UPACARA MEKINGSAN DI GNI
Oleh : I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S, M.Pd
PENDAHULUAN
Upacara Sawa Preteka Mapendem Ring Geni adalah bentuk upacara pembakaran bagi jenasah yang baru meninggal dunia, tetapi belum dapat disebut Ngaben. Cara ini ditempuh bilamana:
#Kekurangan biaya ngaben.
#Bila masih ada panglingsir sang lina yang belum diaben.
#Ada rencana dalam waktu dekat akan ngaben bersama keluarga lain.
#Sang lina tidak boleh di-pendem di pertiwi karena ketika hidup menjadi Pamangku, Dalang, dll.
#Untuk menghindari beberatan cuntaka karena keluarga akan mengadakan upacara Dewa Yadnya dalam waktu dekat.
#Sang lina berada jauh dari keluarga.
Dalam Lontar Tattwa Kepatian disebutkan bahwa status Atma dalam upacara Mapendem Ring Geni sama dengan Mapendem Ring Pertiwi di mana batas waktu untuk upacara Ngaben selambat-lambatnya satu tahun.
Jika tidak maka “kepastu” oleh Bethara Yama; tulang atau arang/ abunya akan berbadan Bhuta Cuil dan Atma menemui kesengsaraan yang mana mengakibatkan keluarganya hidup menderita.
URUTAN UPACARA DAN UPAKARA YANG DIGUNAKAN
Mabersih.
Jenasah diturunkan ke pepaga yang sudah dialasi tikar dan ada bantal di bawahnya diisi jinah kepeng satakan lalu di atas sawa dipasang leluhur kain putih, pakaiannya dilugar kemaluannya ditutup (kalau laki-laki ditutup dengan kain dan daun tuwung bola, kalau perempuan ditutup dengan kain dan daun tunjung).
Selanjunya disiram dengan air, disabuni, dikramas, diberi bablonyoh putih-kuning, disiram dengan yeh kumkuman, selanjutnya mulutnya dikumuri air, disisig.
Rambut diminyaki, disisir yang rapi. Kuku dikerik dan kerikannya dibungkus daun dapdap ditaruh diteben sawa.
Menempatkan sarana-sarana: daun intaran di kedua alis, pusuh menuh di hidung, kaca di mata, waja digigi, sikapa di atas dada, serbuk bebek di atas perut, malem di telinga, daun terung bola di atas kelamin laki-laki atau daun tunjung di atas kelamin perempuan.
Kedua jempol kaki diikat benang putih, tangan sikap amusti diisi kwangen dengan uang kepeng 11, monmon mirah dimasukkan ke mulut, beberapa kwangen diletakkan di tubuh sbb.:
Kwangen berisi pucuk dapdap ditaruh di jidat menghadap ke bawahKwangen berisi uang kepeng 11 ditaruh di dada menghadap ke atasKwangen berisi uang kepeng 9 dan bunga tunjung ditaruh di ulu hati menghadap ke atasKwangen berisi pucuk bunga cempaka putih ditaruh di tangan kanan-kiri, kaki kanan-kiri
Sawa diperciki tirta pelukatan/ pebersihan. Setelah itu sawa digulung dengan kain putih dan tikar kalasa, dilante dan diikat kuat. Di atas pengulungan ditaruh daun telujungan dan kain putih secukupnya dan tatindih.
Nyumbah (Pitra Puja).
Sawa diangkat digelindingi telur ayam mentah, lalu preti sentana melakukan Puja Pitra kepada sang lampus.
Persembahan.
Sawa ditidurkan di bale, dihaturi soda dan tataban. Upasaksi ke Surya banten suci satu soroh. Banten ditatabkan ke sawa, sebagai niyasa bahwa preti sentana menyuapi soda dengan daun dapdap.
Pembakaran.
Pada hari “dewasa” yang telah ditentukan sawa diusung ke setra setelah melewati caru aperancak. Meprasawya tiga kali masing-masing: di depan rumah, di perapatan agung, di cangkem setra, dan di pamuunan.
Sawa diletakkan di atas pembasmian, lante dan penutup wajah dibuka, di atas dada sawa ditaruh banten: nasi angkeb, bubuh pirata. Kepala sawa diperciki tirta-tirta: pelukatan, pabersihan, pengentas, merajan suwun, kawitan, kahyangan tiga.
Setelah itu sawa dibakar dengan cita ageni Ida Pandita dan api biasa. Bila tulang sudah jadi arang, sirati dengan tirta panyeeb, lalu gelari caru geblagan.
Ambil kuskusan baru, semua arang tulang diambil ditaruh di atas kuskusan. Cuci/siram dengan air sampai bersih, terakhir siram dengan yeh kumkuman.
Arang tulang yang sudah bersih dibungkus kain putih diikat dan dibentuk seperti kepala manusia, dialasi bokor, dihias dengan pakaian putih kuning, destar, bunga dll. Bokor itu lalu disangkol preti sentana dan dihadapkan ke banten ayaban.
Banten di Setra.
Banten di sanggar surya sama dengan diarepan Pandita yaitu suci asoroh dan pasipatan. Pengayatan ke kahyangan tiga suci tiga soroh, Prajapati suci satu soroh, Sedaan bangbang suci satu soroh. Banten tarpana terdiri dari suci satu soroh, nasi angkeb, bubur pirata.
Nganyut ke Segara.
Setelah Ida Pandita selesai mapuja, dilanjutkan dengan pamuspaan dan nyumbah sang lina, matirta dan mabija, lalu yang nyangkol arang tulang bangun, mundur tiga langkah, maprasawya keliling pamuunan tiga kali, terus menuju ke segara.
Sampai di segara diadakan pemujaan kepada Bethara Baruna dengan suci satu soroh. Setelah itu arang tulang ditenggelamkan di laut. Upacara ngulapin dengan rantasan dan banten suci satu soroh.
Nangkilang ke Jabaan Pura Dalem.
Rantasan dibawa ke jabaan Pura Dalem, dihaturi piuning kepada Ida Bethari Durga dengan suci satu soroh. Kemudian rantasan diampigang. Para pelayat kembali ke rumah duka.
Macaru, Mapepegat, Mabeakala, Maprayascita.
Agar supaya tuntas, maka setelah acara upacara macaru abrunbunan di rumah duka, diteruskan dengan mabeakala, maprayascita, dan mapepegat oleh semua keluarga. Dengan demikian maka keluarga sudah langsung bebas dari cuntaka.
REKAPITULASI UPAKARA YANG DIGUNAKAN
Papaga, tikar kalasa, kain putih, jinah satakan, daun tuwung bola, daun tunjung, bablonyoh putih-kuning, yeh kumkuman, sisig, minyak rambut, sisir, daun dapdap, daun intaran, pusuh menuh, kaca, waja, serbuk bebek, malem, benang putih, mirah monmon, kwangen dengan: jinah 11 dua buah, jinah 9 satu, kwangen dengan bunga pucuk dapdap, kwangen dengan bunga tunjung, kwangen dengan pucuk bunga cempaka putih empat buah, lante, daun telujungan, tatindih, tali pengikat lante tiga buah, telur ayam mentah satu.Banten sorohan suci = 12, Soda = 1, Segehan aperancak = 3, Nasi angkeb = 2, Bubuh pirata = 2, Kuskusan nasi baru = 1, Bokor perak = 1, Yeh kumkuman = 1 ember, Pasipatan = 2, Caru abrunbunan = 1, Beakala = 1, Prayascita = 1, Papegatan = 1Tirta-tirta: palukatan, pabersihan, pangentas, merajan suwun, kawitan, kahyangan tiga, panyeeb, beakala, prayascita, banten, caru.
#tubaba//dokumen griyang bang#
Tidak ada komentar:
Posting Komentar