Selasa, 31 Maret 2020

Segehan Wong-wongan Brumbun.

Segehan Wong-wongan Brumbun.

Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S, M.Pd


NASI WONG-WONGAN 

Segehan wong-wongan adalah sebuah wujud ritual berupa nasi yang dibentuk menyerupai orang atau manusia. 

Kata ulang wong-wongan “orang-orangan” berasal dari kata wong “orang/manusia”. Segehan tersebut dilengkapi dengan lauk jejeron matah “jeroan mentah”, bawang merah, jahe, dan garam. 

Adapun warna nasi yang digunakan adalah bermacam-macam, ada yang berwarna putih, merah, dan brumbun, sesuai dengan keperluan masyarakat.

Segehan dengan nasi kepelan dan wong-wongan bisa digunakan untuk menangkal gangguan ilmu hitam atau makhluk halus dan wabah

#membersihkan energi negatif (ion positif) #menggantinya dengan energi positif

#tubaba@yatna mapala lasya#

Kepala warna Putih (unsur logam) : Ketulusan, kesucian, kejujuran. Tangan kanan berwarna Merah (unsur api) : Kepedulian, kemesraan, kesetiaan. Tangan kiri berwarna Kuning (unsur tanah): Keberuntungan, kejayaan, kesejahteraan.  Badan berwarna brumbun menunjukan keaneka ragaman ada di dalsm badan dan kaki warna hitam mempunyai arti yang melambangkan keanggunan (elegance), kemakmuran (wealth) dan kecanggihan (sopiscated), juga merupakan warna yang independent dan penuh misteri.

#Beralaskan daun pisang warna  Hijau (unsur kayu) : Keimanan, kehidupan, kebersamaan. 

#Garam, Bawang dan Jahe mewakili warna  Biru (unsur air) : Kebijakan, kemanusiaan, kecerdasan. 


Oleh sebab itulah ritual sěgěhan dilaksanakan setiap hari (sěgěhan saiban), setiap lima hari sekali, atau setiap kliwon, setiap lima belas hari sekali (kajeng kliwon)purnama, tilem atau hari-hari yang dianggap perlu. Berikut adalah wacana yang dikutif dari Lontar Siwagama.

“Mojar Sri Gondhararaja, lingira: lahya kamung tanda mantri sadaya, rengwaken wacana mami, yeki pranidanangku, kateka-tekéng pratisantananta hlom, haywa wismrti, haywa kita tan sthiti bhakti ring déwa, mwang ri sang mahabrahmana, ikang sinanggah pangupadhyayan, hisnira Sang Rsi Siddhayoga, sahitya ri sang prabhu, maka wungkalang dharma satya, muwah ri sedangta amangan, haywa tan pabanten, yajnasésa ngaranya, ikang sěga pinanganta lana. Kunang wédanata, kanista ring trisiwa byantara, madya ring ékacandra, mottama ring sad sasih, sahitya abhyakala ning dunghulan. Muwah ri tekaning satahun, tawuren Hyang Kadurgadéwi, pratama ning asalin sirah, ri tilem ing cétramasa.”(Siwagama: 134)

Terjemahan bebas:

‘Raja Gondharapati berkata, katanya: “Wahai para menteri sekalian, dengarkanlah perintahku, ini merupakan hasratku, termasuk kepada seluruh keturunanmu di kemudian hari, janganlah lupa, janganlah kalian tiada berbakti kepada dewa dan kepada para brahmana, yang disebut perguruan, keturunan Bagawan Siddhayoga, tiada henti-hentinya kepada sang raja, sebagai dasar pelaksanaan ajaran agama, dan pada saat kau makan, jangan tidak membuat sesajen, yadnya sésa namanya, dari nasi yang kau makan setiap hari. Adapun aturan pelaksanaan upacara yang patut dilakukan olehmu adalah pada tingkatan sederhana dilakukan setiap Kajeng Kliwon. Upacara pada tingkat menengah dilakukan setiap bulan. Upacara tingkat utama dilakukan setiap enam bulan. Tiada henti-hentinya melakukan upacara peruwatan untuk Bhuta Kala Tiga pada wuku Dungulan. Dan pada setiap tahun wajib melakukan upacara tawur kepada Hyang Durgadéwi, pada saat pergantian tahun Saka, pada bulan mati kesembilan’


Secara kontekstual, makna sěgěhan wong-wongan adalah lambang persembahan sebagai pengganti diri dan nyawa orang yang mempersembahkannya. Wujud sěgěhan berupa manusia adalah wujud ritual yang dipersembahkan kepada bhuta kala dengan harapan memperoleh keselamatan. Jeroan mentah memiliki makna sebagai jeroan/ isi perut manusia sebagai pelaku persembahan. Sedangkan, bawang merah, garam, jahe adalah pelengkap persembahan yang membuat suguhan kepada bhuta kala tersebut menjadi lebih enak.

PUJA SEGAN

Singgih Ratu Sang Bhuta Raja, Bhuta Bala, titiyang ngaturang segehan wong-wongan amanca warna, maiwak bawang jahe jejeroan matah, pinaka pengantin jiwa pramanan titiyang sekeluarga, durus pada amuktisari riwus amukti sari, ledang sareng sami micayang kasidian, titiyang nunas keselamatan, dirgahayu dirgayusa, luput ring sahananing pancabaya, asapunika pinunas titiyang, kirang langkung antuk titiyang, mogi ledang I Ratu ngampurayang.

Atau
#Ong Sanghyang Purusangkara, anugraha ring Sangkala Sakti.
#Sanghyang Rudra anugraha ring Sang Kala Wisesa.
#Sanghyang Durga Dewi anugraha ring Sang Kala Dengen.
#Ameng-ameng padanira Paduka Bhatara Sakti, anunggu ring bumi, ring pura parahyangan, natar paumahan, dalem pasuguhan, wates setra pebajangan, salwiring lemah angker.
#Manusa aweh tadah saji sira watek kala bhuta kabeh.
#Iki tadah saji nira sega iwak bawang jahe.
#Asing kirang asing luput, nyata jinah ketengan  patukune sira ring pasar agung, pilih kabelanira, ajaken sangkalanira kabeh, nyah kita saking kene, apan sira sampun sinaksenan, wehana manusanira urip waras dirgahayusa.

MANTRA SEGAN

Om Sa Ba Ta A I, Panca Maha Bhutaya namah suaha,
Endahta kita watek tiryak, gumatap-gumitip, kumratap-kumritip,
muah sarwa prani, sarwa mletik, ingsun ki manusa anyupat papanta, tinebusan déning mertha, muah anebusaken dosan ingsun amati-mati.
Riwekasan yan Sira manumadi, menadi Sira manusa mautama.
Ong sah wésat namah suaha.

Arti:

Kami memohon bimbingan dan perlindungan Sa Ba Ta A I [aksara simbol Hyang Acintya] dan Sang Hyang Panca Maha Bhuta [lima unsur dasar pembentuk alam semesta].
Semoga berbahagia mereka para binatang, semua yang bergerak, kumratap-kumritip [semua mahluk : dari amuba, semut hingga monster] dan segala yang hidup, segala yang tumbuh, aku manusia akan menyupat [melakukan pembersihan spiritual] dirimu, mengubahnya menjadi kebajikan dan menebuskan segala kesalahan.
Suatu saat apabila kau dapat terlahir kembali, semoga kau menjadi manusia yang utama [manusia dengan kesadaran sempurna].
Hyang Acintya, semoga sirna semua dukalara.
 "Om swasti swasti sarwa bhuta suka pradhana ya namah swaha" 

 (semoga para bhuta mereka berbahagia)

#Dilanjutkan dengan ngayab:

Ong Kala Bhokta ya namah.
Ong Bhuta bhokta ya namah.
Ong Pisaca bhokta ya namah.
Ong Dhurga Bhokta ya namah swaha.

#tubaba@dumogi sadaging jagat rahayu shanti#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar