RANGDI LANGIT, TEGUH WANA, BANGKASA, BONGKOSA
DESA BONGKASA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH DAN TRADISI
Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S
(Tubaba)
Diceritakan daerah ini dahulu kala masih merupakan hutan yang angker, dihuni oleh binatang-binatang buas dan keadaan tanahnya yang berpalung-palung, yang merupakan wilayah kekuasaan Raja Mengwi yang batas timurnya adalah sungai ayung. Memang dalam babad Kiyai I Gusti Agung Pasek Gelgel Bangkasa (Jro Ketut Dalang Tangsub) ada di sebut nama Rangdilangit/Bangkasa.
Dikisahkan Brahmana Manu Aba pergi ke Gunung Aba. Disana beliau bertemu dengan I Gede Bawa. I Gede Bawa kemudian kawin dengan Ni Putu Sandi yang akhirnya melahirkan 6 orang keturunan masing-masing bernama : I Gede Harsa, I Made Tanggu/Ki Pasek Bendesa, I Nyoman Gde Pasek, I Ketut Tangsub, I Gede Gredegan, Ni Luh Putu Ngawi lahir di Banjar Tengah Desa Manuaba Tegalalang Kabupaten Gianyar. Anak yang ke empat (I Ketut Tangsub) sangat tekun dan rajin bersemadi, maka akhirnya beliau menjadi sangat sakti, oleh sebab itulah semasa hidupnya I Gede Bawa bersama anaknya I Ketut Tangsub di panggil untuk diam di Pesraman Ida Brahmana Sakti Manuaba dan diberikan kepercayaan untuk mendampingi Ida Bhatara Sakti kemana saja. I Ketut Tangsub juga diperbolehkan untuk memperlajari Weda, Tattwa Kediatmikan, Usada dan Darma Pawayangan.
Lebih kurang pada tahun 1825 M, I Ketut Tangsub disiasati oleh anak-anak Ida Brahmana Nyoman Buruan (Ida Brahmana Sakti) yang iri melihat kepintaran I Ketut Tangsub dan kedekatan dengan Ida Brahmana Sakti. Agar tidak lagi dekat bersama Ida Brahmana Sakti, anak-anak dari Ida Pedanda Sakti menyuruh Ki Ngurah Batulepang untuk menyerang I Ketut Tangsub. Desa Manuaba diduduki. Ida Brahmana Sakti tetap tinggal di Manuaba bersama I Gede Bhawa, sedangkan Ida Brahmana Istri yang tidak menyenangi sikap putra-putranya, beliaupun mengungsi dengan I Ketut Tangsub ke Desa Kuum Sembung dibawah Kerajaan Kawyapura (Mengwi).
Setelah sekian lama barulah Ida Brahmana Sakti mengetahui semua itu adalah ulah para anak-anak beliau, maka dari itu beliau (Ida Brahmana Sakti) murka dan mengutuk semua putra-putraNya sampai ke anak cucunya kelak, tidak diijinkan mempelajari, menggunakan aji kediatmikan bahkan menyembah (memuja) beliau Ida Brahmana Sakti, kapan hal itu dilakukan, seketika itu pun semuanya akan lenyap. Melihat kemurkaan beliau Ida Brahmana Sakti, semua putra-putrinya lari menjauh dari desa Manuaba.
Di Kisahkan I Ketut Tangsub selama ada di Desa Kuum mempunyai kebiasaan jalan-jalan di samping juga memiliki pemikiran-pemikiran yang kritis, cerdas dan tampan, beliau juga sangat lincah serta gesit dalam segala hal pekerjaan. Pada suatu ketika I Ketut Tangsub diberi kesempatan untuk menguji kemampuan untuk mengobati istri Raja Kawyapura (Mengwi), yang konon terkena sakit yang tidak dapat disembuhkan, dalam keberangkatannya, I Ketut Tangsub hanya membawa kompek gandek yang berisi sirih, kapur, tembakau pinang, penglocokan, sebuah keris dan lontar.
Diperjalanan I Ketut Tangsub bertemu dengan I Dewa Wayan Senggu. I Ketut Tangsub di suruh pulang dan jangan harap mampu mengobati Prami Sang Raja. I Ketut Tangsub bersedia pulang asal I Dewa Wayan Senggu bisa menjawab pertanyaan I Ketut Tangsub. Inilah salah satu isi pertanyaan I Ketut Tangsub “bagaimana tulisan suara angin yang bertiup kencang dan suara burung sawah hujan”?, kepada I Dewa Wayan Senggu.
Senggu itupun tidak bisa memenuhi permintaan I Ketut Tangsub. Kepada Dewa Wayan Senggu, I Ketut Tangsub menghaturkan bahwa dirumahnya ada sebuah pustaka yang banyak mengandung ajaran etika, filsafat dan tattwa. Dengan demikian I Ketut Tangsub menyarankan agar kita tidak mengaku diri pandai sebelum bisa membuktikan yang sebenarnya.
Uraian tersebut dapat dilihat dalam salah satu bait yang terdapat pada Kidung Perembon karya Ki Dalang Tangsub, alih aksara oleh W.Simpen AB.
PUPUH GINADA
Eda ngaden awak bisa,
Depang anake ngadanin,
Geginanne buka nyampat,
Anak sai tumbuh luhu,
Ilang luhu buke katah,
Yadin ririh,
Enu liyu pelajahan.
Dalam kisah perjalanan, tidak begitu lama beliau sampai di Puri Kawyapura (Mengwi) dan berteduh dibawah pohon beringin. Beliau melihat banyak orang keluar masuk puri. Saat itu di depan puri ada dagang rujak dan ditanyakan olehnya berapa mendapatkan upah orang yang keluar masuk puri. Dagang itu merasa tersinggung dan langsung melapor ke puri kepada patih agung. Mendengar laporan tersebut semua menjadi murka dan ingin menghabisi nyawa Ketut Tangsub. Ketut Tangsub kemudian dipanggil ke puri untuk mengobati rabi raja, dengan catatan bila tidak sembuh akan dibunuh. Dengan kekuatan batin, beliau berhasil merubah kompek menjadi bale pawedan yang isinya perlengkapan untuk melakukan japa mantra. Berkat kesaktiannya maka rabi Ratu Mengwi sembuh kembali.
Mengetahui keberadaan/pelarian I Ketut Tangsub, Raja Mengwi kemudian mulai saat itu diberi gelar Kiyai I Gusti Agung Jro Ketut Dalang Tangsub, sesuai dengan keturunannya dan dinobatkan sebagai kerabat Puri Kawyapura (Mengwi) dan diberikan untuk memohon suatu permintaan untuk keberhasilan beliau itu.
Dengan rendah hati, I Ketut Tangsub hanya meminta “genah galang apadang”, agar tidak dikejar-kejar lagi. Mendengar hal tersebut, Raja pun menyuruh I Ketut Tangsub untuk memilih salah satu daerah kekuasaan Raja Kawyapura (Mengwi) dan mengadiahkan Ni Gusti Agung Ayu Pasti / Jro Iti sebagai pendamping/istri I Ketut Tangsub serta menyuruh beberapa orang prajurit agar mengikuti I Ketut Tangsub.
I Ketut Tangsub pun bersedia dan mengeluarkan penglocokan dari dalam gandek yang dia bawa serambi menarik gagang anak penglocokannya yang bagaikan lekukan sebuah keris, kemudian diarahkan ke atas, bagaikan anak panah yang mengakibatkan langit daerah yang ditunjuk itu bersinar merah diangkasa (Rangdi Langit). I Ketut Tangsub menyebut daerah itu sebagai Bangkasa yang tepatnya berada di hutan Teguhwana daerah kekuasaan Kawyapura (Mengwi). Setelah menerima pemberian dari Raja Mengwi, sebelum menuju alas Teguhwana, I Ketut Tangsub menghaturkan sebuah keris dan mengaturkan sebuah lontar usada kepada Raja Kawyapura/Mengwi, setelah itu barulah I Ketut Tangsub menuju hutan Teguh Wana.
Hutan Teguhwana di masuki melalui sisi paling Barat, pada sebuah ketinggian Ketut Tangsub tersentak kaget (kaplak ngeh) sehingga tempat ini sekarang dikenal dengan nama Petegeh. Di tempat ketinggian tersebut Ketut Tangsub duduk beristirahat dengan memegang gandek yang dibawanya sambil membuat sebuat geguritan pupuh ginada bebungklingan yang disurat pada daun lontar. Di tempat kaplak ngeh tersebutlah I Ketut Tangsub memotong (punggel/punggul) kawasan daerah hutan teguh wana tersebut konon dengan membuatkan atau membelokan aliran sungai. Kemudian tempat itu mulai di rabas sedikit demi sedikit bersama beberapa orang prajurit. Tempat itu diberi nama Rang di Langit/ranged langit merah keputih-putihan diartikan Bangkasa = bang/merah di angkasa, tepatnya di hutan teguhwana. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan lontar gaguritan I Ketut Bongkling (I Ketut Tangsub) yang memakai pupuh ginada, seperti di bawah ini:
Ada kidung anyar teka
Mijil saking rang di langit
Kawi muda kapupungan
Sira layua mintar kidung
Iseng-iseng matembang
Anggen sarwi
Ati ibuk ban lacuran
Kawi kidung ring Bangkasa
Kocap I Ketut Bongkling
Pianak I Gede Bawa
Mawit saking desa Manu
Jantos kelih di pasraman
Ida Sakti
Ento krana ia pradnyan.
Setelah selesai merabas hutan yang angker (teguh) itu, I Ketut Tangsub melangsungkan perkawinannya dengan Ni Gusti Agung Ayu Pasti (Jro Iti), dari perkawinan itu I Ketut Tangsub memiliki dua orang putra yaitu (1) I Gede Rata dan (2) I Nyoman Dangin. Pemondokan itu diberi nama Teguhwana. Sekarang nama daerah tersebut adalah Banjar Teguan.
Hutan Teguhwana yang ditempati oleh I Ketut Tangsub menjadi aman, tentram, gemah ripah lohjinawi. Tempat kediaman I Ketut Tangsub bersama beberapa prajurit dari Mengwi di hutan Teguh Wana itu di beri nama Pengembungan yang konon asal katanya dari pembeman/bengbengan (tempat berkumpul). Di hutan itu seolah-olah beliau mendapatkan petunjuk yang baik, lalu ditempat itu beliau melakukan tapa, brata, yoga, semadhi. Di dalam yoganya itu, beliau mendapatkan bhisama/wahyu/pawisik/suara gaib bahwa Ki Dalang Tangsub agar mendirikan sebuah pelinggih turuslumbung dan melakukan pemujaan dengan segenap ilmu yang telah diajarkan oleh Ida Bhatara Sakti, Ki Dalang Tangsub mendapatkan cipta, ciri/pawisik, seperti kutipan berikut :
Ling Bhatara Sakti :
"... Aum kita nanakku prasamya hana gunaning yajna maring Sang Hyang Agni kawruhaken denta, ikang yajna angentasaken saisin rat bhawana, umilangaken sarwa geleh geleh ing loka makadi tang ila ila kabeh, mwang sarwa krura, sarwa mandi, sarwa magalak, sarwa mrana, marrnaning pada inangaskara sarwa tiryak sarwa prani, sarwa janma tekeng daitya danawa raksasa, bhuta kala dewa bhatara. Ika samodaya inarpanakena ginawe homa, maka stana Sang Hyang Agni dumilah gumeseng ikang lengkaning bhuwana kabeh.
Mangkana krama tiningkah de sang wijnana ya ryadeg ning Bhatara Sakti maring Manuaba prih kapagehan ing bhuwana. Mangkana tiningkah yan hana bhumi kaputungan ratunia twin kahilangan, yadyapin ilang sangkayan ing keneng sapa keneng soda, keneng temah mwang durmita, durmanggala, sira ta sang yajamana juga wihikan ri samangkana, apan sang ratu winasa dening satru, wenang sira Bhatari Uma-pati inastungkara dening homa yajna pareng lan Sang Hyang Saraswati. Sira wenang umulihaken kahayuning loka twin ring swarga kahyangan yanya kadurmitan.
Mangkana juga kramanya, apan sira sang yajamana maka ngaran catur-asrama. Sira ngawak ing sangkan paraning sa rat kabeh. Sira pangadeganing Sang Hyang Catur Weda. Ikang Catur Weda maka urip ing sarwa jagat kabeh, maka ngaran sira Sang Hyang Jagat Kantar, sira witaning sarwa kabeh, sira sangkaning ilang, sira sangkaning wetu, sira ganal ademit, sira hana nora, sira angkus bhuwana.
Matangnya sarwa karya tan dadi ya yan tan maka sadana Sang Hyang Catur Weda, apan sira maka siddha karya. Nguniweh ta anaku dak mangke ku warah i kita mwah ri para wrtin ta mangke, apan kita wus inangaskara ku waluya Ketut Tangsub pasajnan ta, Kiyai I Gusti Agung Jro Ketut Dalang Sangsub pasanggahane kita maring rajya kawyapura, wenang kita mujanggain, ngemit sasana kabrahmanan satrehanta nguni.
Haywa kita tan upeksa ri pawrtin ing sarwa yajna ning wang ring martya loka, agung alit yajna tan dadi yan tan pasaksi ring Sang Hyang Agni lawan Sang Hyang Weda Carana, apan Sang Hyang Agni lan Sang Hyang Weda Carana maka lingga yajna, dampatya wenang tunggal sira wenang tunggal lawan Sang Hyang Siwaditya. Jah tasmat, aja sira weha ring wong lyan dahat mauttama panlasing sastra ika".
Terjemahannya :
...... Aum kamu anakku semua, ada sekarang guna dari Yadnya kehadapan Sang Hyang Agni ketahuilah olehmu anakku, adalah yadnya untuk membebaskan seisi dunia, segala yang gaib, segala yang buas, segala penyakit tanaman, karena semuanya tersucikan oleh yadnya itu, apakah itu binatang, mahluk hidup, manusia, sampai pada detya, danawa, raksasa, bhuta, kala, dewa dan bhatara. Itu semua akan tersucikan dengan dibuatkan "homa", sebagai stana Sang Hyang Agni yang menyala, membakar seluruh keketoran di dunia. Demikian yang dilaksanakan oleh orang yang bijaksana pada masa kejayaan Bhatara Sakti di Manuaba mengharapkan kokohnya dunia.
Demikian juga tata cara yang harus dilaksanakan bila ada negara/kerajaan yang tidak ada pemimpinya atau meninggal, meskipun meninggalnya kena kutukan, sial, tanda-tanda buruk, beliau sang yajamana mengetahui hal itu, karena raja akan binasa oleh musuh, maka itu patutlah Bhatari Umapati dipuja dengan menyelenggarakan Homa Yajna serta pmujaan Sang Hyang Saraswati. Beliaulah yang dapat memulihkan kebaikan dunia termasuk juga sorga dan tempat suci kalau megalami bencana.
Demikianlah tata caranya, oleh karena itu sang yajamana disebut catur asrama, asal dan kembalinya seluruh dunia. Beliau adalah perwujudan Sang Hyang Catur Weda. Catur Weda itu sebagai jiwanya dunia yang disebut Sang Hyang Jagat Kantar, beliau adalah sumber segalanya, beliau adalah tujuan saat lenyap, beliau adalah asal kelahiran, beliau bersifat besar dan kecil, beliau ada dan tiada, beliau adalah penyatuan dunia.
Oleh karenanya semua pekerjaan tidak akan berhasil apabila tidak bersaranakan Sang Hyang Catur Weda, oleh karena beliau adalah simbul kesuksesan kerja. Lebih-lebih engkau anakku, sekarang keberitahukan kamu dan tujuanmu sekarang, oleh karena kamu telah aku sucikan, maka tidak lagi engkau bernama Ketut Tangsub, Kiyai I Gusti Agung Jro Ketut Dalang Tangsub namamu pemberian raja kawyapura, berhak kamu menjadi bujangga/pendeta, menjaga tingkah laku seorang brahmana seketurunanmu nanti.
Janganlah engkau tidak mengindahkan akan tujuan semua semua yadnya yang dilaksanakan oleh manusia di dunia. Besar-kecil yadnya yang dilaksanakan tidak akan berhasil bila tidak bersaksikan Sang Hyang Agni dan Sang Hyang Weda Carana, sebab Sang Hyang Agni dan Sang Hyang Weda Carana adalah wujud dari yadnya, bersama dengan Sang Hyang Siwa Aditya.
Setelah melakukan pemujaan tepat diatas turus lumbung itu muncul awan gelap menyelubungi sekitar tempat itu dengan diikuti hujan yang sangat lebat, melihat kejanggalan itu Ki Dalang Tangsub lagi-lagi melakukan pemujaan tepat didepan turus lumbung itu. Dengan segenap kekuatan yang dimiliki Ki Dalang Tangsub mendapatkan ciptta kehadiran Ida Bhatara Sakti Manuaba dengan dicirikan munculnya Manik Galih (potongan tulang kaki Ida Bhatara Sakti), sebuah Keris pejenengan, sebuah Selendang (milik istri Ida Bhatara Sakti) dan Badjra (yang sering digunakan oleh Ida Bhatara Sakti untuk melakukan pemujaan), yang muncul pada pelinggih turus lumbung itu. Oleh sebab itulah Ki Dalang Tangsub membuat sebuah pelinggih Pejenengan di tempat turus lumbung tersebut dan sampai sekarang tempat itu di berinama Pura Griya Sakti Manuaba (yang bertempat di banjar Pengembungan, desa Bongkasa, Abiansemal Badung saat ini)
Dalam perkembangan selanjutnya dikisahkan Ketut Tangsub sering melakukan perjalanan dari Teguhwana menuju desa Calu-calu yang sekarang dikenal dengan nama desa Calo untuk menemui anak pertamanya yang bernama I Gede Kanda, kemudian Dalem Tangsub (I Ketut Tangsub) singgah di desa Manuaba untuk melihat saudara-saudaranya, yakni kakaknya yang bernama I Gede Tanggu dan adiknya yang bernama I Gede Geredegan. Dalam perjalanannya kembali ke Teguhwana, kedua saudaranya itu pun ikut menempati daerah masing-masing disekitar hutan Teguhwana. I Gede Tanggu menuju sisi Timur hutan teguhwana, tempat yang didatangi itu pun dirabas, dijadikan pemukiman, ladang dan persawahan, sedangkan I Gede Geredegan menuju arah Tenggara, karena daerah tersebut merupakan hutan belantara, maka dirabas dengan tujuan untuk dijadikan lahan pertanian, perkebunan dan tempat kediaman. Di masing-masing tempat itu keduanya lalu mendirikan pekubon alias pondok. Tidak selamanya dua bersaudara ini intim berkeluarga. Lama kelamaan timbul perselisihan/bertempur/meyuda disisi paling timur hutan teguhwana - bangkasa (daerah tepi sungai ayung) sehingga daerah tersebut di beri nama Tangguyuda dan akhirnya I Gede Geredegan melarikan diri menuju Puri Kesiman. Melalui daerah Semana. I Tanggu yang memenangkan perselisihan itu tetap tinggal disisi selatan hutan Teguh Wana.
I Ketut Tangsub untuk tetap menjalin hubungan kekerabatan dengan keluarga Puri Kawyapura / Mengwi, maka diutuslah anaknya yang nomor dua Gede Rata mengabdi di Puri Kawyapura / Mengwi menjadi Mahapatih, begitu juga sebaliknya Raja Kawyapura / Mengwi menitahkan salah satu kerabat puri (I Gusti Agung Banyuning) untuk menempati sisi Timur kawasan hutan Teguhwana.
Sisi Timur hutan Teguhwana yang ditempati oleh I Gusti Agung Banyuning saat itu, diberinama oleh Ki Yai I Gusti Agung Jro Ketut Dalang Tangsub daerah Sayan. Nama Sayan berasal dari kata sayang berkembang menjadi nama Sayan sampai sekarang. Kemungkinan pula Sayan itu berarti "semakin"/"ngalinggahang". Kata Sayan itu sangat identik dengan saja atau sajan=betul, yang berarti benar atau seken. Oleh karena itulah kemudian untuk membuktikan hubungan yang sejati (sajan/sayang) tersebut dibuatkanlah sebuah petilasan Dalem Puri dan petilasan Dalem Tangsub, yang sekarang disebut sebagai Pura Dalem Puri dan Pura Dalem Tangsub yang sekarang petilasan itu berada di Banjar Kambang. Konon daerah itu diberinama Banjar Kembang karena di tempat tersebut tumbuh pohon besar yang dikelilingi oleh tumbuhan berbunga (sekar/kembang). Konon bunga ini warnanya putih, modelnya seperti Jepun, dulu bunga semacam ini banyak tumbuh disekitar wilayah ini. Nama inilah kemudian berkembang menjadi nama Banjar Kambang sekarang.
Lama-kelamaan ada juga rakyat dari Punggul yang pindah ke Bangkasa dan mendirikan desa yang dinamakan Toh Raga. Orang-orang yang berasal dari Bangkasa ikut merabas hutan dan mendirikan desa dinamakan Pengembungan Toh Raga. Kemudian datang lagi orang-orang pelarian dari penestanan Ubud dan bertempat tinggal di Banjar Kambang sekarang. Untuk memperkuat perbatasan maka I Ketut Tangsub memohon kepada Raja Mengwi untuk mengirimkan beberapa rakyat Mengwi ke perbatasan agar tidak dijarah oleh laskar I Dewa Manggis. Mereka yang merupakan rakyat dari Mengwi itu kemudian mendirikan desa bernama Toh Raga - Toh Pati.
Setelah keadaan aman, lalu datanglah I Gusti Ngurah Kuta dari Gianyar, setelah itu akhirnya Toh Raga diubah namanya menjadi Kuta Raga sampai sekarang. Kutaraga terdiri dari 4 suku kata dan dua kata. Secara etimologi, terdiri dari 2 kata yakni Kuta dan raga. Kuta ada kemungkinan berasal dari akar kata kut yang berarti kulit. Sedangkan arti keduanya adalah padi atau beras. Ada juga yang mengartikan kata Kuta itu berarti benteng. Menurut Kamus Kawi - Indonesia berarti nafsu, jatuh cinta, arti kedua bermakna badan.
Dikisahkan di tepi siring tegalan tersebut ada tegalan yang tidak bisa dijadikan sawah, karena sulit mengalirkan air kesana. Ki Yai I Gusti Agung Jro Ketut Dalang Tangsub bersama penduduk yang bertempat tinggal disana (di daerah kering itu), lalu berjanji di sebuah pohon pule, seandainya daerah tersebut bisa dialiri, mereka akan sanggup nyungsung pohon pule itu. Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya daerah kering itu bisa diisi air. Sebelum I Gusti Ngurah melanjutkan perjalanan ke Selat, beliau berpesan kepada Ki Yai I Gusti Agung Jro Ketut Dalang Tangsub dan I Gusti Agung Banyuning, supaya yang bertempat di Puri Kuta Raga agar menyungsung Pohon Pule dan dijadikan pelinggih yang dinamakan Pura Pucak Pala, selanjutnya membangun Khayangan Tiga.
Pura Desa yang didirikan, berasal dari cecatu yang diminta di Pura Desa Punggul. Pura Dalem Gede di Toh Pati itu berasal dari cecatu yang di pendak di Pura Teguhwana, karena disanalah awal asalnya desa Bangkasa. Adanya desa Toh Pati - Kuta raga adalah bagian dari wilayah Bangkasa. Yang tinggal di Toh Pati kebanyakan rakyat Mengwi semeton Pande, Bendesa Mas (pelarian dari Desa Mas, karena diserang oleh laskar Sukawati). Di Toh Pati juga ditemukan Pura Taksu Dalang yang kemudian dinamakan Pura Dalem Tengah atau Pura Majapahit sampai sekarang.
Lama kelamaan daerah itu menjadi berkembang sehingga lahir beberapa banjar. sebagian besar adalah pendatang dari daerah timur seperti Kedewatan. Sehingga pada akhirnya desa-desa Bongkasa menjadi 11 banjar yaitu :
1. Banjar Karang Dalem I
2. Banjar Karang Dalem II
3. Banjar Tegal Kuning
4. Banjar Tanggayuda
5. Banjar Sayan
6. Banjar Kedewatan
7. Banjar Pengembungan.
8. Banjar Teguan
9. Banjar Kambang
10. Banjar Kutaraga
11. Banjar Toh Pati
Dalam tahun 2003 terjadi pemekaran desa menjadi dua desa dan desa adat yakni :
1. Desa Bongkasa dan
2. Desa Bongkasa Pertiwi
Banjar-banjar Desa Bongkasa Pertiwi yakni :
1. Banjar Karang Dalem I
2. Banjar Karang Dalem II
3. Banjar Tegal Kuning
Dimana desa Bongkasa akhirnya mewilayahi 2 desa adat, yakni :
1. Desa Adat Bongkasa
2. Desa Adat Kutaraga
Desa Adat Bongkasa mewilayahi banjar-banjar antara lain :
1. Banjar Tanggayuda
2. Banjar Sayan Agung
3. Banjar Sayan Tua
4. Banjar Kedewatan
5. Banjar Pengembungan
6. Banjar Pengembungan Sari
7. Banjar Teguan
8. Banjar Kambang
Desa adat Kutaraga mewilayahi 2 banjar yakni :
1. Banjar Kutaraga dan
2. Banjar Tohpati
Karya-karya Ki Dalang Tangsub, seperti Geguritan Basur, Ketut Bungkling, Ketut Bagus, Cawak; adalah karya-karya yang membuktikan begitu orisinil jagat geguritan Bali. Karya-karya ini menunjukkan bahwa geguritan tidak terbebani oleh ideologi tertentu, ia bahkan mendobrak kebekuan ''ideologi'' yang mengungkung.
Mendekontruksi hegemoni. Sebagai seorang pelarian, yang hendak dihukum sekitar tahun 1825, Dalang Tangsub melakukan ''pemberontakan'' lewat geguritan. Geguritan di tangannya menjadi senjata ampuh gerilia ide-ide, melawan kekuatan palsu yang mengungkungi alam pikir, membongkar motis dan ''narasi besar'' penguasa. Ia membombandir dengan peluru kata-kata. Membongkar narasi besar dengan jenaka. Mencampur aduk realita dan imaji.
Membaca karya Kidung Perembon, yang merupakan ''kompilasi'' geguritan Ki Dalang Tangsub, saya menemukan semacam campuran semangat Frienderich Neitzsche (1844-1900) dan Jorge Luis Borges (1899-1986) bercampur menjadi api dan spirit karyanya tersebut. (Tentu saja Dalang Tangsub tak pernah mengenal kedua dua sastrawan tersebut. Sebelum dua sastrawan tersebut dilahirkan, sekitar tahun 1825, Tangsub sudah menjadi pelarian. Berlari dari desanya Sukawati - Gianyar ke Desa Nuaba, lalu ke Desa Kuum Sembung-Mengwi, lalu bermukim di Rangdi Langit/Teguh Wana, seperti yang tersirat dalam pupuh diatas).
Semangat pemberontakan Dalang Tangsub dan kekuatan perceritaannya yang ''berlapis-lapis'', berpadu dengan kekuatannya menyusun argumen. Bahasanya tak pernah lelah untuk menggugat. Lewat karya itu, ia merumuskan ''bungkling-ology'': sebuah seni debat yang konsisten membongkar mitos dan wacana, yang tak mengutamakan sopan-santun atau ewuh pakewuh, tapi berdasar pada kekuatan gugatan yang bersandar pada ''logika dekontruksi'' dan ''rasa humor''. Dalam kakawin, tak pernah saya membaca pemikiran ''nyeleneh'' seperti yang Dalang Tangsub tawarkan. Dalang Tangsub, lewat tokoh-tokoh, menjadikan dirinya seorang Dalang Tamak di masyarakat Bali yang ''penurut'' dan patuh.
Demikianlah dapat diuraikan beberapa bait geguritan Jero Ketut Tangsub langsung menuju tempat yang terdapat sinar merah keputih-putihan itut diartikan Rang di Langit yang mana dalam bahasa Balinya mengandung arti Bang Akasa, disebutlah daerah ini sebagai Bangkasa yang kemudian lama kelamaan orang-orang mengatakannya sebagai daerah Bungkusa/Bongkasa yang sekarang ini disebut dengan Desa Bongkasa, Kecaatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Proponsi Bali.
Berikut Peta Desa Bongkasa di bawah ini:
Gambar 4.1 Peta Desa Bongkasa
(Sumber: Profil Data Monografi Desa Bongkasa Tahun 2016)
a) Letak Geografis dan Batas Wilayah
Desa Bongkasa termasuk wilayah Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung yang memiliki potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia maupun kelembagaan yang ditunjang oleh sarana prasarana yang ada, cukup mendukung dalam rangka melaksanakan program pembangunan. Desa Bongkasa merupakan daerah dataran/ bergelombang sampai berbukit, terletak 3 Km dari Ibu Kota Kecamatan, 18 Km dari Ibu Kota Kabupaten dan 20 Km dari Ibu Kota Provinsi, dengan kadar air: kering udara 6,35 % kapasitas lapang 20,10 %.Tekstur tanah adalah tanah lempung berdebu (pasir 37,34 %, debu 61,38% dan jenis tanah liat 1,28 %), Ph tanah agak masam dengan H2O 6,20, berada di ketinggian ± 330 meter di atas permukaan laut, jenis tanah Latosol Coklat Kekuningan. Batas-batas wilayah Desa Bongkasa adalah:
Di sebelah Utara : Desa Bongkasa Pertiwi
Di Sebelah Selatan : Sungai Ayung
Di Sebelah Barat : Sungai Ayung
Di Sebelah Utara : Sungai Adeng
Secara administratif Desa Bongkasa terdiri dari 10 banjar dinas, 10 banjar adat, dan 2 Desa Adat, sebagai berikut:
1. Banjar Dinas/ Adat Kedewatan
2. Banjar Dinas/ Adat Tanggyuda
3. Banjar Dinas/ Adat Pengembungan Sari
4. Banjar Dinas/ Adat Teguan
5. Banjar Dinas/ Adat Pengembungan
6. Banjar Dinas/ Adat Sayan Agung
7. Banjar Dinas/ Adat Sayan Tua
8. Banjar Dinas/ Adat Kambang
Kedelapan Banjar tersebut di atas merupakan bagian dari Desa Adat/ Pakraman Bongkasa. Sedangkan Banjar Adat/ Dinas Kutaraga dan Tohpati merupakan bagian dari Desa Adat/ Pakraman Kutaraga. Jadi secara administratif Desa Bongkasa terdiri dari 10 Banjar Dinas, dan dua Desa Adat/ Pakraman sebagai berikut:
1. Banjar Dinas Kedewatan
2. Banjar Dinas Tanggayuda
3. Banjar Dinas Pengembungan Sari
4. Banjar Dinas Teguan
5. Banjar Dinas Pengembungan
6. Banjar Dinas Sayan Agung
7. Banjar Dinas Sayan Tua
8. Banjar Dinas Kambang
9. Banjar Dinas Kutaraga
10. Banjar Dinas Tohpati
Dengan jumlah penduduk pada per 1 Maret 2016 sebanyak 6047 jiwa. Desa Bongkasa menjadi wilayah yang cukup padat dengan mobilitas penduduk yang tinggi, bergerak dalam berbagai bidang sektor formal maupun non formal. Dalam penelitian ini mengambil tempat di Griya Agung Bangkasa Banjar Pengembungan Desa Bongkasa.
b) Penduduk dan Angka Demografis
Penduduk adalah warga negara Indonesia dan warga negara asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Jumlah penduduk desa yang selalu bertambah seiring dengan pertumbuhan penduduk, Desa Bongkasa dalam rangka mensukseskan program Pemerintah di bidang kependudukan melalui manajemen Sistem Administrasi Kependudukan (SAK), Pemerintah Desa telah melaksanakan langkah yang terkait dengan kependudukan tersebut, seperti membentuk Tim Penertiban Penduduk. Penigkatan kualitas sumber daya manusia penyelenggaraan pendaftaran penduduk, serta meningkatkan peran serta masyarakat dengan menekankan arti pentingnya pendaftaran penduduk bagi masyarakat dan negara. Jumlah penduduk Desa Bongkasa per 1 Maret 2016 adalah 6047 Jiwa. Untuk mengetahui rincian jumlah penduduk dapat dilihat pada tabel 4.2 sebagai berikut:
Tabel 4.2 Jumlah data penduduk Desa Bongkasa per 1 Maret 2016
No Keberadaan Penduduk Jumlah
1 Warga Negara Indonesia 6047 Jiwa
2 warga Negara asing 4 Jiwa
3 Penduduk laki-laki 3005 Jiwa
4 Penduduk Perempuan 3042 Jiwa
5 Kepala keluarga 1520 (KK)
(Sumber: Profil Data Monografi Desa Bongkasa)
Tabel 4.3 Jumlah Data Penduduk dan Kepala Keluarga di Masing-masing Banjar Desa Bongkasa
No Banjar Jumlah Penduduk Kepala Keluarga (KK)
1 Banjar Kedewatan 625 177
2 Banjar Tanggayuda 332 102
3 Banjar Pengembungan Sari 454 124
4 Banjar Teguan 571 164
5 Banjar Pengembungan 539 144
6 Banjar Sayan Agung 647 191
7 Banjar Syan Tua 583 175
8 Banjar Kambang 624 180
9 Banjar Kutaraga 647 191
10 Banjar Tohpati 583 175
(Sumber: Profil Data Monografi Desa Bongkasa Tahun 2016)
Berdasarkan tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk serta jumlah Kepala Keluarga (KK) di masing-masing banjar terbagi atas 10 banjar yang terdata dari jumlah penduduk dan Kepala Keluarga (KK). Pada Banjar Kedewatan 625 penduduk (177 Kepala Keluarga); Banjar Tanggayuda 332 penduduk (102 Kepala Keluarga); Banjar Pengembungan Sari 454 penduduk (124 Kepala Keluarga); Banjar Teguan 571 penduduk (164 Kepala Keluarga); Banjar Pengembungan 539 penduduk (144 kepala keluarga); Banjar Sayan Agung 647 penduduk (191 Kepala Keluarga); Banjar Sayan Tua 583 penduduk (175 Kepala Keluarga); Banjar Kambang 624 penduduk (180 Kepala Keluarga); Banjar Kutaraga 647 penduduk (191 Kepala Keluarga); dan yang terakhir adalah Banjar Tohpati 583 penduduk (175 Kepala Keluarga).
Tabel 4.4 Data Mutasi Penduduk Per 1 Maret 2016 Lahir, Mati, Pindah dan Datang yang Dikenal dengan Istilah (LAMPID)
No LAMPID Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Lahir 2 3 5
2 Mati 14 10 24
3 Pindah 2 8 10
4 Datang 1 11 12
(Sumber: Profil Data Monografi Desa Bongkasa)
Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat diketahui data LAMPID per 1 Maret penduduk Desa Bongkasa. Data kelahiran jumlah keseluruhan 5 orang (laki-laki 2 dan perempuan 3 orang); sedangkan data kematian berjumlah 24 (14 laki-laki dan 10 perempuan); data perpindahan penduduk berjumlah 8 (laki-laki 2 orang dan perempuan 8 orang); data penduduk pendatang 12 (laki-laki 1 dan perempuan 11 orang). Penduduk sementara Desa Bongkasa secara rutin telah melaksanakan pengawasan, pembinaan dan pemutahiran data penduduk. dengan jumlah penduduk sementara adalah 49 orang, yang telah melaporkan diri / memiliki Kartu Indentitas Penduduk Sementara (KIPS) adalah 49 orang: laki-laki 40 orang dan perempuan 9 orang. Desa berfungsi sebagai ujung tombak didalam melaksanakan pembangunan di segala bidang baik bidang Pemerintahan, Pembangunan, Kemasyarakatan maupun tugas-tugas pembantuan yang merupakan pembangunan integral yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya yang meliputi kehidupan dan penghidupan masyarakat.
c) Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan
Salah satu organisasi kemasyarakatan yang ada di Desa Bongkasa disebut dengan “banjar”. Organisasi ini seperti sistem RT/RW pada masyarakat modern Indonesia. Menurut bidang geraknya banjar dapat dibagai 2 bagian, yaitu: banjar dinas, ketuanya disebut kelian dinas, fungsinya lebih ke urusan administrasi, seperti membuat KTP, kartu keluarga dan sebagainya. Banjar adat, ketuanya disebut kelian adat. Urusan sosial seperti saat ada kematian, upacara perkawinan anggota banjar serta upacara-upacara keagamaan diatur disini. Kelian adat dan kelian dinas suatu banjar tidak selalu orang yang sama. Namun, walaupun misalnya punya dua orang kelian, dalam setiap sangkep (musyawarah, pertemuan) apapun, kedua kelian ini biasanya diwajibkan hadir.
Organisasi kemasyarakatan yang lain yang ada di Desa Bongkasa yaitu “subak”. Awalnya subak itu merupakan organisasi yang hanya mengatur masalah-masalah di sawah (sebelum Belanda datang menjajah negeri ini) berhubung masyarakat Bali saat itu sebagian besar mata pencahariannya bertani. Dalam subak ini diatur masalah pengairan, sehingga tidak ada masalah rebutan sumber air. Juga masalah lain yang berkaitan dengan pertanian seperti misalnya penanggulangan hama, pengadaan upacara di pura subak, membantu anggota yang sawahnya panen dan sebagainya. Dengan berkembangnya jaman, subak juga mulai berubah, tepatnya bertambah fungsi. Kalau dulu hanya untuk kepentingan di sawah, namun sekarang subak juga mengurus masalah administrasi dari pemerintahan (Pemerintah Negara Republik, adapun organisasi kemasyarakatan yang lain. Dari hasil pendataan Karang Taruna Dharma Bhakti, maka terdapat data Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial di Desa Bongkasa sebagaimana tabel 4.5 sebagai berikut:
Tabel 4.5 Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial
No Potensi Suber Kesejahteraan Sosial Jumlah
1 Desa Adat 2 (Desa Adat Bongkasa Dan Kutaraga
2 Karang Taruna 1 Karang Taruna Dharma Bhakti
3 Sekaa Truna-Truni 10 ada di masing-masing Banjar
4 LPM 1
5 BPD 1
6 PKK 11
7 Banjar Adat 10
8 Subak Yeh 2 Subak Sengempel dan Subak Citra
9 Subak Abian 0
10 Yayasan 1
11 LPD 2 Desa Adat Bongkasa dan Kutaraga
12 Koprasi 7
13 Sekaa Santi 2
14 Sekaa Gong Pria 10
15 Sekaa Bleganjur 10
16 Sekaa Angklung 5
17 Sekaa Batel 2
18 Sekaa Tari 2
19 Sanggar Tari 1
20 Kelompok Tani Ternak 13
21 Gapoktan 1
22 Klompok Juru Photo 2
23 KUBE 2
24 Hansip / Linmas 1
25 Pecalang 12
(Sumber: Profil Data Monografi Desa Bongkasa)
d) Pendidikan
Terkait dengan masalah kependudukan perlu diketahui tingkat pendidikan masyarakat di lokasi penelitian. Tingginya tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor sosial yang dapat mempengaruhi tingkat perkembangan masyarakat di suatu wilayah. Melalui pendidikan baik itu informal, formal dan non formal, seseorang akan dapat pengetahuan, keterampilan, serta pengalaman. Dengan modal pendidikan yang dimiliki seseorang diharapkan dapat mengembangkan sumber daya yang tersedia di daerahnya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu tingkat pendidikan dapat digunakan sebagai cerminan status sosial, mencari pekerjaan, walaupun pendidikan bukan satu-satunya tolak ukur kualitas tenaga kerja.
Pendidikan dapat juga dipakai sebagai barometer tingkat pemahaman masyarakat terhadap agama yang dianutnya. Tingkat pendidikan yang semakin meningkat akan berpengaruh pada tingkat pemahaman tentang pengetahuan agama minimal mengenai dasar-dasar keyakinan, karena pengetahuan dan keyakinan saling berkaitan. Selain itu degan pengusaan pendidikan yang semakintinggi masyarakat tidak lagi sekedar melaksanakan ajaran agama tanpa mengetahui fungsi dan makna apa yang terkandung dalam upacara agama yang dilaksanakan. Selanjutnya penduduk Desa Bongkasa Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung termasuk penduduk yang berpendidikan. Berikut data jumlah penduduk dan status pengelompokan dan tingkat pendidikannya, hal ini dapat dibuktikan dengan data sebagai berikut:
Tabel 4.6 Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah
Laki-laki 3005 orang
Perempuan 3042 orang
(Sumber: Profil Data Monografi Desa Bongkasa)
Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui jumlah penduduk laki-laki 6.047 jiwa dan jumlah 1.520 penduduk peremuan. Dengan jumlah keseluruhan atara penduduk laki-laki dan perempuan berjumlah 7.567 jiwa.
Tabel 4.6 Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
No Tamatan Jumlah
1 Penduduk Buta Aksara 15
2 Taman Kanak-kanak 76
3 Putus SD / Sederajat 10
4 SD / Sederajat 1351
5 SLTP / SMP Sederajat 980
6 SLTA / SMK Sederajat 1856
7 Diploma 180
8 Perguruan tinggi / Sarjana 147
9 Tidak Sekolah 420
(Sumber: Profil Data Monografi Desa Bongkasa)
Berdasarkan tabel 4.6 di atas dapat diketahui bahwa, masyarakat yang berpendidikan perguruan tinggi atau Sarjana berjumlah sebanyak 147 orang, pada tingkat diploma sebanyak 180 orang, tingkat SLTA atau SMK sebanyak 1.856 orang, pada tingakat SLTP atau SMP sebanyak 980 orang, pada tingkat sekolah dasar (SD) sebanyak 1.351 orang, tingkat TK sebanyak 76 orang. Adapun penduduk Desa Bongkasa hanya seberapa dari jumlah keseluruhan peneduduk tidak mengikuti pendidikan formal dengan jumlah 420 orang dan jumlah penduduk yang buta aksara berjumlah 15 orang.
I. Sistem Pemerintahan
Dalam pemerintahan daerah kabupaten/kota dibentuk pemerintahan desa yang terdiri dari pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa.
Pasal 202 ayat (1) dan (2):
a) Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa;
b) Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya.
Penjelasan UU No. 32 Tahun 2004 mengenai Pasal 202 ayat (2) adalah:
“Yang dimaksud dengan ‘perangkat desa lainnya’ dalam ketetnuan ini adalah pembantu kepala desa yang terdiri dari sekretaris desa, pelaksana teknis lapangan seperti kepala urusan dan unsur kewilayahan seperti kepala dusun atau dengan sebutan lain”.
Dari ketentuan perundang-undangan di atas dapat diformulasikan sebagai berikut:
a) Pemeintahan desa terdiri dari pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa;
b) Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa;
c) Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa, sekretariat desa, kepala urusan sebagai pelaksana teknis lapangan, kepala dusun atau dengan sebutan lain sebagai unsur kewilayahan.
A. Kepala Desa.
Kepala Desa berkedudukan sebagai penyelenggara pemerintahan diwilayah desa yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Camat.
Kepala Desa Mempunyai Fungsi Antara Lain :
- Menyelenggarakan urusan pemerintahan.
- Melaksanakan urusan pembangunan.
- Melaksanakan urusan kemasyarakatan.
Kepala Desa mempunyai fungsi antara lain :
- Melaksanakan kegiatan dalam urusan rumah tangganya sendiri.
- Menggerakan partisipasi masyarakat.
- Melaksanakan tugas dari pemerintah diatasnya.
- Melaksanakan tugas dalam rangka Trantibmas.
- Melakukan tugas-tugas lain yang dibebankan oleh Pemerintah di atasnya.
B. Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Sebagai Unsur Penyelenggara Pemerinta Badan Permusyawaratan Desa, berkedudukanhan di Desa yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Camat.
Pokok Badan Permusyawaratan Desa mempunyai tugas antara lain :
- Menyelenggarakan Pemilihan Kepala Desa dengan membentuk Panitia PemiLihan Kepala Desa ( PPKD ).
- Mengusulkan pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa kepada Bupati melalui Camat.
- Menyusun Tata Tertib Badan Permusyawaratan Desa.
Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi antara lain :
- Bersama-sama Kepala Desa Menetapkan/mengesahkan Peraturan Desa (PERDES).
- Bersama-sama Kepala Desa Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
- Melaksanakan Pengawasan terhadap pelaksanaan Perdes dan Perpu lainnya,
- Yang mengatur tentang Pemerintahan Desa dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
- Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
C. Sekretaris Desa.
Sekretaris Desa berkedudukan sebagai Pimpinan/Kepala Sekretariat Desa,yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Kabupaten.
Sekretaris Desa mempunyai tugas pokok antara lain:
- Membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas penylenggaraan pemerintahan Desa.
- Memberikan pelayanan Administrasi.
- Melaksanakan adminstrasi pemerintahan desa.
Sekretaris Desa mempunyai fungsi antara lain :
- Menyelenggarakan kegiatan urusan tata usaha (surat menyurat,kearsipan,dan pelaporan.
- Menyelenggarakan kegiatan pemerintahan dan keuangan desa.
- Menyelenggarakan administrasi kependudukan dan administrasi umum.
- Melakukan fungsi Kepala Desa,apabila Kepala Desa berhalangan.
D. Kaur Pemerintahan.
Kaur Pemerintahan berkedudukan sebagai unsur staf Sekretaris Desa, yang berada dan bertanggung jawab kepada Kepala Desa melalui Sekretaris Desa.
Kaur Pemerintahan mempunyai tugas pokok antara lain :
- Membantu Kepala Desa dalam bidang Administrasi Kependudukan dan Pertanahan.
- Melaksanakan Pembinaan Organisasi Kemasyarakatan Desa, Organisasi Parte Politik dan Kesatuan Bangsa.
Kaur Pemerintahan mmpunyai fungsi antara lain:
- Membantu Kepala Desa dalam menyiapkan,Menyusun Rencana Kerja.
- Mengumpulkan, Mengolah dan Mengevaluasi kegiatan yang dilaksanakan.
- Menyusun laporan kegiatan yang dlaksanakan.
- Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Desa.
E. Kaur Pembangunan.
Kaur Pembangunan berkedudukan sebagai unsur Staf Sekretaris Desa,yang berada dan betanggung jawab kepada Kepala Desa melalui Sekretaris Desa.
Kaur pembangunan mempunyai tugas pokok antara lain :
- Membantu Kepala Desa dalam bidang Perekonomian Desa, Koperasi, Produksi dan Distribusi sertaLingkungan Hidup.
- Kaur Pembangunan mempunyai fungsi antara lain :
- Membantu Kepala Desa dalam Menyiapkan,Menyusun Rencana Kegiatan Pembangunan Jangka Pendek,Jangka Menengah dan Jangka Panjang.
- Mengumpulkan,Mengolah dan Mengevaluasi kegiatan yang dilaksanakan.
- Menyusun laporan kegiatan yang dilaksanakan.
- Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Desa.
F. Kaur Kesra.
Kaur Kesra berkedudukan sebagai unsur staf sekretaris desa,yang berada dalam dan bertanggung jawab kepada Kepala Desa melalui Sekretaris Desa.
Kaur Kesra mempunyai tugas pokok antara lain:
- Membantu Kepala Desa dalam bidang pelayanan sosial dan bantuan sosial.
- Melaksanakan pembinaan kepemudaan dan peranan wanita.
- Melaksanakan pembinaan keagamaan,pendidikan,kebudayaan tenaga kerja dan
- Kesehatan masyarakat.
Kaur Kesra mempunyai fungsi antara lain :
- Membantu Kepala Desa dalam menyiapkan,menyusun rencana kerja.
- Mengumpulkan,mengolah dan mengevaluasi kegiatan yang dilaksanakan.
- Menyusun laporan kegiatan yang dilaksanaan.
- Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Desa.
G. Kaur Keuangan.
Kaur Keuangan berkedudukan sebagai unsur Staf Sekretaris Desa, yang berada dan bertanggung jawab kepada Kepala Desa melalui Sekretaris Desa.
Kaur Keuangan mempunyai tugas pokok antara lain :
- Membantu Kepala Desa dalam bidang Administrasi Keuangan Desa.
- Membuat Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (RAPBDES).
- Mencatat Penerimaan dan Pengeluaran Keuangan Desa.
Kaur Keuangan mempunyai fungsi antara lain:
- Membantu Kepala Desa dalam Menyiapkan,Menyusun Rencana Kerja.
- Mengmpulkan,Mengolah dan Mengevaluasi Kegiatan yang dilaksanakan.
- Menyusun laporan kegiatan yang dilaksanakan.
- Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Desa.
H. Kaur Umum.
Kaur Umum berkedudukan sebagai unsur Staf Sekretaris Desa,yang berada dan bertanggung jawab kepada Kepala Desa melalui Sekretaris Desa.
Kaur Umum mempunyai tugas antara lain:
- Membantu Kepala Desa dalam bidang surat menyurat (agenda surat masuk surat keluar).
- Melaksanakan Administrasi Perlengkapan dan Inventaris Kantor Desa.
- Melaksanakan Pembinaan Keamanan dan Ketertiban masyarakat(Kamtibmas).
Kaur Umum mempunyai fungsi antara lain :
- Membantu Kepala Desa dalam Menyiapkan,Menyusun Rencana Kerja.
- Mengumpulkan,Mengolahdan Mengevaluasi kegiatan yang dilaksanakan.
- Menyusun laporan kegiatan yang dilaksanakan.
- Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Desa.
I. Kepala Dusun/Kelihan Dinas.
Kepala Dusun berkedudukan sebagai penylenggara pemerintahan di wilayah Dusun, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Desa.
Kepala Dusun mempunyai tugas,melaksanakan tugas Kepala Desa diwilayah Dusun da lam bidang antara lain :
- Menyelenggarakan urusan Pemerintahan.
- Melaksanakan urusan Pembangunan.
- Melaksanakan urusan Kemasyarakatan.
Kepala Dusun mempunyai fungsi antara lain:
- Melaksanakan kegiatan dalam urusan Pemerintahan, Pembangunan dan Kemasyarakatan serta Kamtibmas.
- Melaksanakan kebijakan Kepala Desa.
J. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa ( LPMD ).
Lembaga Ketahanan Masyarakar Desa, untuk selanjutnya disingkat LKMD atau Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa, untuk selanjutnya disingkat LPMD adalah Lembaga atau wadah yang dibentuk atas Prakarsa masyarakat sebagai mitra Pemerintah Desa dalamMenampung dan mewujudkan aspirasi serta kebutuhan masyarakat dibidang pembangunan.
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa/Kelurahan ( LPMD/LPMK ) adalah Lembaga Kemasyarakatan, yang berada di wilayah Desa/Kelurahan sebagai mitra Pemerintah Desa/Kelurahan dan bertanggung jawab kepada masyarakat disampekan melalui Kepala Desa/Kelurahan.
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa/Kelurahan,mempunyai tugas antara lain :
- Meningkatkan Partisipasi Masyarakat secara aktif dalam melaksanakan pembangunan.
- Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan Desa.
- Merencanakan dan melaksanakan pembangunan Desa yang bertumpu pada partisipasi masyarakat.
- Melaksanakan tugas-tugas lain yang diatur dalam peraturan Desa.
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa / Kelurahan, mempunyai fungsi antara Lain :
- Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dalam pembangunan.
- Menanamkan dan Memupuk Rasa Persatuan dan Kesatuan masyarakat dalam Rangka memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Peningkatan Kualitas dan Percepatan pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
- Penyusunan Rencana pelaksanaan,pelestarian dan pengembangan hasil-hasil Pembangunan secara Partisipatif.
- Menumbuh Kembangkan dan Penggerak Prakarsa,Partisipatif,Swadaya Gotong Royong masyarakat,Penggali,Pendayagunaan dan Pengembangan potensi Sumberdaya Alam serta Keseasian Lingkungan Hidup.
Sistem Kepercayaan
Penduduk Desa Bongkasa, mayoritas sebagai pemeluk dan pengamal agama Hindu, hal itu tercermin dengan adanya berbagai pura/tempat suci di setiap sudut wilayah desa Bongkasa serta dalam kehidupan sehari-hari masyarakat menunjukan prilaku yang agamis. Kehidupan agamis masyarakat bukan hanya tercermin dari kegiatan persembahyangan tiga waktu atau Tri Sandhya, pelaksanaan Galungan - Kuningan dan Nyepi saja, akan tetapi tercermin dari sikap saling tolong menolong, gotong royong diantara warga masyarakat dan terciptanya kerukunan dalam kehidupan sebagai bentuk kesalehan sosial.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memerhatikan asal usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Pembentukan Desa dapat berupa penggabungan beberapa desa,atau bagian desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, atau pembentukan Desa di luar Desa yang telah ada. Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa pemerintah Desa bersama BPD dengan memerhatikan saran dan pendapat masyara kat setempat.
Dari Paparan atau penjelasan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa sesuai dengan tulis “Sejarah Desa Bongkasa” secara umum penulis dapat menyimpulkan bahwa :
1. Keberadaan Desa Bongkasa tidak bisa di lepaskan dari pujangga besar dan karya-karya Ki Dalang Tangsub, seperti Geguritan Basur, Ketut Bungkling, Ketut Bagus, Cawak; adalah karya-karya yang membuktikan begitu orisinil jagat geguritan Bali. Karya-karya ini menunjukkan bahwa geguritan tidak terbebani oleh ideologi tertentu, ia bahkan mendobrak kebekuan ''ideologi'' yang mengungkung.
2. Sinar merah keputih-putihan itu diartikan Rang di Langit yang mana dalam bahasa Balinya mengandung arti Bang Akasa, disebutlah daerah ini sebagai Bangkasa yang kemudian lama kelamaan orang-orang mengatakannya sebagai daerah Bungkosa/Bongkasa yang sekarang ini disebut dengan Desa Bongkasa, Kecaatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Proponsi Bali.
3. Desa Bongkasa berkembang sehingga lahir beberapa banjar, sebagian besar adalah pendatang dari daerah timur seperti Kedewatan. Sehingga pada akhirnya desa-desa Bongkasa menjadi 11 banjar yaitu :
1. Banjar Karang Dalem I
2. Banjar Karang Dalem II
3. Banjar Tegal Kuning
4. Banjar Tanggayuda
5. Banjar Sayan
6. Banjar Kedewatan
7. Banjar Pengembungan.
8. Banjar Teguan
9. Banjar Kambang
10. Banjar Kutaraga
11. Banjar Toh Pati
Dalam tahun 2003 terjadi pemekaran desa menjadi dua desa dan desa adat yakni :
1. Desa Bongkasa dan
2. Desa Bongkasa Pertiwi
Banjar-banjar Desa Bongkasa Pertiwi yakni :
1. Banjar Karang Dalem I
2. Banjar Karang Dalem II
3. Banjar Tegal Kuning
Dimana desa Bongkasa akhirnya mewilayahi 2 desa adat, yakni :
1. Desa Adat Bongkasa
2. Desa Adat Kutaraga
Desa Adat Bongkasa mewilayahi banjar-banjar antara lain :
1. Banjar Tanggayuda
2. Banjar Sayan Agung
3. Banjar Sayan Tua
4. Banjar Kedewatan
5. Banjar Pengembungan
6. Banjar Pengembungan Sari
7. Banjar Teguan
8. Banjar Kambang
Desa adat Kutaraga mewilayahi 2 banjar yakni :
1. Banjar Kutaraga dan
2. Banjar Tohpati
Secara geografis batas-batas Desa Bongkasa adalah
- Batas Utara berbatasan dengan Desa Bongkasa Pertiwi
- Bagian Barat berbatasan dengan Desa Taman
- Bagian Timur berbatasan dengan Tukad Ayung
- Bagian Selatan berbatasan dengan Desa Mambal
B. Saran
Demi terwujutnya Desa yang berkualitas baik sumber Daya Manusia, maupun Sumber Daya Alamnya dibutuhkan rasa saling mendukung dan bergotong royong dari semua unsur baik Aparatur Desa yang mengatur jalannya pemerintahan di Desa, maupun penduduk yang berperan sebagai pemeran yang nyata dalam kemejuan di Desa Bongkasa.
Disarankan dalam melukiskan atau menuliskan sejarah diharapkan telah mengetahui, memahami, dan memiliki imajinasi serta intrepretasi yang cakap atau baik agar mudah serta mempunyai kualitas yang baik dalam melukiskan sebuah sejarah.
Demikian buku ini yang Saya buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan Penulis pribadi khususnya. Mungkin dalam pembuatan tulis yang saya buat, masih banyak kekurangan dan kesalahan saya mohon dapat mema'afkan dan memakluminya, karena saya adalah hamba pretisentanan Ki Dalang Tangsub yang ke-9 yang tak luput dari salah, kealpaan dan lupa, maka dari itu penulis bersedia menerima saran maupun kritik demi perbaikan selanjutnya.
Daftar Pustaka
Babad Kiyai I Gusti Agung Pasek Gelgel Bangkasa (Jro Ketut Dalang Tangsub)
Ida Sinuhun Siwa Putra Parama Daksa Manuaba, Griya Agung Bangkasa (Tokoh Masyarakat)
I Ketut Luki (Kapala Desa Bongkasa)
I Nyoman Sulendra (Sekdes Bongkasa)
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Kamus Kawi - Indonesia
Awig-Awig Desa Bongkasa
Aji Purana Prasasti Pasek Bangkasa
http://www.sibarasok.net/2013/05/langkah-langkah-dalam-penelitian.html
http://carapedia.com
http://sejarahbudayaa.blogspot
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Metode-sejarah
http://sejarah10-Jt.blogspot.com
http://www.pustakasekolah.com/pengertian-sejarah.html
http://www.datafilecom.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar