Jumat, 13 Maret 2020

Sangsiptanika sang widhwan, saprayatna ring Sang Hyang Siddhanta jnana sira, sira ta matuha temen, apan matuha dening jnana nira, mangkananaku Sang kumara, tang ikang madawa kumisnya, tan ikang atisaya tuhanya, tan ikang madawa rambutny, tan ikang maparas alengis kesanya, tan ikang mwang aruhur jatinya, ikang matuha ngaran. (Bhuana Kosa, VI. 2)

Terjemahan:

Jelasnya seorang sadhaka, adalah orang yang memahami ajaran janana siddhanta,  ialaha yang sesungguhnya dikatakan tua, karena berkat jnana yang dimilikinya. Demikianlah anakku Sang Kumara. Bukan orang yang kumisnya panjang, bukan orang tua renta, bukan orang yang berambut panjang, bukan orang yang bermut gundul bersih, bukan karena keturunan bangsawan dikataakn tua. (Pinatih.2001:23)

Hana sira sadhaka magaji sarwa sastra,. Hyang Siddhanta utama inariaken nira. Ika ta sang sadhaka mangkana. tar wruh ring jnanangkuika, apan kawenang dening bancanangku. Hana karih sastra lewih sangke rikang sastra kabeh. Sang Hyang Jnana Siddhanta sira wissaya. (Bhuana Kosa, VI. 3)

Terjemahana:

Ada seorang sadahaka yang mempelajari segala macam ajaran, tetapi ajaran Siddhanta yang sangat utama ditinggalkannya. Sadhaka yang demikian, (sesungguhnya) tidak memahami ajaranku, sebab terpedanya ole maya-ku. Konon ada ajaran yang melebihi segala macam ajaran; ( namun senungguhnya) ajaran ika Sang Hyabancanangku adalah yang paling utama. (Suata. 2001: 19)

            Vratena diksam apnoti

            diksaya apnoti daksinam

            daksina sraddham apnoti

            srddhaaya satyam apyate

                                    (Yajurveda XIX.36)

Terjemahan:

Dengan menjalankan Brata seseorang mencapai diksa (penyucian diri). Dengan diksa seseorngg meemproleh daksina(pengormatan). Dengan daksina orang mencapai sraddha (keyakina teguh). melaluisraddha seseorang menyadari satya (Tuhan Yang Maha Esa). (Titib. 2001:43)

“Waneh upama sang wiku kadi amalante sira,

sakwehning talutuhing swakira rinadinan, ikang hati,

anemu pwatang kamoksan”(Surya sewana, 9a)

Terjemahan:

            Lagi perumpamaan bagi seorang sadhaka, bahwa ia diibaratkan sebagai tukang cuci, maka ia semestinya menghilangkan segala kotoran dari dalam dirinya, karena hati bagaikan secarik kain yang mesti dibersihkannya, karena sesungguhnya menghilangkan kekotoran hati, memungkinkan pencapaian tujuan berupa kelepasan. (Suata.2001:25)

            Ahimsa ngaranya tan pamati-mati, brahmacaryatan ahyun arabya, satya ngaranya tatan mithyawacana, awyawaharika ngaranya tan a wiwada, tan adol awelya, tan paguna dosa, astainya ngaranya tan amaling-amaling tan angalap drewyaning len  yan tan nohanya.

Terjemahan:

            Ahimsa artinya tidak membunuh, Brahmacari artinya tidak mau beristri, satya artinya tidak berdusta, Awyaharik artinya tidak suka bertengkar, tidak berjual beli, tidak menunjukkan kecakapan dan berdosa, Astainya artiny tidak mencuri, tidak mengambil milik orang lain bila tidak dapat persetujuan kedua pihak. (Pinatih.2001:13)

#tubaba.nuduksarinpadewekan#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar