Jumat, 27 Maret 2020

PENGABENAN SUNIA NIS PRATEKA NIR PRABHAWA

Tata cara Membakar Mayat (PANGABENAN SUNIA NIS PRATEKA NIR PRABHAWA) menurut LONTAR LAWAR CAPUNG DALEM TANGSUB

Oleh : I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S, M.Pd
Dalam pelaksanaan upacara membakar mayat di Bali, tingkatannya dipengaruhi oleh Upakara yang disertakan didalamnya, entah itu cuma dibakar (mendem di gni) ataupun Ngaben pada tingkatan yang lebih baik. Pada intinya yang akan dipaparkan berikut ini adalah PENGABENAN SUNIA NIS PRATEKA NIR PRABHAWA. Pengabenan Sunia ini hanya menggunakan pejati sebagai unsur utamanya. Pengabenan ini secara umum tata cara membakar mayat dari baru menghembuskan nafas sampai membuang abu ke laut. 

Hal ini telah diterangkan secara jelas dalam pustaka lawar capung Dalem Tangsub yang disusun ulang oleh Ida Sinuhun Siwa Putra Parama Daksa Manuaba (griya agung bangkasa). Ada pun pengabenan ini tersirat dan tersurat dalam bentuk percakapan antara Rsi Dharmakerti dengan muridnya Sang Suyasa. Tetapi dalam prakteknya di lapangan banyak dipengaruhi oleh Desa mawacara. Akan tetapi percakapan antara Rsi Dharmakerti dengan Sang Suyasa sudah sesuai dengan kesepakatan pengurus PASRAMAN RANGDI LANGIT yaitu sebagai berikut :

1. Waktu baru menghembuskan nafas penghabisan (sarana rantasan);
Pemuka agama atau keluarga yang tertua mengucapkan puja pralina : 
"Om a ta sa ba i Om wa si ma na ya mang ang ung"

atau :
"Murchantu Swargantu Moksantu Shamantu
 Ang Ksama sampurnaya namah swaha"

artinnya :
(Semoga tenang dalam menghembuskan nafas yang terakhir, dalam perjalanan ke Sorga dan semoga mencapai Moksa. Semoga semuanya sempurna)

2. Waktu memandikan (sarana pejati asoroh)
a. dimandikan dengan air biasa dan air wangi
b. ibu jari tangan dan kaki diikat
c. dipasang kewangen 7 pasang masing-masing: satu di kepala, satu diulu hati, satu di kemaluan, satu di siku tangan, dan dua di lutut.
d. digulung dengan kain putih, dibeberapa tempat memakai tikar dan upih (kulit kelopak penutup bunga pinang yang kering)
e. diikat dengan jalinan /tali yang terbuat dari bambu.

#Ucapan Mantra di waktu memandikan :
"Asichir wa suchir wa pi
sarwakamagato pi wa cintayed dewam
Isanam sabahyabyantarah suchih"

Artinya :
(Bila seseorang sudah suci atau tidak asal ia menghilangkan segala keinginan ketika ia memusatkan fikiran kepada Hyang Widhi; maka sucilah ia lahir dan bhatin.

#Ucapan Mantra di waktu menggulung :
Sanghyang Nilaganda asari pudak kasturi;
Sanghyang Gandasona asari, menuh angsana;
Sanghyang Pudak Setegal Asari gambir ermaya ganda lepas mulih maring dewa, bayu mulih maring nilawati, bayu sabda idep titi jati pralina.

Artinya :
Nilaganda bersari bunga pudak kasturi
Gandasena bersari bunga menuh angsana
Bunga Pudak seladang bersari bunga gambir ermaya, bau terlepas kembali kepada para Dewa, tenaga jadi lepas, kenilawati.
tingkah laku, ucapan dan pikiran merupakan jembatan sejati untuk menuju alam baka pralina.

3. Disuguhkan tarpana terdiri bubur pirata dan padang lepas yang maksudnya dipakai bekal dalam perjalanan ke alam lepas.
4. Mayat di bawa kekuburan dengan berputar purwa-daksina-pascima-uttara (searah putaran jarum jam) sebanyak tiga kali disetiap persimpangan empat jalan atau tempat suci yang dilewati sebagai wujud penghormatan terakhir. Dikuburan mayat dimasukkan ke dalam peti atau diapit dengan pohon pisang agar nanti sewaktu dibakar mayat tidak bergerak atau berubah posisi.

Upacaranya :
a. Sajian Pejati/Daksina, beras empat warna (putih di timur, merah di selatan, kuning dibarat, dan hitam di utara)

b. Di badan mayat diisi dua puluh dua (22) buah kwangen yakni 6 buah mengarah ke kepala, 8 buah mengarah keseluruh penjuru mata angin, 8 buah mengarah ke kaki. Atau bisa juga ditaruh 1 di kepala, 1 di ulu hati, 1 di dada, 2 di siku tangan kiri kanan, 2 di lutut kaki kanan kiri sebelum digulung. Pada waktu akan di bakar, diberikan 11 buah Kwangen lagi di letakkan di ulu hati, dan 7 buah canang di taruh di kaki mayat.

c. Di siram dengan "tirtha pengentas" yang di buat oleh sulinggih dan diikuti dengan tirta-tirta yang berasal dari tempat-tempat si mati terdahulu pernah menghaturkan sembah.
d. Mayat di gulung kembali dan di bakar dengan api yang sudah di sucikan oleh sulinggih atau pinandita.

e. Setelah proses pembakaran api dan tulang di siram dengan air dingin. Tulang-tulang yang telah di bakar dikumpulkan diatas kain putih beberapa potong diambil dan di lumatkan menjadi tepung. tepung itu dimasukkan kedalam batok kelapa kuning dihiasi dengan kembang kai setinggi 30 cm yang namanya Pasupati. 

Ini disebut dengan "Pengabenan Sunia Asti-Wedana"
Upacara Sesajennya :
- Pejati asoroh
- Nasi angkeb
- Ketupat panjang
- Tumpeng putih kuning
- Dyus Kemaligi
- Tigasan (Tumpukan kain-kain/rantasan)
- Bunga-bunga dalam bentuk canang sari.
Disembah oleh sanak keluarga, diberi puja, diberangkatkan ke Sungai atau Laut setelah berputar purwa-daksina.

f. Sesampai di Laut di upacarakan dengan pejati asoroh dan bunga-bunga dalam bentuk canang, di sembah dan dipuja setelahnya barulah dihanyutkan.

PAKELING:
#TRBASAN PANULAK WALI : Metatakan kulit sesayut, sega sewakul, iwak taluh, penek merepat 1, metanceb sekar tunjung 3, kaiter antuk sekar 5 warna, carang tiying gading medaging tirta empul, gedang 5 iyis, sedana niya manut urip sapta wara, panca warania lampus, tetebus tri datu.

FUNGSINYA :
Upakara tatulak dilakukan dengan tujuan untuk mengantarkan arwah ke tempat penantian/sorga dan sekaligus membersihkan keluarga duka dari sial atau pamali artinya dari segala pantangan hidup yang mengakibatkan kematian, hidup sial, segala macam penyakit yang menimpa keluarga. Selain itu, upacara tatulak juga bertujuan untuk memulihkan keseimbangan magis, menjauhkan segala macam marabahaya dan menghilangkan segala kemalangan atau kesialan dan hal-hal yang tidak baik yang dapat timbul pada keluarga maupun pada seluruh warga di kampung. Adanya upacara Tatulak ini berawal dari proses Kematian manusia dimuka bumi ini.

#Pengabenan Sunia Nis Prateka Nir Prabhawa ini juga di benarkan menggunakan kajang mejalaran antuk Pejati jangkep asoroh

#Sang sulinggih wajib muput upacara PENGABENAN SUNIA NIS PRATEKA NIR PRABHAWA ini, sebab di lihat dari fungsi seorang sulinggih yang diketahui secara umum adalah muput karya. Masih ada fungsi lainnya yakni Ngelokapalasraya, membimbing umat mencapai kebahagiaan rohani (sebagai guru loka). Sulinggih menjadikan diri beliau sebagai sandaran umat untuk bertanya tentang kerohanian, tuntunan rohani, petunjuk, dan muput karya yadnya atas permintaan masyarakat.

#tubaba@griyangbang#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar