Minggu, 22 Maret 2020

Prosesi ritual nunas sesikepan BENANG TRI DATU Sasih Kesangha di Pura Panataran Mrajan Agung Dalem Tangsub.

Prosesi ritual nunas sesikepan BENANG TRI DATU Sasih Kesangha di Pura Panataran Mrajan Agung Dalem Tangsub. 


Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S, M.Pd


Agama Hindu di Bali memiliki banyak simbul dalam menjalankan agamanya. misalnya ada ritual yang membuat orang Hindu Bali menggunakan gelang benang Tri Datu. Namun benang merah, hitam dan putih ini bak menjadi trend fashion. Karena tak hanya orang Bali, atau orang Hindu. Namun non Hindu juga "nyaman" menggunakan gelang Tri Datu.


Tri Datu atau Tridatu, Tridhatu merupakan susunan benang dengan nilai filosofis yang dalam dan diyakini oleh umat Hindu memiliki kekuatan. Tri berarti tiga dan Datu berarti elemen atau warna.


Benang Tri Datu adalah benang yang terdiri dari tiga macam warna yaitu: merah, putih, dan hitam. Merupakan simbol manifestasi Hyang Widhi yang dibuat oleh pemangku di pura pada hari baik dan memiliki makna meningkatkan aura tersendiri.


Tiga warna benang Tri Datu juga sebagai lambang Kesucian Tuhan dalam manifestasinya sebagai Tri Murti:


1. Dewa Brahma (pencipta), warnanya Merah, 2. Dewa Wisnu (pemelihara), warnanya Hitam, dan 3. Dewa Iswara/Siwa (pelebur), warnanya Putih.


Disamping itu, benang Tri Datu sebagai lambang Tri Kona, yaitu: 1. Lahir, 2. Hidup, dan 3. Mati,


Penggunaan benang Tri Datu sebagai lambang Tri Murti, Tri Kona dan manunggalnya bayu, sabda dan idep.


Ida Sinuhun Siwa Putri Parama Daksa Manuaba, menyatakan; bagi umat Hindu Bali, benang Tri Datu secara etimologi, berasal dari dua kata yakni kata tri yang berarti tiga, dan datu yang berarti kekuatan, jadi Tri Datu berarti tiga kekuatan. Tiga kekuatan di sini adalah kekuatan dari tiga Dewa utama dalam agama Hindu. "Yakni Dewa Brahma, Dewa Wisnu, dan Dewa Siwa".


Tri Datu yang memiliki tiga wrna yakni merah, putih dan hitam ini menjadi lambang tiga kekuatan. Yakni Dewa Brahma dengan aksara suci Ang, memiliki urip 9 dengan sakti Dewi Saraswati, disimbolkan dengan warna merah (bayu/tenaga). Dewa Wisnu dengan aksara suci Ung, memiliki urip 4 dengan sakti Dewi Sri, dengan simbol warna hitam (sabda/perkataan). Dan Dewa Siwa dengan aksara suci Mang, memiliki urip 8 dengan sakti Dewi Durga, disimbolkan dengan warna putih (idep/pikiran).

 

Ketiga aksara ini yaitu Ang, Ung, Mang bila disatukan akan menjadi aksara AUM yang bila diucapkan menjadi OM. Aksara pranawa OM merupakan aksara suci umat Hindu serta memiliki nilai magis yang luar biasa sebagai simbol dari Ida Sanghyang Widi Wasa.


Sehingga pada hakikatnya, benang Tri Datu merupakan salah satu aktualisasi diri dalam konteks Tri Murti. Dalam ajaran agama Hindu Tri Murti adalah tiga kekuatan Sang Hyang Widhi Wasa dalam menciptakan, memelihara, dan mengembalikan pada asalnya alam beserta isinya.


Salah satu sastra yang membahas tentang penggunaan benang Tri Datu dalam ritual keagamaan Hindu adalah Lontar Agastya Parwa. Dimana dalam lontar Agastya Parwa disebutkan, benang Tri Datu untuk manusia yakni Umat Hindu Bali digunakan sebagai sarana perlindungan dari kekuatan negatif. Sehingga manusia bisa terhindar dari hal-hal negatif dan bisa berfikir lebih bijaksana.


Untuk jalinan benang ini bisa dikatakan benar bila ukuran benangnya, besar benangnya sama dijalin saling ikat bukan terlepas begitu saja, atau bukan dijalin seperti jalinan rambut. Benang Tri Datu bagi masyarakat Hindu juga difungsikan sebagai sarana dan prasarana upacara keagamaan.


Jika dilihat dilihat dari sejarah penggunaan benang Tri Datu, sebelum menjadi tren seperti saat ini, hampir semua kegiatan keagamaan yang terangkum dalam Panca Maha Yajna dalam pelaksanaannya memakai benang Tri Datu. Mulai dari upacara Dewa Yajna benang Tri Datu difungsikan sebagai sarana nuntun Ida Sang Hyang Widhi dengan segala manifestasinya.


Selain itu, benang sebagai alat atau media penghubung antara pemuja dan yang dipuja, sehingga benang Tri Datu pada awalnya adalah sebuah pica (Anugrah) dari Ida Bhatara.


Dalam upacara Butha Yajna, benang Tri Datu dipakai pamogpog (pelengkap) atas kekurangan persembahan yang dilaksanakan. Untuk pelaksanaan upacara Rsi Yajna juga memakai benang Tri Datu yang digunakan sebagai slempang pada tubuh yang di diksa atau winten sebagai pawitra dari nabe kepada sisya.


Sedangkan pada upacara Manusa Yajna benang Tri Datu difungsikan sebagai lambang panugrahan. Memakai benang pawitra berwarna Tri Datu bermakna pengikatan diri terhadap norma-norma agama. Sedangkan pada upacara Pitra Yajna benang Tri Datu difungsikan sebagai panuntun atma yang telah meninggal.


Dengan memakai benang Tri Datu manusia semakin terikat akan tiga perjalanan kelahiran di dunia. Setelah lahir dan sekarang hidup, dan selanjutnya kematian. Pemakaian benang Tri Datu diharapkan kita selalu ingat dengan kebesaran Tuhan sebagai maha pencipta, pemeliharaan dan pelebur.

MANTRA:

ONG NGADEG SANGHYANG BAYU RING TUNGTUNGIN LIDAH,

ANG BRAHMA GENI MURUB KADI KALA RUPA ANYAPUH SARWA LARA, ROGA, GRUBUG, GRING

Tidak ada komentar:

Posting Komentar