juga kita diminta melakukan *brata* (menarik diri dari keramaian, puasa dan mawas diri). Kalau sudah selesai *"pamargin bhuta-kala"* (jalan sang kala) kita bisa keluar sebagai mana mestinya.

Di Bali, dari berabad-abad ketika Gunung Agung meletus disebut begini: *"Ida makarya tur mamargi"* (Beliau bekerja dan berjalan). Kalau kekuatan alam sedang bergerak, kita yang nalar dan eling yang minggir dan menepi.

Ini soal penggunaan nalar yang disebut dalam Hindu sebagai *wiweka* (kemampuan menimbang dengan dasar logika dan hati secara jernih).

Pada musim ombak besar, nelayan menepi. Bukan soal berani atau takut. Bukan soal kutukan Bhatara Baruna penguasa laut. Bukan karena Beliau benci nelayan, tapi beliau kasih pada nelayan agar istirahat sejenak, di rumah bersama keluarga, menepi menimbang hidup secara mendalam. Ketika ombak telah berhenti mengamuk, musim ombak telah reda, kembalilah bekerja sekuat tenaga. Ketika telah reda musim gěring (sakit) atau wabah, kembalilah keluar rumah dan menjalani hidup segigih mungkin.

Dalam teologi Hindu, tidak ada kebencian Hyang Widhi. Tidak ada kutuk. Yang ada adalah siklus. Siklus musim, siklus berbunga sampai berbuah, siklus yang membuat kehidupan dan semesta bergerak. Hyang Widhi mengatur semua siklus dan tatanan kosmik lewat kecerdasan di balik gerak alam semesta ini, disebut dengan *rta*. *Rta* adalah "kesadaran maha tinggi" yang mengatur detak jantung semesta, tarikan nafas manusia, hewan, fotosintesa tumbuhan, sampai munculnya virus dan segala jenis kuman yang hadir sebagai bagian dari kelengkapan alam semesta raya.

Covid-19 bukan kutuk. Bukan pula berkah. Ia seperti angin puting beliung yang datang tiba-tiba, ia seperti gempa yang meretak di kerak bumi. Semuanya bagian dari "keselarasan kosmik" yang diselaraskan dengan kekuatan *rta*.
Bhuta Kala atau Dewa berjalan dalam siklus. Kalender ritual Hindu mengajari siklus itu datang dan diajarkan agar pemeluk Hindu Bali melakukan puja dan ritual sesuai siklus hidup dan siklus semesta. Dari lahir sampai kematian ada ritual untuk siklus pertumbuhan manusia, sampai akhir menutup mata ada ritualnya. Jika musim penyakit ada ritual *nangluk mrana* (menghalau penyakit), jika musim kemarau panjang ada doa dan pujian ke alam untuk meminta hujan. Ini bukan klenik. Ini bukan magic. Ini adalah bagaimana usaha manusia berkomunikasi dengan alam semesta raya. Tubuh kita adalah bagian dari alam semesta raya. (Buana Agung) *Panca Mahabhuta*: Tanah, Air, Api, Angin, Angkasa. Ketika kita berdoa variable zat alam dan elemen alam semesta itu bekerja meresonansi alam agar diberkati dan diselaraskan dengan resonansi doa yang kita panjatkan.

Ada hari dimana secara theologi Hindu Bali adalah hari kurang tepat untuk menanam, berlayar, dan menikah. Semua ada logikanya karena ajaran itu hadir dari kesadaran manusia kuno atas siklus alam semesta, kesadaran akan adanya masa tanam, masa istirahat, dan masa brata menepi untuk mengkarantina diri.

Jenis *brata* (tarik diri, puasa dan introspeksi diri) dalam Hindu Bali salah satunya *tan alalungayan* (tidak bepergian). Artinya orang harus berdiam diri, mengkarantina diri. Ini bagian dari *monabrata* (puasa diam tidak bicara), total diam dan hening, memasuki diri dan memasuki *jagra* (awas-mawas penuh). Spirit *jagra* (menjaga kesadaran penuh) ini menjadi benteng diri dalam situasi kebencanaan dan dalam berbagai situasi kemanusiaan yang membutuhkan nalar dan kejernihan.

Covid-19 adalah ombak dan badai yang bergejolak dan kencang bergerak. Mari menepi. Mari berhenti sejenak. Masuki diri sendiri. Tidak berhubungan dengan orang lain di masa ini. *Jagra* dan *monobrata* spiritnya bisa kita pakai agar pikiran baik datang dan bisa mentransformasi situasi wabah sebagai momentum spiritual dan pendewasaan kemanusiaan kita.

Menurut Hindu *jagathita* (jagat damai) bukan dunia suci-hama atau dunia disinfektan yang tidak ada kuman dan nyamuk, bukan dunia yang tanpa flu atau batuk; *jagathita* adalah dunia nalar yang jernih dan geraknya digerakkan oleh hati yang penuh kesadaran bahwa Hyang Widhi adalah kasih yang hadir di hati kita. VASUDHAIVA KUTUMBAKAM – kita semua bersaudara, bahkan Covid-19 sekalipun dilihat sebagai "saudara" yang juga hadir di dunia sebagai bagian pelengkap kehidupan. Ketika saudara satu ini hadir, *numpang lewat*, mari kita minggir menepi.

Karena Covid-19 telah mewabah, apakah semua menepi? 

Jika ada saudara sudah terpapar Covid-19, mari ajak pula menepi, mari masukkan energi kasih pelayanan dan doa terbaik kita untuk kesembuhannya. Ini bukan kutuk. Ini bagian dari siklus hidup.

Dalam menghadapinya, secara Hindu Bali, ada bernama *vira* atau *wira* (semangat dan keberanian menghadapi kehidupan) dan *dharma* (kewajiban untuk melakukan usaha menyangga kehidupan). Spirit *vira* dan *dharma* inilah yang menjadi pedoman dalam menghadapi mara bahaya dan tantangan kehidupan. Termasuk ketika Covid-19 telah mewabah.

Pemimpin desa, kota, pulau, dan dunia, beserta  paramedik, tentara dan polisi, semua para pelayan masyarakat dan dukungan masyarakat umum, diharapkan memegang prinsip *vira* dan *dharma*. Berani, teguh, pantang menyerah dalam menyangga kelangsungan kehidupan.

Berani menjaga hidup, menyembuhkan yang sakit, dengan ketulusan dan keberanian, dengan segala kejernihan nalar yang maksimal atau *wiweka* sehingga semua mara bahaya bisa segera berlalu minim korban. Inilah *dharma* panggilan kemanusiaan kita yang utama.
Dari Bali untuk Dunia, karena COVID-19, akhirnya nyepi jadi mendunia. 

Melalui puja mantra-mantra Veda dan Upanisad ditujukan kepada semua manusia, tanpa membedakan ras, suku dan agama. Bahkan untuk mahluk, serta alam semesta. Mantra yang paling sering diucapkan oleh Sulinggih atau pinandita waktu meminpin upacara berbunyi :

"Sarve Bhavantu Sukinah, Sarva santu niramayah, Sarve badrani pasyantu, Ma kascit dukha bhag bavet, Om loka samasta sukhino bhavantu "

Artinya : Semoga semua hidup berbahagia. Semoga semua menikmati kesehatan yang baik. Semoga semua mendapat keberuntungan. Semoga tidak ada mengalami kesedihan, Semoga damai dimana-mana.

Jadi semua didoakan. Ini satu bukti Hindu atau Veda tidak bersifat sekterian. Veda bukan untuk satu kelompok manusia, apakah berdasarkan suku, bangsa, ras atau keyakinan. Tetapi ingat tidak semua agama mengijinkan umatnya mendoakan orang meninggal yang lain keyakinannya. Sebaiknya hanya dalam hati saja, niay baik harus dilaksanakan dengan cara baik

Damailah diriku, damailah Baliku, damailah nusantaraku, damailah duniaku,
Om, shanti, shanti, shanti, Om

#tubaba@griyangbang#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar