Larangan memakai tirtha sulinggih lainnya adalah bhisama Sang Sapta Pandhita adalah bhisama Mpu Gnijaya kepada Pasek, Gelgel, Bandesa, Tangkas, Kubayan, Salahin, Tohjiya, Gaduh, Dangka, Pasek makabehan mengenai larangan menggunakan tirtha dari sulinggih lainnya. Larangan ini sama sekali bukan didasari oleh niat merendahkan atau melecehkan sulinggih dari keturunan yang lain (bukan warga Sang Sapta Pandhita utawi Sang Sapta Rsi anak-anak Mpu Gnijaya). Tetapi menyangkut beberapa hal prinsip yang harus dipahami oleh warga Sang Sapta Pandhita utawi Sang Sapta Rsi anak-anak Mpu Gnijaya. Warga Sang Sapta Pandhita utawi Sang Sapta Rsi anak-anak Mpu Gnijaya sangat menghormati dan memuliakan setiap sulinggih dari warga/soroh apapun beliau berasal. Bhisama itu berbunyi:
"Kamung Pasek, Gelgel, Bandesa, Tangkas, Kubayan, Salahin, Tohjiya, Gaduh, Dangka, Pasek makabehan, maka Santana nira Sang Sapta Pandhita utawi Sang Sapta Rsi anak-anak Mpu Gnijaya yan kita angupakara sawa, aywa kita weh aminta tirtha ring brahmana pedanda. Ngong anugraha kita riwekas, samangda kita tan kanarakan".
Terjemahan :
Wahai kamu Pasek, Gelgel, Bandesa, Tangkas, Kubayan, Salahin, Tohjiya, Gaduh, Dangka, Pasek makabehan, maka Santana nira Sang Sapta Pandhita utawi Sang Sapta Rsi anak-anak Mpu Gnijaya, kalau engkau mengupacarai mayat, jangan meminta tirtha dari brahmana Pedanda, aku peringatkan engkau agar engkau tidak sengsara di kemudian hari.
Selanjutnya;
"mwah yan kita mayadnya suka mwang duka, aywa nurunakna tirtha brahmana pedanda. Nguni kawitan ta kita madiksa widhi krama minta nugraha ring paduka bhatara. Mangkana kengeta. Aja lali, weruhakna mwang sanak ira kabeh, kita kabeh aywa lupa ring aji dharma kawitanta nguni, aywa kita lupa ring kajaten".
Terjemahan :
Dan lagi kalau engkau menyelenggarakan upacara yadnya yang bersifat suka dan duka, jangan nuhur tritha brahmana pedanda. Mengapa? Karena sejak dulu leluhurmu madiksa widhi krama, memohon panugrahan langsung kepada Ida Bhatara Kawitan. Demikianlah, ingatlah selalu. Jangan lupa, beritahukanlah hal itu kepada seluruh keturunanmu kelak. Janganlah lupa pada Aji Dharma Kawitan mu dulu. Janganlah lupa pada jati dirimu.
Ida Sinuhun Siwa Putra Parama Daksa Manuaba menekankan: Bhisama di atas jelaslah bahwa penggunaan tirtha kawitan dan tirtha Ida Pandhita Mpu dikalangan warga Pasek adalah untuk setiap upacara atau Panca Yadnya. Beberapa alasan warga Pasek menggunakan sulinggih dari keturunan Sang Sapta Pandhita atau lazim dikenal dengan Ida Pandita Mpu adalah sebagai berikut :
Pemakaian Ida Pandita Mpu adalah penerusan tradisi leluhur yang telah berlangsung sejak jaman sebelum kedatangan Dang Hyang Nirartha ke Bali, jauh sebelum Beliau datang warga Pasek telah memiliki sulinggih sendiri yaitu Ida Mpu. Tradisi itulah yang telah diwariskan dari genari ke genarasi, kendatipun pada saat jaya-jaya sistem kerajaan di Bali, banyak rintangan dan hambatan yang dialami oleh warga Pasek, karena banyak warga desa yang melarang pemakain Ida Mpu oleh warga Pasek; Warga Pasek tidak menggunakan Sulinggih lain, karena ada mantra-mantra khusus yang tidak dipakai oleh Sulinggih lainnya, khususnya yang berkaitan dengan Bhisama Ida Bhatara Kawitan. Mantra-mantra yang tidak boleh dilupakan oleh warga Pasek yang berhubungan erat dengan pamikukuh sesananing kawitan. Warga Pasek seperti warga/soroh lainnya di Bali, memiliki aturan tersendiri dalam pembuatan kajang kawitan. Kajang kawitan Pasek hanya dipahami secara mendalam oleh Ida Pandita Mpu atau pemangku pura kawitan sehingga hanya merekalah yang berhak membuat kajang kawitan Pasek; Tata cara pediksaan di kalangan warga Pasek sangat berbeda dengan tata cara pediksaan dikalangan warga lain. Perbedaan ini sangat prinsip bagi warga Pasek, di mana warga Pasek melakukan pediksaan dengan menggunakan aksara Bali dalam proses sedaraga dan tapakan lingga Ida Bhatara Kawitan saat proses penapakan.
Kalau dianalogikan, pelarangan penggunaan sulinggih lain, adalah seperti orang sakit mencari dokter. Kalau sakit gigi hendaknya dicari dokter gigi, jangan mencari dokter jantung atau lainnya.
Terkait Bhisama ini, bagaimana kalau di tempat kita tidak ada Ida Pandita Mpu? Apakah kita tidak jadi melakukan upacara? Menurut kami sekiranya dapat disesuaikan dengan situasi kondisi terkait upacara yang akan dilakukan. Penggunaan sulinggih Ida Pandita Mpu ada baiknya tidak terlalu ngotot dijalankan apabila upacara dilakukan secara massal yang melibatkan banyak soroh atau wangsa lainnya, seperti di bale banjar, sekolah, kantor, pura yang disungsung masyarakat luas (khayangan tiga, khayangan jagat, sad khayangan, dll.) ataupun tempat umum lainnya. Jika itu tetap kita paksakan (dalam kondisi tersebut), mungkin ini akan menimbulkan banyak polemik dan masalah nantinya. Namun, dalam hal ini penggunaan tirtha kawitan lah yang harus tetap digunakan, karena tirtha ini yang menjadi poin pokok menyelesaikan segala permasalahan terkait bhisama MPU Gnijaya.
#tubaba.japa anand kanha.griya agung bangkasa#
Tidak ada komentar:
Posting Komentar