Sabtu, 15 Februari 2020

Pustaka Ida Sinuhun tentang bayuh tampelbolong

Pustaka Ida Sinuhun tentang bayuh tampelbolong
Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S, M.Pd

Iti, ngaran Pamahayu Kahuripan Tampelbolong

Ling ning Ida Bhatara Sinuhun;
‘Yan hana wwang kengin pahayu kahuripan, kumaweruha ri kahananing Sang Hyang Aji Aksara, yogya ngupadhayaya awak sarisanya ruhun, lumaksana tan kaharuning letuh, lamakana weruh ri jatining manusa, wenang sira  pinahayu tampelbolong rumuhun, mwang katapak denira Sang Hyang Ganapati, apan sira Sang Ganapati kalawan Sang Sulinggih pinaka pamuput bipraya angupadhayaya, mwang nuntun sang pinayuh kayeng kawekas. Mawastu mijil saking pinahayu aksara ngaranya’.

‘Yan hana wwang kengin pinahayu ri kahananing sang wiku, tan mangupadhayaya, tan maupakara, tan matapak aksara lwih mwah tan kapuput dening wiku siwa bhuda, papa ikang wwong, yan mangkana Babinjat wwang ika ngaranya, apan mijil tanpa pinahayunen tampel bolong tan mangaskara dening niwedya, kweh prabedanya wwang mangkana, papnehnya bawak, polahnya mumpang laku, wahya kadi sato, juga kahidepannya, ri pademnya dlaha, atmanya wwang mangkana kadanda dening watek Kingkara Bala manadi entiping kawah Tambra Gohmuka, yan mangjadma mwah, matemahan ta sira sarwa Triyak Yoni, amangguhaken kasangsaran’.

‘Mne hana piteketku, yan hana wwang durung pinahayunen tampelbolong, haywa wehana gumelaraken kasobhagian, kopedrawa ta sira denira Sang Hyang Asta Dewata, ri sang arep anembah sang empu bhajangnia, Hamreyoga aken Sang Hyang ri dalemning sarira. Mangkana piteketku ri wwang kabeh, hayma marlupa, hila hila dahat’.

Mangkana pratingkah sesananing pamahayunen kahuripan. Kasurat olih Ida Sinuhun, Rangdilangit, Teguhwana, Bangkasa, ayuwa wera. Samapta.

Ulasannya:
Bayuh Tampelbolong adalah upacara mapahayu kahuripan untuk menetralisir pengaruh-pengaruh yang tidak baik yang ada pada diri manusia.

Bayuh adalah kata yang sejenis dengan kata dayuh. Ayuh dalam bahasa bali artinya sejuk. Bayuh dimaksudkan menyejukkan diri manusia dari hal-hal yang bersifat keras atau panas kelahirannya. Menyejukkan juga berarti menetralisir. Sedangkan kata Ruwatan berasal dari kata ruwat yang berarti menyucikan, namun kemudian berarti menetralisir pengaruh-pengaruh jahat misalnya ruwat sudhamala. Sahadewa meruwat betari Durga dengan cara membunuhnya lalu betari Durga “Somya” kembali menjadi Uma dan dalam hal ini ruwat lebih mengacu pada peleburan. Baik ruwatan atau bayuh selalu mempergunakan jenis upakara yang di Bali disebut bebanten sedangkan di Jawa disebut sesajen. Bebanten atau sesaji disamping berfungsi sebagai hidangan kehadapan Bhatara Kala juga mempunyai arti yang sangat dalam bernilai magis. Dalam upacara bayuh atau Ruwatan selalu dilengkapi dengan “Penglukatan” yang berfungsi pembersihan secara spiritual. Dengan demikian bayuh atau ruwatan lebih mengarah pada arti penyucian atau pembersihan.

Tampel bolong merupakan menutupi lubang-lubang atau kebocoran dalam kehidupan maupun menutup hukum-hukum deraan yang kita bawa ataupun peroleh dalam kelahiran ini.

Bebayuhan Tampel Bolong, Mpu Leger, dan Bebayuhan Sanan Empeg massal. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Yayasan Widya Daksha Dharma Griya Agung Bangkasa yang di motori oleh Ida Pandita Mpu Sinuhun Siwa Putri Parama Daksa Manuaba di griya Agung Bangkasa, jalan Tangsub no 4, banjar pengembungan desa bongkasa, abiansemal - badung. Upacara Bayuh tampel bolong yg sudah dilaksanakan ring griya agung bangkasa pada 28 september 2019 diikuti oleh 700 orang telah mendaftar untuk mengikuti bebayuhan massal namun antusiasme warga mengikuti bebayuhan yang dipuput 9 sulinggih ini membuat jumlah peserta semakin bertambah saat puncak upacara bebayuhan.

Umat Hindu di Bali meyakini Bebayuhan sebagai momen untuk menetralisir derita bawaan sejak lahir. Sehingga tidak jarang jika mebayuh dilaksanakan atas kondisi tertentu, seperti kelainan jiwa, sakit berkepanjangan, sering dirundung kesialan atau kecelakanaan. Pelaksanaan mabayuh tampelbolong bermaksud untuk pengruwatan/pengentas kelahiran demi menyelamatkan manusia dari akibat keburukan kelahirannya dan unsur karma phala yang buruk. Karena masih melekat pada diri manusia serta mengurangi pengaruh Sad Ripu atau sifat-sifat keraksasaan yang dibawa sejak lahir.Tak hanya demi menghilangkan segala kesakitan dan kesialan. Umat Hindu meyakini karakter anak bisa dibawa sejak lahir. Apabila anak memiliki utang atau kapiutangan saat ia lahir, maka akan berdampak pada karakternya kelak ketika ia sudah dewasa. Untuk memusnahkan karakter buruk yang sudah dibawa dari lahir itu, masyarakat Bali melakukan upacara mabayuh tampelbolong.
Ida Pandita Mpu Sinuhun Siwa Putri Parama Daksa m Manuaba menjelaskan bahwa “Bebayuhan Tampel Bolong merupakan pengruatan yang paling utama menurut Lontar Kembang Rampe Lawar Capung, Ki Dalang Tangsub”. Bebayuhan Tampel Bolong itu sendiri seperti Bebayuhan Anak Tunggal, Anak Lahir Sungsang, Lahir Prematur, dan Bebayuhan sesuai Pelelintangan seperti Lintang Bade dsb. Segala Pengruatan penderitaan, penistaan kelahiran terdahulu yang belum pernah melakukan proses pengruatan harus dilaksanakan pada kehidupan sekarang ini. Dalam Bebayuhan Tampel Bolong dilaksanakan upacara Pamegat sotsot, serta  pengruatan terhadap Sembilan lubang dalam tubuh dengan aksara suci, imbuh beliau. Upacara Bayuh  Tampelbolong massal di Griya Agung Bangkasa ini diawali dengan proses Mabiakala yang bertujuan melebur segala kesialan (mala/leteh). Dilanjutkan dengan upacara medusdus sambil diperciki air berbagai jenis bungkak kelapa dan dengan berbagai jenis air (tirta). Setelah itu melakukan prosesi melukat panca wara, kemudian melukat sapta wara, lalu melukat ring bhatara brahma dan melukat ring ida bhatara wisnu serta melukat bayuh tampelbolong jangkep. Setelah itulah peserta yang mengikuti proses bebayuhan natab banten bebayuhan sesuai dengan hari kelahirannya masing-masing dan natab upakara malaning uku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar